Ole Agus Mulyadi Utomo
Perkembangan keramik setelah
memasuki masa kemerdekaan tumbuh dari dua “rahim”, yaitu dari sektor industri
baik besar dan kecil (industri rumah tangga), maupun dari kreator perorangan
yang kebanyakan dari kalangan seniman dan akademisi (pendidik senirupa). Perguruan tinggi senirupa banyak melahirkan
keramikus-keramikus muda yang mengangkat citra keramik tradisional menjadi
keramik modern yang eksklusif dan menarik.
A. Keramik Industri Padat Modal
Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia pada tahun 1945, sektor industri mulai ditumbuhkan. Namun
masa itu situasi masih belum aman dan masih berlangsung perjuangan fisik dalam
rangka mempertahankan kemerdekaan. Keadaan ini, membuat banyak pegawai dari
Balai Penelitian Keramik di Plered mengungsi ke Jawa Tengah dan meneruskan
usahanya di Kebumen.Ada pula yang pergi mengungsi ke Yogyakarta dan oleh
pemerintah ditampung dengan mendirikan Balai Penelitian Keramik disana. Karena
tidak sesuai dengan kondisi Yogyakarta, maka Balai Penelitian lalu dipusatkan
di Bandung. Laboratorium keramik di Bandung pada tahun 1950 dikembangkan dan
ditingkatkan fungsinya menjadi Balai Penelitian Keramik, yaitu mengembangkan refractory, gelas, ubin keramik,
porselin, isolator listrik, saniter dan keramik baru lainnya. Kegiatan lain
dari Balai Penelitian Keramik Bandung ini adalah mendidik kader-kader perajin
dan pengusaha, kursus-kursus singkat maupun yang berjangka waktu sampai dua
tahun. Namun demikian karena, karena perekonomianj masih sulit dan lemah dari
tahun 1950 sampai tahun 1960 baru merupakan tahapan dalam mentransfer ilmu
pengetahuan dan teknologi keramik dan belum banyak berdiri industri yang besar.
Industri keramik halus di Indonesia baru dimulai pada tahun 1950-an, yang
menghasilkan barang-barang rumah tangga dan benda hias. Saat itu bahan baku
didatangkan dari luar negeri. Sejak tahun 1953 barang porselin mulai diproduksi
dan tahun 1955 telah memanfaatkan bahan baku dari dalam negeri, yakni setelah
diketemukan bahan kaolin dan kwarsa di Bangka dan Belitung.
Pada tahun 1953 di Belitung,
seorang yang bernama Oie Jong Tjioe,
sarjana Hukum lulusan Leiden Belanda, mendirikan perusahaan (pabrik) keramik
putih yang pertama di Indonesia dengan nama “Keramika Indonesia Asosiasi” atau “KIA” yang berada di Belitung, karena Oie melihat deposit kaolin
melimpah disana dan sekaligus memperistri wanita asal Belitung. Dua puluh tahun
kemudian sebuah perkumpulan pengusaha keramik yaitu Asosiasi Aneka Keramik Indonesia atau ASAKI yang terbentuk tahun 1972, memberi gelar Oie (panggilan Oie Jong Tjioe) sebagai Bapak Industri Keramik Indoneia atas keperintisannya. Pada tahun
yang sama (1972) Oie Jong Tjioe
memperoleh Satya Lencana Pembangunan
dari Menteri Perindustrian yang ketika itu dijabat oleh M. Yusuf.
Ketika Mohammad Hatta menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia,
dimana usia R.I. masih sangat muda,
beliau seringkali melakukan perjalanan keliling nusantara melihat potensi yang
dapat dikembangkan demi masa depan bangsa; Maka Bung Hatta pun melihat keramik
mempunyai nilai ekonomis dan perludihidupkan kembali. Pada akhirnya pabrik
keramik peninggalan Belanda di Sukaraya (Jawa Tengah) dan di Tulungagung (Jawa
Timur) dibuka kembali sebagai Perusahaan
Industri Daerah atau Pinda dan
yang berada di Belitung pengelolaannya diserahkan kepada swasta yakni KIA. Semua itu atas saran Bung Hatta
yang meminta agar industri tidak dipusatkan di Pulau Jawa dan ada KIA di Sumatera. Sejak itulah dari tahun 1956 hingga tahun
1960 banyak didirikan perusahaan negara, baik perusahaan induk maupn
pengelolaan bahan mentah dan peralatan rumah tangga. Perusahaan negara tersebut
pada akhirnya banyak yang menjadi perusahaan daerah atau PINDA.
