Laman

Sabtu, 25 Februari 2012

KONSEP PENCIPTAAN SENI KERAMIK

 

KONSEP  PENCIPTAAN  SENI  KERAMIK
 oleh Agus Mulyadi Utomo
Karya Keramik Agus Mulyadi Utomo     

        Lempung atau tanah liat adalah bahan baku keramik yang memiliki sifat plastis dan menurut atau mudah dibentuk apa saja dengan berangkat dari karakter awal yang tidak menentu (abstrak). Sehingga apapun yang terkandung dalam suatu benda keramik – baik sebagai benda teknis, benda praktis (pakai), benda estetis, maupun sebagai benda spiritual (magis) – berasal dari Imajinasi penciptanya saja. Kebebasan yang begitu luas memang merangsang daya cipta dan imajinasi serta pengembangan IPTEK. Sisi lain dari dampak kebebasan itu berakibat buruk karena benda keramik menjadi tidak bermutu dan kehilangan arah dan tujuannya dengan kata lain menjadi benda “iseng” tanpa arti.
         Pandangan seni keramik sampai saat ini masih tumpang tindih (overlaping) atau terpadu. Umumnya belum banyak yang mempersoalkan ciri khas perbedaan, kecenderungan dalam mengolah seni keramik. Pada dasarnya ketiga bagian seni keramik tersebut mempunyai ciri khas dan penonjolan masing-masing secara terpisah. Konsep penciptaan seni keramik seperti yang diuraikan, memiliki tiga arah pengembangan — sebagai seni murni, seni kriya (kerajinan) & seni pakai. Apabila ciri khas dikembangkan, maka konsep penciptaan seni dapat berdiri sendiri tanpa ada kecenderungan dan perpaduan seni. Disamping itu suasana tumpang tindih kurang mendukung perkembangan seni keramik itu sendiri. Kedudukan seni kriya (kerajinan) berada ditengah-tengah yang menunjukkan seni ini umumnya lebih berupa kecenderungan, baik ke seni murni atau ke seni pakai tergantung dari wawasan para kriyawan itu sendiri dan bila ingin memiliki ciri khas harus berdiri sendiri.
Pengembangan seni keramik diperlukan spesialisasi, Karena penyempitan bidang garapan akan memudahkan didalam mempelajari serta mendalaminya. Dengan arah pengembangan yang jelas tentu mutunya akan meningkat dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat yang juga semakin berkembang. Sikap yang semakin jelas dalam pengembangan seni keramik diperlukan khususnya dalam dunia pendidikan yang bersifat formal dan pembinaan seni di masyarakat pada umumnya.Keramik tidaklah lepas dari unsur teknologi dan seni, yang merupakan dwi-tunggal.

