TINJAUAN SENIMAN KERAMIK INDONESIA
oleh Agus Mulyadi Utomo
Akan tetapi, seni keramik murni
dan kreatif Indonesia tidaklah tumbuh di pusat-pusat industri dan keramik
tradisional, melainkan datang dari kalangan keramikus yang berlatarbelakang
pendidikan akademis dan seniman seni rupa. Di samping itu keberadaannya hanya
di kota-kota besar saja, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang,
Surabaya, Solo, Malang dan Denpasar-Bali. Kebanyakan dari mereka menolak
karyanya menjadi benda pakai dan seringkali menyebutnya sebagai “keramik
kreatif” atau “keramik ekspresi”. Sebagai yang tergolong seni keramik murni, para
penciptanya mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Pengungkapan seni secara
bebas dan tidak terikat oleh
kegunaan atau fungsi pakai tertentu.
Karya-karya seniman keramik ini berdiri sendiri dan mempunyai daya tarik
sendiri serta eksistensi sendiri pula. Penilaiannya tentu sangat relatif,
subyektif dan individualis serta tak terukur. Sehingga kini pameran keramik
jenis ini sangat langka dan perlu didorong untuk mengimbangi perkembangan
kehidupan yang memasuki era global agar tidak ketinggalan dengan negara maju
lainnya di Dunia.
Keramikus DKI Jakarta
Nam-nama seperti Hildawati
Siddharta, Suyatna, Indros, Ramelan, Liem Keng Sien, Indro Sungkono, Widayanto,
Bibib Sanusi, Ahmad Fahmi, Lydya Putri, Teguh Ostenrik, Hendros BS, Nugroho,
Susi, Indros, Sri Hartono dan Suparto yang sering muncul dalam kegiatan Pameran
keramik, baik pameran tunggal maupun bersama.
1) Hildawati Siddharta (alm), yang dilahirkan di Jakarta 26 Nopember
1945. Hilda, panggilan akrabnya ini
semasa kecil hidup di negeri Belanda hingga lulus SMU. Lalu masuk ITB dan lulus
bidang keramik tahun 1971 dan mengajar di LPKJ (sekarang IKJ) Jakarta. Pada
tahun 1973 mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat yaitu di Rhode Island
School of Design di Provi-Dence, Rhode Island. Sammer berikutnya mengambil course pada Alfred University dan
menyelesaikan Master of Fine Arts di Prapp Institut di New York pada tahun
1976. Karya-karya Hilda cenderung disebut “keramik
bebas”, karena foktor kebebasan sangat menonjol dan tidak terikat dengan
bentuk-bentuk yang pernah ada. Sebagai kelompok seni keramik murni, Ia
menganggap tanah liat dapat diajak kompromi, berdialog, bagaikan sesuatu yang
“hidup”, yang artinya harus diperhatikan sifat atau karakternya serta bentuknya
tidak dipaksakan sesuai dengan kemampuannya. Retakan-retakan dan
pecahan-pecahan keramik dimanfaatkan untuk mendukung ide dan ungkapan dari
perasaannya. Kebanyakan karya Hilda tidak diberi judul, karena Ia tidak ingin
mengarahkan orang yang menikmati hasil karyanya. Judul dianggap menggangu
kontak langsung dengan karya, Ia berharap secara polos seperti apa adanya tanpa
mengalihkan perhatian dan membiarkan penonton bereaksi sendiri, terserah apa
yang terpikir dikala melihat karyanya itu. Kontak yang terjadi antara penonton
dengan karyanya itu dianggap sebagai keindahan tersendiri. Disisi lain yang
ingin dicapai Hilda adalah berceritera melalui bahasa rupa, seperti bentuk,
susunan atau komposisi, ruang, irama-gerak, warna dan penampilannya secara
menyeluruh. Kumpulan pecahan dan kepingan keramik yang berserakan di lantai
dapat menyerap perhatian orang. Bentuk dari pecahan dan kepingan itu merupakan
ekspresi sesaat dan aktual, terbuka dengan unsur-unsur yang tidak disengaja dan
bahkan menegangkan. Hilda mengajak untuk memurnikan karya seni keramik melalui
wujud dan bahan serta konsep, mengarah Happening
Art sebagai karya instalasi atau karya lingkungan. Dimana dunia keramik itu termasuk pecahan dan
kepingan, walaupun tidak sempurna, namun dapat mengungkap sisi-sis lain dari
kehidupan sebelumnya, seperti dalam bidang arkeologi. Penyuguhan ekspresi yang
menangkap moment dramatik sesaat dari
Hilda terasa begitu wajar dan manusiawi,
dengan penampilan yang juga terasa alami. Lempengan-lempengan
keramik oleh Hilda disusun sedemikian rupa lengkap berpigura, seperti lukisan
China, menunjukkan kesungguhannya dan sensitifitas perasaannya dalam
penggarapan, terhadap kemungkinan-kemungkinan artistik yang dihidangkan terasa
segar. Anggapan lain sebagai seni improvisatif tidak diberi peluang, karena
dilontarkan dengan penuh kesadaran, meski yang tampak sebagai sesuatu yang
kebetulan. Kecenderungan lainnya yang menggembirakan dari Hilda adalah
penampilan ide yang mengutamakan segi konsep daripada estetis, semacam opini
sebagai keramik modern. Dalam konsep Ia dipengaruhi pematung asal Jerman Barat,
Rita Widagdo, yang mengajar di ITB. Perjalanan kreatif dari tahun 1976 hingga
1983 adalah keberhasilannya mengangkat “kebesaran
tanah”, merangsang imajinasi dan mengakrabi alam lingkungan. Hildawati
merupakan tokoh pembaharu khasanah
perkeramikan Indonesia dan media massa seperti Kompas, Tempo, Pikiran rakyat
dan lainnya menanggapi positif dan dapat menerima sebagai sesuatu yang baru.
Jejaknya kini diikuti generasi
berikutnya seangkatan Andarmanik yang juga alumni ITB. Alamat: Jl. D
No.4 Warung Buncit, Jakarta atau IKJ di Jl. Cikini Raya 73 Jakpus.
