Laman

Rabu, 25 Oktober 2017

TASAUF & TAREKAT


TASAUF & TAREKAT
oleh
Agus Mulyadi Utomo
goemul@gmail.com   gusmultom@gmail.com

Ilmu Tasawuf (Tasauf) : adalah ilmu batin, rohani yang berpusat pada hati nurani (qolbu).
Ilmu Tasauf selalu juga disebut orang sebagai “Ilmu Kerohanian”, karena lapangan ilmu ini meliputi masalah hati/rohani, yakni bagaimana membersihkan hati/rohani dapat kembali suci sebagaimana asal semula. Tentu standar kesucian rohani harus ada. Untuk hal itu yang sudah terjamin adalah kesucian rohani Rasulullah SAW, karena telah disucikan oleh Allah SWT. Selanjutnya dengan melalui kerohanian Rasulullah SAW itulah akan dapat mensucikan rohani ummat. 
Firman Allah SWT: Laqod mannallahu ‘alal mu’minina idz ba’atsa fihim rasuulam min anfusihim yatlu ‘alaihim  ayathi wa yuzakkihim wa yu’alimuhumul kitata wal hikmata wa inkanu min qalu lafi dhalalim mubin.. Artinya: “Sesungguhnya Allah mengangkat diantara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka  ayat-ayat  Allah, membersihkan/mensucikan (jiwa/rohani ) mereka (dengan rohaninya) dan mengajarkan kepada mereka  Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Rasul) itu mereka adalah benar-benar dalam kesesatan  yang nyata” (QS Ali Imron:164).
Sumber utama kerohanian dalam Islam adalah kerohanian Rasulullah SAW yang dilanjutkan oleh para penerusnya yakni para khalifah Rasulullah (Ahli Silsilah/Ulama Pewarisnya). Dalam praktek amaliyah yang dilaksanakan para ahli Tasauf juga bersumber dari kehidupan Rasulullah sebelum dan sesudah menjadi Rasul. Semua itu merupakan pancaran ilham dan wahyu dari Allah SWT.  Hukum dasar dari amaliyah itu memang ada dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadist. Perhatikan firman Allah SWT surat Al-Ahzab ayat 41: Ya ayuha tadzina amanudzkurullaha dzikran katsira. Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman berdzikirlah (ingatlah) kamu kepada Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya”.

Makna Tasawuf:

1.      Orang yang menjalankannya disebut orang Sufi, yang senantiasa mensucikan diri lahir dan batin,    
      menjauhi sifat tercela dan dilarang agama Islam. Arti ini diambil dari kata shofa yang artinya suci   
      bersih.
2.      Bahwa arti tasawwuf adalah bulu binatang, yang diambil dari kata shuufah, karena pada saat itu orang yang bertasawuf (Sufi) memakai baju dari bulu binatang dan tidak suka memakai baju yang indah dengan kata lain orang tersebut adalah orang yang sederhana.
3.      Tasawuf adalah kelompok orang (orang banyak) yang diambil dari kata shuffah yaitu segolongan sahabat Nabi SAW yang menyisihkan dirinya duduk-duduk di serambi masjid Nabawi mendengarkan fatwa Rasulullah SAW, baik dari Al Qur’an maupun dari Hadist, untuk disampaikan kepada orang yang belum menerima fatwa itu, yaitu mereka yang mengutamakan ilmu dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah.
4.      Bahwa makna lain dari tasawuf adalah bulu yang lembut, yang diambil dari kata shuufatul qofaa dengan arti bahwa orang Sufi itu bersifat lemah lembut, bersifat kasih sayang dan berahlaq mulia.
5.      Ada pula kata tasawuf itu berasal dari kata shifat, karena orang Sufi itu memiliki sifat-sifat terpuji dan menghindari sifat tercela.
6.      Ada pula yang mengatakan tasawuf berasal dari bahasa Yunani kuno yang di-Arabkan (diucapkan lidah orang Arab), yaitu dari kata  Theosofie, yang artinya “ ilmu Ketuhanan”. Maknanya adalah orang yang selalu mendekat kepada Tuhan dan Tuhan selalu hadir dalam jiwanya, kemana saja selalu dalam pandangan Tuhan.

