Laman

Sabtu, 25 Februari 2012

TINJAUAN SENI KERAMIK INDONESIA

TINJAUAN SENIMAN KERAMIK INDONESIA
oleh Agus Mulyadi Utomo


Seni keramik Indonesia yang berada di pusat-pusat industri padat modal terutama keramik pakai massal mengalami perkembangan sesuai dengan  konsumsi atau kebutuhan masyarakat yang telah maju sudah tidak terelakkan lagi, juga untuk tujuan ekspor. Demikian pula dengan seni kerajinan dan industri kecil sesuai dengan kemajuan tingkat perekonomian dan apresiasi masyarakat serta sudah  memasuki pasaran internasional.
                Akan tetapi, seni keramik murni dan kreatif Indonesia tidaklah tumbuh di pusat-pusat industri dan keramik tradisional, melainkan datang dari kalangan keramikus yang berlatarbelakang pendidikan akademis dan seniman seni rupa. Di samping itu keberadaannya hanya di kota-kota besar saja, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Solo, Malang dan Denpasar-Bali. Kebanyakan dari mereka menolak karyanya menjadi benda pakai dan seringkali menyebutnya sebagai “keramik kreatif” atau “keramik ekspresi”. Sebagai yang tergolong seni keramik murni, para penciptanya mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Pengungkapan seni secara bebas dan tidak terikat  oleh kegunaan  atau fungsi pakai tertentu. Karya-karya seniman keramik ini berdiri sendiri dan mempunyai daya tarik sendiri serta eksistensi sendiri pula. Penilaiannya tentu sangat relatif, subyektif dan individualis serta tak terukur. Sehingga kini pameran keramik jenis ini sangat langka dan perlu didorong untuk mengimbangi perkembangan kehidupan yang memasuki era global agar tidak ketinggalan dengan negara maju lainnya di Dunia.

Seniman Keramik

Keramikus DKI Jakarta
            Nam-nama seperti Hildawati Siddharta, Suyatna, Indros, Ramelan, Liem Keng Sien, Indro Sungkono, Widayanto, Bibib Sanusi, Ahmad Fahmi, Lydya Putri, Teguh Ostenrik, Hendros BS, Nugroho, Susi, Indros, Sri Hartono dan Suparto yang sering muncul dalam kegiatan Pameran keramik, baik pameran tunggal maupun bersama.

1) Hildawati Siddharta (alm), yang dilahirkan di Jakarta 26 Nopember 1945.  Hilda, panggilan akrabnya ini semasa kecil hidup di negeri Belanda hingga lulus SMU. Lalu masuk ITB dan lulus bidang keramik tahun 1971 dan mengajar di LPKJ (sekarang IKJ) Jakarta. Pada tahun 1973 mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat yaitu di Rhode Island School of Design di Provi-Dence, Rhode Island. Sammer berikutnya  mengambil course pada Alfred University dan menyelesaikan Master of Fine Arts di Prapp Institut di New York pada tahun 1976. Karya-karya Hilda cenderung disebut “keramik bebas”, karena foktor kebebasan sangat menonjol dan tidak terikat dengan bentuk-bentuk yang pernah ada. Sebagai kelompok seni keramik murni, Ia menganggap tanah liat dapat diajak kompromi, berdialog, bagaikan sesuatu yang “hidup”, yang artinya harus diperhatikan sifat atau karakternya serta bentuknya tidak dipaksakan sesuai dengan kemampuannya. Retakan-retakan dan pecahan-pecahan keramik dimanfaatkan untuk mendukung ide dan ungkapan dari perasaannya. Kebanyakan karya Hilda tidak diberi judul, karena Ia tidak ingin mengarahkan orang yang menikmati hasil karyanya. Judul dianggap menggangu kontak langsung dengan karya, Ia berharap secara polos seperti apa adanya tanpa mengalihkan perhatian dan membiarkan penonton bereaksi sendiri, terserah apa yang terpikir dikala melihat karyanya itu. Kontak yang terjadi antara penonton dengan karyanya itu dianggap sebagai keindahan tersendiri. Disisi lain yang ingin dicapai Hilda adalah berceritera melalui bahasa rupa, seperti bentuk, susunan atau komposisi, ruang, irama-gerak, warna dan penampilannya secara menyeluruh. Kumpulan pecahan dan kepingan keramik yang berserakan di lantai dapat menyerap perhatian orang. Bentuk dari pecahan dan kepingan itu merupakan ekspresi sesaat dan aktual, terbuka dengan unsur-unsur yang tidak disengaja dan bahkan menegangkan. Hilda mengajak untuk memurnikan karya seni keramik melalui wujud dan bahan serta konsep, mengarah Happening Art sebagai karya instalasi atau karya lingkungan.  Dimana dunia keramik itu termasuk pecahan dan kepingan, walaupun tidak sempurna, namun dapat mengungkap sisi-sis lain dari kehidupan sebelumnya, seperti dalam bidang arkeologi. Penyuguhan ekspresi yang menangkap moment dramatik sesaat  dari Hilda terasa begitu  wajar dan manusiawi, dengan penampilan yang juga terasa alami. Lempengan-lempengan keramik oleh Hilda disusun sedemikian rupa lengkap berpigura, seperti lukisan China, menunjukkan kesungguhannya dan sensitifitas perasaannya dalam penggarapan, terhadap kemungkinan-kemungkinan artistik yang dihidangkan terasa segar. Anggapan lain sebagai seni improvisatif tidak diberi peluang, karena dilontarkan dengan penuh kesadaran, meski yang tampak sebagai sesuatu yang kebetulan. Kecenderungan lainnya yang menggembirakan dari Hilda adalah penampilan ide yang mengutamakan segi konsep daripada estetis, semacam opini sebagai keramik modern. Dalam konsep Ia dipengaruhi pematung asal Jerman Barat, Rita Widagdo, yang mengajar di ITB. Perjalanan kreatif dari tahun 1976 hingga 1983 adalah keberhasilannya mengangkat “kebesaran tanah”, merangsang imajinasi dan mengakrabi alam lingkungan. Hildawati merupakan tokoh pembaharu khasanah perkeramikan Indonesia dan media massa seperti Kompas, Tempo, Pikiran rakyat dan lainnya menanggapi positif dan dapat menerima sebagai sesuatu yang baru. Jejaknya kini diikuti generasi  berikutnya seangkatan Andarmanik yang juga alumni ITB. Alamat: Jl. D No.4 Warung Buncit, Jakarta atau IKJ di Jl. Cikini Raya 73 Jakpus.

2) Liem Keng Sien, dilahirkan tanggal 20 Desember 1954 di Jakarta. Pendidikan formal di Akademi Keramik di Leuven, Belgia, tahun 1982. Keng Sien menggarap karya-karyanya pada studio keramik di Cawang dan di Desa Sepayang Jaya, Bekasi Barat, dari tahun 1984 sampai 1989 dan kini telah berdiri sendiri. Karya Liem Keng Sien yang menarik adalah berupa botol-botol yang tidak eksak atau bentuknya tidak simetris dan tidak mulus, tetapi menampilkan kepekaan bentuk yang sifatnya manusiawi. Juga yang menarik lagi, adalah goresan warna glasir secara spontan dan ekspresif serta menampilkan tekstur glasir yang khas. Keng Sien tidak mengandalkan bentuk, akan tetapi lebih banyak berkutat untuk mengolah warna-warni keramik, seperti halnya melukis, dimana bentuk benda keramik yang umumnya sederhana menjadi lahan atau bidang hias seolah menjadi kanvasnya.
Alamat: Jl. Lombok 41 Jakarta Pusat.

3) Suyatna, Kelahiran tahun 1957 di Tangerang. Menyelesaikan pendidikan formalnya di Institut Kesenian Jakarta pada Program Studi Keramik tahun 1981dan mengajar di Almamaternya IKJ. Keramikus bimbingan Hilda ini cukup potensial, pengaruh gurunya sudah melekat pada Suyatna. Menurutnya keramik yang indah adalah keramik yang alamiah serta  kesederhanaan bisa melahirkan suatu keindahan. Pengetahuan Suyatna tentang “yakishime” yang dipelajarinya di Jepang selama satu tahun ternyata mendukung pendapatnya tentang keramik, terutama tentang keramik fungsional. Bentuk-bentuk keramik Suyatna banyak yang bersifat umum seperti vas, mangkuk, piring, guci, jambangan, teko dan cangkir. Yang menarik hanyalah warna-warna yang dihasilkannya dan tekstur yang digarapnya menunjukkan profesionalisme dan idealisme yang tinggi. 