2) Liem Keng Sien, dilahirkan tanggal 20 Desember 1954 di Jakarta. Pendidikan formal di
Akademi Keramik di Leuven, Belgia, tahun 1982. Keng Sien menggarap
karya-karyanya pada studio keramik di Cawang dan di Desa Sepayang Jaya, Bekasi
Barat, dari tahun 1984 sampai 1989 dan kini telah berdiri sendiri. Karya Liem
Keng Sien yang menarik adalah berupa botol-botol yang tidak eksak atau
bentuknya tidak simetris dan tidak mulus, tetapi menampilkan kepekaan bentuk
yang sifatnya manusiawi. Juga yang menarik
lagi, adalah goresan warna glasir secara spontan dan ekspresif serta
menampilkan tekstur glasir yang khas. Keng Sien tidak mengandalkan bentuk, akan
tetapi lebih banyak berkutat untuk mengolah warna-warni keramik, seperti halnya
melukis, dimana bentuk benda keramik yang umumnya sederhana menjadi lahan atau
bidang hias seolah menjadi kanvasnya.
Alamat: Jl.
Lombok 41 Jakarta Pusat.
3) Suyatna, Kelahiran tahun 1957
di Tangerang. Menyelesaikan pendidikan formalnya di Institut Kesenian Jakarta
pada Program Studi Keramik tahun 1981dan mengajar di Almamaternya IKJ.
Keramikus bimbingan Hilda ini cukup potensial, pengaruh gurunya sudah melekat
pada Suyatna. Menurutnya keramik yang indah adalah keramik yang alamiah
serta kesederhanaan bisa melahirkan
suatu keindahan. Pengetahuan Suyatna tentang “yakishime” yang dipelajarinya di
Jepang selama satu tahun ternyata mendukung pendapatnya tentang keramik,
terutama tentang keramik fungsional. Bentuk-bentuk keramik Suyatna banyak yang
bersifat umum seperti vas, mangkuk, piring, guci, jambangan, teko dan cangkir.
Yang menarik hanyalah warna-warna yang dihasilkannya dan tekstur yang
digarapnya menunjukkan profesionalisme dan idealisme yang tinggi.
4) F. Widayanto, dilahirkan di
Jakarta pada tanggal 23 Januari 1953. Yanto panggilan akrabnya ini masuk ITB
tahun 1975 dan lulus spesialisasi keramik tahun 1981. Bakat awalnya adalah
melukis, tetapi Ia melihat peluang pada bidang keramik untuk meraih prestasi.
Karya-karya Yanto memiliki ciri tersendiri, dimana faktor perasaan sangat berpengaruh dalam penciptaan
benda, ternyata Ia akhirnya memilih bentuk bebas sekehendak hatinya. Yanto
berkarya cenderung dalam satu periode mengambil satu tema dengan desain yang
tidak di ulang dan selalu berubah, menekankan komposisi, garis dan warna. Yanto
berusaha mengkombinasikan benda pakai dengan ekspresi, terutama tempat air, vas
dan tempat lampu. Pada periode “wadah
air”, Ia terbawa kepada suatu keinginan untuk memperlihatkan estetis
luarnya, lalu segi fungsi terdesak oleh ekspresinya yang eksklusif. Maka
menghasilkan bentuk yang bulat pipih dengan dasar runcing. Ada juga bentuk
wadah air yang ditarnsformasikan menjadi kap lampu atau berupa patung.
Kendi-kendi Yanto ada yang bercucuk (corot) tiga dan dua dengan posisi
berdempetan atau bertolak belakang, misalnya pada karya yang berjudul “kendi
Meriam Bulat” (lihat foto), memperlihatkan barna dasarnya (tanah) dan glasir
yang terbatas pada gambar dekorasinya saja. Dekorasi mengambil bentuk alam
(flora-fauna), bunga-bungaan, bambu, rumput, kupu-kupu, capung, cecak, kodok kadal
dan lebah. Yanto menyisipkan aspek bentuk dan menawarkan hal-hal yang sifatnya
spiritual, pada benda pakai ditambahkannya sejumlah tanda-tanda berupa binatang
yang lemah. Mengingatkan akan kebesaran dan keberadaan alam semesta. Pada
periode “Loro Blonyo” atau “Keramik Semprul”, yanto tampil dengan
figur manusia boneka dan binatang, yang digarap dengan deformasi dan distorsi
yang apik dan menarik. Bentuk-bentuk figur hadir nuansa tradisional Jawa, ada
yang lucu, gemuk, kurus, mirip priyayi
atau bangsawan dengan postur tubuh lentur atau luwes berirama yang sedap
dipandang mata. Priyayi Jawa yang tampak necis, Demang yang bertubuh
tambun dan makmur yang semuanya mengingatkan budaya lama. Yanto melibatkan
suasana filosofis adat Jawa, menyangkut perkawinan (lihat foto) sebagai lambang
penyatuan hati yang sakral dan menunjukkan intimnya hubungan dua sosok pasangan
lain jenis dengan perasaan cinta yang terus-menerus. Judul karya Yanto seperti
“Raden Mas Kroto”, dengan makna sebagai anak semut merah, lalu “Roro Cemeng”
sebagai anak kucing, dan “Ndoro Bagus Bledug” sebagai anak gajah, suatu makna
sindiran yang filosofis sifatnya, yang dibuat pada periode “Ganesha”. Lalu pada
periode “Konde”, Ia menampilkan wajah-wajah wanita Jawa dengan leher jenjang
dari bahan stoneware cukup menarik
perhatian dengan detail rambut yang halus sperti bentuk patung potret tiga
dimensi. Karya yang
menarik lainnya adalah yang berjudul “Ni Perestroika” yaitu berupa kedok muka
manusia ala “punk rock” dengan anting-antingmetal
dan hiasan rambut acak-acakan dari bulu ayam bersatu di dalam bingkai layaknya
sebuah lukisan, memberi warna lain yang aktual dan menggelitik. Widayanto
pemilik studio “Maryan Clay Work”,
tetap konsisten menerapkan seni keramik ekspresi dalam konsep estetik yang punya citra
pembaharuan dan makna spiritual.
Alamat: Jl.