Definisi Tasawuf:

1.      Abdul Qasim Qusairi: mengatakan bahwa tasawuf adalah menerapkan secara konsekwen ajaran Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW, berjuang menekan hawa nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah dan menghindari diri dari meringan-ringankan ibadah.
2.      Sahl Abdullah At-Tustury: mengatakan bahwa tasawuf adalah membersihkan diri dari kerusakan budi, selalu dalam renungan yang mendalam dan menilai budi mulia itu lebih berharga daripada tumpukan emas dan permata.
3.      Abdullah Wahab Sya’rani: pernah berkata, “Ketahuilah ilmu tasawuf adalah ilmu pengetahuan yang dilimpahkan kedalam hati para wali, dikala hati mereka disinari oleh cahaya Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW”.
4.      Imam Al Ghazali: mengatakan bahwa tasawuf adalah memakan yang halal, mengikuti akhlak, perbuatan dan perintah Rasul yang tercantum dalam Sunnahnya. Ajaran tasawuf berdasarkan ajaran Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
5.      Ibnu Khaldun: berkata: “Sebenarnya methodik pokok kaum Sufi itu adalah selalu memperhitungkan jiwanya sampai benar-benar ia telah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah dan Rasul-Nya.
6.      Abdul A’la Maududi: mengatakan tasawuf dalam arti yang sebenarnya adalah penuh cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, dan setiap cinta memerlukan ketundukan kepada perintah seperti yang tercantum dalam Al Qur’an dan Sunnah Nabi SAW.
7.      Junaidi Al Bagdadi: mengatakan tasawuf adalah keluar dari budi pekerti yang tercela dan masuk kepada budi pekerti yang terpuji.
8.      Abu Bakar Aceh: menerangkan bahwa tasawuf adalah suatu ilmu pengetahuan untuk mencari kecintaan dan kesempurnaan kerohanian.
9.      Basyir Al Haris: menerangkan bahwa orang Sufi adalah yang telah bersih hatinya semata-mata untuk Allah Ta’Ala.
10.  Abu Muhammad Al Jurairi: mengatakan bahwa tasawuf adalah masuk kedalam budi pekerti menurut contoh yang ditinggalkan Nabi SAW dan keluar dari budi pekerti yang rendah.
11.  Prof. DR. Hamka: mengatakan bahwa tasawuf adalah membersihkan jiwa dari pengaruh materi, agar dia mudah menuju kepada Allah Ta’Ala. Dalam bukunya”Tasawwuf Modern” menjelaskan maksud nya adalah membersihkan jiwa, mendidik dan mempertinggi derajat budi; menekan segala kelobaan dan kerakusan, memerangi syahwat yang berlebihan dari keperluan untuk kesentosaan diri.

Pendidikan budi pekerti : (dalam Ilmu tasawuf / tarikatullah = melalui I’tikaf / dzikirullah)
 1.Takholli   -- Kosongkan diri dari sifat tercela dan maksiat lahir- batin (pembersihan)
 2.Tahalli     -- Mengisi diri dgn sifat sifat terpuji dan taat lahir batin menuju hakekat (pengisian)
 3.Tajall      --- Merasakan rasa ketuhanan dan sampai pada memperoleh kenyataan  Tuhan  ( makrifat )


Tarekat / Tarikat / Thariqat:

Arti tarekat: Dalam ilmu tasawuf (tasauf): arti “Tarekat” ialah “Jalan” atau “petunjuk” dalam melakukan sesuatu ibadah & amalan sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan dikerjakan oleh sahabat-sahabat Nabi, Tabiit-tabiin, Ulama-ulama, Guru-guru, sambung menyambung hingga kini.
Tarekat : adalah “jalan” atau “petunjuk” dan “bimbingan”suatu ibadah & amalan yang sesuai, yang dicontohkan (dengan metode) Nabi Muhammad SAW dan dikerjakan oleh sahabat Nabi, diteruskan oleh para Ahli Silsilah, Khalifah-Khalifah Allah sambung menyambung sampai akhir zaman.