Namun demikian , pada tahun 1960
sampai 1965 merupakan tahun-tahun sulit dan masa “kelesuan keramik Indonesia”.
Saat itu faktor keamanan dan ekonomi Indonesia masih dalam keadaan belum
stabil. Keramik sebelum masa Orde Baru
dirasakan seperti hidup dan mati, karena kesulitan akan bahan baku, suku
cadang, transportasi, pemasaran, pengelolaan , tenaga-tenaga trampil dan tenaga
ahli. Dari tahun 1965 hingga tahun 1970 perkembangan Industri keramik masih
sangat suram; Produksi sulit ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya,
sehingga barang-barang rumah tangga masuk dari Republik Rakyat China (RRC) dengan sangat derasnya, dengan
mutu yang tinggi dan harganya juga rendah (murah). Barang-barang
impor masa itu mewarnai pasaran dalam negeri.
Kebangkitan keramik Indonesia
diawali dengan KIA bekerjasama
dengan pabrik Sphinx dari Belanda
pada tahun 1968. Kemudian titik terang dunia industri keramik Indonesia
kelihatan hasilnya dengan adanya Undang-undang Penanaman Modal Asing tahun
1970. Tonggak kebangkitan industri keramik Indonesia bisa dikatakan dimulai
tahun 1970-an, ketika dikembangkan fasilitas penanaman modal asing dan dalam
negeri atau adanya PMA dan PMDN, terutama industri keramik halus
yang baru dikembangkan. Dimulainya PELITA
Pertama investasi modal asing mengalir ke Indonesia yang sangat mendukung
terhadap perkembangan industri keramik. Selain itu, kebijakan pemerintah R.I. untuk memproteksi terhadap
barang-barang keramik impor sangat
membantu pengembangan keramik di Indonesia dan yang terpenting lagi stabilitas
politik, keamanan dan ekonomi semakin baik. Hal tersebut terbukti dari daya
beli masyarakat Indonesia semakin baik dan meningkat akibat pembangunan
disegala bidang kehidupan. KIA yang
bernaung dalam Ongko Group mendatangkan
mesin-mesin baru dan modern dari Belanda serta mengirimkan tenaga kerja untuk
mempelajari pengetahuan dan alih teknologi keramik. Pengiriman tenaga kerja ke Belanda ini dengan
suatu harapan agar bisa menjadi kader-kader
perkeramikan di Indonesia. KIA
yang bekerjasama dengan Departemen Perindustrian R.I. telah melahirkan
tenaga-tenaga ahli keramik sebanyak 64 orang yang kemudian disebar keberbagai
pabrik atau industri keramik yang ada di Tanah Air Indonesia.
Pernah terjadi di Indonesia pada
tahun 1962, masuk secara besar-besaran keramik Jepang ke Indonesia dengan merek
TOTO, sebagai bagian dari pampasan
perang. Pemerintah Jepang mengirim keramik TOTO
untuk membangun Hotel Indonesia, Ambarukmo Palece Hotel, Samudra Beach Hotel
dan Bali Beach Hotel, Sarinah dan Gelora Senayan. Tak heran hingga kini TOTO
masih menjadi “market leader” di
Indonesia dengan nama perusahaan Surya
Toto Indonesia, sebagai perusahaan patungan antara TOTO Ltd dan CV. Surya serta
Kashima di Tangerang (Jabar) pada
tahun 1978. Tersebutlah nama Mardjoeki
Atmadiredja, adalah Presiden Komisaris
Multi Fortuna Group yang pada tahun 1968 memperoleh hak keagenan tunggal
produk saniter merek TOTO Limited
Jepang. PT. Surya Toto Indonesia atau STI
ini begitu pesat berkembang dan menjadi perusahaan industri saniter terbaik dan
terbesar di Indonesia. Pada tahun 1989 STI ini merupakan satu-satunya industri
saniter yang sudah go public. Prestasi yang
mengesankan ini membawa nama Mardjoeki
identik dengan TOTO dengan julukan “Raja Saniter” (Kompas, 4-8-1995).