Seni Keramik Murni
          Keramik yang dibuat untuk tujuan yang murni bernilai ungkap termasuk sebagai “seni murni” atau fine art, yang lazim disebut sebagai “keramik ekspresi” karena identitas dan emosi penciptaannya menonjol serta tidak mengulang-ulang (tidak digandakan secara massal) yang dibuat oleh individu atau pribadi yang bebas tidak terikat (merdeka). Keramik jenis ini melayani kebutuhan atau kehidupan jiwa seperti adanya suasana hati atau batin atau perasaan, hasrat  dan ekspresi atau ungkapan serta emosi, secara sadar atau tidak merupakan perwujudan nilai-nilai tertentu dari kehidupan manusia itu sendiri.  Bisa dikatakan  keramik ini sebagai “keramik bebas”  yang pembuatannya tidak terikat oleh kegunaan  atau fungsi pakai tertentu, tetapi muncul sebagai karya itu sendiri.                                                                                                                                   
               Pencetus gaya ini, seperti L’art pour l’art  atau “seni untuk seni”  adalah seorang Perancis yang bernama Thephile Gautier (Lionella Venturi, 1964:237-266). Gautier bereaksi terhadap keadaan zamannya, dimana seni dimanfaatkan  untuk tujuan dan tendensi politik, komersial materialistik maupun moralistik. Ia menginginkan agar seni “dimurrnikan”, dinikmati dan dihargai bukan karena alasan lain diluar seni itu sendiri. Demikian pula yang terjadi pada zaman LEKRA, dimana politik adalah sebagai panglima, maka seni harus mengabdi kepadanya. Seni yang “murni” harus bebas propaganda dan tendensi di luar seni. Demikian pula kehadiran “seni murni” dalam keramik, merupakan suatu perwujudan yang original dan mengandung kejujuran emosional secara individual, berdiri sendiri, secara khusus bereksistensi mandiri, merupakan proyeksi preferensi, apresiasi dan kesadaran akan nilai-nilai kehidupan dan kepribadian, baik secara rasional maupun irasional (intuitif).
               Pembuatan keramik “seni murni” mempunyai maksud untuk mengkomunikasikan pemikiran atau penyampaian ekspresi melalui bahasa rupa, lewat bahan, tekstur, warna, bentuk, ruang, bidang, garis, simbol dan lain sebagainya, yang menjadi suatu susunan dan dapat membangkitkan masyarakat apresiasi. Pembuatan keramik jenis ini atas dasar kesenangan dan telah menjadi ciri khas yakni dibuat dalam jumlah terbatas, bahkan sebagai benda satu-satunya di Dunia. Dengan demikian kehadiran “seni murni” ini patut untuk diperhitungkan dan direnungi sebagai manifestasi kebudayaan bangsa, sebagai bagian dari kehidupan, yang juga ikut berperan dalam mencerdaskan masyarakat, dapat sebagai media untuk menyalurkan hasrat, emosi atau ekspresi atau pikiran sehingga kehidupan menjadi selaras  dan seimbang, baik material maupun spiritual.  Lebih lanjut pada perkembangannya, seni keramik murni tidak lagi terkotak-kotak, bersifat universal, bebas dan hidup dalam dinamika masyarakatnya. Berikut beberapa contoh karya seni murni dari beberapa keramikus.
             Memperhatikan karya Robert Milnes, seorang guru besar keramika di  Edinbiro State  College, Pennsylvania, Amerika ini,  yang mengolah bentuk dan warna yang diulang-ulang sebagai unit-unit dengan perubahan posisi dan posisi yang memutar, dalam ruang atau lingkungan tertentu, sebagai sebuah konstruksi sistematis seakan sifat antar hubungan seperti yang terlihat pada karya berjudul “Clip”. Suatu kemampuan untuk mengubah-ubah posisi tertentu dari bentuk simetri dasar, bentuk geometris dalam ruang yang dianggap tidak “naik” dan tidak “turun”. Suatu ungkapan yang sangat pribadi sekali. Akhirnya semua itu dikembalikan kepada masarakat apresiasi, untuk dinikmati, ditonton, ditafsirkan atau dikritik. Perjalanan dari tahapan proses pembuatan seni sangat menarik untuk disimak, karena akan memberikan berbagai pengalaman batin dan juga inspirasi dalam proses kreasi yang menunjukkan bagaiman seorang seniman mendalami seni dan materi keramik sebagai media ekspresi atau komunikasi. 