Sabda Nabi Muhammad SAW : “Syariat itu perkataanku, Tarekat itu perbuatanku dan hakekat itu ialah
                                                     kelakuanku”

Dengan demikian dapatlah dimengerti, bahwa semua “bimbingan” dan “petunjuk” guru dinamakan “Tarekat” dan guru yang pertama adalah Nabi Muhammad SAW  (dari malaikat Jibril)

Tujuan Tarekat: Menjalankan Islam secara kaffah (lengkap),  melalui  Syariat (peraturan), Tarekat (pelaksanaan), Hakekat (keadaan) dan Ma’rifat (puncak segala---Tujuan  yaitu Allah SWT, mengenal Tuhan dan mencintainya)

Dengan bertarikat : menemukan “Guru Sejati” (Waliyam Mursyida) untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang dapat membimbing dan memberi syafaat mulai dari dunia sampai akhirat, yang dapat mensucikan jiwa, memperbaiki akhlak, membina kesejahteraan dan mencapai kebahagiaan abadi.

Seperti juga Rasulullah SAW, bersama-sama dengan Jibrail (sebagai guide) dalam munajat kehadirat Allah SWT dalam Isra dan Mi’raj Nya, sesudah lebih dahulu Rasulullah disucikan “Jasmani dan Rohaninya”. Pada Isra dan Mi’raj, Rasulullah diberi alat frekuensi yang tak terhingga (         ) yaitu Al Buraq / Al Kilat yang kecepatannya tak terhingga. Jelas kelihatan , bahwa Beliau harus diberikan lebih dahulu “ alat” yang tak terhingga untuk itu untuk mencapai kehadirat Allah SWT. Dan alat itu mutlak perlu kita teruskan pada rohani kita pula, alat mana  pasti masih berada dalam Diri rohani Rasulullah yang hidup pada sisi Allah SWT, berkekalan dan abadi. Inilah dia secara ringkas inti / nucleus dari Tarekat.

Ber-Ilmu:
Orang yang ingin mendekatkan diri kepada Allah, ada suatu jalan yang harus ditempuh untuk sampai kepada-Nya. Agar tidak tersesat dan salah alamat yang tidak disadari, maka perlu ada suatu bimbingan, tuntunan, gaiding dari seorang guru yang paham rohani (Islam adalah agama wahyu & rohani ! bukan agama budaya maupun agama otak) yang dapat mengantarkan ketujuan tersebut. Untuklah itu diperlukan ilmu yang haq, yang dapat membedakan yang batal dan yang haq (sebagai Al Furqon) tiada lain harus “berguru” mencari ilmunya dan harus ada ”gurunya” atau “Mursyidnya” yang jelas akan asal-usulnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW (bukan dari Gunung Kawi atau Laut Kidul atau ilmu tiban yang datang sendiri). Dalam beribadah dan beramal tentu akan percuma tanpa “ilmu”, sebab ilmu itu adalah porosnya - dimana segala sesuatu berputar disekitarnya. Perlu diketahui bahwa ilmu dan ibadah itu adalah dua permata, dan untuk ilmu dan ibadah itulah maka terjadi semua yang terlihat dan yang terdengar.  Atau ilmu dan ibadah ibarat dua sisi mata uang, seandainya tidak ada salah satunya tentu tidak berlaku. Keduanya tidak dapat dipisahkan, karena orang yang berilmu kalau tidak beribadah seperti pohon yang tidak berbuah. Dan orang yang beribadah tapi tidak berilmu (tak tahu ilmunya), ibadahnya tidak berniat sama sekali atau percuma saja. Jika demikian, maka ibadah itu akan berhamburan bak debu tertiup angin.

Sabda Rasulullah: “Inginkah kamu sekalian tahu, siapa yang paling mulia diantara penghuni syurga ? Jawab para sahabat, “Baik, kami ingin tahu wahai Rasulullah”. Beliau bersabda: “Adalah ummatku yang berilmu”. Dalam hadist lain Rasulullah SAW bersabda: “Ilmu itu imam amal dan amal itu makmumnya”.