Produk STI menguasai pasar di dalam
negeri Indonesia hampir 50%. Juga perusahaan ini memasuki pasaran internasional
dengan mengekspor produknya ke Taiwan, Malaysia, Amerika Serikat dan beberapa
negara di Asia Pasifik lainnya. Mardjoeki dengan Multi Fortuna Groupnya membawahi 11 perusahaan yang berhubungan
dengan industri bahan-bahan bangunan dan bisnis properti.
Dalam rangka pengembangan
industri, Balai Penelitian Keramik
di Bandung, mengadakan penelitian dan pengembangan teknologi keramik serta
pembinaan dalam pemakaian mesin-mesin atau peralatan, proses produksi dan
pemakaian bahan baku, terutama untuk keramik halus, keramik berat dan mortar,
gelas, email dan keramik yang bersifat khusus. Di samping itu lembaga ini
menyusun dan mengeluarkan suatu konsep standar mutu yang disebut Standar Industri Indonesia ( SII ) untuk produk-produk hasil
industri keramik. Juga memberi saran, informasi, konsultasi, bantuan teknik,
pendidikan dan latihan kepada masyarakat dan industri. Dampaknya membuahkan
hasil, industri keramik Indonesia semakin tumbuh dan berkembang,
perusahaan-perusahaan baru mulai bermunculan, seperti pabrik keramik di
Purwokerto, Mayong, Tulungagung, pabrik semen di Gresik, Cibinong dan Tonasa, pabrik-pabrik gelas dan kaca di
berbagai kota.
Usaha pengembangan pabrik-pabrik
keramik di Indonesia sangat memungkinkan, karena bahan mentah yang cukup
melimpah, terutama kaolin yeng
terdapat di Pulau Bangka, Beliton, Jawa dan Kalimantan Barat. Lalu feldspar terdapat di Lampung dan Lodoyo
(Malang). Batu kapur dan tanah liat banyak terdapat disetiap daerah. Magnesite, dolomite, chromite bisa
diperoleh di Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara dan Flores Timur. Namun
demikian masih belum banyak perusahaan yang memurnikan dan menyiapkan bahan
mentah menjadi bahan baku siap pakai. Industri kaolin yang diproduksi PT. Kaolindo, anak perusahaan PT.Timah di Pulau Beliton, hasil
produksinya banyak yang terserap kepasaran Jepang dan sebagian kecil diekspor
ke Philipina, Korea Selatan dan Sabah serta pasaran dalam negeri. Pulau Batam
pada akhirnya menjadi final processing zone kaolin yang diproduksi
Bangka dan Beliton.
Industri keramik di Indonesia
tampak berkembang seperti keramik putih terdapat di Purwokerto Jateng),
Tanjungpandan (P. Beliton), Bandung (Jabar), Malang dan Probolinggo serta Tulungagung (Jatim). Dan industri gelas yang terdapat di Surabaya,
Jakarta, Medan, dan Semarang. Pabrik bata tahan api dan semen api serta chamotte terdapat di Bandung, Mayong,
Surabaya dan Malang. Industri bahan
bangunan dari keramik terdapat di Surabaya, Sidoarjo, Semarang, Malang, Tangerang,
Bandung, Kebumen, Medan, Ujung Pandang, Belitung dan Bogor.
Barang-barang pecah-belah seperti
peralatan rumah tangga yang berupa piring, gelas-cangkir atau benda tableware
mencapai puncak pemasaran atau “Boom” pada tahun 1973 dan 1977.
Barang-barang saniter mencapai puncak
penjualan atau “Booming” pada tahun 1980. Sedangkan puncak pemasaran ubin
keramik (tegel dinding dan lantai) pada tahun 1977 dan 1982. Dengan meningkat
dan pesatnya perkembangan industri keramik, maka pada tahun 1980 Balai Penelitian Keramik di Bandung
ditingkatkan pula menjadi Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Industri, Departemen Perindustrian R.I. yang
disingkat BBK Bandung.