Setiabudi 2 / 11 Jakarta selatan 513891
5) Sri Hartono, pematung
terracotta yang berada di pasar Seni Jaya Ancol ini, dilahirkan di Solo pada
tahun 1940. Sri Hartono adalah jebolan Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia
“ASRI” gaya lama di Yogyakarta. Falsafah
hidupnya yang diutarakannya adalah:” Hidup ini mempunyai arti lebih dari
sekedar mengisi perut kosong ataupun berpakaian yang serba mewah. Hidup ini
harus diisi dengan sesuatu yang indah dan penuh arti; Arti ini bisa
bermacam-macam penafsiran, seperti halnya dapat ditafsirkan dari segala sesuatu
yang telah dilihat atau didengar dari lingkungan sekitar”. Sri Hartono dengan
karyanya berbicara mengenai manusia dengan segala aspek sosialnya, seperti rasa
suka dan duka, humor, sinisme, kritik sosial, polusi, patriotisme dan akibat
teknologi.Karyanya yang menarik adalah yang berjudul “Bahtera Nabi Nuh” yang
menggambarkan sebuah perahu yang dipenuhi oleh beberapa jenis binatang dan
manusia sedang melongok keluar jendela dan pintu perahu. Juga ada “Pohon
Kehidupan” yang dilukiskan sebagai sebuah jantung warna merah khas tanah, penuh
hiasan relief berbentuk pepohonan dan dedaunan, seolah berceritra tentang
kehidupan ini. Melihat karyanya ini mengingatkan orang akan pentingnya jantung
sebagai “pohon kehidupan” anugrah Tuhan. Walaupun dengan teknologi modern
jantung dapat saja diganti, namun tidak sempurna seperti aslinya. Judul lainnya
adalah “Jakarta, dari Zaman ke Zaman”
yang menggambarkan kemajuan Kota Jakarta dari berbagai bentuk khas bangunannya.
“Semangat Juang” adalah judul lainnya yang bersifat patriotik dengan mengambil
bentuk bambu runcing yang saling menunjang membentuk susunan seperti piramida.
Ide yang kaya dari Sri Hartono ini, bersumber dari problema kehidupan dan tanpa
disadarinya telah menyumbang kemanusiaan secara nyata lewat karya. Karya-karya
lainnya yang berjudul “Si Jaguar” yaitu berbentuk meriam betawi yang kondang,
lalu “Daur Hidup”, “Kantong Musafir”, “Pencakar Langit”, “Bionik” dan
“Peminum”.
Menurutnya Ia
bebas dan tidak terikat dengan dogma-dogma dalam berkarya.
6) Ramelan, dilahirkan di Solo
tanggal 10 Nopember 1939. Jebolan ASRI Yogyakarta gaya lama ini tahun 1963. Ia
membuat keramik di Klampok, Purwokerto, dari tahun 1967. Keramikus ini juga
seorang pematung. Karya-karyanya tampak seperti patung, figur manusia yang
diubah sedemikian rupa menunjukkan ekspresi yang aneh dan misterius. Juga Ia
membuat bentuk makhluk aneh seperti Extra-Terreterial
( E-T) dan sejenisnya menjadi obyek
utama Ramelan dalam berkesenian.
7) Suparto, adalah penggarap
produk yang mirip dengan keramik, namun secara ilmu bahan masih termasuk
lingkup keramik yaitu berupa bahan semen dan gibs yang diproses sebelumnya
melalui suatu pembakaran. Karya-karya Suparto disebut sebagai “Paramik” atau
“Parto Keramik”, dengan hiasan menggunakan bahan akrilik, cat tembok. Semua
karyanya lebih menjurus sebagai benda dekoratif.
Keramikus Jawa Barat
Keramikus Jawa Barat yang sering
muncul dalam mengikuti pameran keramik adalah Lengganu, Bambang Prasetyo,
Hendrawan Rianto, Darsyah Alam, Bonzan Eddy R, Beni Sukarsa, Ondang, Sidarto,
Redha S Sunarko, Dikki Najib Musadik, Suhaemi Barnawi, hanif S, Nugroho
Sulistianto, Nuryadi, Asmujo Jono Irlanto, Tony H. Lupias, Hendri Saifulhayat,
Eko wibowo, Gunawan, Adhy Putraka, Andar Manik dan lain-lainnya.
1) Bambang Prasetyo, menempuh pendidikan di ITB pada Program Studi Seni Keramik dan tamat
tahun 1976. Kemudian Ia mengajar di tempat yang sama dan di IKJ serta Senirupa
Universitas Trisakti. Pada tahun 1980 mendapat kesempatan belajar di Jerman
Barat atas beasiswa Guthe Institut. Karya-karyanya lebih banyak menggarap
komposisi dari sebuah bentuk dan irama dari beberapa kumpulan benda. Abstraksi
bentuk menjadi kuat di tangan Bambang prasetyo ini, dimana ia menampilkan
sensitivitasnya akan suatu lekukan atau cekungan. Yang jelas keramik Bambang
ini sulit dihubungkan dengan keramik tradisional, karena bisa dibayangkan
seandainya dibuat dari bahan lain, seperti layaknya karya-karya seni patung
kontemporer. Bambang lewat karyanya yang berjudul “Gerbang” dan “Pasangan” mengekspresikan
kepekaannya terhadap bentuk-bentuk tertentu.
2) Lengganu, dilahirkan di Sumedang pada tanggal 31 Maret 1942. Pendidikan formalnya
di ITB dan lulus pada tahun 1969 dan menjadi staf pengajar di almamaternya
spesialisasi keramik.. Pada tahun 1975 tugas belajar di Stiching Keramisch
Centrum Belanda. Lalu di University of Deleware USA tahun 1979 dan di Indiana
University USA pada tahun 1980. Lengganu aktif mengikuti pameran keramik sejak
tahun 1971, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Karya Lengganu yang
menarik diantaranya adalah jang berjudul “Konstruksi” , yaitu bentuk seperti
bangunan menara dibagian atasnya bulat telur dengan memperlihatkan bagian
isinya, dilihat dari sebagian bentuknya seolah keraopos. Dan dari bagaian yang keropos
itu dapat disaksikan suatu konstruksi
sarang lebah; Atau dapat dilihat sebagai susunan komposisi yang rapi seperti
kotak-kotak, seolah susunan atau aransemen dari ratusan benda-benda kecil yang
gemerlap. Ide dari konstruksi ini sangat
mendalam dan apik serta indah penampilannya, tampak ketelitian dan kecerdikan
Lengganu untuk mensiasati telur sebagai sebuah konstruksi, bagai permainan
fantasi dan imajinasi di dalam menggarap anasir-anasir artistik, seolah-olah
terdapat kehidupan lain dan tersendiri (lihat foto). Disamping itu Lengganu
juga menggunakan media campuran (mixed
media) untuk mewujudkan idenya yang segar dan inovatif, misalnya karya yang
berjudul “Parang Slobok”, “Bunga”, “Kawung”, dan sebagainya.yang merupakan
gabungan dengan bahan tekstil dan porselin. Porselin yang dipergunakan seperti
mote-motean, menyeruak menunjang seni tapestry dan menjadi pusat perhatian dari
suatu karya seni. Suatu perpaduan karakter antara keras dan lunak ( lembut ).