Ilmu tanpa amal dan ibadah = lumpuh                
Amal dan ibadah tanpa ilmu = buta              
Jadi :  “beribadah & beramal”  harus “berilmu”    

Yang dapat menyelamtkan   kita di dunia & akherat :
1.   Ilmu yang bermanfaat / baik
2.   Sedekah
3.   Anak yang sholeh    
Keterangan:
Text Box: Fatwa YML. Ayahanda Guru: 

Segala sesuatunya harus disaring :
1. Diketahui asal-usulnya (apa, siapa, bagaimana, kapan, dimana)
2. Sesuai dengan adat-istiadat setempat , Al Qur’an dan Hadist Nabi SAW.
3. Sesuai dengan hukum Islam (imam Syafi’i).
4. Di chek atau ditanyakan kepada Guru / Mursyid.
Ilmu yang baik dan bermanfaat : ialah ilmu menuju ke Tuhan dengan “berguru” , mencari guru yang mursyid (Waliyyam Mursyida) yang dapat membimbing / mengajarkan metode pendekatan diri kepada Allah, yang dapat menyempurnakan amal dan  ibadah.
Sedekah : berbisik kepada Rasulullah (kepada orang yang fakir “innallah”), membentu anak yatim/duafa, menjamin orang perang sabil, membantu proyek Rasulullah dengan materi ( uang / benda) tenaga dan pikiran, berzakat dan sebagainya untuk menutup pintu ‘bala’ , menghapus murka Tuhan  
Anak yang sholeh : beriman, bertaqwa, bersyariat, bertarikat, berhakekat, bermakrifat serta beramal sholeh (ibadah, zikir, wirid, i’tikaf , ubudiah & ziarah)

Tiga pilar Islam:
Islam   : Rukun Islam yang 5 : shahadat, sholat, shodaqoh, puasa dan hajji.
Iman    : Rukun Iman yang 6: percaya Allah, Rosul, Malaikat, Kitab, Hari Akhir dan  Takdir
Ikhsan : Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melhatnya, maka apabila engkau tidak melihatnya, 
               maka sesungguhnya Allah melihat engkau. Atau memadailah melalui orang yang telah melihat
               Allah.
Orang-orang yang bermujahadah (sungguh-sungguh) dalam (menuntut ke ridhoan Allah) kami, niscaya kami tunjukkan jalan (metode) kami kepada mereka. Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang berbuat ikhsan. ( Q.S. Al Ankabut 69)


Saringan : 1. Bagimana imannya  2. Bagaimana taqwanya  3. Sudahkan ikhlas   4.  Sudahkan istiqomah







Mengintensifkan Peramalan:
“Suluk” atau I’tikaf  : berdiam diri di Masjid atau Surau yang ditentukan oleh Guru Mursyid selama 10 hari, berusaha dan melatih diri  (Riadhah), berjuang (Mujahadah), melepaskan diri dari hawa nafsu dan kebendaan yang merupakan hijab antara diri dengan Tuhannya. Mengintensifkan peramalan dzikrullah (tarining centre). Meningkatkan ilmu ke Tuhanan.
Tidak benar bagi seorang hamba sampai ke maqam yang tinggi melainkan dengan salah satu dua perkara : Adakalanya dengan mabuk ke Tuhanan dan adalanya dengan suluk atas tangannya Para Syaikh Shiddiq. (Kitab: Mizan al  Kubra, hal: 21)

Berbohonglah orang yang mengaku cinta kepada-Ku apabila malam telah larut dia tidur jauh dari pada-Ku. Apakah setiap orang yang bercinta tidak suka bersunyi-sunyi dengan kekasihnya . (kitab Al Mu’awanah wal muszhaharah wal muazarah, hal.8)

Halwat: Nabi Muhammad SAW diberi kesukaan menjalankan khalwat (bersunyi-sunyi) di gua Hira’, lalu bertahanus di dalamnya, yaitu beribadat beberapa malam yang tidak sebentar ( Kitab: Matnul Bukhari, Hadist 3 Jilit 1)

Dan telah kami janjikan kepada Musa (memberi Taurat setelah Riazhah / Suluk ) tiga puluh malam dan kami sempurnakan sepuluh (malam lagi). Maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya (Musa) empat puluh malam ( Q.S. Al A’raf : 142 )