Dalam kurun waktu dua dasawarsa
yang terakhir, sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi, maka
produk-produk keramik tidaklah begitu
tertinggal dengan industri bidang yang berbeda. Pembangunan dengan penekanan
pada ekonomi ( PELITA Ketiga) dan pada industri (PELITA Keempat) memberikan dampak yang
sangat luas dan positif kepada peningkatan pendapatan, kesehatan dan
kesejahteraan masyarakat. Ini memberikan pengaruh terhadap kebutuhan-kebutuhan
masyarakat, yaitu pembangunan rumah dan gedung-gedung yang juga berkembang,
desain-desain baru dengan mutu barang lebih baik serta kebutuhan akan cita-rasa
“seni” atau keindahan yang lebih tinggi dan meningkat. Masyarakat sejak tahun
1976 -1977 sudah memiliki kemampuan untuk membeli barang-barang keramik dari
perkotaan hingga ke pedesaan.
Menurut data dari
ASAKI pada tahun 1984 orang
Indonesia mengkonsumsi keramik 1,3 kilogram pertahun. Sedangkan negara maju
mencapai 10 sampai 20 kilogram pertahun.
Pada tahun 1983 telah diproduksi 13,3 juta meter persegi ubin untuk
lantai dan dinding. Dan pada tahun 1984 tercatat 650.000 unit saniter yang
diproduksi oleh 13 pabrik keramik keperluan bangunan yang tergabung dalam ASAKI dengan menyerap tenaga kerja
15.000 orang. Pabrik yang cukup besar diantaranya adalah Lucky yang memproduksi
keramik pecah-belah sebanyak 167 juta buah pada tahun 1972. Pabrik lainnya yang
cukup besar adalah Jatikusuma Indah di Sidoarjo, Serinco Djaya Marmer
Industries atau Super Italia, Industri Keramik Mutiara, Asia Victory Industri
atau Asia Tile, Keramik Diamond Indah, Mulia Ceramics, Danto Indonesia (DIT)
dengan merek DK, Saki dan Paolo di Probolinggo, Ina Seito (kerjasama Jepang),
Indo American Ceramics (kerjasama KIA dengan American Standart) dan Industri
Keramik Angsa Daya atau IKAD.
Teknologi telah membawa kemajuan-kemajuan, banyak mesin-mesin industri yang
dirancang di dalam negeri dengan mutu yang baik, seperti ballmill, mesin press, extruder, brander, tungku dan lain
sebagainya. Kini hasil-hasil industri keramik produksi Indonesia telah banyak
diekspor ke berbagai negara dengan mutu standar, seperti Singapura, Hongkong,
Jepang, Australia, Amerika Serikat, Italia, Belanda, RRC, Inggris, Malaysia,
Negara Timur Tengah dan lainnya.
Yang menarik dari hasil industri
keramik untuk bangunan ini adalah pembangunan proyek Teater IMAX Keong Emas di Taman Mini Indonesia Indah, dimana tegel
untuk melapisi dinding yang berbentuk keong dengan struktur yang rumit. Ide Tien
Suharto ini didukung Joop Ave
untuk memberi lukisan pada tegel keramik dengan teknologi granito berujud Legenda Keong Emas yang bekerjasama dengan seniman
dan pelukis Soekirno dan Adam Lay. Kemampuan orang Indonesia
membuat keramik-lukisan yang pertama dan besar itu, membuat ahli keramik dari
Italia heran dan kagum, sehingga dapat dianggap sebagai karya “masterpiece” Tekman dari Keramik Diamond. Setelah sukses dengan Keong Emas yang
besarnya 10 X 15 meter itu, keramik Diamond menangani karya yang lebih besar
lagi dengan luas 496 meter persegi yang telah menghiasi bagian depan dari
gedung Graha Pemuda di Senayan Jakarta. Keduanya merupakan karya agung bangsa
Indonesia yang memperoleh pengakuan International, karena pembuatannya harus