3) Hendrawan
Riyanto (alm), dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 15 Januari 1959.
Pada tahun 1986 lulus dari Program Studi seni Keramik, FSRD- ITB dan menjadi
staf pengajar ditempat yang sama. Hendrawan sempat belajar seni dekorasi di
Jepang pada tahun 1987. semasa kuliah Ia memenangkan lomba kerajinan keramik se
Jawa Barat. Karya Hendrawan mengarah pada seni murni dan tidak lagi
memperlihatkan ciri-ciri keramik konvensional yang berbentuk wadah, tetapi
lebih banyak berbicara masalah tentang konsep seni, tentang ekspresi dan
komposisi seperti halnya seni patung, seni kontemporer dan totalitas.
4) Bonzan Eddy R, dilahirkan di Madiun pada tanggal 29 Agustus 1952. Menyelesaikan studi di Institut Teknologi
Bandung pada tahun 1980. Karya – karya Bonzan bervariasi, ada yang berupa
lempengan dan relief dengan komposisi warna yang menarik bak sebuah lukisan.
Ada pula yang mengambil bentuk wadah dengan dekorasi segrafito. Alamat: Blok
Caplek, Siliwinangun, Kec. Klangenan, Cirebon, Jabar.
5) Beni Sukarsa, dilahirkan di
Bandung pada tanggal 1 Maret 1939. Pendidikan formal di ITB – SR dan lulus
tahun 1969 dan Tajimi Design & Research Centre, Tajimi Jepang. Bekerja di
Balai Beser Industri Keramik Departemen Perindustrian. Ia juga pernah bekerja
di PT. KIA Plan Tanjung Pandan Belitung. Beni memperoleh hadiah “untuk keramik
pada tahun 1968 di Monthien Hotel Bangkok, Thailand. Karya – karya Beni banyak
yang menghadirkan bentuk – bentuk alam, bidang – bidangan mirip kulit kayu dan
itu memungkinkan ditiru oleh tanah liat secara alami.
6) Ondang, dilahirkan di Cimahi
pada tanggal 13 Apeil 1944. Ia menyelesaikan pendidikan senirupa di Institut
Teknologi Bandung pada tahun 1975. Mengikuti pendidikan di Tajimi Design &
Research Centre, Jepang. Ondang bekerja sebagai staf pegawai di Balai Besar
Industri Keramik Departemen Perindustrian di Bandung. Pernah memperoleh
penghargaan “Rainsborough” untuk keramik di Bangkok. Karya – karya Ondang
banyak mengolah putaran dan bentuk berongga. Ia mengolah bentuk – bentuk botol
dan vas bunga.
7) Sidarto, dilahirkan di Purwodadi pada tanggal 21 April 1940. Mengnyan pendidikan
di Departemen Three Dimensional Design Ceramics, North Staffordshire
Polytechnic, Stoke – on – trent, Inggris dari tahun 1969 sampai tahun 1973.
Menyelesaikan Studi di ITB – SR pada tahun 1983. Kini Staf pengelola di Balai
Besar Industri keramik. Departemen Perindustrian di Bandung. Karya Sidarto
berkisar bentuk putaran dan benda pakai. Ekspresinya banyak diangkat dari
dekorasi dan pengolahan glasir dengan variasi yang kaya. Pemanfaatan warna
glasir sebagai media yang dianggap lebih banyak menarik perhatian
penonton/pemakai, menjadi pilihannya yang utama disamping tekstur yang
ditimbulkan oleh proses pembentukan dan glasir. Alamat: JL. Kembar II no. 40
Bandung.
8) Suhaemi Barnawi, dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 14 Desember 1`938. Suhaemi adalah
alumni ITB tahun 1970. pendidikan tambahan di Tajimi Design & Research
Centre, Jepang. Kini bekerja di Bali Besar Industri Keramik Bandung.
Karya-karyanya banyak menghadirkan bentuk-bentuk alami seperti bunga karang,
atau seperti sesuatu yang sedang tumbuh. Terkadang keramik Suhaemi mirip
seperti karya patung kontemporer mengutamakan bentuk dan tekstur sebagai
ungkapan seninya.
9) Darsyah Alam, dilahirkan di Malang pada tahun 1952. Bakat seni muncul sejak tahun 1970
dan pada tahun 1971 belajar pada Soemaji dalam menggambar dan mematung. Masuk
Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia “ASRI” Yogyakarta dan menyelesaikan
sarjananya di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1985 dengan spesialisasi
keramik. Darsyah cukup kreatif mengolah tekstur kasar dan alamiah. Yang menarik
dari tekstur Darsyah adalah memanfaatkan kain pel usang untuk afdruk memperoleh
tekstur tanah liat. Ia juga menggunakan kawat spiral dan lain sebagainya untuk
sumber ide dan gagasannya. Di samping tekstur, Darsyah juga mengolah goresan –
goresan yang ekspresif untuk mengisi bidang keramik, baik yang berbentuk benda
pakai maupun piring atau lempengan, terkadang seperti benda hias atau lukisan
mini. Bentuk secara keseluruhan dari karya – karya Darsyah, menunjukkan suatu
bentuk kebebasan, sangat tidak terduga atau mengejutkan serta ekspresif.
Darsyah kini bekerja di Kadin Plered, memproduksi keramik.
10) Andar Manik, adalah alumni program Studi Seni Keramik, FSRD, ITB. Dalam pandangannya
Andar Manik melihat transendensi dari proses alam melalui karya-karyanya berwujud
instalasi keramik yang salah satunya berjudul “Kehancuran” ( lihat gambar 46). Ia banyak dipengaruhi oleh Hildawati
Siddharta.
Keramikus Jawa Tengah
Dalam berbagai pameran
keramik nama-nama yang sering muncul adalah Antonius Girindra Soegiyo, AN
Suyanto, Gatot Sudrajat, Ambar Astuti, Istie Rokayah, Narno, Noor Sudiyati,
Suminto, Sardi, Sekartaji Suminto, Titiana Irawani, Adi Munardi, Ponimin,
Suprapto, Untung Murdiyanto, Sri Wahyuning Yugiati, Subroto, Agus Ramadhi,
Supono Pr, Titarubi, Theresa Waryanti, Edy Wahyono Harjanto Saryono, Kaeri,
Bambang Subandono dan Husein.
