Laman

Kamis, 01 Maret 2012

Mengeksploitir Bentuk Polyp Terumbu Karang dan Tubuh Perempuan






Keramik Karya Ni Putu Eka Arisanti dan Anton Darmawan
 Mengeksploitir Bentuk Polyp Terumbu Karang dan Tubuh Perempuan
Oleh Agus Mulyadi Utomo

Karya Keramik Mahasiswa semester VI yang digelar di  studio keramik ISI Denpasar dari tanggal 15 sd 16 Juli 2005 lalu menampilkan ± 20-an buah karya. Eka Arisanti  menyuguhkan bentuk pengembangan dari polyp dan terumbu karang dalam ciptaan bentuk keramik, sedangkan Anton Darmawan menggarap tubuh perempuan sebagai sumber ide dalam menciptakan bentuk vas-vas keramik.

Terumbu karang adalah rumah bagi biota laut. Terumbu karang juga merupakan sekumpulan hewan karang yang bersimbiosis dengan tumbuhan alga yang disebut zooxanhellae. Telah diidentifikasi lebih dari 93.000 spesies hidup di terumbu karang, namun lebih dari satu juta spesies mendiami ekosistem ini. Terumbu karang adalah rumah lebih dari 2.000 jenis ikan, 5.000 jenis mollusca, 700 jenis karang  dan berbagai jenis kepiting, landak laut, ketimun laut (tripang), berbagai cacing dan binatang lainnya yang tak terhitung jumlahnya (David Lambert, 1986). Karang yang berukuran kecil saja terdiri dari kumpulan ribuan individu hewan polyp karang yang berproses ribuan tahun membentuk terumbu karang sebagai hewan pembentuk utama terumbu karang yang menghasilkan zat kapur. Walaupun terlihat kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh dan mudah hancur. Karang yang berumur jutaan tahun bisa setebal 1000 meter. Sejumlah polyp karang ini memiliki ganggang yang mengandung klorofil hidup di dalamnya dan dapat berfotosintesis. Ganggang ini kaya oksigen tetapi miskin gizi dan membutuhkan zat nitrat dan fosfat, untuk alasan itulah makhluk-makhluk ini sangat membutuhkan kehidupan bersama, tidak bisa hidup sendiri dan saling memanfaatkan satu sama lain untuk bertahan hidup. Polyp menyediakan makanan bagi ganggang dan tempat bernaung yang aman dari pemangsanya. Sebaliknya ganggang menyiapkan makanan bagi polyp melalui fotosintesis untuk membangun kerangka batu kapur. Ganggang / rumput laut melekat pada batuan/karang dengan alat pelekat ada yang seperti cakar, benang dan cakram sehingga tahan dari pukulan ombak besar. Para ahli menyebut perlu tenaga 0,7 kg / cm untuk melepaskan ganggang gelembung dari tempatnya menempel