menguasai seni dan teknologi secara baik dan merupakan suatu kerjasama yang
kompak dan serasi. Perusahaan
Korea Selatan yang terkenal, yaitu Han
Kook Chinaware Ltd., telah melakukan investasi di Indenesia dengan
memproduksi keramik rumah tangga yang bahan-bahannya memanfaatkan campuran
tanah liat dengan tulang-belulang sapi. Melalui fasilitas PMA lalu menjadi PT
Han Kook Ceramik Indonesia ( HCI ),
sebagai industri keramik yang pertama di Indonesia dan yang kedelapan di Dunia
yang memanfaatkan tulang sapi. Adapun ketujuh
negara lainnya yang memanfaatkan tulang adalah seperti Inggris, Jerman, Cina,
Perancis, Swedia, Jepang dan Korea sendiri. Pabrik ini dibangun pada bulan
Agustus 1991 di Tangerang, Jawa Barat dan produksi pertamanya dimulai bulan
Agustus 1992 dengan perincian 65% hasil produksi untuk pasar luar negeri dan 35
% untuk dalam negeri. Pasar luar negeri yang potensial adalah Norwegia,
Afganistan, Korea, Taiwan, Australia, Singapura, Nigeria, USA, Swedia dan
Italia. Komposisi kepemilikan modal HCI ini
adalah 80% Han Kook Chinaware dan 20% oleh PT. Indomas Tata Perdana. Perusahaan
HCI ini juga melakukan transfer teknologi, dengan mengirimkan tenaga
sebanyak 60 orang untuk belajar dan bekerja setiap angkatan ke Korea.
B. Organisasi dan Lembaga
Profesional
Pada
tahun 1972 hingga tahun 1986 terbentuk beberapa organisasi seperti asosiasi,
himpunan, kelompok atau group serta lembaga baru dibidang perkeramikan antara
lain sebagai berikut:
a) A S A K I
Asosiasi Aneka Keramik Indonesia yang disingkat ASAKI, terbentuk
pada tanggal 22 Nopember 1972 di Kota Bandung. Kelahirannya diprakarsai oleh Danubroto yang saat itu menjadi
pimpinan Balai Keramik Indonesia.
Pada saat itu industri keramik belumlah berkembang seperti sekarang ini dan
anggotanya terdiri dari para pejabat pemerintah, Institut Riset yang ada dan
pengusaha industri keramik yang masih langka. Ketua ASAKI yang pertama adalah Danubroto
sendiri dengan Komisaris terdiri dari wakil-wakil pabrik keramik dan institusi
pemerintah terkait dengan industri keramik. ASAKI menjadi anggota Ceramic
Industrial Club of Asean ( CICA
) pada bulan Desember 1980. Pada bulan September 1981 berhasil memilih ketrua
baru di bawah pimpinan Ir.Thamrin Tedja
dari KIA. Kini anggota ASAKI sudah lebih di atas 100-an
perusahaan keramik yang memproduksi bata api, mosaik, genteng, keramik dinding
dan lantai, saniter, peralatan rumah tangga, super bata, refraktory, kaca-gelas, keramik teknis, keramik hias, prototype, eksprerimen produk (riset)
dan desain keramik.
b) The Geoceramic Group
Di samping ASAKI, terdapat pula suatu kelompok perhimpunan ahli-ahli keramik
yang disebut “The Geoceramic Goup” yang diketuai oleh Ir. Herman Setyadi, alumni Institut Teknologi Bandung. Perkumpulan
ahli-ahli ini menyiapkan data-data keramik dan menyusun data sumber daya alam
(SDA) serta data sumber daya manusia
(SDM) untuk meningkatkan dan mengembangkan dunia perkeramikan Indonesia.
c)
Himpunan Keramik Indonesia
Himpunan Keramik Indonesia atau ( HKI ) dibentuk pada tanggal 30 Oktober
1973. perintis HKI adalah kolektor
Museum Adam Malik yang bernama Sumarah
Adhyatman, seorang ahli keramik kuno. HKI
bernaung di bawah Yayasan Derita Cita dimana ketua
kehormatannya semula dipegang oleh Adam
Malik (alm Mantan Wapres RI).