4) F. Widayanto, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Januari 1953. Yanto panggilan akrabnya ini masuk ITB tahun 1975 dan lulus spesialisasi keramik tahun 1981. Bakat awalnya adalah melukis, tetapi Ia melihat peluang pada bidang keramik untuk meraih prestasi. Karya-karya Yanto memiliki ciri tersendiri, dimana faktor  perasaan sangat berpengaruh dalam penciptaan benda, ternyata Ia akhirnya memilih bentuk bebas sekehendak hatinya. Yanto berkarya cenderung dalam satu periode mengambil satu tema dengan desain yang tidak di ulang dan selalu berubah, menekankan komposisi, garis dan warna. Yanto berusaha mengkombinasikan benda pakai dengan ekspresi, terutama tempat air, vas dan tempat lampu. Pada periode “wadah air”, Ia terbawa kepada suatu keinginan untuk memperlihatkan estetis luarnya, lalu segi fungsi terdesak oleh ekspresinya yang eksklusif. Maka menghasilkan bentuk yang bulat pipih dengan dasar runcing. Ada juga bentuk wadah air yang ditarnsformasikan menjadi kap lampu atau berupa patung. Kendi-kendi Yanto ada yang bercucuk (corot) tiga dan dua dengan posisi berdempetan atau bertolak belakang, misalnya pada karya yang berjudul “kendi Meriam Bulat” (lihat foto), memperlihatkan barna dasarnya (tanah) dan glasir yang terbatas pada gambar dekorasinya saja. Dekorasi mengambil bentuk alam (flora-fauna), bunga-bungaan, bambu, rumput, kupu-kupu, capung, cecak, kodok kadal dan lebah. Yanto menyisipkan aspek bentuk dan menawarkan hal-hal yang sifatnya spiritual, pada benda pakai ditambahkannya sejumlah tanda-tanda berupa binatang yang lemah. Mengingatkan akan kebesaran dan keberadaan alam semesta. Pada periode “Loro Blonyo” atau “Keramik Semprul”, yanto tampil dengan figur manusia boneka dan binatang, yang digarap dengan deformasi dan distorsi yang apik dan menarik. Bentuk-bentuk figur hadir nuansa tradisional Jawa, ada yang lucu, gemuk, kurus, mirip priyayi atau bangsawan dengan postur tubuh lentur atau luwes berirama yang sedap dipandang mata. Priyayi  Jawa yang tampak necis, Demang yang bertubuh tambun dan makmur yang semuanya mengingatkan budaya lama. Yanto melibatkan suasana filosofis adat Jawa, menyangkut perkawinan (lihat foto) sebagai lambang penyatuan hati yang sakral dan menunjukkan intimnya hubungan dua sosok pasangan lain jenis dengan perasaan cinta yang terus-menerus. Judul karya Yanto seperti “Raden Mas Kroto”, dengan makna sebagai anak semut merah, lalu “Roro Cemeng” sebagai anak kucing, dan “Ndoro Bagus Bledug” sebagai anak gajah, suatu makna sindiran yang filosofis sifatnya, yang dibuat pada periode “Ganesha”. Lalu pada periode “Konde”, Ia menampilkan wajah-wajah wanita Jawa dengan leher jenjang dari bahan stoneware cukup menarik perhatian dengan detail rambut yang halus sperti bentuk patung potret tiga dimensi. Karya yang menarik lainnya adalah yang berjudul “Ni Perestroika” yaitu berupa kedok muka manusia ala “punk rock” dengan anting-antingmetal dan hiasan rambut acak-acakan dari bulu ayam bersatu di dalam bingkai layaknya sebuah lukisan, memberi warna lain yang aktual dan menggelitik. Widayanto pemilik studio “Maryan Clay Work”, tetap konsisten menerapkan seni keramik ekspresi  dalam konsep estetik yang punya citra pembaharuan dan makna spiritual.
Alamat: Jl. Setiabudi 2 / 11 Jakarta selatan 513891

5) Sri Hartono, pematung terracotta yang berada di pasar Seni Jaya Ancol ini, dilahirkan di Solo pada tahun 1940. Sri Hartono adalah jebolan Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia “ASRI”  gaya lama di Yogyakarta. Falsafah hidupnya yang diutarakannya adalah:” Hidup ini mempunyai arti lebih dari sekedar mengisi perut kosong ataupun berpakaian yang serba mewah. Hidup ini harus diisi dengan sesuatu yang indah dan penuh arti; Arti ini bisa bermacam-macam penafsiran, seperti halnya dapat ditafsirkan dari segala sesuatu yang telah dilihat atau didengar dari lingkungan sekitar”. Sri Hartono dengan karyanya berbicara mengenai manusia dengan segala aspek sosialnya, seperti rasa suka dan duka, humor, sinisme, kritik sosial, polusi, patriotisme dan akibat teknologi.Karyanya yang menarik adalah yang berjudul “Bahtera Nabi Nuh” yang menggambarkan sebuah perahu yang dipenuhi oleh beberapa jenis binatang dan manusia sedang melongok keluar jendela dan pintu perahu. Juga ada “Pohon Kehidupan” yang dilukiskan sebagai sebuah jantung warna merah khas tanah, penuh hiasan relief berbentuk pepohonan dan dedaunan, seolah berceritra tentang kehidupan ini. Melihat karyanya ini mengingatkan orang akan pentingnya jantung sebagai “pohon kehidupan” anugrah Tuhan. Walaupun dengan teknologi modern jantung dapat saja diganti, namun tidak sempurna seperti aslinya. Judul lainnya adalah “Jakarta, dari Zaman  ke Zaman” yang menggambarkan kemajuan Kota Jakarta dari berbagai bentuk khas bangunannya. “Semangat Juang” adalah judul lainnya yang bersifat patriotik dengan mengambil bentuk bambu runcing yang saling menunjang membentuk susunan seperti piramida. Ide yang kaya dari Sri Hartono ini, bersumber dari problema kehidupan dan tanpa disadarinya telah menyumbang kemanusiaan secara nyata lewat karya. Karya-karya lainnya yang berjudul “Si Jaguar” yaitu berbentuk meriam betawi yang kondang, lalu “Daur Hidup”, “Kantong Musafir”, “Pencakar Langit”, “Bionik” dan “Peminum”.
Menurutnya Ia bebas dan tidak terikat dengan dogma-dogma dalam berkarya. 

6) Ramelan, dilahirkan di Solo tanggal 10 Nopember 1939. Jebolan ASRI Yogyakarta gaya lama ini tahun 1963. Ia membuat keramik di Klampok, Purwokerto, dari tahun 1967. Keramikus ini juga seorang pematung. Karya-karyanya tampak seperti patung, figur manusia yang diubah sedemikian rupa menunjukkan ekspresi yang aneh dan misterius. Juga Ia membuat bentuk makhluk aneh seperti Extra-Terreterial ( E-T) dan sejenisnya menjadi obyek utama Ramelan dalam berkesenian.

7) Suparto, adalah penggarap produk yang mirip dengan keramik, namun secara ilmu bahan masih termasuk lingkup keramik yaitu berupa bahan semen dan gibs yang diproses sebelumnya melalui suatu pembakaran. Karya-karya Suparto disebut sebagai “Paramik” atau “Parto Keramik”, dengan hiasan menggunakan bahan akrilik, cat tembok. Semua karyanya lebih menjurus sebagai benda dekoratif.

Keramikus Jawa Barat

            Keramikus Jawa Barat yang sering muncul dalam mengikuti pameran keramik adalah Lengganu, Bambang Prasetyo, Hendrawan Rianto, Darsyah Alam, Bonzan Eddy R, Beni Sukarsa, Ondang, Sidarto, Redha S Sunarko, Dikki Najib Musadik, Suhaemi Barnawi, hanif S, Nugroho Sulistianto, Nuryadi, Asmujo Jono Irlanto, Tony H. Lupias, Hendri Saifulhayat, Eko wibowo, Gunawan, Adhy Putraka, Andar Manik dan lain-lainnya.

1) Bambang Prasetyo, menempuh pendidikan di ITB pada Program Studi Seni Keramik dan tamat tahun 1976. Kemudian Ia mengajar di tempat yang sama dan di IKJ serta Senirupa Universitas Trisakti. Pada tahun 1980 mendapat kesempatan belajar di Jerman Barat atas beasiswa Guthe Institut. Karya-karyanya lebih banyak menggarap komposisi dari sebuah bentuk dan irama dari beberapa kumpulan benda. Abstraksi bentuk menjadi kuat di tangan Bambang prasetyo ini, dimana ia menampilkan sensitivitasnya akan suatu lekukan atau cekungan. Yang jelas keramik Bambang ini sulit dihubungkan dengan keramik tradisional, karena bisa dibayangkan seandainya dibuat dari bahan lain, seperti layaknya karya-karya seni patung kontemporer. Bambang lewat karyanya yang berjudul “Gerbang” dan “Pasangan” mengekspresikan kepekaannya terhadap bentuk-bentuk tertentu.

2)  Lengganu, dilahirkan di Sumedang pada tanggal 31 Maret 1942. Pendidikan formalnya di ITB dan lulus pada tahun 1969 dan menjadi staf pengajar di almamaternya spesialisasi keramik.. Pada tahun 1975 tugas belajar di Stiching Keramisch Centrum Belanda. Lalu di University of Deleware USA tahun 1979 dan di Indiana University USA pada tahun 1980. Lengganu aktif mengikuti pameran keramik sejak tahun 1971, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Karya Lengganu yang menarik diantaranya adalah jang berjudul “Konstruksi” , yaitu bentuk seperti bangunan menara dibagian atasnya bulat telur dengan memperlihatkan bagian isinya, dilihat dari sebagian bentuknya seolah keraopos. Dan dari bagaian yang keropos itu dapat disaksikan suatu  konstruksi sarang lebah; Atau dapat dilihat sebagai susunan komposisi yang rapi seperti kotak-kotak, seolah susunan atau aransemen dari ratusan benda-benda kecil yang gemerlap.  Ide dari konstruksi ini sangat mendalam dan apik serta indah penampilannya, tampak ketelitian dan kecerdikan Lengganu untuk mensiasati telur sebagai sebuah konstruksi, bagai permainan fantasi dan imajinasi di dalam menggarap anasir-anasir artistik, seolah-olah terdapat kehidupan lain dan tersendiri (lihat foto). Disamping itu Lengganu juga menggunakan media campuran (mixed media) untuk mewujudkan idenya yang segar dan inovatif, misalnya karya yang berjudul “Parang Slobok”, “Bunga”, “Kawung”, dan sebagainya.yang merupakan gabungan dengan bahan tekstil dan porselin. Porselin yang dipergunakan seperti mote-motean, menyeruak menunjang seni tapestry dan menjadi pusat perhatian dari suatu karya seni. Suatu perpaduan karakter antara keras dan lunak ( lembut ). 