Dan kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumahku untuk orang-orang yang thowaf, yang i’tikaf dan yang ruku’ sujud (sholat)”  (Q.s. Al Baqarah 125)


Hadist-hadist Tentang Dzikir:” Laillaha illallah”
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barangsiapa setiap harinya mengucapkan “Lailla ha illallah Muhammadur Rasullullah” : Tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah sebanyak seratus kali bilangan, maka Allah memberikan cahaya pada wajah orang yang membaca kelak di hari qiyamat sebagai cahaya bulan purnama.

Sebaik dzikir yaitu kalimat “Laillaha illallah” dan seutama do’a yaitu kalimat “Alhamdullillah” (segala puji bagi Allah)

Nabi Muhammad SAW  telah bersabda: Allah SWT telah berfirman (hadist Qudsi) kalimah : Laillaha illallah sebagai kalamku, dan orang yang mengucapkan termasuk dalam penjagaanku dan siapa yang masuk dalam penjagaanku maka selamat dari siksaku  (Rr. Syarodzi)

Nabi Muhammad  SAW bersabda: Supaya kamu memberi zakat pada badan dengan mengucapkan : Laillaha illallah (tiada tuhan selain Allah).
Tidak ada hambaku yang telah mengucapkan kalimah tauhid : (tidak ada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad utusan Allah), kecuali Allah telah mengatakan, benar apa yang diucapkan oleh hambaku, sesungguhnya aku telah dan tidak ada Tuhan selain aku dan saksikan wahai malaikat, sesungguhnya aku telah mengampuni dosa hambaku yang telah lalu dan yang kemudian.

Nabi Bersabda: Barang siapa mengucapkan “Laillaha illallah dengan hati yang suci dan ikhlas maka akan masuk surga”.

Dzikir Khafi:
Khairu dzikri al-khafiyyu wa khairu rizki ma yakfi. “Sebaik-baiknya dzikir adalah yang khafi (tersembunyi) dan sebaik-baiknya rizki adalah yang cukup”
‘An Aisyata radiyallahu ‘anha qolat, qola rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallama: Adzikrulladzi la tasma’uhul hafazhah yadzidu ‘ala dzikri ladzi tasma’uhul hafazhah bi sab’ina di’fain. “Dari Aisyah RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: Dzikir yang tidak didengar oleh malaikat Hafazhah (khafi) lebih utama dari pada dzikir yang didengar oleh malaikat Hafazhah (Jahar) dengan tujuh puluh kali lipat” (HR. Baihaqi).
Dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 205: yang artinya: ”Sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan rasa rendah diri dan rasa takut dengan tiada bersuara, pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”

Sebelum Masuk tarekat:

Bertaubat:
Firman Allah SWT: Ya ayuha ladzina amanu tubu ilallahi taubatan nashuha. Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman (percaya) bertaubatlah  kepada Allah dengan taubat Nasuha”.
Pengertian taubat adalah kembali kepada jalan  yang benar, jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Jika seseorang hendak masuk Islam pada hakekatnya berarti hendak bertaubat, di sunahkan baginya untuk melaksanakan mandi taubat. Dalam Hadist Nabi diterangkan:  ‘An Qais bin ‘Ashim qola: Ataihu Nabiyya sholallahu ‘alaihi wassalama uridul Islama fa amara an agtasila bimain wasidrin. Artinya: Dari Qais bin Ashim; Ia berkata: Saya mendatangi Nabi SAW hendak masuk Islam, lalu Beliau menyuruh saya mandi dengan air dan daun bidara. (HR. Abu Dawuid dan Tirmidzi)
Kitab-kitab: Sunan Abi Dawud hal.98 Juz  I dan Sunan At Tirmidzi hal.58 Jilid II.

