Keramik Karya Ni Putu Eka
Arisanti dan Anton Darmawan
Mengeksploitir
Bentuk Polyp Terumbu Karang dan Tubuh
Perempuan
Oleh Agus Mulyadi Utomo
Karya Keramik Mahasiswa
semester VI yang digelar di studio
keramik ISI Denpasar dari tanggal 15 sd 16 Juli 2005 lalu menampilkan ± 20-an
buah karya. Eka Arisanti menyuguhkan
bentuk pengembangan dari polyp dan
terumbu karang dalam ciptaan bentuk keramik, sedangkan Anton Darmawan menggarap
tubuh perempuan sebagai sumber ide dalam menciptakan bentuk vas-vas keramik.
Terumbu karang adalah rumah bagi
biota laut. Terumbu karang juga merupakan sekumpulan hewan karang yang
bersimbiosis dengan tumbuhan alga
yang disebut zooxanhellae. Telah
diidentifikasi lebih dari 93.000 spesies hidup di terumbu karang, namun lebih
dari satu juta spesies mendiami ekosistem ini. Terumbu karang adalah rumah
lebih dari 2.000 jenis ikan, 5.000 jenis mollusca,
700 jenis karang dan berbagai jenis
kepiting, landak laut, ketimun laut (tripang),
berbagai cacing dan binatang lainnya yang tak terhitung jumlahnya (David
Lambert, 1986). Karang yang berukuran kecil saja terdiri dari kumpulan ribuan
individu hewan polyp karang yang
berproses ribuan tahun membentuk terumbu karang sebagai hewan pembentuk utama
terumbu karang yang menghasilkan zat kapur. Walaupun terlihat kokoh, karang
sebenarnya sangat rapuh dan mudah hancur. Karang yang berumur jutaan tahun bisa
setebal 1000 meter. Sejumlah polyp karang ini memiliki ganggang yang mengandung
klorofil hidup di dalamnya dan dapat
berfotosintesis. Ganggang ini kaya
oksigen tetapi miskin gizi dan membutuhkan zat nitrat dan fosfat, untuk
alasan itulah makhluk-makhluk ini sangat membutuhkan kehidupan bersama, tidak
bisa hidup sendiri dan saling memanfaatkan satu sama lain untuk bertahan hidup.
Polyp menyediakan makanan bagi
ganggang dan tempat bernaung yang aman dari pemangsanya. Sebaliknya ganggang
menyiapkan makanan bagi polyp melalui
fotosintesis untuk membangun kerangka
batu kapur. Ganggang / rumput laut melekat pada batuan/karang dengan alat
pelekat ada yang seperti cakar, benang dan cakram sehingga tahan dari pukulan
ombak besar. Para ahli menyebut perlu tenaga 0,7 kg / cm untuk melepaskan
ganggang gelembung dari tempatnya menempel
Karya keramik Eka Arisanti
mengambil bentuk-bentuk sederhana dari bentuk polyp yang merupakan bagian dari terumbu karang yang dianggap unik.
Semua nama judul diambil dari bahasa ilmiah seperti berjudul “Mollusca” (kerang), “Tunicata” (semprot laut), “Crustacea” (hewan berperisai), “Bernakel” (hewan yang melekat pada batu
/ karang), “Castle Coral” (karang
berbentuk istana), “Spons” (bunga
karang) dan “Coral Reef” (karang yang
ditempeli ganggang dll). Mollusca memiliki
bagian tubuh yakni kaki yang kuat, organ tubuh di atas kaki dan jaringan
pembuat kulit yang disebut mantel.