3)  Hendrawan Riyanto (alm), dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 15 Januari 1959. Pada tahun 1986 lulus dari Program Studi seni Keramik, FSRD- ITB dan menjadi staf pengajar ditempat yang sama. Hendrawan sempat belajar seni dekorasi di Jepang pada tahun 1987. semasa kuliah Ia memenangkan lomba kerajinan keramik se Jawa Barat. Karya Hendrawan mengarah pada seni murni dan tidak lagi memperlihatkan ciri-ciri keramik konvensional yang berbentuk wadah, tetapi lebih banyak berbicara masalah tentang konsep seni, tentang ekspresi dan komposisi seperti halnya seni patung, seni kontemporer dan totalitas.

4)  Bonzan Eddy R, dilahirkan di Madiun pada tanggal 29 Agustus 1952.  Menyelesaikan studi di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1980. Karya – karya Bonzan bervariasi, ada yang berupa lempengan dan relief dengan komposisi warna yang menarik bak sebuah lukisan. Ada pula yang mengambil bentuk wadah dengan dekorasi segrafito. Alamat: Blok Caplek, Siliwinangun, Kec. Klangenan, Cirebon, Jabar.

5) Beni Sukarsa, dilahirkan di Bandung pada tanggal 1 Maret 1939. Pendidikan formal di ITB – SR dan lulus tahun 1969 dan Tajimi Design & Research Centre, Tajimi Jepang. Bekerja di Balai Beser Industri Keramik Departemen Perindustrian. Ia juga pernah bekerja di PT. KIA Plan Tanjung Pandan Belitung. Beni memperoleh hadiah “untuk keramik pada tahun 1968 di Monthien Hotel Bangkok, Thailand. Karya – karya Beni banyak yang menghadirkan bentuk – bentuk alam, bidang – bidangan mirip kulit kayu dan itu memungkinkan ditiru oleh tanah liat secara alami.

6) Ondang, dilahirkan di Cimahi pada tanggal 13 Apeil 1944. Ia menyelesaikan pendidikan senirupa di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1975. Mengikuti pendidikan di Tajimi Design & Research Centre, Jepang. Ondang bekerja sebagai staf pegawai di Balai Besar Industri Keramik Departemen Perindustrian di Bandung. Pernah memperoleh penghargaan “Rainsborough” untuk keramik di Bangkok. Karya – karya Ondang banyak mengolah putaran dan bentuk berongga. Ia mengolah bentuk – bentuk botol dan vas bunga.

7)  Sidarto, dilahirkan di Purwodadi pada tanggal 21 April 1940. Mengnyan pendidikan di Departemen Three Dimensional Design Ceramics, North Staffordshire Polytechnic, Stoke – on – trent, Inggris dari tahun 1969 sampai tahun 1973. Menyelesaikan Studi di ITB – SR pada tahun 1983. Kini Staf pengelola di Balai Besar Industri keramik. Departemen Perindustrian di Bandung. Karya Sidarto berkisar bentuk putaran dan benda pakai. Ekspresinya banyak diangkat dari dekorasi dan pengolahan glasir dengan variasi yang kaya. Pemanfaatan warna glasir sebagai media yang dianggap lebih banyak menarik perhatian penonton/pemakai, menjadi pilihannya yang utama disamping tekstur yang ditimbulkan oleh proses pembentukan dan glasir. Alamat: JL. Kembar II no. 40 Bandung.

8) Suhaemi Barnawi, dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 14 Desember 1`938. Suhaemi adalah alumni ITB tahun 1970. pendidikan tambahan di Tajimi Design & Research Centre, Jepang. Kini bekerja di Bali Besar Industri Keramik Bandung. Karya-karyanya banyak menghadirkan bentuk-bentuk alami seperti bunga karang, atau seperti sesuatu yang sedang tumbuh. Terkadang keramik Suhaemi mirip seperti karya patung kontemporer mengutamakan bentuk dan tekstur sebagai ungkapan seninya.

9)  Darsyah Alam, dilahirkan di Malang pada tahun 1952. Bakat seni muncul sejak tahun 1970 dan pada tahun 1971 belajar pada Soemaji dalam menggambar dan mematung. Masuk Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia “ASRI” Yogyakarta dan menyelesaikan sarjananya di Institut Teknologi Bandung pada tahun 1985 dengan spesialisasi keramik. Darsyah cukup kreatif mengolah tekstur kasar dan alamiah. Yang menarik dari tekstur Darsyah adalah memanfaatkan kain pel usang untuk afdruk memperoleh tekstur tanah liat. Ia juga menggunakan kawat spiral dan lain sebagainya untuk sumber ide dan gagasannya. Di samping tekstur, Darsyah juga mengolah goresan – goresan yang ekspresif untuk mengisi bidang keramik, baik yang berbentuk benda pakai maupun piring atau lempengan, terkadang seperti benda hias atau lukisan mini. Bentuk secara keseluruhan dari karya – karya Darsyah, menunjukkan suatu bentuk kebebasan, sangat tidak terduga atau mengejutkan serta ekspresif. Darsyah kini bekerja di Kadin Plered, memproduksi keramik.
 
10) Andar Manik,  adalah alumni program Studi Seni Keramik, FSRD, ITB. Dalam pandangannya Andar Manik melihat transendensi dari proses alam melalui karya-karyanya berwujud instalasi keramik yang salah satunya berjudul “Kehancuran” ( lihat gambar 46).  Ia banyak dipengaruhi oleh Hildawati Siddharta.

Keramikus Jawa Tengah

               Dalam berbagai pameran keramik nama-nama yang sering muncul adalah Antonius Girindra Soegiyo, AN Suyanto, Gatot Sudrajat, Ambar Astuti, Istie Rokayah, Narno, Noor Sudiyati, Suminto, Sardi, Sekartaji Suminto, Titiana Irawani, Adi Munardi, Ponimin, Suprapto, Untung Murdiyanto, Sri Wahyuning Yugiati, Subroto, Agus Ramadhi, Supono Pr, Titarubi, Theresa Waryanti, Edy Wahyono Harjanto Saryono, Kaeri, Bambang Subandono dan Husein.

1) Antonius Girindra Soegijo, dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 24 maret 1945. Pernah belajar di ITB pada tahun 1965. Tahun 1967 sekolah ke Paris, Perancis, mengambil Jurusan Keramik. Pada tahun 1968 melanjutkan studi ke L’ccole des arts decoratifs ‘de Geneve, Paris (Jenewa) dan lulus memperoleh “Certificat de Capasite” sebagai seniman keramik tahun 1972. Pernah Ia mengajar di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) dan di Sekolah Seni Rupa Indonesia (SSRI) Yogyakarta. Girindra menekuni keramiknya di studio “Agni” dan “Keramik Gajah Wang” Yogyakarta.  Karya-karya Girindra cenderung pintar mendongeng. Ia berusaha menggali dongengan rakyat, seperti dongeng Raja Ular Naga yang menculik putri raja. Naga Girindra tampak seakan menyeramkan, tetapi terkadang seperti sebuah mainan, seringkali terlihat magis seakan mempunyai kekuatan spiritual. Penampilan lainnya seperti pada karya yang berjudul “Dewi Kesuburan” , “Jaran Dor”, “Banteng”, “Ibu Pertiwi” dan “Perahu Kematian” cukup menarik bernuansa etnik.
Alamat: Jl. Setiabudi UH 4 / 182.a  Yogyakarta.

2) AN. Suyanto, dilahirkan di Trenggalek tanggal 12 Januari 1947. Pendidikan formal di Sekolah Tinggi Seni Rupa “ASRI” Yogyakarta. Ia berpameran berpameran di luar negeri dan di dalam negeri. Karya-karyanya menonjolkan unsur-unsur dekorasi, tekstur dan warna.


3) Gatot Sudrajat, dilahirkan di Purbalingga tanggal 14 Mei 1953. Masuk Sekolah Seni Rupa (SSRI) Yogyakarta tahun 1972 dan menyelesaikan sarjana seni di STSRI “ASRI” Yogyakarta pada tahun 1986. Bergabung dengan “Sanggar Bambu” Yogyakarta tahun 1973. pada tahun 1985 mendirikan “Sanggar Merdeka”. Karya keramiknya masih berkisar pada bentuk wadah dan bentuk putaran. Yang menonjol dari karyanya adalah segi pewarnaan dan tekstur yang terasa nuansa kepekaannya.
Alamat: Wirobrajan NG VI/52 Yogyakarta.