Mandi Taubat:
1.      Innallaaha Yuhibbut tawwaabina wayuhibbul muthahhiriin” .Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai  orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang bersuci”. (QS. Al Baqarah 222)

2.   Mandi taubat atas segala dosa dan noda, baik zahir maupun (terutama) batin, hukum mandi adalah sunnat.
      Tata cara seperti mandi biasa.
Hadist:  An Qaisibni ‘Aashimin annahuu aslama fa-amaran Nabiyyu SAW ayyaghtasila bimaa-in wasidrin. (HR.Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasai). Artinya: Dari Qais bin Ashim, ketika Ia masuk Islam, Rasulullah SAW menyuruhnya mandi dengan air dan daun bidara.
Hadist:Anibni’ Abbaasin ra Annan Nabiyya SAW qaala Filladzii saqatha ‘anraahilatihii famaata aghsiluuhu bimaa-in wasidrin .(HR. Bukhari Muslim) Artinya: Dari Ibnu Abbas; Bahwasannya Nabi SAW telah bersabda kepada orang yang mati terjatuh dari kendaraannya. Sabda beliau: Mandikanlah dengan air serta daun bidara (atau dengan suatu yang menghilangkan daki seperti sabun)

3.      Membaca surat Alam Nasrah dalam hati.
Penjelasan: Mengurangi beban (terjemahkan!).
Di dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat ini (inna ma’al ‘usri yusron) Rasulullah SAW bersabda:” Bergembiralah kalian karena akan datang kemudahan bagi kalian. Kesusahan tidak akan mengalahkan dua kemudahan (HR. Ibnu Jarir).
Air Dzikir:

Dari Saib bin Yazid; Ia berkata: Saya pergi dengan bibi saya kepada Rasulullah SAW, bibir saya berkata: “Ya Rasulullah! Anak saudara perempuan saya (ini ) jatuh. Lalu Beliau mengusap kepala saya sambil mendoakan keberkatan kepada saya. Beliau lalu berwudhuk, lalu saya minum air bekas wudhuk Beliau. Kemudian saya berdiri dibelakang Beliau, lalu saya melihat ada cap (kenabian) diantara kedua bahu beliau. (HR. Bukhari)
Kitab Matnul Bukhari, Hadist ke 1534.

Sholat Sunah:
a. Sunah Wudhu: Dalilnya Hadist: Dari Abu Hurairah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepada Bilal bin Rabah: Ya Bilal ceritakan kepadaku, amal apakah yang telah kau lakukan yang terbaik di dalam Islam, karena saya telah mendengar suara sandalmu di depanku di Surga? Jawab Bilal: Tidak ada satu amal yang sangat saya harapkan di dalam Islam, selain jika saya selesai berwudhuk baik diwaktu malam atau siang maka saya shalatkan itu wudhu (HR. Bukhari Muslim).

Dari Uqbah bin Amir Al Juhani; Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “ Apabila seseorang berwudhuk, lalu menyempurnakan wudhuknya dan shalat dua raka’at dengan menghadapkan hati dan wajahNya (khusuk), maka syorga wajib baginya. (Dalam hadist lain; “Diampuni baginya dosa yang telah lalu”). (HR. Abu Dawud)
Kitab: Sunan Abi Dawud hal. 238 Juz I

b. Sunah Taubat: Dalilnya Hadist: Ma mim rajulin yudznibu dzanaban tsuma yaqumu fayatatohharu tsumma yusholli tsumma yastagfirullaha illa ghafarallau lahu Artinya: “Tiada seorang laki-laki yang berbuat dosa, kemudian berdiri maka ia berwudhu, kemudian shalat, kemudian mohon ampun kepada Allah , melainkan diampuni baginya” (HR. Abu Daud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Baihaqi).

Dari Abu Bakar; Ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “ Apabila seseorang berbuat dosa kemudian bangun, lalu berwudhuk, shalat, kemudian minta ampun kepada Allah, maka Allah mengampuni kepadanya” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Kitab: Sunan Abi Dawud hal. 86 Juz II dan Sunan At Tirmidzi