Pada karya berdiameter 23 cm dengan tinggi 30 cm ini, Arisanti menampilkan polyp dan kehidupan kerang-kerangan yang keluar masuk membuat
terowongan dalam terumbu karang. Tunicata mulai hidu[p seperti kecebong
dan kemudian melekatkan diri pada batu karang dan ekornya menghilang menjadi
gumpalan bubur kecil berwarna merah, coklat dan hijau dengan cambuk-cambuk
kecil penghisap dan penyemprot air serta dapat mengkerut jika ada bahaya. Pada
karya berdiameter 20 cm dan tinggi 39 cm ini, bentuk tunicata Ia tampilkan dililit dengan ganggang atau rumput laut yang
bentuknya telah distilir. Pada karya
“Crustacea” Arisanti menggambarkan lubang-lubang pada
karang yang dibuat oleh kepiting sebagai hewan berperisai (crustacea), disitu juga banyak ganggang laut yang menempel disekelilingnya
dan bergerak mengikuti arus. Ganggang laut yang tampil mengalami sedikit
digubah (stilir) agar berkesan tradisi. Crustacea yang melekat pada benda lain disebut bernakel ini bermula dari makhluk kecil yang berenang-renang
kemudian melekat pada benda keras dan membuat lapisan perisai disekelilingnya
dan tubuhnya menjadi jaring-jaring untuk menjerat makanan dan oksigen. Arisanti
menampilkan bernakel ini yang
menempel pada polyp dan ganggang
berdiameter 19 cm dan tinggi 39 cm. Pada “Castel
Coral” karya berdiameter 20 cm dan
tinggi 55 cm ini, Ia mmenampilkan bentuk karang yang menyerupai castle (istana) karena bentuknya seperti
cerobong (pipa) memperlihatkan susunan dari rendah menuju ke paling tinggi
dengan hiasan ganggang laut. Spons
atau bunga karang ini tidak memiliki mulut, organ tubuh atau susunan syaraf,
untuk bernafas dengan menghisap air melalui lubang-lubang yang banyak terdapat
pada tubuhnya, pada koloni yang besar merupakan tempat yang disukai oleh
kepiting dan udang. Karya “Spons”
berdiameter 25 cm dan tinggi 48 cm ini menyerupai tabung dan disekelilingnya
dipenuhi lubang-lubang, pada bagian atas terdapat kepiting yang seolah baru
keluar dengan merobek bunga karang dengan capitnya dan beberapa ganggang laut
dan scallop menempel pada bagian bawahnya. Melihat karya-karya Arisanti yang
mengungkap aneka kehidupan biota laut ini, memberikan pengertian bahwa sangat
diperlukan pelestarian lingkungan, mengingat banyak sumber kehidupan manusia
yang tergantung padanya, terutama sumber protein dari ikan laut dll, sebagai
konsumsi. Sebagai himbauan, jagalah lingkungan hidup ini dan janganlah terumbu
karang ini dihancurkan dengan alat peledak terutama dalam menangkap ikan,
kepiting, udang karang dan sebagainya karena
memperbaiki memerlukan waktu cukup lama.
Berbicara tentang perempuan,
dalam beberapa pandangan masyarakat di Indonesia kata ini mengalami degradasi
semantis, atau peyorasi, penurunan nilai makna, dimana arti sekarang lebih
rendah dari arti duhulu (www.angelfire.com 19/06/05). Secara
etimologis, kata perempuan berasal dari kata empu yang berarti tuan, orang yang mahir/berkuasa, atau pun kepala,
hulu, atau yang paling besar; maka dikenal kata empu jari ( ibu jari), empu
gending yakni orang yang mahir mencipta tembang. Juga berhubungan dengan
kata ampu (sokong, penyangga,penjaga
keselamatan), mengampu (menjaga agar
tidak jatuh/runtuh), pengampu (menahan,
penyangga, penyelamat). Disamping itu berakar dari kata empuan, yakni kata yang
mengalami pemendekan menjadi”puan”
yang artinya sapaan hormat pada perempuan sebagai pasangan “tuan” untuk sapaan hormat pada lelaki.
Dari sinilah dapat dijelaskan bahwa pemaknaan sosok perempuan mengalami
perubahan. Namun demikian perempuan merupakan sosok yang harus dihormati dan
disegani terutama pada posisi sebagai Ibu. Hingga kini sosok perempuan masih
menjadi obyek yang menarik untuk dituangkan ke dalam benda-benda seni.