4)  Suminto, dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 25 April 1942. Belajar menggambar dengan Sentot dan Gambir Anom. Tahun 1959 sampai tahun 1965 belajar di ASRI Yogyakarta, Ia memperdalam keramik mulai tahun 1967 dan pada tahun 1977 mendirikan studio keramik. Kini Ia menetapkan diri membuat keramik kreatif. Karya-karyanya mencuatkan imajinasi secara apik. Permainan bentuk dan keseriusannya dalam menguasai gaya yang khas  dengan cara mendeformasi bentuk cukup menarik , seperti pada karya yang berjudul “Kepala Wanita dan Barong”. Pada karya ini tergambar seolah-olah ada sebuah kisah barong meloncat dengan gesitnya dari bagian kepala wanita, sekaligus terlihat lucu. Karya Suminto yang memikat adalah “Teko” yang digubah seperti bentuk keramik kuno. Juga judul lainnya seperti “Empat Kera Penunggu Hutan”, “Dua Kera Naik Perahu” dan “Burung-burung Berterbangan”. Suminto merasa bebas memasukkan unsur ekspresi ke dalam bentuk-bentuk keramik. Seni dekoratif uga muncul dalam benda-benda yang bersifat umum seperti teko, basi (cawan), cangkir, dan lainnya. Ia berusaha menyatukan dua kepentingan atau bahkan  banyak kepentingan.
Alamat: Kembaran, Gunung Sempu, 04/21 No.157 A, Taman Tirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta 55138

5)  Ambar Astuti; adalah dosen ISI Yogyakarta. Dewasa ini mengajar mata kuliah Pengetahuan Bahan dan Teknologi Keramik serta pratika membuat keramik. Memperoleh gelar sarjana di ITB dengan spesialisasi keramik. Pada tahun 1972 bekerja sebagai desainer di Balai Penelitian Keramik Bandung dengan tugas membina desain keramik pada industri-industri kecil, merancang dan memberi contoh desain keramik. Pada tahun 1974 mengikuti training Ceramic Glaze and Decoration Techniques selama 9 bulan di Nagoya Jepang. Dan sejak tahun 1978 bekerja sebagai dosen tetap di ISI Yogyakarta. Pada tahun 1988 melanjutkan studi di University of The Arts, Philadelphia, USA, untuk memperoleh gelar Master of Arts bidang Art Education dengan major ceramic. Memperoleh penghargaan The Sylvia G Wexler Memorial Award for Education untuk thesisnya yang berjudul “Godean Clay as A Medium of Expression for Ceramic Artis” pada tahun 1991 dari Universitas tersebut. Karya keramiknya lebih banyak mengambil bentuk mangkuk atau wadah yang digarap dengan kreatif, dengan memanfaatkan tekstur lembut maupun kasar bahkan menjadi relief-relief yang menonjol menghiasi permukaan bentuknya, mirip kerang atau karang laut dengan warna-warni yang memikat (lihat gambar 49).

6)  Noor Sudiyati Agung, dilahirkan di Magelang tanggal 14 Nopember 1962. Ia adalah alumni ISI Yogyakarta dan mengajar ditempat yang sama. Karya-karyanya memperlihatkan sifat-sifat yang feminim, dimana kelembutan dan sensitivitasnya terhadap bentuk cukup menonjol, misalnya bentuk vas dengan ikatan dibagian atas. Dekorasi fauna dan flora yang disederhanakan menjadi memikat.
Alamat : Nogotirto I / N.17, Jln. Godean Km 5 Yogyakarta

7) Ponimin, dilahirkan di Jombang 2 Pebruari 1965. Ia adalah alumni ISI Yogyakarta. Keberadaannya atau tinggal di daerah perajin gerabah Kasongan, merasa terpanggil untuk menekuni kriya keramik. Ia beranggapan bahwa kerajinan keramik adalah warisan budaya dan merupakan sumber inspirasi baginya. Karya-karyanya berupa figur-figur manusia dan bentuk boneka. Judul karya Ponimin  misalnya “Pemain Musik Bali” dan “Pengantin Nusantara” cukup menarik.
Alamat: Kasongan RT 06/43 Bangun Jiwo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.

Keramikus Jawa Timur

           Dari Jawa Timur keramikus yang sering muncul adalah Nurzulis Koto, Rinie Soetari, Yudhi Sidharta, Tjitariani, Ahmad Bowie, Toto Riboediyanto dan Ngadiman.

1)  Nurzulis Koto, Keramikus Surabaya ini dilahirkan di Bukit Tinggi pada tanggal 15 Agustus 1946. Ia pernah belajar melukis pada Wakidi. Pada tahun 1967 mengenyam pendidikan di Akademi Seni Rupa Surabaya (AKSERA). Nurzulis aktif mengadakan pameran-pameran dan cukup produktif. Karya-karyanya berawal dari bentuk-bentuk berongga dan terinspirasi benda-benda tradisional. Perkembangan lebih lanjut mengarah pada bentuk-bentuk yang ekspresif dan tidak lagi terikat pada benda konvensional. Akhirnya Ia dengan kebebasannya menjadikan karya-karya keramik bagaikan bentuk patung. Keramik Nurzulis terkadang terlihat dinamis dan terkadang menjadi lembut serta Ia membiarkan mengalir begitu saja ide-ide yang muncul sesuai dengan suasana hati saat itu. Ia juga tampak sentimentil dan orisinil, tidak terikat dengan dogma-dogma. Karya lainnya dari Nurzulis yang berjudul “Budha”, agaknya Ia ingin mendongengkan tentang Dunia dan kehidupan yang penuh dengan ke-alpaan, dengan menggambarkan seorang Budha duduk pada posisi condong kebelakang di atas batu gunung. Alamat Studio: Kali Judan  Gg.15 No. 39 Surabaya. Alamat Rumah: Manyar Mukti No. 7 Surabaya HP. 081332398499

2)  Yudhi Sidharta,   dilahirkan di Surabaya pada tanggal 1 Januari 1951. Keramikus yang berdomisili di Malang ini mengenyam pendidikan di IKIP Malang Jurusan Seni Rupa. Karya-karyanya  lebih banyak mendistorsi bentuk vas yang kemudian diasosiasikan seolah figur-figur manusia. Tampak Yudhi memaksakan semua ide-idenya bisa terwujud, walau dalam bentuk kesederhanaan. Namun demikian ada nilai-nilai yang istimewa yang terkandung dalam pemaksaan bentuk tersebut.
Alamat: Jl. Karya Barat 12 RT 03 RW II (Belakang Irama) Malang.

3)  Rinie Soetari, dilahirkan di daerah Tulungagung. Pada tahun 1977 masuk Institut Keguruan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang, Jurusan Seni Rupa. Kini Ia mengajar di SMK Keramik dan SMU di Tulungagung. Karya Rinie mengambil bentuk-bentuk figur dengan lekuk dan liku  yang menarik. Judul karyanya seperti “Komposisi” dan “Bentuk Vas dan Pot” mempertunjukkan imaji gerak yang menawan serta  relief dengan komposisi bentuk yang cukup apik.

Keramikus Bali

              Daerah pariwisata Bali, yang dikenal sebagai “Pulau Dewata” terdapat banyak  nama-nama keramikus seperti I Made Yasana, Anak Agung Ngurah Oka, Agus Mulyadi Utomo, I Wayan Mudra, Jane Chen, I Ketut Muka Pendet, I Made Mertanadi, Anak Agung Raka manggis, Anak Agung Ketut Anom, I wayan Patra Budiade, I Wayan Suthawigraha, Dewa Mustika, Diah Eko Putri, Ida Ayu Artayani, Ni Putu Muliawati, Luh Suartini, Indah Poppy Susanti, I Gede Arimbawa, Ni Made rai Sunarini, Ketut Yasa, Margaretha Dhesy, I Gede Mangku, Vera Artini, Ayu Prabandari, Cok Yuda Ardian, Ida Ayu Made Gayatri, Ida Bagus Agung Muartha, I GNG Dharmawijaya, I Made Asri, Komang Adiputra, Dewi Rani Maharani,  Santhi, Nurchatijah, Dadang dan lainnya.

1)  Anak Agung Ngurah Oka, menekuni bidang keramik sejak tahun 1970-an dengan peralatan yang sangat sederhana dan terbatas. Tahun 1972 studi membuat tungku (oven) sendiri. Kemudian belajar keramik di Australia yaitu di West Australia Institute of Technology di Perth, lalu di Bendigo Pottre and Burwood Collage di Victorio. Keramik gayanya memiliki sentuhan agak berbeda yaitu serba ekssotik dan memiliki dimensi lain. Ia juga memasukkan unsur dekorasi khas Bali pada karya keramiknya. 

2) Agus Mulyadi Utomo, Lahir di Lumajang, 6 Agustus 1958. Dibesarkan di Pulau “Dewata” yakni mengikuti Ayahnya yang dinas di TNI-AD di Bali. Tertarik bidang senirupa sejak sekolah di SMPN 2 Denpasar yang diajarkan oleh guru menggambar bernama Djawi, BA. Pendidikan Senirupa secara formal dimulai dari kota “Gudeg” Yogyakarta, yaitu masuk SMSR-SSRI Jurusan Grafis-Vokasional tahun 1974 dan memperoleh  penghargaan “Pratita Adhi Karya” untuk lukisan dan grafis beberapa kali. Pada tahun 1979 melanjutkan ke perguruan tinggi seni yaitu STSRI “ASRI” Yogyakarta jurusan Illustrasi / Grafik hingga tahun 1981 lalu tidak aktif. Kemudian kuliah di ITB memperoleh beasiswa Supersemar sambil mengajar senirupa dan keterampilan di SLTA dan SLTP Kartika Chandra di kota “kembang” Bandung. Menyelesaikan pendidikan sarjana di FSRD-ITB tahun 1984. Bekerja sebagai desainer keramik di PT. Asia Victory Industri LTD (Asia Tile) di Karangpilang Surabaya dari tahun 1985 hingga tahun 1987. Mengajar  senirupa dan desain  di Universitas Udayana mulai tahun 1986 dan diangkat sebagai dosen tetap tahun 1987. Juga mengajar sebagai dosen luar biasa di STSI Denpasar. Tahun 1990-1995 sebagai Ketua Bidang Desain Keramik pada Pusat Pelayanan Desain Bali. Sebagai Ketua P.S. Kriya Keramik, Jurusan Kriya, PSSRD Universitas Udayana sejak tahun 1989 hingga tahun 1996. Sejak tahun 2000 menjabat sebagai Sekretaris Jurusan Kriya, PSSRD Unud. Tahun 2002 s.d 2005 sebagai Sekretaris Umum Ikatan Sarjana Senirupa Indonesia (ISSRI Bali).  Menjadi Juri lomba keramik dan lukis dari TK s.d Mahasiswa dan umum. Redaksi Pelaksana “Prabangkara” Jurnal Seni Rupa dan Desain Universitas Udayana (ISI Dnpasar). Menulis artikel, apresiasi seni dan desain di Koran Bali Post. Sebagai Dosen Institut Seni Indonesia ( ISI ) Denpasar sejak diresmikannya bulan Juli tahun 2003. Sering mengikuti pameran lukisan, grafis, patung dan keramik. Karya-karya Agus mengeksploitir tema kesegala arah dengan memberikan kemungkinan konsep baru yang bersifat formal dan mengandalkan kekuatan ekspresi serta control yang ketat. Seni menurutnya sebagai  suatu konsep dan intuisi serta imajinasi yang ditunjang ketrampilan teknik. Sifat ekspresif lempung mempunyai daya tarik khusus baginya, karena peka, sukar, plastis, mudah, murni dan alami, yang mencerminkan keagungan Tuhan. Ia merasa tertantang untuk dapat memanfaatkan dan mengangkat lempung kepermukaan dari sesuatu yang biasa-biasa saja menjadi yang berbeda dan tidak biasa, menjadikannya sebagai suatu karya yang memiliki nilai tersendiri. Terkadang Ia menonjolkan irama gerak, tekstur, warna dan bentuk. Juga memanfaatkan goresan, torehan, irisan, menjadi unsur dekorasi dan menjadi kekuatan ekspresinya.
Alamat: Jl. Gunung Guntur VIII / 10 Padangsambian, denpasar-Bali Tlp.0361-419092  HP.081338504464
 