         Pada karya Kimiyo Mishima, dari Jepang, yang  merupakan keramik kontemporer Jepang, yaitu dengan mencetak berbagai bahan seakan realistis mengingatkan akan kejadian dan kehidupan sehari-hari seperti  adanya sobekan kertas koran dan majalah serta kadus bekas  yang berantakan, telah berhasil melepaskan diri dari bentuk keramik tradisional yang terikat fungsi. Suatu peniruan yang lihai dari Kimiyo, terlihat ketelitiannya dari tulisan, iklan serta karakter kertas dan karton sangat kuat ditampilkan, menunjukkan Ia sangat dekat dengan kehidupan lingkungan sehari-hari. Penguasaan teknologi dikuasai Kimiyo sehingga mendukung karya-karyanya sebagai ungkapan atau ekspresi pribadi yang selanjutnya untuk direnungi bersama.
               Keramikus Jepang lainnya, seperti Takako Araki, yang mencoba mengekspresikan citra dari sebuah kitab suci injil, sebagai simbol, yang digambarkan lapuk dimakan waktu atau usia pada era-nuklir dan komputerisasi. Ia mencoba mengkomunikasikan pandangannya terhadap suatu keadaan di zamannya, dimana ketidak acuhan masyarakat akan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai kebenaran yang dirasakan mulai menipis. Pencarian akan nilai kebenaran dan kebaikan  dirasakan jauh dan berdebu ditelan zaman. Suatu peringatan yang terasa menggelitik, membawa penonton tertegun sejenak dan kemudian terhentak setelah merenunginya, ada apa yang terjadi dalam kehidupan ini. Bentuk yang sangat mirip detail dari kitab injil yang dimakan bubuk ini, menunjukkan Takako begitu sensitif perasaannya dalam penampilan karakter bahan dan penuangan ide-idenya.
Keramikus asal Indonesia yaitu Hildawati Siddharta, alumni ITB yang staf pengajar di IKJ Jakarta ini, memanfaatkan lempengan-lempengan gerabah  dan porselin serta mengangkat karakter tanah liat. Pada karya-karyanya ada yang menampilkan bola-bola porselin,  pecahan-pecahan  keramik (kepingan), rekahan tanah, robekan, yang smuanya khas karakter tanah liat. Karya keramik bebas “tanpa judul”, Ia mencoba menangkap moment dramatik sesaat dalam kehidupan, terasa sebagai suatu keberanian untuk mengungkap sesuatu fenomena kehidupan, seperti kejutan dari letusan bola keramik, retakan dan robekan lempengan tanah, pecahnya benda keramik kesayangan menjadi kepingan, semua itu diangkat menjadi sebuah “konsep” dari susunan karya seni.  Menurut Bambang Sapto, dan Hardi (Kompas & Pikiran Rakyat terbitan 1978) Hilda mengajak untuk  memurnikan karya melalui wujud serta bahan dalam konsep karya seni rupa, yang tak lepas dari jasa gerakan Seni Rupa Baru Indonesia.  Ia tak ingin mengarahkan penonton dengan memberi judul dan berharap karya itu sendiri dapat berkomunikasi dan orang bebas untuk berkomentar. Semakin banyak pendapat dan pandangan tentang karyanya, semakin dianggap berhasil. Tampak dalam karya-karya Hilda adalah penonjolan ekspresi dan jauh dari keindahan umumnya, seperti karyanya berupa pecahan dan kepingan keramik yang berserakan di lantai. Karya-karya Hilda kebanyakan sebagai karya “lingkungan” yang  memiliki kesadaran ruang yang tinggi, terlihat puitis, dan rapi dalam konsep. Ia trampil berkisah tentang bentuk, retak, pcah, hancur dan seterusnya. Puncak kekuatannya pada kepingan-pecahan, seolah situs arkeologi Dinas Purbakala. Kelemahan dan kekuatan atau kemampuan tanah liat diekspos kepermukaan, membuat rasa akrap dengan  alam dan lingkungan. Karya-karya dapat bereksistensi secara utuh dan mandiri, tidak lagi mempersoalkan  pengertian  cantik, molek, indah, komersil, fungsi pakai dan lainnya. Sebagai karya konseptual sebagai manifestasi seni modern. Keramikus yang berasal dari Probolinggo-Jawa Timur, alumni Keramik ITB yang menjadi pengajar di Kriya Keramik Universitas Udayana dan kini mengajar di ISI Denpasar, cenderung mengolah bentuk silinder yang kemudian  dengan imajinasinya menyusun bentuk  yang baru dengan menekan pada bagian tertentu, menarik benda saat plastis (lembab) dan menorehnya serta  mengiris bagian-bagian tertentu menjadi bentuk ekspresi yang memiliki ritme atau gerakan yang ekspresif.