1) Antonius Girindra Soegijo, dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 24 maret 1945. Pernah belajar di
ITB pada tahun 1965. Tahun 1967 sekolah ke Paris, Perancis, mengambil Jurusan
Keramik. Pada tahun 1968 melanjutkan studi ke L’ccole des arts decoratifs ‘de
Geneve, Paris (Jenewa) dan lulus memperoleh “Certificat de Capasite”
sebagai seniman keramik tahun 1972. Pernah Ia mengajar di Lembaga Pendidikan
Kesenian Jakarta (LPKJ) dan di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) Yogyakarta.
Girindra menekuni keramiknya di studio “Agni” dan “Keramik Gajah Wang”
Yogyakarta. Karya-karya Girindra
cenderung pintar mendongeng. Ia berusaha menggali dongengan rakyat, seperti
dongeng Raja Ular Naga yang menculik putri raja. Naga Girindra tampak seakan
menyeramkan, tetapi terkadang seperti sebuah mainan, seringkali terlihat magis
seakan mempunyai kekuatan spiritual. Penampilan lainnya seperti pada karya yang
berjudul “Dewi Kesuburan” , “Jaran Dor”, “Banteng”, “Ibu Pertiwi” dan “Perahu
Kematian” cukup menarik bernuansa etnik.
Alamat: Jl.
Setiabudi UH 4 / 182.a Yogyakarta.
2) AN. Suyanto, dilahirkan di
Trenggalek tanggal 12 Januari 1947. Pendidikan formal di Sekolah Tinggi Seni
Rupa “ASRI” Yogyakarta. Ia berpameran berpameran di luar negeri dan di dalam
negeri. Karya-karyanya menonjolkan unsur-unsur dekorasi, tekstur dan warna.
3) Gatot Sudrajat, dilahirkan di Purbalingga tanggal 14 Mei 1953. Masuk Sekolah Seni Rupa
(SSRI) Yogyakarta tahun 1972 dan menyelesaikan sarjana seni di STSRI “ASRI”
Yogyakarta pada tahun 1986. Bergabung dengan “Sanggar Bambu” Yogyakarta tahun
1973. pada tahun 1985 mendirikan “Sanggar Merdeka”. Karya keramiknya masih
berkisar pada bentuk wadah dan bentuk putaran. Yang menonjol dari karyanya
adalah segi pewarnaan dan tekstur yang terasa nuansa kepekaannya.
Alamat:
Wirobrajan NG VI/52 Yogyakarta.
4) Suminto, dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 25 April 1942. Belajar menggambar
dengan Sentot dan Gambir Anom. Tahun 1959 sampai tahun 1965 belajar di ASRI
Yogyakarta, Ia memperdalam keramik mulai tahun 1967 dan pada tahun 1977
mendirikan studio keramik. Kini Ia menetapkan diri membuat keramik kreatif.
Karya-karyanya mencuatkan imajinasi secara apik. Permainan bentuk dan
keseriusannya dalam menguasai gaya yang khas
dengan cara mendeformasi bentuk cukup menarik , seperti pada karya yang
berjudul “Kepala Wanita dan Barong”. Pada karya ini tergambar seolah-olah ada
sebuah kisah barong meloncat dengan gesitnya dari bagian kepala wanita,
sekaligus terlihat lucu. Karya Suminto yang memikat adalah “Teko” yang digubah
seperti bentuk keramik kuno. Juga judul lainnya seperti “Empat Kera Penunggu
Hutan”, “Dua Kera Naik Perahu” dan “Burung-burung Berterbangan”. Suminto merasa
bebas memasukkan unsur ekspresi ke dalam bentuk-bentuk keramik. Seni dekoratif
uga muncul dalam benda-benda yang bersifat umum seperti teko, basi (cawan), cangkir, dan lainnya. Ia
berusaha menyatukan dua kepentingan atau bahkan
banyak kepentingan.
Alamat: Kembaran,
Gunung Sempu, 04/21 No.157 A, Taman Tirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55138
5) Ambar Astuti; adalah dosen ISI Yogyakarta. Dewasa ini mengajar mata kuliah Pengetahuan
Bahan dan Teknologi Keramik serta pratika membuat keramik. Memperoleh gelar
sarjana di ITB dengan spesialisasi keramik. Pada tahun 1972 bekerja sebagai
desainer di Balai Penelitian Keramik Bandung dengan tugas membina desain
keramik pada industri-industri kecil, merancang dan memberi contoh desain
keramik. Pada tahun 1974 mengikuti training Ceramic Glaze and Decoration
Techniques selama 9 bulan di Nagoya Jepang. Dan sejak tahun 1978 bekerja
sebagai dosen tetap di ISI Yogyakarta. Pada tahun 1988 melanjutkan studi di
University of The Arts, Philadelphia, USA, untuk memperoleh gelar Master of
Arts bidang Art Education dengan major ceramic. Memperoleh penghargaan The
Sylvia G Wexler Memorial Award for Education untuk thesisnya yang berjudul “Godean Clay as A Medium of Expression for
Ceramic Artis” pada tahun 1991 dari Universitas tersebut. Karya keramiknya
lebih banyak mengambil bentuk mangkuk atau wadah yang digarap dengan kreatif,
dengan memanfaatkan tekstur lembut maupun kasar bahkan menjadi relief-relief
yang menonjol menghiasi permukaan bentuknya, mirip kerang atau karang laut
dengan warna-warni yang memikat (lihat gambar 49).
6) Noor Sudiyati
Agung, dilahirkan di Magelang tanggal 14 Nopember 1962. Ia
adalah alumni ISI Yogyakarta dan mengajar ditempat yang sama. Karya-karyanya
memperlihatkan sifat-sifat yang feminim, dimana kelembutan dan sensitivitasnya
terhadap bentuk cukup menonjol, misalnya bentuk vas dengan ikatan dibagian
atas. Dekorasi fauna dan flora yang disederhanakan menjadi memikat.
Alamat :
Nogotirto I / N.17, Jln. Godean Km 5 Yogyakarta
7) Ponimin, dilahirkan di Jombang
2 Pebruari 1965. Ia adalah alumni ISI Yogyakarta. Keberadaannya atau tinggal di
daerah perajin gerabah Kasongan, merasa terpanggil untuk menekuni kriya
keramik. Ia beranggapan bahwa kerajinan keramik adalah warisan budaya dan
merupakan sumber inspirasi baginya. Karya-karyanya berupa figur-figur manusia
dan bentuk boneka. Judul karya Ponimin
misalnya “Pemain Musik Bali” dan “Pengantin Nusantara” cukup menarik.
Alamat: Kasongan
RT 06/43 Bangun Jiwo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Keramikus Jawa Timur
Dari Jawa Timur keramikus yang
sering muncul adalah Nurzulis Koto, Rinie Soetari, Yudhi Sidharta, Tjitariani,
Ahmad Bowie, Toto Riboediyanto dan Ngadiman.