3)  I Made Yasana,  dilahirkan di Gianyar pada tanggal 7 Juli 1949. masuk pendidikan seni rupa di Fakultas Teknik Universitas Udayana tahun 1969 dan tamat tahun 1980. Pada tahun 1976 juara melukis pastel se Kopertis di Surabaya. Dan tahun 1980 menjadi staf pengajar keramik di PSSRD Unud dan kemudian menjabat sebagai Ketua Jurusan Kriya. Tahun 1981-1982 tugas belajar keramik di Khoci Jepang. Sejak tahun 1982 sebagai Ketua Pelaksana Pusat Penelitian dan Pengembangan Seni Keramik dan Porselin Bali (BPPT). Kemudian tugas belajar tentang produk desain ke Jerman. Menyelesaikan Master Ergonomi (S2) di Program Pasca Sarjana, Fakultas Kedokteran Universita Udayana. Kini sebagai Dosen ISI Denpasar. Karya-karya keramiknya ada yang menonjolkan tekstur dan penampilan dekorasinya. Membuat keramik seperti sebuah anyaman berlapis yang bisa terlihat dari luar sampai bagian dalamnya, memerlukan ketelitian dan kesabaran tersendiri bagi Yasana.
Alamat: BTN Purasari No. 4 Umadui, Jl. Gunung Lumut II, Denpasar. Tlp. 0361-730402

4)  I Wayan Mudra, dilahirkan di Baturiti, Tabanan, pada tanggal 25 Nopember 1963. Kuliah di Program Studi Kriya Keramik, PSSRD Universitas Udayana dari tahun 1982 dan lulus tahun 1987. Kini mengajar di almamaternya yang telah berintegrasi dengan STSI Denpasar menjadi Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Menyelesaikan S2 di ITB dan tahun 2000 menjadi Ketua Jurusan Kriya. Karya-karya Mudra banyak mengambil motif pewayangan, tradisi dan kemanusiaan, seperti karyanya yang berjudul “Patung Kelaparan”, “Patung Nyuling”, “Guci Rama-Sinta”, “Guci Antik”, “Cili”, “Janger” dan “Manusia Kreatif” serta “ Banyak Anak”. Ia juga memproduksi keramik kerajinan untuk keperluan dekoratif dan pakai.
Alamat: Jl. Kecubung, Gang Pudak No. 8 Denpasar. HP.03617889910

5) Jane Chen, lahir di Jakarta pada tanggal 4 Maret 1956. Ia adalah alumni Institut Kesenian Jakarta (IKJ) tahun 1984 pada Jurusan Kerajinan Keramik, Departemen Seni Rupa. Menjadi Asisten dan Konsultan di Perusahaan Keramik Jenggala-Sanur, Bali. Karya-karyanya cenderung memadukan fungsi dengan material dan kreativitas. Ekspresi Jane ditumpahkan pada bentuk-bentuk yang berguna pakai. Ia juga menghasilkan barang-barang cendramata dan keperluan restoran serta hotel.
Alamat: Jl. Legian Kaja 490 Kuta, Bali.

6) I Ketut Muka Pendet, dilahirkan di Nyuh Kuning-Gianyar pada tahun 1961. Menyelesaikan studi kriya keramik di PSSRD Universitas Udayana tahun 1989. Menjadi Dosen di PSSRD Unud yang sekarang ISI Denpasar dan menyelesaikan S3 - Magister Kajian Budaya di Universitas Udayana tahun 2004. Karya-karya Ketut Muka banyak menampilkan figur-figur manusia Bali yang telah dideformasi seperti patung-patung tradisi Bali dengan keunikan tersendiri.
Alamat: Jl. Monkey Forest  (Goroup Pendet Wood Carver) Ubud, Gianyar-Bali. Tlp. 0361-971273   HP.08123927571 

7)  Anak Agung Ketut Anom;  Sejak menjadi mahasiswa progran Studi Keramik, Jurusan Kriya, PSSRD Universitas Udayana,  aktif pada bersama kelompoknya “Kama Sona” mengikuti pameran dan karyanya ada yang dikoleksi Mendikbud RI. Alumni keramik PSSRD Unud ini menjadi staf pengajar luar biasa pada almamaternya dan mendirikan industri keramik sendiri dan ekspor ke mancanegara serta mendirikan  studio “Cicak Keramik”, di Legian Kuta-Bali.  Sudah menjadi ciri khasnya, Anom mengeksploitasi bentuk binatang cicak sebagai inspirasi utama pengembangan karya keramik. Baginya wujud binatang seperti cicak merupakan pembawa keberuntungan. Suatu bentuk keyakinan yang didasari ajaran agama Hindu, wujud cicak dan telornya sering dipergunakan dalam upacara dalam bentuk sesajen pemujaan Dewi Saraswati yang disebut “Jajan Saraswati”. Memang unik “jajan Saraswati” ini bukan berbentuk seorang Dewi yang cantik, melainkan binatang seperti cicak. Anom mengangkat simbol Saraswati berupa wujud cicak sebagai pemujaan dan penghormatan kepada Sang Hyang Aji Saraswati.  Cicak terkadang memang  tidak pernah diam, apalagi ditangan Anom selalu bergerak seperti perkumpulan semut beriringan, membentuk susunan tertentu, seolah bekerja dan menyelesaikan tugas tertentu atau mengangkat sesuatu yang berat, membentuk konstruksi menjadi bentuk khusus seperti vas dan lainnya. Rangkaian cicak itu dijalin sedemikian rupa membentuk tabung-tabung dengan dikombinasi dengan bentuk-bentuk alam lainnya. Ditangan Anon para cicak seolah tak berhenti berkisah, kelihatan hidup, tak habis-habisnya, terus bergerak mengikuti suasana hatinya yang sangat kreatif ini. Persatuan para cicak ditangan yang tepat dapat berbuat apa saja, bisa merusak bentuk, membangun sesuatu, mengangkat benda yang tak mungkin, mengubah bentuk-bentuk yang ada, menjadi bentuk-bentuk tertentyu yang diinginkan, pokoknya bisa membangun imajinasi baru tentang sesuatu hal (lihat foto karyanya).
Alamat: Jln. Simpang Nakula No.4 Kuta Bali Tlp/Fax. (0361) 750845, 750844. HP. 08123932769 . Show Room Jl. Legian Kaja 471, Kuta-Bali Tlp.0361-756693 HP. 08123912760
 
8)  I Made Mertanadi, lahir di Gianyar tanggal 13 Mei 1967. Alumni Progran Studi Keramik, PSSRD Universitas Udayana ini mengajar di STSI Denpasar dan kini menjadi ISI Denpasar.  S2 di Kajian Budaya Universitas Hindu Indonesia. 
Pada karya-karyanya menampakan nuansa tradisi Bali yang diterapkan pada bentuk vas, guci tau jembangan. Ekspresinya tidak berhenti sampai disitu, tetapi lebih jauh lagi, Ia menyampaikan pula hukum alam sebab-akibat, robekan dan bentuk-bentuk peyotnya cukup menarik, apalagi ditunjang pewarnaan yang tepat dan bagus.
Alamat: Jl. Noja, gang XXI /4A Denpasar.
9)  I Wayan Patra Budiade; Ia adalah jebolan Program studi Keramik, Jurusan Kriya, PSSRD Universitas Udayana dan memilik studio sendiri yaitu “ Calu’x Ceramics “ di kawasan kota Denpasar. Karya-karya banyak menampilkan problem bentuk dan persoalan “kulit” dan “isi”. Ekspresinya seolah-olah ada sesuatu yang terbungkus dan pembungkusnya terkesan ada yang koyak dengan memanfaatkan dekorasi pola geometris.  Bentuk-bentuk yang dikemas dengan baik oleh Patra Budiade ini, secara keseluruhan cukup memikat.
Terkadang ia memanfaatkan kesan antik dengan mengangkat kesan situs arkeologi yang di konstruksi ulang sebagai unsur ekspresi seolah bentuk yang dirakit itu tidak lagi sempurna yang justru menyatuan bagian-bagian tersebut menjadi daya tarik tersendiri (lihat foto). Patra juga memadukan unsur ekspresi dengan barang pakai yang memiliki citra khusus, untuk sesuatu yang baru melepas kejenuhan pasar. Kini Ia juga mengekspor dan menerima pesanan dalam dan luar negeri.
Alamat: Jl. Waturenggung 54 Denpasar. Tlp./ Fax: 0361-226170.