Seni Keramik Pakai dan Keramik Teknis

             Keramik pakai  dibuat untuk  tujuan yang bersifat praktis dan  fungsional, terutama untuk kebutuhan sehari-hari. Sebagai “seni pakai”  keramik jenis ini merupakan produk hasil dari suatu rancangan atau desain, baik untuk keperluan yang bersifat fisik atau material seperti peralatan rumah tangga ( wadah atau perabotan), maupun sebagai bahan dan komponen suatu rancang bangun. Keramik pakai bersifat umum denganj kegunaan khusus dan bervariasi, dimana setiap produknya mementingkan segi praktis dan fungsi yang optimal serta efisien. Karena bersifat umum yaitu untuk kepentingan masyarakat luas, maka  keramik pakai harus memenuhi standar industri yang berlaku di setiap negara. Kalau dalam negeri disebut Standar Industri Indonesia ( SII ) atau Standar Nasional Indonesia ( SNI ), ada pula Standar Industri Internasional yang berlaku, misalnya ISO, dll. Semua itu untuk melindungi kepentingan konsumen, apalagi kini telah ada undang-undang yang mengatur hal itu. Dan para pengusaha harus melaporkan secara kontinyu hasil produksinya ke Departemen terkait disamping untuk pengendalian mutu dan  pengontrolan serta sebagai obyek pajak.
            Benda-benda keramik pakai diproduksi oleh mesin-mesin (pabrik) yang menghasilkan produk  massal dengan bentuk serupa (standar) dan diawasi oleh pemerintah atau lembaga konsumen. Hal-hal yang tercantum dalam SII atau SNI biasanya meliputi ruang lingkup dan prosedur, definisi, klasifikasi, cara pengambilan contoh (sample), cara uji, syarat lulus uji, syarat penandaan, cara pengemasan, dilengkapi dengan tabel-tabel dan gambar-gambar. 
         Untuk dapat bersaing dipasaran, produk keramik pakai menawarkan keterjangkauan (murah), kepraktisan, pemenuhan kebutuhan dan perlindungan konsumen. Karena itu harus direncanakan sedemikian rupa memperhatikan segi keamanan atau keselamatan, kenyamanan, kebersihan atau kesehatan dalam pemakaian produk. Pertimbangan lainnya dalam mendesain adalah dari sudut pandang ekonomi, sosial, budaya, fisiologis (ergonomi), psikologi, teknologi dan estetikanya.
            Seni keramik pakai dalam memenuhi tuntutan fungsinya menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut ini: a) Bentuk sesederhana mungkin dan estetis atau indah; b) Bentuk pakai yang dihasilkan minim dari unsur ekspresi dan imajinasi; c) Dapat menampilkan keindahan yang mengikuti fungsinya; d) Keindahan muncul dengan sendirinya secara wajar disaat benda tersebut dipergunakan; Dan terakhir, e) Adanya hubungan antara barang dengan sipemakai.
            Pada contoh closet (lihat foto) dengan alternatif pengehematan air, dengan memberikan suatu perbandingan data pemakaian air sebagai daya tarik pemakai, sebagai suatu penawaran akan efisiensi. Untuk itu para desainer dituntut untuk peka terhadap prinsip kebutuhan dan pertimbangan pasar, selalu mempelajari dan menganalisa dalam rangka menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih bermutu serta lebih efisien. 
                Kebutuhan masyarakat senantiasa berkembang dan semakin kompleks sifatnya, maka desain-desain alternatif dan baru selalu akan mengikuti.  Contoh lainnya yaitu desain perlengkapan mandi dari porselin (lihat foto), wastafel, urinoir dan lain-lainnya, dimana bentuknya juga bervariasi sebagai pilihan (alternatif). Dalam hal ini konsumen bebas memilih sesuai dengan seleranya, baik bentuk, ukuran, warnanya dan harganya. 
            Seringkali terjadi, benda pakai ini jarang dipergunakan karena bentuknya teramat indah atau hiasannya (dekorasi) berlebihan, sehingga fungsinyapun beralih menjadi benda pajangan di ruang tamu, tidak sesuai dengan fungsi sebenarnya. Tampaknya tanggungjawab desainer cukup besar dan penting, terutama pada masyarakat konsumen, produsen dan kesempatan kerja. Sudah selayaknya hasil karya desainer dihargai dan layak diberi perlindungan seperti yang diatur dalam Undang-undang HaKI  ( Hak akan Kekayaan Intelektual) seperti Hak Cipta, Paten, Produk Industri, dllnya.
            Demikian pula keramik yang bersifat teknis, termasuk dalam seni keramik pakai dengan penekanan khusus sebagai bagian dari keperluan desain atau rancangan teknis tertentu, bisa berupa material multifungsi, dapur suhu tinggi dan pengecoran, komponen konstruksi, tata laksana pembuatan gigi palsu porselin, bahan-bahan bangunan (lihat foto) dan peralatan elektrik seperti sekring, kompor, penyaring air, fitting dll.  Pengembangan IPTEKS material,  merupakan tim proyek yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti pembuatan rotor turbo-charger atau onderdil mobil (lihat tabel 3), penyaring air minum (ceramic filter) dan busi motor (lihat gambar 30), pembuatan I C piranti elektronika dan komputer (pewadahan) dll.  Pada keramik yang bersifat teknis, desain harus disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsi serta sistem teknologi yang dikehendaki tim proyek (bersama). 