Ketua harian
himpinan ini diserahkan kepada Sumarah
Adhyatman. Tujuan dari himpunan ini adalah untuk menggalakkan minat dan
perhatian masyarakat pada keramik seni dan terutama pada keramik kuno di
Indonesia dengan menyelenggarakan pameran-pameran dan penerbitan buku-buku
tentang keramik.
d) BPPT-UPT PSTKP BALI
Bermula dari keinginan dan usaha
pemerintah untuk mewujudkan ide pelestarian seni budaya Bali melalui keramik
tahun 1980-an, maka didirikanlah suatu lembaga resmi yang diberi nama Pusat Penelitian dan Pengembangan Seni
Keramik dan Porselin Bali atau disingkat P3SKP-Bali.
Lembaga ini
bertujuan untuk membina dan mengarahkan pemanfaatan potensi seni keramik Bali
yang ada. Disamping itu guna meningkatkan kegiatan dari masyarakat perajin
dalam rangka memperkuat kepribadian dan kebanggan nasional yang dapat pula
menunjang kegiatan pariwisata dan ekspor komoditi. P3SKP-Bali didirikan atas gagasan dari Menteri Ristek / Ketua BPP.
Teknologi Prof. DR. B.J. Habibie,
Gubernur KDH Tk.I Provinsi Bali Prof.
DR. Ida Bagus Mantra dan Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ida Bagus Oka. Peletakan batu pertama dari pembangunan
sarana dan prasarana lembaga ini dilakukan pada tanggal 17 Oktober 1981 oleh
Menristek yaitu Prof. DR. B.J. Habibie
dan operasional dimulai bulan September 1982, dengan fasilitas dari BPPT, Pemda Bali, Departemen
Perindustrian dan tenaga pelaksana dari Universitas Udayana. P3SKP-Bali dibangun di pulau kecil
bernama Tanah Kilap, termasuk kawasan Desa Suwung Kauh, Denpasar. Ketua
pelaksana pertama adalah Drs. I Made
Yasana, staf pengajar Jurusan Kriya
Keramik di PSSRD Universitas Udayana.
Kini lembaga ini dikelola murni dari BPPT
dan ditingkatkan menjadi Unit Pelayanan
Teknis atau UPT-PSTKP Bali, yang
melayani sampai wilayah Nusa Tenggara dan mahasiswa praktek.
e) Panitia Nasional Mineral dan Alumunium Silikat
Pada tahun 1986 telah terbentuk
Panitia Nasional Mineral dan Alumunium Silikat, yang berpusat di BPPT dan
bekerjasama dengan Departemen Perindustrian (sekarang Deperindag) dan Depdikbud
( sekarang Depdiknas) serta
Depdagri.
C. Pendidikan Keramik
Pendidikan keramik sebenarnya telah dilakukan yakni dimulai dari Taman
Kanak-kanak (membentuk dengan tanah liat atau plastisin), pendidikan Sekolah Dasar (keterampilan / prakarya),
Sekolah Lanjutan Pertama (SMP) dan Sekolah Lanjutan Atas (SMA) yang dimasukkan
dalam mata pelajaran “membentuk” atau “keterampilan” atau “senirupa”, baik
dalam kurikulum maupun dalam bentuk ekstra
kurikuler. Disamping itu, juga terdapat sekolah lanjutan atas kejuruan yang
khusus dibidang ini yaitu Sekolah Menengah Industri Keramik (SMIK) dan Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) yang sekarang masuk kelompok
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Penciptaan bentuk
/ wujud keramik ada hubungannya dengan
konsep “Seni” khususnya “senirupa”, karena menyangkut cara penyusunan unsur –
unsur sat – mata (element visual) dan
latar belakang atau tujuan dari pembuatan keramik yang menyangkut fungsi,
bahan, ekspresi dan kreativitas. Berdasarkan hal tersebut keramik juga
merupakan pendidikan ketrampilan atau kriya, seni dan desain.
Dari sudut ilmu pengetahuan
(Iptek), keramik bisa digolongkan dalam lingkup Silika Enjinering (Teknik Kimia) karena bahan materialnya merupakan
titik pusat perhatian dan karakteristiknya. Bisa digolongkan dalam lingkup Fisika Enjinering (Fisika Teknik) bila
ditinjau dari cara pemanasan/pembakaran.