10)  I Wayan Suthawigraha, adalah alumni Program Studi Keramik, Jurusan Kriya, PSSRD Unud yang telah memilki studio sendiri  yaitu “Keramik Beji” di kawasan Jimbaran-Bali. Selain itu Ia juga mengolah dan melayani bahan baku tanah liat siap pakai bagi para perajin disamping mengerjakan barang untuk ekspor. Seiring dengan perkembangan zaman, Suthawigraha ini menggabungkan nilai guna dengan ekspresi.
Konsep yang diterapkan Sutha bahwa seni ekspresi bisa dimanfaatkan sebagai benda pajang yang bernilai pakai, yang dapat dinikmati secara bersamaan. Pengguna tidak merasa terganggu dalam pemakaiannya dan sekaligus senang dan bangga memilikinya, karena memiliki keunikan dari barang-barang yang dibuat terbatas. Keanekaragaman hayati laut, seperti kerang, ikan, rumput laut, cumi-cumi atau gurita menjadi sumber inspirasi terbesarnya. Teknik torehan dan tempelannya, dikemas dengan baik bagaikan relief ukiran kayu. Ia juga memproduksi souvenir, barang pakai dan benda hias lainnya.
Alamat: Jl. Pantai Sari No.13 C, Jimbaran-Bali. Phone 62-0361-701334 Hp.0818568921

11)  I Ketut Yasa; Adalah alumni program Studi Keramik, Jurusan Kriya, PSSRD Universitas Udayana. Memiliki studio dan tempat produksi sendiri yaitu “ Bali Pot Keramik” disamping membuat benda seni, juga memproduksi benda-benda keperluan ekspor, asesoris, souvenir dan benda pakai lainnya. Ia juga menerima kursus membuat keramik.
Alamat: Jl. Raya Pemogan, gang BPU Sari No.22 Denpasar-Bali Phone:0361-725469

12)  Ni Made Rai Sunarini, Alumni Program Studi Keramik, Kriya PSSRD-UNUD. S2 Kajian Budaya UNUD. Sekarang mengajar di Institut Seni Indonesia Denpasar, Ketua Lab. Kriya-Keramik  Jurusan Kriya-FSRD -ISI Denpasar.

13) Ida Ayu Artayani, Alumni Program Studi Keramik, PSSRD-UNUD.  S2 Penciptaan ISI Yogyakarta. Sekarang mengajar di FSRD - ISI Denpasar, Jurusan Krya Seni, PS. Keramik.


blogspot.goesmul.com. Hidup dan Seni   - email:  goesmul@gmail.com  dan  agusmulyadiutomo@yahoo.co.id

KONSEP PENCIPTAAN SENI KERAMIK

 

KONSEP  PENCIPTAAN  SENI  KERAMIK
 oleh Agus Mulyadi Utomo
Karya Keramik Agus Mulyadi Utomo     

        Lempung atau tanah liat adalah bahan baku keramik yang memiliki sifat plastis dan menurut atau mudah dibentuk apa saja dengan berangkat dari karakter awal yang tidak menentu (abstrak). Sehingga apapun yang terkandung dalam suatu benda keramik – baik sebagai benda teknis, benda praktis (pakai), benda estetis, maupun sebagai benda spiritual (magis) – berasal dari Imajinasi penciptanya saja. Kebebasan yang begitu luas memang merangsang daya cipta dan imajinasi serta pengembangan IPTEK. Sisi lain dari dampak kebebasan itu berakibat buruk karena benda keramik menjadi tidak bermutu dan kehilangan arah dan tujuannya dengan kata lain menjadi benda “iseng” tanpa arti.
         Pandangan seni keramik sampai saat ini masih tumpang tindih (overlaping) atau terpadu. Umumnya belum banyak yang mempersoalkan ciri khas perbedaan, kecenderungan dalam mengolah seni keramik. Pada dasarnya ketiga bagian seni keramik tersebut mempunyai ciri khas dan penonjolan masing-masing secara terpisah. Konsep penciptaan seni keramik seperti yang diuraikan, memiliki tiga arah pengembangan — sebagai seni murni, seni kriya (kerajinan) & seni pakai. Apabila ciri khas dikembangkan, maka konsep penciptaan seni dapat berdiri sendiri tanpa ada kecenderungan dan perpaduan seni. Disamping itu suasana tumpang tindih kurang mendukung perkembangan seni keramik itu sendiri. Kedudukan seni kriya (kerajinan) berada ditengah-tengah yang menunjukkan seni ini umumnya lebih berupa kecenderungan, baik ke seni murni atau ke seni pakai tergantung dari wawasan para kriyawan itu sendiri dan bila ingin memiliki ciri khas harus berdiri sendiri.
Pengembangan seni keramik diperlukan spesialisasi, Karena penyempitan bidang garapan akan memudahkan didalam mempelajari serta mendalaminya. Dengan arah pengembangan yang jelas tentu mutunya akan meningkat dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat yang juga semakin berkembang. Sikap yang semakin jelas dalam pengembangan seni keramik diperlukan khususnya dalam dunia pendidikan yang bersifat formal dan pembinaan seni di masyarakat pada umumnya.Keramik tidaklah lepas dari unsur teknologi dan seni, yang merupakan dwi-tunggal.