Karya keramik Eka Arisanti mengambil bentuk-bentuk sederhana dari bentuk polyp yang merupakan bagian dari terumbu karang yang dianggap unik. Semua nama judul diambil dari bahasa ilmiah seperti berjudul “Mollusca” (kerang), “Tunicata” (semprot laut), “Crustacea” (hewan berperisai), “Bernakel” (hewan yang melekat pada batu / karang), “Castle Coral” (karang berbentuk istana), “Spons” (bunga karang) dan “Coral Reef” (karang yang ditempeli ganggang dll). Mollusca memiliki bagian tubuh yakni kaki yang kuat, organ tubuh di atas kaki dan jaringan pembuat kulit yang disebut mantel. Pada karya berdiameter 23 cm dengan tinggi 30 cm ini,  Arisanti menampilkan polyp dan kehidupan kerang-kerangan yang keluar masuk membuat terowongan dalam terumbu karang.  Tunicata mulai hidu[p seperti kecebong dan kemudian melekatkan diri pada batu karang dan ekornya menghilang menjadi gumpalan bubur kecil berwarna merah, coklat dan hijau dengan cambuk-cambuk kecil penghisap dan penyemprot air serta dapat mengkerut jika ada bahaya. Pada karya berdiameter 20 cm dan tinggi 39 cm ini, bentuk tunicata Ia tampilkan dililit dengan ganggang atau rumput laut yang bentuknya telah distilir. Pada karya “Crustacea”  Arisanti menggambarkan lubang-lubang pada karang yang dibuat oleh kepiting sebagai hewan berperisai (crustacea), disitu juga banyak ganggang laut yang menempel disekelilingnya dan bergerak mengikuti arus. Ganggang laut yang tampil mengalami sedikit digubah (stilir)  agar berkesan tradisi. Crustacea yang melekat pada benda lain disebut bernakel ini bermula dari makhluk kecil yang berenang-renang kemudian melekat pada benda keras dan membuat lapisan perisai disekelilingnya dan tubuhnya menjadi jaring-jaring untuk menjerat makanan dan oksigen. Arisanti menampilkan bernakel ini yang menempel pada polyp dan ganggang berdiameter 19 cm dan tinggi 39 cm. Pada “Castel Coral”  karya berdiameter 20 cm dan tinggi 55 cm ini, Ia mmenampilkan bentuk karang yang menyerupai castle (istana) karena bentuknya seperti cerobong (pipa) memperlihatkan susunan dari rendah menuju ke paling tinggi dengan hiasan ganggang laut. Spons atau bunga karang ini tidak memiliki mulut, organ tubuh atau susunan syaraf, untuk bernafas dengan menghisap air melalui lubang-lubang yang banyak terdapat pada tubuhnya, pada koloni yang besar merupakan tempat yang disukai oleh kepiting dan udang. Karya “Spons” berdiameter 25 cm dan tinggi 48 cm ini menyerupai tabung dan disekelilingnya dipenuhi lubang-lubang, pada bagian atas terdapat kepiting yang seolah baru keluar dengan merobek bunga karang dengan capitnya dan beberapa ganggang laut dan scallop menempel pada bagian bawahnya. Melihat karya-karya Arisanti yang mengungkap aneka kehidupan biota laut ini, memberikan pengertian bahwa sangat diperlukan pelestarian lingkungan, mengingat banyak sumber kehidupan manusia yang tergantung padanya, terutama sumber protein dari ikan laut dll, sebagai konsumsi. Sebagai himbauan, jagalah lingkungan hidup ini dan janganlah terumbu karang ini dihancurkan dengan alat peledak terutama dalam menangkap ikan, kepiting, udang karang dan sebagainya  karena memperbaiki memerlukan waktu cukup lama.