c. Sunah Hajat: Dalilnya Hadist: ‘An ‘Abdlillah ibni Aufa radiyallahu ‘anhuma qola, qota rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallama : man kanat tahu ilallahi hajatan au ila ahadin min bani adam fal yatawadho’ wal yuhsil wudhu’a tsumma liyusholli rak’ataini.  Artinya: Dari Abdullah bin Aufa RA ia berkata, Rasulullah SAW telah bersabda: “Barang siapa yang mempunyai hajat kepada Allah atau berhajat kepada seorang dari Bani Adam  (manusia) maka hendaklah berwudhu dan baguskanlah wudhunya itu, lalu shalatlah dua rakaat” (HR. At-Tarmidzi).
Dari Abdillah bin Abi Aufa Al Aslami; Ia berkata: Rasulullah SAW keluar menuju kami, lalu bersabda:
”Barangsiapa ada hajat kepada Allah atau kepada salahsatu makhluq-Nya, maka berwudhuklah dan shalatlah dua raka’at”. (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Kitab: Sunan Ibni Majah hal. 441 Jilid I dan Sunan At Tirmidzi hal. 297 Jilid I.

Tidur:
Sabda Rasulullah SAW: Wa’udda nafsaka min ashabil qubur. “Anggaplah / andaikanlah / rasa-rasakanlah dirimu dari golongan orang-orang penghuni yang di kubur (ahli kubur)” untuk menghayati  dan meresapi sabda Rasulullah SAW ini , oleh Ulama Tasawuf (Tarikat Naqsabandiyah) dilaksanakan rangkaian kaifiyat bertaubat, dengan melaksanakan  tidur dalam keadaan bersuci, miring kekanan serta diselimuti kain putih.
Tidur sesudah mandi / berwudhuk / shalat, tata caranya seperti orang mati, yaitu berbaring di atas lambung / rusuk kanan. (seolah-olah mati  / matikan dirimu / patuh / mati hakekat).
“ Innaka mayyituw wainnahun mayyituun” (QS. Az Zumar:30)
Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati”.
Penjelasan: Hal ini dilakukan mereka memperoleh kesan mendalam, bahwa mereka satu kali kelak akan mati juga, hingga benar-benar harus bersiap-siap untuk itu, yakni harus hidup suci dan lurus senantiasa, karena mati datangnya tidak memberi tahu. Bagaikan timun bisa dipetik muda ataupun tua.

Tidur Dalam Keadaan Suci Dari Hadast (Berwudhuk):

Dari Ibnu Abbas; Sesungguhnya Nabi SAW bangun malam, lalu masuk kakus menyelesaikan hajatnya, kemudian membasuh wajah dan kedua telapak tangannya (berwudhuk), kemudian tidur (lagi).
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Kitab-kitab; Sunan Abi Dawud hal.310 Juz IV dan Sunan Ibnu Majah hal 169 Jilid I.

Tidur Berbaring Di atas Rusuk Kanan Ditutup Kain Putih Seperti Mayat:

Qaala lii Rasuulullaahi SAW: Idzaa ataita madhja’aka fatawaddha wudhuuaka lisshshalaati tsummadhthaji’alla syiqqikal aimani”(HR. Bukhari).

‘Anil barra ibnu ‘Azib qola, qola lii rasulullahu shollallhu ‘alaihi wa salamma: idza ataitamddoji’aka fa tawadho’, katawadhu’ika lisholati tsummadhtoji’ ‘ala syaqqikal aiman. Dari Barra bin Azib; Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepadaku: “Apabila engkau hendak tidur, maka berwudhuklah terlebih dahulu seperti wudhukmu untuk shalat, kemudian berbaringlah ke sebelah kananmu (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Kitab-kitab: Matnul Bukhari, Hadist ke 163 hal. 55 Jilid I. Shahih Muslim hal. 478 Jilid II dan Sunan Abi Dawud hal. 311 Juz 1

Inna nabiyya shollallahu ‘alaihi  wa sallama kana idza aroda  ay yarquda wadho’a yadahu yumma tahta khaddihi   Artinya: Dari Hafshah istri Nabi SAW; Sesungguhnya Rasulullah SAW apabila berkehendak untuk tidur, maka beliau meletakkan tangan kanannya di bawah pipinya. (HR. Abu Dawud).
Kitab Sunan Abi Dawud hal. 310 Juz IV.