Seni Keramik Murni
          Keramik yang dibuat untuk tujuan yang murni bernilai ungkap termasuk sebagai “seni murni” atau fine art, yang lazim disebut sebagai “keramik ekspresi” karena identitas dan emosi penciptaannya menonjol serta tidak mengulang-ulang (tidak digandakan secara massal) yang dibuat oleh individu atau pribadi yang bebas tidak terikat (merdeka). Keramik jenis ini melayani kebutuhan atau kehidupan jiwa seperti adanya suasana hati atau batin atau perasaan, hasrat  dan ekspresi atau ungkapan serta emosi, secara sadar atau tidak merupakan perwujudan nilai-nilai tertentu dari kehidupan manusia itu sendiri.  Bisa dikatakan  keramik ini sebagai “keramik bebas”  yang pembuatannya tidak terikat oleh kegunaan  atau fungsi pakai tertentu, tetapi muncul sebagai karya itu sendiri.                                                                                                                                   
               Pencetus gaya ini, seperti L’art pour l’art  atau “seni untuk seni”  adalah seorang Perancis yang bernama Thephile Gautier (Lionella Venturi, 1964:237-266). Gautier bereaksi terhadap keadaan zamannya, dimana seni dimanfaatkan  untuk tujuan dan tendensi politik, komersial materialistik maupun moralistik. Ia menginginkan agar seni “dimurrnikan”, dinikmati dan dihargai bukan karena alasan lain diluar seni itu sendiri. Demikian pula yang terjadi pada zaman LEKRA, dimana politik adalah sebagai panglima, maka seni harus mengabdi kepadanya. Seni yang “murni” harus bebas propaganda dan tendensi di luar seni. Demikian pula kehadiran “seni murni” dalam keramik, merupakan suatu perwujudan yang original dan mengandung kejujuran emosional secara individual, berdiri sendiri, secara khusus bereksistensi mandiri, merupakan proyeksi preferensi, apresiasi dan kesadaran akan nilai-nilai kehidupan dan kepribadian, baik secara rasional maupun irasional (intuitif).
               Pembuatan keramik “seni murni” mempunyai maksud untuk mengkomunikasikan pemikiran atau penyampaian ekspresi melalui bahasa rupa, lewat bahan, tekstur, warna, bentuk, ruang, bidang, garis, simbol dan lain sebagainya, yang menjadi suatu susunan dan dapat membangkitkan masyarakat apresiasi. Pembuatan keramik jenis ini atas dasar kesenangan dan telah menjadi ciri khas yakni dibuat dalam jumlah terbatas, bahkan sebagai benda satu-satunya di Dunia. Dengan demikian kehadiran “seni murni” ini patut untuk diperhitungkan dan direnungi sebagai manifestasi kebudayaan bangsa, sebagai bagian dari kehidupan, yang juga ikut berperan dalam mencerdaskan masyarakat, dapat sebagai media untuk menyalurkan hasrat, emosi atau ekspresi atau pikiran sehingga kehidupan menjadi selaras  dan seimbang, baik material maupun spiritual.  Lebih lanjut pada perkembangannya, seni keramik murni tidak lagi terkotak-kotak, bersifat universal, bebas dan hidup dalam dinamika masyarakatnya. Berikut beberapa contoh karya seni murni dari beberapa keramikus.
             Memperhatikan karya Robert Milnes, seorang guru besar keramika di  Edinbiro State  College, Pennsylvania, Amerika ini,  yang mengolah bentuk dan warna yang diulang-ulang sebagai unit-unit dengan perubahan posisi dan posisi yang memutar, dalam ruang atau lingkungan tertentu, sebagai sebuah konstruksi sistematis seakan sifat antar hubungan seperti yang terlihat pada karya berjudul “Clip”. Suatu kemampuan untuk mengubah-ubah posisi tertentu dari bentuk simetri dasar, bentuk geometris dalam ruang yang dianggap tidak “naik” dan tidak “turun”. Suatu ungkapan yang sangat pribadi sekali. Akhirnya semua itu dikembalikan kepada masarakat apresiasi, untuk dinikmati, ditonton, ditafsirkan atau dikritik. Perjalanan dari tahapan proses pembuatan seni sangat menarik untuk disimak, karena akan memberikan berbagai pengalaman batin dan juga inspirasi dalam proses kreasi yang menunjukkan bagaiman seorang seniman mendalami seni dan materi keramik sebagai media ekspresi atau komunikasi. 
         Pada karya Kimiyo Mishima, dari Jepang, yang  merupakan keramik kontemporer Jepang, yaitu dengan mencetak berbagai bahan seakan realistis mengingatkan akan kejadian dan kehidupan sehari-hari seperti  adanya sobekan kertas koran dan majalah serta kadus bekas  yang berantakan, telah berhasil melepaskan diri dari bentuk keramik tradisional yang terikat fungsi. Suatu peniruan yang lihai dari Kimiyo, terlihat ketelitiannya dari tulisan, iklan serta karakter kertas dan karton sangat kuat ditampilkan, menunjukkan Ia sangat dekat dengan kehidupan lingkungan sehari-hari. Penguasaan teknologi dikuasai Kimiyo sehingga mendukung karya-karyanya sebagai ungkapan atau ekspresi pribadi yang selanjutnya untuk direnungi bersama.
               Keramikus Jepang lainnya, seperti Takako Araki, yang mencoba mengekspresikan citra dari sebuah kitab suci injil, sebagai simbol, yang digambarkan lapuk dimakan waktu atau usia pada era-nuklir dan komputerisasi. Ia mencoba mengkomunikasikan pandangannya terhadap suatu keadaan di zamannya, dimana ketidak acuhan masyarakat akan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai kebenaran yang dirasakan mulai menipis. Pencarian akan nilai kebenaran dan kebaikan  dirasakan jauh dan berdebu ditelan zaman. Suatu peringatan yang terasa menggelitik, membawa penonton tertegun sejenak dan kemudian terhentak setelah merenunginya, ada apa yang terjadi dalam kehidupan ini. Bentuk yang sangat mirip detail dari kitab injil yang dimakan bubuk ini, menunjukkan Takako begitu sensitif perasaannya dalam penampilan karakter bahan dan penuangan ide-idenya.
Keramikus asal Indonesia yaitu Hildawati Siddharta, alumni ITB yang staf pengajar di IKJ Jakarta ini, memanfaatkan lempengan-lempengan gerabah  dan porselin serta mengangkat karakter tanah liat. Pada karya-karyanya ada yang menampilkan bola-bola porselin,  pecahan-pecahan  keramik (kepingan), rekahan tanah, robekan, yang smuanya khas karakter tanah liat. Karya keramik bebas “tanpa judul”, Ia mencoba menangkap moment dramatik sesaat dalam kehidupan, terasa sebagai suatu keberanian untuk mengungkap sesuatu fenomena kehidupan, seperti kejutan dari letusan bola keramik, retakan dan robekan lempengan tanah, pecahnya benda keramik kesayangan menjadi kepingan, semua itu diangkat menjadi sebuah “konsep” dari susunan karya seni.  Menurut Bambang Sapto, dan Hardi (Kompas & Pikiran Rakyat terbitan 1978) Hilda mengajak untuk  memurnikan karya melalui wujud serta bahan dalam konsep karya seni rupa, yang tak lepas dari jasa gerakan Seni Rupa Baru Indonesia.  Ia tak ingin mengarahkan penonton dengan memberi judul dan berharap karya itu sendiri dapat berkomunikasi dan orang bebas untuk berkomentar. Semakin banyak pendapat dan pandangan tentang karyanya, semakin dianggap berhasil. Tampak dalam karya-karya Hilda adalah penonjolan ekspresi dan jauh dari keindahan umumnya, seperti karyanya berupa pecahan dan kepingan keramik yang berserakan di lantai. Karya-karya Hilda kebanyakan sebagai karya “lingkungan” yang  memiliki kesadaran ruang yang tinggi, terlihat puitis, dan rapi dalam konsep. Ia trampil berkisah tentang bentuk, retak, pcah, hancur dan seterusnya. Puncak kekuatannya pada kepingan-pecahan, seolah situs arkeologi Dinas Purbakala. Kelemahan dan kekuatan atau kemampuan tanah liat diekspos kepermukaan, membuat rasa akrap dengan  alam dan lingkungan. Karya-karya dapat bereksistensi secara utuh dan mandiri, tidak lagi mempersoalkan  pengertian  cantik, molek, indah, komersil, fungsi pakai dan lainnya. Sebagai karya konseptual sebagai manifestasi seni modern. Keramikus yang berasal dari Probolinggo-Jawa Timur, alumni Keramik ITB yang menjadi pengajar di Kriya Keramik Universitas Udayana dan kini mengajar di ISI Denpasar, cenderung mengolah bentuk silinder yang kemudian  dengan imajinasinya menyusun bentuk  yang baru dengan menekan pada bagian tertentu, menarik benda saat plastis (lembab) dan menorehnya serta  mengiris bagian-bagian tertentu menjadi bentuk ekspresi yang memiliki ritme atau gerakan yang ekspresif.

Seni Keramik Pakai dan Keramik Teknis

             Keramik pakai  dibuat untuk  tujuan yang bersifat praktis dan  fungsional, terutama untuk kebutuhan sehari-hari. Sebagai “seni pakai”  keramik jenis ini merupakan produk hasil dari suatu rancangan atau desain, baik untuk keperluan yang bersifat fisik atau material seperti peralatan rumah tangga ( wadah atau perabotan), maupun sebagai bahan dan komponen suatu rancang bangun. Keramik pakai bersifat umum denganj kegunaan khusus dan bervariasi, dimana setiap produknya mementingkan segi praktis dan fungsi yang optimal serta efisien. Karena bersifat umum yaitu untuk kepentingan masyarakat luas, maka  keramik pakai harus memenuhi standar industri yang berlaku di setiap negara. Kalau dalam negeri disebut Standar Industri Indonesia ( SII ) atau Standar Nasional Indonesia ( SNI ), ada pula Standar Industri Internasional yang berlaku, misalnya ISO, dll. Semua itu untuk melindungi kepentingan konsumen, apalagi kini telah ada undang-undang yang mengatur hal itu. Dan para pengusaha harus melaporkan secara kontinyu hasil produksinya ke Departemen terkait disamping untuk pengendalian mutu dan  pengontrolan serta sebagai obyek pajak.
            Benda-benda keramik pakai diproduksi oleh mesin-mesin (pabrik) yang menghasilkan produk  massal dengan bentuk serupa (standar) dan diawasi oleh pemerintah atau lembaga konsumen. Hal-hal yang tercantum dalam SII atau SNI biasanya meliputi ruang lingkup dan prosedur, definisi, klasifikasi, cara pengambilan contoh (sample), cara uji, syarat lulus uji, syarat penandaan, cara pengemasan, dilengkapi dengan tabel-tabel dan gambar-gambar. 
         Untuk dapat bersaing dipasaran, produk keramik pakai menawarkan keterjangkauan (murah), kepraktisan, pemenuhan kebutuhan dan perlindungan konsumen. Karena itu harus direncanakan sedemikian rupa memperhatikan segi keamanan atau keselamatan, kenyamanan, kebersihan atau kesehatan dalam pemakaian produk. Pertimbangan lainnya dalam mendesain adalah dari sudut pandang ekonomi, sosial, budaya, fisiologis (ergonomi), psikologi, teknologi dan estetikanya.
            Seni keramik pakai dalam memenuhi tuntutan fungsinya menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut ini: a) Bentuk sesederhana mungkin dan estetis atau indah; b) Bentuk pakai yang dihasilkan minim dari unsur ekspresi dan imajinasi; c) Dapat menampilkan keindahan yang mengikuti fungsinya; d) Keindahan muncul dengan sendirinya secara wajar disaat benda tersebut dipergunakan; Dan terakhir, e) Adanya hubungan antara barang dengan sipemakai.
            Pada contoh closet (lihat foto) dengan alternatif pengehematan air, dengan memberikan suatu perbandingan data pemakaian air sebagai daya tarik pemakai, sebagai suatu penawaran akan efisiensi. Untuk itu para desainer dituntut untuk peka terhadap prinsip kebutuhan dan pertimbangan pasar, selalu mempelajari dan menganalisa dalam rangka menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih bermutu serta lebih efisien. 
                Kebutuhan masyarakat senantiasa berkembang dan semakin kompleks sifatnya, maka desain-desain alternatif dan baru selalu akan mengikuti.  Contoh lainnya yaitu desain perlengkapan mandi dari porselin (lihat foto), wastafel, urinoir dan lain-lainnya, dimana bentuknya juga bervariasi sebagai pilihan (alternatif). Dalam hal ini konsumen bebas memilih sesuai dengan seleranya, baik bentuk, ukuran, warnanya dan harganya. 
            Seringkali terjadi, benda pakai ini jarang dipergunakan karena bentuknya teramat indah atau hiasannya (dekorasi) berlebihan, sehingga fungsinyapun beralih menjadi benda pajangan di ruang tamu, tidak sesuai dengan fungsi sebenarnya. Tampaknya tanggungjawab desainer cukup besar dan penting, terutama pada masyarakat konsumen, produsen dan kesempatan kerja. Sudah selayaknya hasil karya desainer dihargai dan layak diberi perlindungan seperti yang diatur dalam Undang-undang HaKI  ( Hak akan Kekayaan Intelektual) seperti Hak Cipta, Paten, Produk Industri, dllnya.
            Demikian pula keramik yang bersifat teknis, termasuk dalam seni keramik pakai dengan penekanan khusus sebagai bagian dari keperluan desain atau rancangan teknis tertentu, bisa berupa material multifungsi, dapur suhu tinggi dan pengecoran, komponen konstruksi, tata laksana pembuatan gigi palsu porselin, bahan-bahan bangunan (lihat foto) dan peralatan elektrik seperti sekring, kompor, penyaring air, fitting dll.  Pengembangan IPTEKS material,  merupakan tim proyek yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti pembuatan rotor turbo-charger atau onderdil mobil (lihat tabel 3), penyaring air minum (ceramic filter) dan busi motor (lihat gambar 30), pembuatan I C piranti elektronika dan komputer (pewadahan) dll.  Pada keramik yang bersifat teknis, desain harus disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsi serta sistem teknologi yang dikehendaki tim proyek (bersama). 