1) Nurzulis Koto, Keramikus Surabaya ini dilahirkan di Bukit Tinggi pada tanggal 15 Agustus
1946. Ia pernah belajar melukis pada Wakidi. Pada tahun 1967 mengenyam
pendidikan di Akademi Seni Rupa Surabaya (AKSERA). Nurzulis aktif mengadakan
pameran-pameran dan cukup produktif. Karya-karyanya berawal dari bentuk-bentuk
berongga dan terinspirasi benda-benda tradisional. Perkembangan lebih lanjut
mengarah pada bentuk-bentuk yang ekspresif dan tidak lagi terikat pada benda
konvensional. Akhirnya Ia dengan kebebasannya menjadikan karya-karya keramik
bagaikan bentuk patung. Keramik Nurzulis terkadang terlihat dinamis dan
terkadang menjadi lembut serta Ia membiarkan mengalir begitu saja ide-ide yang
muncul sesuai dengan suasana hati saat itu. Ia juga tampak sentimentil dan
orisinil, tidak terikat dengan dogma-dogma. Karya lainnya dari Nurzulis yang
berjudul “Budha”, agaknya Ia ingin mendongengkan tentang Dunia dan kehidupan
yang penuh dengan ke-alpaan, dengan menggambarkan seorang Budha duduk pada
posisi condong kebelakang di atas batu gunung. Alamat Studio:
Kali Judan Gg.15 No. 39 Surabaya. Alamat
Rumah: Manyar Mukti No. 7 Surabaya HP. 081332398499
2) Yudhi Sidharta, dilahirkan di Surabaya pada
tanggal 1 Januari 1951. Keramikus yang berdomisili di Malang ini mengenyam
pendidikan di IKIP Malang Jurusan Seni Rupa. Karya-karyanya lebih banyak mendistorsi bentuk vas yang
kemudian diasosiasikan seolah figur-figur manusia. Tampak Yudhi memaksakan
semua ide-idenya bisa terwujud, walau dalam bentuk kesederhanaan. Namun
demikian ada nilai-nilai yang istimewa yang terkandung dalam pemaksaan bentuk
tersebut.
Alamat: Jl. Karya
Barat 12 RT 03 RW II (Belakang Irama) Malang.
3) Rinie Soetari, dilahirkan di daerah Tulungagung. Pada tahun 1977 masuk Institut Keguruan
Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang, Jurusan Seni Rupa. Kini Ia mengajar di SMK
Keramik dan SMU di Tulungagung. Karya Rinie mengambil bentuk-bentuk figur
dengan lekuk dan liku yang menarik.
Judul karyanya seperti “Komposisi” dan “Bentuk Vas dan Pot” mempertunjukkan
imaji gerak yang menawan serta relief
dengan komposisi bentuk yang cukup apik.
Keramikus Bali
Daerah pariwisata Bali, yang
dikenal sebagai “Pulau Dewata” terdapat banyak
nama-nama keramikus seperti I Made Yasana, Anak Agung Ngurah Oka, Agus
Mulyadi Utomo, I Wayan Mudra, Jane Chen, I Ketut Muka Pendet, I Made Mertanadi,
Anak Agung Raka manggis, Anak Agung Ketut Anom, I wayan Patra Budiade, I Wayan
Suthawigraha, Dewa Mustika, Diah Eko Putri, Ida Ayu Artayani, Ni Putu
Muliawati, Luh Suartini, Indah Poppy Susanti, I Gede Arimbawa, Ni Made rai
Sunarini, Ketut Yasa, Margaretha Dhesy, I Gede Mangku, Vera Artini, Ayu
Prabandari, Cok Yuda Ardian, Ida Ayu Made Gayatri, Ida Bagus Agung Muartha, I
GNG Dharmawijaya, I Made Asri, Komang Adiputra, Dewi Rani Maharani, Santhi, Nurchatijah, Dadang dan lainnya.
1) Anak Agung
Ngurah Oka, menekuni bidang keramik sejak tahun 1970-an dengan
peralatan yang sangat sederhana dan terbatas. Tahun 1972 studi membuat tungku
(oven) sendiri. Kemudian belajar keramik di Australia yaitu di West Australia
Institute of Technology di Perth, lalu di Bendigo Pottre and Burwood Collage di
Victorio. Keramik gayanya memiliki sentuhan agak berbeda yaitu serba ekssotik
dan memiliki dimensi lain. Ia juga memasukkan unsur dekorasi khas Bali pada
karya keramiknya.
2) Agus Mulyadi Utomo, Lahir di Lumajang, 6
Agustus 1958. Dibesarkan di Pulau “Dewata” yakni mengikuti Ayahnya yang dinas
di TNI-AD di Bali. Tertarik bidang senirupa sejak sekolah di SMPN 2 Denpasar
yang diajarkan oleh guru menggambar bernama Djawi, BA. Pendidikan Senirupa
secara formal dimulai dari kota “Gudeg” Yogyakarta, yaitu masuk SMSR-SSRI Jurusan Grafis-Vokasional tahun 1974 dan
memperoleh penghargaan “Pratita Adhi
Karya” untuk lukisan dan grafis beberapa kali. Pada tahun 1979 melanjutkan ke
perguruan tinggi seni yaitu STSRI “ASRI” Yogyakarta jurusan Illustrasi / Grafik
hingga tahun 1981 lalu tidak aktif. Kemudian kuliah di ITB memperoleh beasiswa
Supersemar sambil mengajar senirupa dan keterampilan di SLTA dan SLTP Kartika
Chandra di kota “kembang” Bandung. Menyelesaikan pendidikan sarjana di FSRD-ITB
tahun 1984. Bekerja sebagai desainer keramik di PT. Asia Victory Industri LTD (Asia Tile) di Karangpilang Surabaya dari tahun
1985 hingga tahun 1987. Mengajar
senirupa dan desain di
Universitas Udayana mulai tahun 1986 dan diangkat sebagai dosen tetap tahun
1987. Juga mengajar sebagai dosen luar biasa di STSI
Denpasar. Tahun 1990-1995 sebagai Ketua Bidang Desain Keramik pada Pusat
Pelayanan Desain Bali. Sebagai Ketua P.S. Kriya Keramik, Jurusan Kriya, PSSRD
Universitas Udayana sejak tahun 1989 hingga tahun 1996. Sejak tahun 2000
menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Kriya, PSSRD Unud. Tahun 2002 s.d 2005
sebagai Sekretaris Umum Ikatan Sarjana Senirupa Indonesia (ISSRI Bali). Menjadi Juri lomba keramik dan lukis dari TK
s.d Mahasiswa dan umum. Redaksi Pelaksana “Prabangkara” Jurnal Seni Rupa dan
Desain Universitas Udayana (ISI Dnpasar). Menulis artikel, apresiasi seni dan desain di Koran Bali Post. Sebagai
Dosen Institut Seni Indonesia ( ISI ) Denpasar sejak diresmikannya bulan Juli
tahun 2003. Sering mengikuti pameran lukisan, grafis, patung dan keramik.