Seni  Keramik  Kerajinan

            Keramik kerajinan memiliki ciri khas sebagai pekerjaan tangan (handicraft) yang termasuk  kriya (craft).  Sedangkan “kriya” atau “kria” yang berasal dari kata “creat”  ini bahasa Sansekertanya berarti “kerja” dan bahasa Jawanya “pakaryan” dan masyarakat pada umumnya menyebut sebagai “kerajinan”. Jika diurai dari akar keilmuannya, masih terus terjadi perdebatan dikalangan praktisi maupun akademisi bidang seni rupa. Bidang kriya atau kerajinan ini menjadi ajang perebutan antara masuk disiplin ilmu seni murni atau desain sehingga muncul istilah “kriya seni”, “kriya desain” atau “seni kriya” dan “desain kriya”. Karena kriya memiliki fleksibilitas yang tinggi, bisa berupa kecendrerungan-kecenderungan, berada ditengah-tengah dan tergantung dari kedudukan dan wawasan yang dipergunakan,  yang bisa berada di wilayah atau kubu dari seni murni atau seni pakai (seni terapan /desain). 
             Sudarso SP, mengatakan bahwa seni kriya adalah cabang seni rupa yang sangat memerlukan kekriyaan (craftmanship) yang tinggi, seperti ukir kayu, keramik dan anyaman, dsbnya (1988:14). Sedangkan Wardiman Djoyonegoro, Mendikbud R.I. dalam sambutan Pameran Seni Terapan 1994, menyatakan bahwa seni tersebut tidak hanya mengandalkan kerajinan dan ketrampilan tangan, melainkan hasilnya mengandung makna sebagai karya cipta seni yang kreatif dan inovatif. Seni kriya pada hakekatnya tertuju pada penekanan bobot kekriyaan (craftsmanship) yang memungkinkan lahirnya nilai seni terapan dalam bentuk ekspresi baru sesuai tuntutan budaya masa kini. Seni keramik kerajinan ini sering pula disebut sebagai “seni rakyat” karena pendukungnya banyak dari rakyat biasa dan disebut “seni tradisional” karena banyak menghidupkan seni-seni tradisional, Juga disebut pula “industri rumah-tangga” atau home-industry yang memproduksi secara terbatas dengan peralatan sederhana. Dan disebut sebagai “seni ladenan” karena sering membuat atau melayani pesanan, yang segala sesuatunya (sedikit atau banyak) ditentukan oleh pemesan, baik motif, bentuk, warna, desain maupun teknologinya. 
              Barang-barang kerajinan bisa saja dipakai untuk kegunaan tertentu, tetapi bukanlah tujuan yang utama. Seringkali hadir sebagai benda yang bersifat dekoratif atau cenderamata. Karena ketidak jelasan batasan dari seni keramik kerajinan ini, terjadi perpaduan antara seni seni pakai, seni murni dan seni kerajinan. Untuk menciptakan seni kerajinan keramik yang khas, diperlukan wawasan agar dapat mendudukkan posisinya secara mandiri dan dapat mengembangkan ciri-ciri yang menonjol dari visualisasi  kegiatan kriya tersebut. Ciri khas yang sangat menonjol dari seni keramik kerajinan ini adalah mengutamakan segi keindahan (dekorasi) yang menghibur mata , sebagai pajangan, pekerjaan tangan-tangan trampil luar biasa dengan produksi terbatas (manual-tradisional). Prinsip dasar dari seni keramik kerajinan ini menampilkan hal-hal berikut: a) Bentuknya indah; b) Dapat difungsikan sebagai benda pakai, tetapi bukan menjadi tujuan yang utama; c) Fungsi benda mengikuti bentuk dan keindahannya; d) Sebagai benda dekoratif atau aksesoris atau cenderamata (souvenir) atau pajangan; e) Dibuat dengan tangan-tangan trampil sebagai perkerjaan tangan tardisional; f) Menampilkan unsur-unsur seni tradisional atau ciri kas daerah; g) Memperlihatkan sifat-sifat rajin, tekun, sabar, rumit, artistik, trampil, halus dan unik; Dan terakhir, h) Dapat menjadi tradisi (mentradisi) sebagai kepandaian yang turun-temurun atau diwariskan.