Berbicara tentang perempuan, dalam beberapa pandangan masyarakat di Indonesia kata ini mengalami degradasi semantis, atau peyorasi, penurunan nilai makna, dimana arti sekarang lebih rendah dari arti duhulu (www.angelfire.com 19/06/05). Secara etimologis, kata perempuan berasal dari kata empu yang berarti tuan, orang yang mahir/berkuasa, atau pun kepala, hulu, atau yang paling besar; maka dikenal kata empu jari ( ibu jari), empu gending yakni orang yang mahir mencipta tembang. Juga berhubungan dengan kata ampu (sokong, penyangga,penjaga keselamatan), mengampu (menjaga agar tidak jatuh/runtuh), pengampu (menahan, penyangga, penyelamat). Disamping itu berakar dari kata empuan, yakni kata yang mengalami pemendekan menjadi”puan” yang artinya sapaan hormat pada perempuan sebagai pasangan “tuan” untuk sapaan hormat pada lelaki. Dari sinilah dapat dijelaskan bahwa pemaknaan sosok perempuan mengalami perubahan. Namun demikian perempuan merupakan sosok yang harus dihormati dan disegani terutama pada posisi sebagai Ibu. Hingga kini sosok perempuan masih menjadi obyek yang menarik untuk dituangkan ke dalam benda-benda seni.
Adalah Anton Darmawan, yang mencoba mengeksploitir bagian tubuh perempuan menjadi vas keramik. Perempuan dan vas; umumnya orang tertarik pada kecantikan wajah perempuan, namun Ia tertarik kepada keindahan sebagian bentuk tubuh lahiriah. Bagian wajah atau kepala diganti dengan bunga, bila dipergunakan sebagai vas bunga, yang menyimpan makna simbolis.  Juga untuk bagian tubuh dari vas sosok perempuan ini  Anton berusaha menyelipkan kritik sosial. Lihat karyanya yang berjudul “Perempuan” menonjolkan sosok perempuan mengenakan pakaian tradisional seperti kemben (sabuk) dan kamen yang melingkari tubuh dengan dekorasi mas-mas-an. Lalu “Gerak Sang Penari”  memperlihatkan posisi kaki sang penari, mamakai baju korset dan kain kamen.  Demikian pula dengan judul “Melenggok” memakai kemben dan kamen dengan dekorasi bunga-bunga. Judul “7 Bulan” adalah gambaran sosok perempuan yang hamil 7 bulan memakai kebaya yang dihiasi patra ulanda dan kamen motif kakul-kaulan serta mas-masan.  Vas lainnya berjudul “Under Wear” yakni sosok perempuan memakai pakaian dalam tradisional yang dikenal dengan kutang (BH) jaman dahulu sedikit terlihat kamen dan kembennya.  Sosok perempuan yang dipotong-potong , seolah gambaran tubuh perempuan yang siap diperjual-belikan, sindiran bagi PSK dan hidung belang dalam sisi kehidupan lain yang tetap marak hingga kini terlihat pada karya berjudul “For Sale” sebagai suatu kritik sosial. Menurut Anton, daripada membuka aurat yang mempertontonkan bagian tubuh yang memancing perbuatan asusila seperti perkosaan dan lainnya, lebih baik tubuh perempuan itu dibalut dengan tikar terlihat pada karya berjudul “ Dibalut Tikar”. Jadikan perempuan itu bernilai dan terhormat serta jangan menjadi “penyakit” dalam masyarakat dengan menjunjung 
tinggi etika dan martabat manusia

email: goesmul@gmail.com

1 komentar:

  1. KISAH CERITA AYAH SAYA SEMBUH BERKAT BANTUAN ABAH HJ MALIK IBRAHIM

    Assalamualaikum saya atas nama Rany anak dari bapak Bambang saya ingin berbagi cerita masalah penyakit yang di derita ayah saya, ayah saya sudah 5 tahun menderita penyakit aneh yang tidak masuk akal, bahkan ayah saya tidak aktif kerja selama 5 tahun gara gara penyakit yang di deritanya, singkat cerita suatu hari waktu itu saya bermain di rmh temen saya dan kebetulan saya ada waktu itu di saat proses pengobatan ibu temen saya lewat HP , percaya nda percaya subahana lah di hari itu juga mama temen saya langsung berjalan yang dulu'nya cuma duduk di kursi rodah selama 3 tahun,singkat cerita semua orang yang waktu itu menyaksikan pengobatan bapak kyai hj Malik lewat ponsel, betul betul kaget karena mama temen saya langsung berjalan setelah di sampaikan kepada hj Malik untuk berjalan,subahanallah, dan saya juga memberanikan diri meminta no hp bapak kyai hj malik, dan sesampainya saya di rmh saya juga memberanikan diri untuk menghubungi kyai hj Malik dan menyampaikan penyakit yang di derita ayah saya, dan setelah saya melakukan apa yang di perintahkan sama BPK kyai hj Malik, 1 jam kemudian Alhamdulillah bapak saya juga langsung sembuh dari penyakitnya lewat doa bapak kyai hj Malik kepada Allah subahanallah wataala ,Alhamdulillah berkat bantuan bpk ustad kyai hj Malik sekarang ayah saya sudah sembuh dari penyakit yang di deritanya selama 5 tahun, bagi saudara/i yang mau di bantu penyembuhan masalah penyakit gaib non gaib anda bisa konsultasi langsung kepada bapak kyai hj Malik no hp WA beliau 0823-5240-6469 semoga lewat bantuan beliau anda bisa terbebas dari penyakit anda. Terima kasih

    BalasHapus