Dengan demikian pengetahuan ilmu
keramik telah masuk dalam lingkup
bidang Teknik dan MIPA tetapi tidak secara khusus dan merupakan
bagian kecil dari ilmu kimia dan fisika. Iptek material yang kini meneropong
berbagai segi keramik modern, dari bahan mentah, bahan baku, pemrosesan sampai
dengan analisis dan penerapannya untuk rekayasa teknologi mutakhir. Juga
menyangkut teknik mikroskopi, sinar, analisis permukaan atas pemrosesan dan
simakan retakan – patahan, serta berbagai terapannya. Pendidikan tinggi keramik
di Indonesia cenderung berada dalam lingkup pendidikan senirupa, karena ilmu
bahan dan teknologi keramik di indonesia tertinggal jauh dengan Dunia Barat
serta kurang menonjol. Disamping itu ilmu senirupa yang cukup kaya dengan seni
tradisional Indonesia sangat lumrah memasukan keramik kedalam lingkup perguruan
tinggi seni, senirupa, kriya dan desain. Disamping itu dalam ilmu pendidikan,
keramik dimasukan dalam lingkup sastra dan seni. Perguruan tinggi yang
mengelola program studi keramik diantaranya adalah ITB, ISI Yogya, STSI Denpasar,
PSSRD Universitas Udayana Denpasar, Universitas Trisakti Jakarta, Institut
Kesenian Jakarta, Universitas Sebelas Maret Surakarta, IKIP Bandung, IKIP
Padang, IKIP Semarang, IKIP Jakarta, IKIP surabaya, IKIP medan, IKIP Malang,
IKIP Ujung Pandang, IKIP Singaraja – Bali,
ISI Denpasar (gabungan STSI Denpasar dengan PSSRD Universitas Udayana),
STISI Bandung.
1) Institut Teknologi Bandung (ITB)
guru gambar ini
berlanjut dan perkembangan berikutnya diintegrasikan kedalam Fakultas Keguruan
(IKIP) jurusan senirupa, di berbagai daerah. Menyesuaikan dengan institusi yang
baru sebagai lembaga yang mandiri, maka pada tanggal 2 Pebruari 1959
diresmikanlah Institut Teknologi Bandung. Perkembangan selanjutnya tahun 1973
Dpartemen Seni Rupa menjadi Jurusan Senirupa ITB dibawah Fakultas Teknik Sipil
dan Percanaan. Seni Rupa ITB yang telah mengalami berbagai status dari Balai
menjadi Seksi, kemudian menjadi Bagian, Departemen dan Jurusan. Bidang keahlian
seni keramik mulai dikembangkan di Seni Rupa ITB pada tahun 1963 yang dibina
oleh Prof. Drs. Edie Kartasubarna dan
Drs. Angkama S, waktu itu sebagai Jurusan Keramik. Dan tahun 1973 Jurusan
diganti menjadi “studio”, mengkuti reorganisasi di ITB menggunakan waktu studi
4½ tahun. Berdasarkan PP.No. 5 tahun 1980 dan SK. Mendikbud No. 0211/4/1982
status Seni Rupa ITB ditingkatkan menjadi Fakultas Seni Rupa dan Desain - ITB
dengan Dekan Prof. Drs. A. D. Pirous.
Keramik di ITB termasuk dalam kelompok jurusan seni murni, PS. Seni
Keramik, cenderung mengolah bentuk untuk
tujuan ekspresi dan penelitian. Selain di Seni Rupa ITB, ilmu keramik juga
masuk dalam bagian teknik kimia dan teknik fisika serta planologi. Alamat : Jl.