              Banyak kalangan merasakan bahwa Seni kerajinan sebagai pengulangan-pengulangan bentuk yang sudah ada, baik yang tadisional atau yang klasik, dan pada umumnya memperlihatkan atau mempertahankan nilai-nilai lama. Kerajinan juga nenunjukkan konotasi negatif sebagai jenis suatu pekerjaan yang “mengulang-ulang” dari bentuk yang sama dan positifnya memiliki sifat “rajin” atau “teliti”. Kenyataan ini membuat perkembangan seni kriya termasuk lambat, terutama mengulang bentuk-bentuk yang laris dan laku dijual (selera massa) yang menambah kelambatan dalam pengembangannya, perubahan hanya sekitar bahan baku saja. Wiyoso Yudoseputro, ahli seni rupa, mengatakan dalam pengantar pameran seni terapan (1994) bahwa dalam pengembangan  seni kriya Indonesia sebagai seni terapan masa kini, diharapkan mampu menampilkan nilai-nilai guna baru berdasarkan imajinasi dan daya kreasi atau ekspresi para perupa. Kecenderungan untuk memandang produk kriya sebagai hasil produksi massal dan karya ulang sering mengecilkan arti dari kandungan nilai sebagai karya seni terapan. Lebih lanjut Wiyoso mengharapkan lahirnya bentuk-bentuk baru dan orisinil tanpa harus mengulang-ulang kaidah seni lama yang tidak sesuai dengan kebutuhan budaya masa kini. Jadi makna dasar kriya tertuju pada penekanan pada “bobot kekriyaan” (craftsmanship) yang melahirkan nilai seni terapan baru sesuai tuntutan zaman. Ciptaan-ciptaan tangan ini sering “ jatuh “ sebagai benda “iseng” atau kitsch tanpa arti, tanpa tujuan yang jelas, yang tidak lagi menarik bagi orang yang memiliki intelektualitas tinggi dan bagi mereka yang haus akan arti kehidupan dan ilmu pengetahuan.  Namun demikian sentuhan tangan-tangan trampil ini justru merupakan daya tarik terbesar, karena menghasilkan barang yang tidak kaku  dan “dingin” seperti buatan mesin, terasa “hangat” dan akrab serta sangat manusiawi. Walaun di zaman teknologi komputer canggih seperti sekarang ini dimana dapat dengan mudah memprogram barang dengan baik, indah dan sempurna, namun tetap saja berkesan “idak hidup” serta jauh dari manusia dan “kering” akibat buatan mesin-mesin. Kerinduan manusia modern terhadap sentuhan tangan, membuat seni lama hidup kembali atau mengalami perubahan dan pengembangan atau ada semacam himbauan untuk “kembali ke alam” ( back to nature).
              Benda-benda kerajinan, apabila difungsikan sebagai benda pakai belum tentu mengikuti standar mutu yang telah ditetapkan pemerinta dalam (SII atau SNI), karena dibuat dengan tangan yang sulit dikontrol dan sering terjadi penyimpangan-penyimpangan serta bukan buatan mesin (pabrik) yang mudah diawasi. Umumnya produk jenis ini dibuat dengan peralatan sederhana (manual) dan bahan bakunya dibuat berdasarkan pengalaman semata, bahkan hanya berdasarkan perasaan belaka; Sehingga proses pengerjaannya terkadang tidak terencana dan tidak tercatat pula serta tidak mudah untuk dikendalikan.  Semua itu berdasarkan kepekaan semata, yang berdampak negatif, dimana kemungkinan produk dapat membahayakan (keracunan,dll) bagi kesehatan  atau keselamatan konsumen maupun perajin itu sendiri, terutama penggunaan bahan-bahan yang beracun untuk tempat makanan dan minuman (cairan). Untuk itulah pemerintah diharapkan dapat membuka unit-unit pelayanan teknis dan bahan baku yang siap pakai, yang pengelolaannya dapat diserahkan kepada swasta atau instansi terkait.
              Hasil karya keramik kerajinan yang bermutu tinggi adalah dambaan, perajin dituntut untuk memiliki citarasa yang tinggi, ketrampilan yang tinggi, dapat mengembangkan seni lama dengan citarasa baru, unik dan eksklusif, dan hasilnya tentu tidak mustahil menjadi duta-duta seni dan budaya bangsa yang membanggakan. Kebutuhan artistik dan estetik baru dalam kriya masa kini menjadi tugas pakar-pakar  seni dan kriyawan sehingga produknya menjadi komoditi ekspor non-migas yang handal serta mampu bersaing di pasar global.

email: goesmul@gmail.com & agusmulyadiutomo@yahoo.co.id
blogspot.goesmul.com / Hidup dan Seni


Tidak ada komentar:

Posting Komentar