Karya-karya Agus mengeksploitir tema kesegala arah dengan memberikan
kemungkinan konsep baru yang bersifat formal dan mengandalkan kekuatan ekspresi
serta control yang ketat. Seni menurutnya sebagai suatu konsep dan intuisi serta imajinasi yang ditunjang ketrampilan teknik.
Sifat ekspresif lempung mempunyai daya tarik khusus baginya, karena peka, sukar,
plastis, mudah, murni dan alami, yang mencerminkan keagungan Tuhan. Ia merasa
tertantang untuk dapat memanfaatkan dan mengangkat lempung kepermukaan dari
sesuatu yang biasa-biasa saja menjadi yang berbeda dan tidak biasa,
menjadikannya sebagai suatu karya yang memiliki nilai tersendiri. Terkadang Ia menonjolkan irama gerak, tekstur, warna dan bentuk. Juga
memanfaatkan goresan, torehan, irisan, menjadi unsur dekorasi dan menjadi kekuatan
ekspresinya.
Alamat: Jl. Gunung Guntur VIII / 10 Padangsambian, denpasar-Bali
Tlp.0361-419092 HP.081338504464
3) I
Made Yasana, dilahirkan di Gianyar pada tanggal 7 Juli
1949. masuk pendidikan seni rupa di Fakultas Teknik Universitas Udayana tahun
1969 dan tamat tahun 1980. Pada tahun 1976 juara melukis pastel se Kopertis di
Surabaya. Dan tahun 1980 menjadi staf pengajar keramik di PSSRD Unud dan
kemudian menjabat sebagai Ketua Jurusan Kriya. Tahun 1981-1982 tugas belajar
keramik di Khoci Jepang. Sejak tahun 1982 sebagai Ketua Pelaksana Pusat
Penelitian dan Pengembangan Seni Keramik dan Porselin Bali (BPPT). Kemudian
tugas belajar tentang produk desain ke Jerman. Menyelesaikan Master Ergonomi
(S2) di Program Pasca Sarjana, Fakultas Kedokteran Universita Udayana. Kini
sebagai Dosen ISI Denpasar. Karya-karya keramiknya ada yang menonjolkan tekstur
dan penampilan dekorasinya. Membuat keramik seperti sebuah anyaman berlapis
yang bisa terlihat dari luar sampai bagian dalamnya, memerlukan ketelitian dan
kesabaran tersendiri bagi Yasana.
Alamat: BTN
Purasari No. 4 Umadui, Jl. Gunung Lumut II, Denpasar. Tlp. 0361-730402
4) I Wayan Mudra, dilahirkan di Baturiti, Tabanan, pada tanggal 25 Nopember 1963. Kuliah di
Program Studi Kriya Keramik, PSSRD Universitas Udayana dari tahun 1982 dan
lulus tahun 1987. Kini mengajar di almamaternya yang telah berintegrasi dengan
STSI Denpasar menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Menyelesaikan S2
di ITB dan tahun 2000 menjadi Ketua Jurusan Kriya. Karya-karya Mudra banyak
mengambil motif pewayangan, tradisi dan kemanusiaan, seperti karyanya yang
berjudul “Patung Kelaparan”, “Patung Nyuling”, “Guci Rama-Sinta”, “Guci Antik”,
“Cili”, “Janger” dan “Manusia Kreatif” serta “ Banyak Anak”. Ia juga
memproduksi keramik kerajinan untuk keperluan dekoratif dan pakai.
Alamat: Jl.
Kecubung, Gang Pudak No. 8 Denpasar. HP.03617889910
5) Jane Chen, lahir di
Jakarta pada tanggal 4 Maret 1956. Ia adalah alumni Institut Kesenian Jakarta
(IKJ) tahun 1984 pada Jurusan Kerajinan Keramik, Departemen Seni Rupa. Menjadi
Asisten dan Konsultan di Perusahaan Keramik Jenggala-Sanur, Bali.
Karya-karyanya cenderung memadukan fungsi dengan material dan kreativitas.
Ekspresi Jane ditumpahkan pada bentuk-bentuk yang berguna pakai. Ia juga
menghasilkan barang-barang cendramata dan keperluan restoran serta hotel.
Alamat: Jl.
Legian Kaja 490 Kuta, Bali.
6) I Ketut Muka Pendet, dilahirkan di Nyuh Kuning-Gianyar pada tahun 1961. Menyelesaikan studi
kriya keramik di PSSRD Universitas Udayana tahun 1989. Menjadi Dosen di PSSRD
Unud yang sekarang ISI Denpasar dan menyelesaikan S3 - Magister Kajian Budaya
di Universitas Udayana tahun 2004. Karya-karya Ketut Muka banyak menampilkan
figur-figur manusia Bali yang telah dideformasi seperti patung-patung tradisi
Bali dengan keunikan tersendiri.
Alamat: Jl.