Adalah Anton Darmawan, yang
mencoba mengeksploitir bagian tubuh perempuan menjadi vas keramik. Perempuan
dan vas; umumnya orang tertarik pada kecantikan wajah perempuan, namun Ia
tertarik kepada keindahan sebagian bentuk tubuh lahiriah. Bagian wajah atau
kepala diganti dengan bunga, bila dipergunakan sebagai vas bunga, yang
menyimpan makna simbolis. Juga untuk
bagian tubuh dari vas sosok perempuan ini
Anton berusaha menyelipkan kritik sosial. Lihat karyanya yang berjudul
“Perempuan” menonjolkan sosok perempuan mengenakan pakaian tradisional seperti kemben (sabuk) dan kamen yang melingkari tubuh dengan dekorasi mas-mas-an. Lalu “Gerak Sang Penari” memperlihatkan posisi kaki sang penari,
mamakai baju korset dan kain kamen.
Demikian pula dengan judul “Melenggok” memakai kemben dan kamen dengan
dekorasi bunga-bunga. Judul “7 Bulan” adalah gambaran sosok perempuan yang
hamil 7 bulan memakai kebaya yang dihiasi patra
ulanda dan kamen motif kakul-kaulan serta
mas-masan. Vas lainnya berjudul “Under Wear” yakni sosok
perempuan memakai pakaian dalam tradisional yang dikenal dengan kutang (BH) jaman dahulu sedikit
terlihat kamen dan kembennya. Sosok perempuan yang dipotong-potong , seolah
gambaran tubuh perempuan yang siap diperjual-belikan, sindiran bagi PSK dan
hidung belang dalam sisi kehidupan lain yang tetap marak hingga kini terlihat
pada karya berjudul “For Sale” sebagai suatu kritik sosial. Menurut Anton,
daripada membuka aurat yang mempertontonkan bagian tubuh yang memancing
perbuatan asusila seperti perkosaan dan lainnya, lebih baik tubuh perempuan itu
dibalut dengan tikar terlihat pada karya berjudul “ Dibalut Tikar”. Jadikan
perempuan itu bernilai dan terhormat serta jangan menjadi “penyakit” dalam
masyarakat dengan menjunjung
tinggi etika dan martabat manusia
tinggi etika dan martabat manusia
email: goesmul@gmail.com
KISAH CERITA AYAH SAYA SEMBUH BERKAT BANTUAN ABAH HJ MALIK IBRAHIM
BalasHapusAssalamualaikum saya atas nama Rany anak dari bapak Bambang saya ingin berbagi cerita masalah penyakit yang di derita ayah saya, ayah saya sudah 5 tahun menderita penyakit aneh yang tidak masuk akal, bahkan ayah saya tidak aktif kerja selama 5 tahun gara gara penyakit yang di deritanya, singkat cerita suatu hari waktu itu saya bermain di rmh temen saya dan kebetulan saya ada waktu itu di saat proses pengobatan ibu temen saya lewat HP , percaya nda percaya subahana lah di hari itu juga mama temen saya langsung berjalan yang dulu'nya cuma duduk di kursi rodah selama 3 tahun,singkat cerita semua orang yang waktu itu menyaksikan pengobatan bapak kyai hj Malik lewat ponsel, betul betul kaget karena mama temen saya langsung berjalan setelah di sampaikan kepada hj Malik untuk berjalan,subahanallah, dan saya juga memberanikan diri meminta no hp bapak kyai hj malik, dan sesampainya saya di rmh saya juga memberanikan diri untuk menghubungi kyai hj Malik dan menyampaikan penyakit yang di derita ayah saya, dan setelah saya melakukan apa yang di perintahkan sama BPK kyai hj Malik, 1 jam kemudian Alhamdulillah bapak saya juga langsung sembuh dari penyakitnya lewat doa bapak kyai hj Malik kepada Allah subahanallah wataala ,Alhamdulillah berkat bantuan bpk ustad kyai hj Malik sekarang ayah saya sudah sembuh dari penyakit yang di deritanya selama 5 tahun, bagi saudara/i yang mau di bantu penyembuhan masalah penyakit gaib non gaib anda bisa konsultasi langsung kepada bapak kyai hj Malik no hp WA beliau 0823-5240-6469 semoga lewat bantuan beliau anda bisa terbebas dari penyakit anda. Terima kasih