Ilbisu min tsiyabikumul bayadho fa innaha khairu tsiyabikum wa kaffinu fiha mautakum. “Pakailah olehmu pakaian yang putih (termasuk selimut), seungguhnya kain putih itu kain yang paling baik, danm kafanilah mayat kamu dengan kain putih pula (HR. Abu Daud)

Dari Ibnu Abbas, Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: ”Pakailah olehmu pakaian kamu yang putih, sesungguhnya (pakaian putih itu adalah) pakaian kamu yang terbaik, kafanilah mayat kamu dalam kain putih (pula) dan sebaik-baik celakmu itu utsmud, Ia bisa memperjelas penglihatan dan menumbuhkan rambut”.
(HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Kitab-kitab: Sunan Abi Dawud hal. 8 Juz IV, Sunan Ibni Majah hal. 1181 Jilid II dan Sunan At Tirmidzi hal.203 Jilid IV.

Dari Abu Hurairah, Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “ Perbanyaklah ingat akan yang memutuskan kelezatan-kelezatan  (maut) ” . (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi dan Nasai)
Kita-kitab: Sunan Ibni Majah hal.1422 Jidid II, Sunan At Tirmidzi hal.379 Jilid III dan Sunan An Nasai hal.4 Juz IV.

Campurkanlah majlismu dengan mengingat akan yang mengkeruhkan kelezatan-kelezatan (maut). (HR.Ibnu Abiddunya dari Anas)
Kitab : Ihya Ulumiddin lil Imam Al Gazali hal.252 Jilid VIII terjemahan Prof.Tk. H. Ismail Yakub SH, MA, terbitan CV. Faizan, Semarang.

Duduk Tawarruk ke Kiri:

Duduk seperti inimengikuti perbuatan para sahabat, sebagaimana diriwayatkan oleh oleh Muhammad Amin Qurdi: Annal ashaba kanu yajilisuna ‘inda nabiyyi shollallahu ‘alaihi wa sallama ‘ala hadzihit haiati wa hiya aqrabu littawadhu’i wa ajma’u lil hawasi. “Sesungguhnya para sahabat duduk-duduk di samping Rasulullah SAW dengan cara ini (duduk Tawarru’ ke kiri) dan ini lebih dekat pada tawadhu’ (merendahkan diri) dan menghimpunkan (memusatkan) panca indra (konsentrasi)”
Dduduk tawarruk : kebalikan tawarruknya sholat, karena telah dikatakan: Bahwasannya para shahabat duduk-duduk disisih Nabi SAW dengan cara ini. Dan Ia lebih dekat (menunjukkan) akan tawadduk (merendahkan diri), juga paling (sempurna tatkala) mengumpulkan seluruh pancaindera (konsentrasi).
Kitab Tanwirul Qulub hal. 552.

Duduk Melingkar:

Dari Anas bin Malik, Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Apabila kamu melewati taman-taman syorga, maka ikutlah (masuklah kamu padanya)”. Para sahabat bertanya: Apakah taman-taman syorga itu (ya Rasulullah) ? Rasulullah SAW menjawab: (ya itu) lingkaran-lingkaran (orang yang sedang) dzikir. (HR. Tirmidzi)
Kitab: Sunan At Tirmidzi hal.149 Jilid V.


Mengenang Dosa:

Dari Uqbah bin Amir, Ia berkata: Saya bertanya (kepada Rasulullah): Ya Rasulullah, apakah keselamatan itu (bagaimana agar saya selamat) ? Rasulullah menjawab: “Kuasailah lidahmu terhadap yang mencelakakanmu, rumahmu hendaklah melapangkan dirimu dan menangislah atas dosamu. (HR. Tirmidzi)
Kitab: Sunan At Tirmidzi hal.31 Jilid IV

Dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, Beliau bersabda: Tiada akan masuk neraka orang yang menangis karena takut akan Allah Ta’Ala, sehingga ada air susu kembali kedalam tetek dan tiada bisa berkumpul debu dalam sabillillah dan asap api jahanam. (HR. Tirmidzi dan Nasai)
Kitab: Sunan At Tirmidzi hal.93 Jilid III dan Sunan An Nasai hal 12 Juz VI