Monkey Forest (Goroup Pendet Wood
Carver) Ubud, Gianyar-Bali. Tlp. 0361-971273
HP.08123927571
7) Anak Agung
Ketut Anom; Sejak menjadi
mahasiswa progran Studi Keramik, Jurusan Kriya, PSSRD Universitas Udayana, aktif pada bersama kelompoknya “Kama Sona”
mengikuti pameran dan karyanya ada yang dikoleksi Mendikbud RI. Alumni keramik
PSSRD Unud ini menjadi staf pengajar luar biasa pada almamaternya dan
mendirikan industri keramik sendiri dan ekspor ke mancanegara serta
mendirikan studio “Cicak Keramik”, di
Legian Kuta-Bali. Sudah menjadi ciri
khasnya, Anom mengeksploitasi bentuk binatang cicak sebagai inspirasi utama
pengembangan karya keramik. Baginya wujud binatang seperti cicak merupakan
pembawa keberuntungan. Suatu bentuk keyakinan yang didasari ajaran agama Hindu,
wujud cicak dan telornya sering dipergunakan dalam upacara dalam bentuk sesajen
pemujaan Dewi Saraswati yang disebut “Jajan Saraswati”. Memang unik “jajan
Saraswati” ini bukan berbentuk seorang Dewi yang cantik, melainkan binatang
seperti cicak. Anom mengangkat simbol Saraswati berupa wujud cicak sebagai
pemujaan dan penghormatan kepada Sang Hyang Aji Saraswati. Cicak terkadang memang tidak pernah diam, apalagi ditangan Anom selalu
bergerak seperti perkumpulan semut beriringan, membentuk susunan tertentu,
seolah bekerja dan menyelesaikan tugas tertentu atau mengangkat sesuatu yang
berat, membentuk konstruksi menjadi bentuk khusus seperti vas dan lainnya. Rangkaian cicak
itu dijalin sedemikian rupa membentuk tabung-tabung dengan dikombinasi dengan
bentuk-bentuk alam lainnya. Ditangan Anon para cicak seolah tak berhenti
berkisah, kelihatan hidup, tak habis-habisnya, terus bergerak mengikuti suasana
hatinya yang sangat kreatif ini. Persatuan para cicak ditangan yang tepat dapat
berbuat apa saja, bisa merusak bentuk, membangun sesuatu, mengangkat benda yang
tak mungkin, mengubah bentuk-bentuk yang ada, menjadi bentuk-bentuk tertentyu
yang diinginkan, pokoknya bisa membangun imajinasi baru tentang sesuatu hal
(lihat foto karyanya).
Alamat: Jln.
Simpang Nakula No.4 Kuta Bali Tlp/Fax. (0361) 750845, 750844. HP. 08123932769 .
Show Room Jl. Legian Kaja 471, Kuta-Bali Tlp.0361-756693 HP. 08123912760
8) I Made
Mertanadi, lahir di Gianyar tanggal 13 Mei 1967. Alumni Progran
Studi Keramik, PSSRD Universitas Udayana ini mengajar di STSI Denpasar dan kini
menjadi ISI Denpasar. S2
di Kajian Budaya Universitas Hindu Indonesia.
Pada
karya-karyanya menampakan nuansa tradisi Bali yang diterapkan pada bentuk vas,
guci tau jembangan. Ekspresinya tidak berhenti sampai disitu, tetapi lebih jauh
lagi, Ia menyampaikan pula hukum alam sebab-akibat, robekan dan bentuk-bentuk
peyotnya cukup menarik, apalagi ditunjang pewarnaan yang tepat dan bagus.
Alamat: Jl. Noja,
gang XXI /4A Denpasar.
9) I Wayan Patra
Budiade; Ia adalah jebolan Program studi Keramik, Jurusan Kriya,
PSSRD Universitas Udayana dan memilik studio sendiri yaitu “ Calu’x Ceramics “ di kawasan kota
Denpasar. Karya-karya banyak menampilkan problem bentuk dan persoalan “kulit”
dan “isi”. Ekspresinya seolah-olah ada sesuatu yang terbungkus dan
pembungkusnya terkesan ada yang koyak dengan memanfaatkan dekorasi pola
geometris. Bentuk-bentuk yang dikemas
dengan baik oleh Patra Budiade ini, secara keseluruhan cukup memikat.
Terkadang ia
memanfaatkan kesan antik dengan mengangkat kesan situs arkeologi yang di
konstruksi ulang sebagai unsur ekspresi seolah bentuk yang dirakit itu tidak
lagi sempurna yang justru menyatuan bagian-bagian tersebut menjadi daya tarik
tersendiri (lihat foto). Patra juga memadukan unsur ekspresi dengan barang
pakai yang memiliki citra khusus, untuk sesuatu yang baru melepas kejenuhan
pasar. Kini Ia juga mengekspor dan menerima pesanan dalam dan luar negeri.
Alamat: Jl.
Waturenggung 54 Denpasar. Tlp./ Fax: 0361-226170.
10) I Wayan
Suthawigraha, adalah alumni Program Studi Keramik, Jurusan Kriya,
PSSRD Unud yang telah memilki studio sendiri
yaitu “Keramik Beji” di kawasan Jimbaran-Bali. Selain itu Ia juga
mengolah dan melayani bahan baku tanah liat siap pakai bagi para perajin
disamping mengerjakan barang untuk ekspor. Seiring dengan perkembangan zaman,
Suthawigraha ini menggabungkan nilai guna dengan ekspresi.
Konsep yang
diterapkan Sutha bahwa seni ekspresi bisa dimanfaatkan sebagai benda pajang
yang bernilai pakai, yang dapat dinikmati secara bersamaan. Pengguna tidak merasa
terganggu dalam pemakaiannya dan sekaligus senang dan bangga memilikinya,
karena memiliki keunikan dari barang-barang yang dibuat terbatas.
Keanekaragaman hayati laut, seperti kerang, ikan, rumput laut, cumi-cumi atau
gurita menjadi sumber inspirasi terbesarnya. Teknik torehan dan tempelannya,
dikemas dengan baik bagaikan relief ukiran kayu. Ia juga memproduksi souvenir, barang pakai dan benda hias
lainnya.
Alamat: Jl.
Pantai Sari No.13 C, Jimbaran-Bali. Phone 62-0361-701334 Hp.0818568921
11) I Ketut Yasa; Adalah alumni program Studi Keramik, Jurusan Kriya, PSSRD Universitas
Udayana. Memiliki studio dan tempat produksi sendiri yaitu “ Bali Pot Keramik”
disamping membuat benda seni, juga memproduksi benda-benda keperluan ekspor,
asesoris, souvenir dan benda pakai lainnya. Ia juga menerima kursus membuat
keramik.
Alamat: Jl. Raya
Pemogan, gang BPU Sari No.22 Denpasar-Bali Phone:0361-725469
12) Ni Made Rai Sunarini, Alumni Program Studi Keramik, Kriya PSSRD-UNUD. S2 Kajian Budaya UNUD. Sekarang mengajar di Institut Seni Indonesia Denpasar, Ketua Lab. Kriya-Keramik Jurusan Kriya-FSRD -ISI Denpasar.
13) Ida Ayu Artayani, Alumni Program Studi Keramik, PSSRD-UNUD. S2 Penciptaan ISI Yogyakarta. Sekarang mengajar di FSRD - ISI Denpasar, Jurusan Krya Seni, PS. Keramik.
blogspot.goesmul.com. Hidup dan Seni - email: goesmul@gmail.com dan agusmulyadiutomo@yahoo.co.id