Seni  Keramik  Kerajinan

            Keramik kerajinan memiliki ciri khas sebagai pekerjaan tangan (handicraft) yang termasuk  kriya (craft).  Sedangkan “kriya” atau “kria” yang berasal dari kata “creat”  ini bahasa Sansekertanya berarti “kerja” dan bahasa Jawanya “pakaryan” dan masyarakat pada umumnya menyebut sebagai “kerajinan”. Jika diurai dari akar keilmuannya, masih terus terjadi perdebatan dikalangan praktisi maupun akademisi bidang seni rupa. Bidang kriya atau kerajinan ini menjadi ajang perebutan antara masuk disiplin ilmu seni murni atau desain sehingga muncul istilah “kriya seni”, “kriya desain” atau “seni kriya” dan “desain kriya”. Karena kriya memiliki fleksibilitas yang tinggi, bisa berupa kecendrerungan-kecenderungan, berada ditengah-tengah dan tergantung dari kedudukan dan wawasan yang dipergunakan,  yang bisa berada di wilayah atau kubu dari seni murni atau seni pakai (seni terapan /desain). 
             Sudarso SP, mengatakan bahwa seni kriya adalah cabang seni rupa yang sangat memerlukan kekriyaan (craftmanship) yang tinggi, seperti ukir kayu, keramik dan anyaman, dsbnya (1988:14). Sedangkan Wardiman Djoyonegoro, Mendikbud R.I. dalam sambutan Pameran Seni Terapan 1994, menyatakan bahwa seni tersebut tidak hanya mengandalkan kerajinan dan ketrampilan tangan, melainkan hasilnya mengandung makna sebagai karya cipta seni yang kreatif dan inovatif. Seni kriya pada hakekatnya tertuju pada penekanan bobot kekriyaan (craftsmanship) yang memungkinkan lahirnya nilai seni terapan dalam bentuk ekspresi baru sesuai tuntutan budaya masa kini. Seni keramik kerajinan ini sering pula disebut sebagai “seni rakyat” karena pendukungnya banyak dari rakyat biasa dan disebut “seni tradisional” karena banyak menghidupkan seni-seni tradisional, Juga disebut pula “industri rumah-tangga” atau home-industry yang memproduksi secara terbatas dengan peralatan sederhana. Dan disebut sebagai “seni ladenan” karena sering membuat atau melayani pesanan, yang segala sesuatunya (sedikit atau banyak) ditentukan oleh pemesan, baik motif, bentuk, warna, desain maupun teknologinya. 
              Barang-barang kerajinan bisa saja dipakai untuk kegunaan tertentu, tetapi bukanlah tujuan yang utama. Seringkali hadir sebagai benda yang bersifat dekoratif atau cenderamata. Karena ketidak jelasan batasan dari seni keramik kerajinan ini, terjadi perpaduan antara seni seni pakai, seni murni dan seni kerajinan. Untuk menciptakan seni kerajinan keramik yang khas, diperlukan wawasan agar dapat mendudukkan posisinya secara mandiri dan dapat mengembangkan ciri-ciri yang menonjol dari visualisasi  kegiatan kriya tersebut. Ciri khas yang sangat menonjol dari seni keramik kerajinan ini adalah mengutamakan segi keindahan (dekorasi) yang menghibur mata , sebagai pajangan, pekerjaan tangan-tangan trampil luar biasa dengan produksi terbatas (manual-tradisional). Prinsip dasar dari seni keramik kerajinan ini menampilkan hal-hal berikut: a) Bentuknya indah; b) Dapat difungsikan sebagai benda pakai, tetapi bukan menjadi tujuan yang utama; c) Fungsi benda mengikuti bentuk dan keindahannya; d) Sebagai benda dekoratif atau aksesoris atau cenderamata (souvenir) atau pajangan; e) Dibuat dengan tangan-tangan trampil sebagai perkerjaan tangan tardisional; f) Menampilkan unsur-unsur seni tradisional atau ciri kas daerah; g) Memperlihatkan sifat-sifat rajin, tekun, sabar, rumit, artistik, trampil, halus dan unik; Dan terakhir, h) Dapat menjadi tradisi (mentradisi) sebagai kepandaian yang turun-temurun atau diwariskan.
              Banyak kalangan merasakan bahwa Seni kerajinan sebagai pengulangan-pengulangan bentuk yang sudah ada, baik yang tadisional atau yang klasik, dan pada umumnya memperlihatkan atau mempertahankan nilai-nilai lama. Kerajinan juga nenunjukkan konotasi negatif sebagai jenis suatu pekerjaan yang “mengulang-ulang” dari bentuk yang sama dan positifnya memiliki sifat “rajin” atau “teliti”. Kenyataan ini membuat perkembangan seni kriya termasuk lambat, terutama mengulang bentuk-bentuk yang laris dan laku dijual (selera massa) yang menambah kelambatan dalam pengembangannya, perubahan hanya sekitar bahan baku saja. Wiyoso Yudoseputro, ahli seni rupa, mengatakan dalam pengantar pameran seni terapan (1994) bahwa dalam pengembangan  seni kriya Indonesia sebagai seni terapan masa kini, diharapkan mampu menampilkan nilai-nilai guna baru berdasarkan imajinasi dan daya kreasi atau ekspresi para perupa. Kecenderungan untuk memandang produk kriya sebagai hasil produksi massal dan karya ulang sering mengecilkan arti dari kandungan nilai sebagai karya seni terapan. Lebih lanjut Wiyoso mengharapkan lahirnya bentuk-bentuk baru dan orisinil tanpa harus mengulang-ulang kaidah seni lama yang tidak sesuai dengan kebutuhan budaya masa kini. Jadi makna dasar kriya tertuju pada penekanan pada “bobot kekriyaan” (craftsmanship) yang melahirkan nilai seni terapan baru sesuai tuntutan zaman. Ciptaan-ciptaan tangan ini sering “ jatuh “ sebagai benda “iseng” atau kitsch tanpa arti, tanpa tujuan yang jelas, yang tidak lagi menarik bagi orang yang memiliki intelektualitas tinggi dan bagi mereka yang haus akan arti kehidupan dan ilmu pengetahuan.  Namun demikian sentuhan tangan-tangan trampil ini justru merupakan daya tarik terbesar, karena menghasilkan barang yang tidak kaku  dan “dingin” seperti buatan mesin, terasa “hangat” dan akrab serta sangat manusiawi. Walaun di zaman teknologi komputer canggih seperti sekarang ini dimana dapat dengan mudah memprogram barang dengan baik, indah dan sempurna, namun tetap saja berkesan “idak hidup” serta jauh dari manusia dan “kering” akibat buatan mesin-mesin. Kerinduan manusia modern terhadap sentuhan tangan, membuat seni lama hidup kembali atau mengalami perubahan dan pengembangan atau ada semacam himbauan untuk “kembali ke alam” ( back to nature).
              Benda-benda kerajinan, apabila difungsikan sebagai benda pakai belum tentu mengikuti standar mutu yang telah ditetapkan pemerinta dalam (SII atau SNI), karena dibuat dengan tangan yang sulit dikontrol dan sering terjadi penyimpangan-penyimpangan serta bukan buatan mesin (pabrik) yang mudah diawasi. Umumnya produk jenis ini dibuat dengan peralatan sederhana (manual) dan bahan bakunya dibuat berdasarkan pengalaman semata, bahkan hanya berdasarkan perasaan belaka; Sehingga proses pengerjaannya terkadang tidak terencana dan tidak tercatat pula serta tidak mudah untuk dikendalikan.  Semua itu berdasarkan kepekaan semata, yang berdampak negatif, dimana kemungkinan produk dapat membahayakan (keracunan,dll) bagi kesehatan  atau keselamatan konsumen maupun perajin itu sendiri, terutama penggunaan bahan-bahan yang beracun untuk tempat makanan dan minuman (cairan). Untuk itulah pemerintah diharapkan dapat membuka unit-unit pelayanan teknis dan bahan baku yang siap pakai, yang pengelolaannya dapat diserahkan kepada swasta atau instansi terkait.
              Hasil karya keramik kerajinan yang bermutu tinggi adalah dambaan, perajin dituntut untuk memiliki citarasa yang tinggi, ketrampilan yang tinggi, dapat mengembangkan seni lama dengan citarasa baru, unik dan eksklusif, dan hasilnya tentu tidak mustahil menjadi duta-duta seni dan budaya bangsa yang membanggakan. Kebutuhan artistik dan estetik baru dalam kriya masa kini menjadi tugas pakar-pakar  seni dan kriyawan sehingga produknya menjadi komoditi ekspor non-migas yang handal serta mampu bersaing di pasar global.

email: goesmul@gmail.com & agusmulyadiutomo@yahoo.co.id
blogspot.goesmul.com / Hidup dan Seni