Ganesha 10 Bandung
2) Institut Seni Indonesia (ISI)
Yogyakarta
Akademi Seni Rupa Indonesia dengan SK. Menteri PP. dan K Nomor
32/Kebudayaan tanggal 15 Desember 1949 dan peresmiannya pada tanggal 15 Januari
1950 langsung oleh Menteri P.P. dan K.S., Mangunsarkoro, yang disingkat “ASRI”. Pemrakarsa pendiriannya adalah
S.Mangunsarkoro dan R.J.Katamsi, Direktur Kursus Guru Gambar yang memiliki
“Middlebare Akte” dari negeri Belanda seperti halnya Syafei Sumardja dari
Bandung dan Soemarno dari Jawa Timur. R.J.Katamsi
dibantu oleh Djayeng Asmara yang
waktu itu sebagai ketua dari Persatuan Tenaga Pelukis Indonesia. Perkembangan
selanjutnya dengan SK. Menteri P dan K No: 100/1968, tanggal 4 Nopember 1968,
stautusnya meningkat menjadi Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia dan nama ASRI masih melekat atau disingkat STSRI”ASRI”. Program Studi Keramik
masuk pada Jurusan Desain Kriya. Kini STSRI”ASRI” meningkat statusnya menjadi Institut Seni Indonesia (ISI)
Yogyakarta dan PS. Keramik dibawah Jurusan Kriya dari Fakultas Seni Rupa dan
Desain.
3) Institut Seni Indonesia (ISI)
Denpasar
Institut Seni Indonesia Denpasar adalah gabungan dua intitusi pendidikan
tinggi seni yang ada di Bali yaitu Program Studi Seni Rupa dan Desain (PSSRD)
setingkat fakultas di Universitas Udayana dan Sekolah Tinggi Seni Indonesia
(STSI) Denpasar.
Pada tanggal 1 Agustus 1965 didirikan
Fakultas Tenik Seni Rupa yang bernaung di bawah Universitas Udayana. Tanggal 20
Oktober 1965 dengan SK Menteri PTIP R.I. No:240/Sek/PU/1965 Jurusan Senirupa
bersama Jurusan Arsitektur disyahkan
menjadi Fakultas Teknik dengan Dekan pertama Drs. A.A. Rai Kalam. Lalu Seni Rupa dan Desain dipisahkan menjadi PSSRD sebagai progran studi antar
fakultas atau embrio Fakultas Senirupa dan Desain yang pengelolaannya di bawah
Rektor dengan SK. 482/SKPT.17/R/VIII/1983, tanggal 16 Mei 1983 dan SK. Dirjen
Dikti No.55/Dikti/Kep/1984. Dan Program Studi Keramik di bawah Jurusan Kriya
Seni, PSSRD Universitas Udayana. Para pendiri dan pemrakarsa Seni Rupa Unud
adalah Prof. DR. I B Mantra, Prof. Dr. R Moerdowo, Abdul Azis, dll. Pada tahun 1980 lembaga ini dipimpin Prof.
Drs. A.A. Rai Kalam.
Pada tanggal 28 Januari 1967
didirikan Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI)
Denpasar dengan SK. Gubernur Bali No: 2/PEM/5/I/A/1967 atas prakarsa Listibya
Bali. Departemen P dan K dengan No: 066/1969, tanggal 17
Agustus 1969 dinyatakan sebagai salah satu Jurusan dari ASTI Yogyakarta. Dengan
Kepres R.I. No. 22 tahun 1992 ditingkatkan statusnya menjadi Sekolah Tinggi Seni Indonesia ( STSI ) Denpasar dan memiliki empat
jurusan yaitu Seni tari, Kerawitan, Pedalangan, Seni Rupa dan Kriya yang
dipimpin oleh Prof. Dr. I Made Bandem,
dilanjutkan oleh Prof. DR. Dibya dan
Prof. DR. I Wayan Rai. S., MA. Studi
keramik pada STSI Denpasar masuk
pada bidang keahlian Kriya.
Melalui keputusan Presiden RI,
No: 33/2003, tertanggal 26 Mei 2003, STSI Denpasar berintegrasi dengan PSSRD Universitas Udayana Denpasar
menjadi Institut Seni Indonesia (ISI)
Denpasar. Peresmian ISI Denpasar pada tanggal 28 Juli 2003 oleh
Menteri Pendidikan Nasional RI, Prof.
Drs. Abdul Malik Fadjar, M.Sc. Dan Rektor ISI Denpasar pertama dijabat adalah Prof, DR. I Wayan Rai S., MA.
Alamat Kampus: Jl. Nusa Indah Denpasar, Telp. 0361-227316 / Fax.
0361-236100.
EMAIL : goesmul@gmail.com
BLOG: blogspot.goesmul.com / Hidup dan Seni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar