Pengertian Produk-Kriya
oleh Agus Mulyadi Utomo
Produk
adalah merupakan hasil dari kegiatan produksi yang berujud barang atau benda,
desain dan jasa. Merupakan variabel pertama daripada pemasaran dan dianggap
cukup penting serta yang dapat mempengaruhi terhadap kepuasan konsumen adalah
produk, karena produk merupakan sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen.
Produk menurut Kotler (1997: 430) yaitu: A Product is anything that
can be offered to be a market for attention, acquasition, use or consumption
that might satisfy a want or
need. Definisi di atas
menjelaskan bahwa produk adalah apa saja yang ditawarkan ke pasar untuk
dipertahankan, diperoleh, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan. Ahyari
menyatakan bahwa produk sebagai hasil dari kegiatan produksi akan mempunyai
wujud tertentu, mempunyai sifat – sifat fisik dan atau kimia tertentu.
Disamping itu akan terdapat tenggang waktu (yang betapapun kecilnya ) antara
saat diproduksinya produk tersebut dengan saat dikonsumsinya produk yang
bersangkutan oleh konsumen produk tersebut (Ahyari,
1996: 8).
Menurut Stanton
dalam Angipora (2002 : 152), produk mempunyai definisi yang sempit dan luas.
Definisi tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Definisi sempit: Produk adalah
sekumpulan atribut fisik nyata (tangible) yang terkait dalam sebuah bentuk yang
dapat diidentifikasikan.
2.
Definisi luas: Produk adalah
sekumpulan atribut yang nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible) di dalamnya sudah tercakup warna,
harga, kemasan, prestive pabrik, prestive pengecer dan pelayanan di pabrik
serta pengecer yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai sesuatu yang bisa
memuaskan keinginannya.
Produk adalah sesuatu yang dapat
ditawarkan pada suatu pasar untuk mendapatkan perhatian dan untuk dimiliki,
digunakan ataupun dikonsumsi yang bisa memuaskan keinginan atau kebutuhan
(Angipora, 2002 : 4) Jadi produk merupakan segala sesuatu yang ditawarkan ke
dalam pasar untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk juga
merupakan seperangkat kepuasan yang diperoleh konsumen jika melakukan transaksi
(jual beli) (Hadi dalam google, akses
3/08/210).
Menurut Gitosudarmo
(1994: 177) produk adalah segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan manusia.
Produk dapat mencakup benda fisik, jasa, prestise, tempat, organisasi maupun
idea. Produk yang berwujud biasa disebut sebagai barang atau benda, sedangkan
yang tidak berwujud disebut jasa. Berdasarkan atas pengertian produk tersebut
di atas, maka terdapat tiga aspek dari produk yang perlu diperhatikan agar
memudahkan dalam mempelajari strategi pembuatan produk. Adapun strategi tersebut ada tiga
aspek yaitu :
1. Produk Inti (Core Products): yaitu produk yang merupakan
manfaat inti yang ditampilkan oleh suatu produk kepada konsumen dalam memenuhi kebutuhan
serta keinginannya.
2. Produk yang diperluas (Augmented product): produk yang diperluas mencakup
berbagai tambahan manfaat yang dapat dinikmati oleh konsumen dari produk inti
yang dibelinya. Perluasan manfaat suatu produk dapat dilakukan dengan memahami
serta kemudian menerapkan suatu konsep yang disebut konsep “Generic Need” atau “Pangkal Kebutuhan”. Selain konsep yang telah
dijelaskan di atas ada pula konsep yang lain yaitu : “Generic Product” atau
“Pangkal Produk”. Generic Product atau pangkal produk
adalah merupakan pangkal manfaat dari produk itu atau dapat pula dikatakan
sebagai aspek atau manfaat teknis dari produk itu. Sedangkan pangkal kebutuhan
atau Generic need adalah manfaat riel
yang dibutuhkan dan diharapkan oleh pembeli terhadap produk yang dibelinya itu.
Dalam membahas augment product ini,
kita perlu membedakannya dengan suatu pengertian yang sering membingungkan
yaitu konsep “Diversifikasi Produk”.
Konsep diversifikasi produk merupakan upaya untuk mengusahakan atau
memasarkan beberapa produk yang sejenis dengan produk yang sudah dipasarkan
sebelumnya.
3. Produk Formal (Formal Product) : Produk formal adalah produk yang
merupakan penampilan atau perwujudan dari produk inti maupun perluasan
produknya. Produk formal inilah yang lebih dikenal oleh kebanyakan pembeli
sebagai daya tarik yang tampak langsung atau tangible offer di mata konsumen.
Tingkat kategori produk
Produk memiliki tingkat kategori untuk meningkatkan
penjualan. Tingkat kategori
tersebut adalah sebagai berikut : a) Produk konsumsi, produk yang dibeli oleh
konsumen pemakai akhir. b) Produk
industri, produk yang digunakan untuk keperluan operasional industri. c) Produk
jasa, produk yang bersifat intangible
Hubungan
kualitas dengan penjualan
Keuntungan yang didapatkan oleh suatu perusahaan karena
menyediakan barang yang berkualitas, adalah perolehan pendapatan dari penjualan
yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah, yang pada akhirnya akan dapat
meningkatkan profitabilitas dan pertumbuhan perusahaan.
Perusahaan yang memiliki kualitas yang lebih baik akan
memberikan customer value yang lebih
baik. Dengan cara ini perusahaan
dapat mempertahankan konsumen yang sudah ada, menarik konsumen baru, dan
mengalihkan perhatian konsumen pesaing. Upaya ini pada akhirnya akan mampu
meningkatkan pangsa pasar total penjualan. Dengan kualitas yang baik sesuai
harapan konsumen akan memberikan keuntungan perusahaan dalam menetapkan harga
yang lebih tinggi yang pada akhirnya akan menyebabkan naiknya penjualan total
yang merupakan indikasi suatu pertumbuhan pangsa pasar (Ahmar, 2002 : 9).
Menurut Stanton,
(1996:222), “A product is asset of
tangible and intangible attributes, including packaging, color, price quality
and brand plus the services and reputation of the seller”. Artinya suatu produk
adalah kumpulan dari atribut-atribut yang nyata maupun tidak nyata, termasuk di
dalamnya kemasan, warna, harga, kualitas dan merk ditambah dengan jasa dan
reputasi penjualannya. Dan menurut Tjiptono (1999:95) secara konseptual
produk adalah pemahaman subyektif dari produsen atas “sesuatu” yang bisa
ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan
kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas
organisasi serta daya beli. Produk
menurut Amstrong (1996:274), sama
dengan Kotler adalah : “A product as anything that can be offered to
a market for attention, acquisition, use or consumption and that might satisfy
a want or need”. Yang artinya produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan
ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan dan yang dapat
memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen.
Ada lima tingkatan produk menurut Kotler (2003:408) kelima tingkatan produk tersebut yaitu: core benefit, basic product, expected product, augmented product dan potential product. Penjelasan tentang kelima tingkatan produk adalah :
a. Core
benefit (namely the fundamental
service of benefit that costumer really
buying) yaitu manfaat dasar dari suatu produk yag ditawarkan kepada
konsumen.
b. Basic
product (namely a basic version
of the product) yaitu bentuk dasar dari suatu produk yang dapat dirasakan
oleh panca indra.
c. Expected
product (namely a set of attributes
and conditions that the buyers normally expect and agree to when they purchase
this product) yaitu serangkaian atribut-atribut produk dan kondisi-kondisi
yang diharapkan oleh pembeli pada saat membeli suatu produk.
d. Augmented
product (namely that one includes
additional service and benefit that distinguish the company’s offer from
competitor’s offer) yaitu sesuatu yang membedakan antara produk yang
ditawarkan oleh badan usaha dengan produk yang ditawarkan oleh pesaing.
e. Potential
product (namely all of the
argumentations and transformations that
this product that ultimately undergo in the future) yaitu semua argumentasi
dan perubahan bentuk yang dialami oleh suatu produk dimasa datang.
Banyak
klasifikasi suatu produk yang dikemukakan para ahli pemasaran, diantaranya
pendapat yang dikemukakan oleh Kotler (2002:
451), dimana produk dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:
1.
Berdasarkan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok
utama, yaitu: a) Barang
Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya.
b) Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual (dikonsumsi pihak lain). Seperti halnya bengkel reparasi, salon kecantikan, hotel dan sebagainya. Kotler (2002: 486), juga mendefinisikan jasa sebagai berikut : “ Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun. Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.
Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya.
b) Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual (dikonsumsi pihak lain). Seperti halnya bengkel reparasi, salon kecantikan, hotel dan sebagainya. Kotler (2002: 486), juga mendefinisikan jasa sebagai berikut : “ Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun. Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.
2. Berdasarkan aspek daya tahannya suatu produk dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: a) Barang tidak tahan lama (non-durable goods). Barang tidak tahan
lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau
beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya dalam kondisi
pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contohnya: sabun, pasta gigi, minuman
kaleng dan sebagainya. b) Barang tahan lama (durable goods). Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang
biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk
pemakaian normal adalah satu tahun lebih). Contohnya lemari es, mesin cuci,
pakaian dan lain-lain.
3. Berdasarkan tujuan konsumsi yaitu didasarkan pada siapa konsumennya dan untuk
apa produk itu dikonsumsi, maka produk diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: a)
Barang konsumsi (consumer’s goods).
Barang konsumsi merupakan suatu produk yang langsung dapat dikonsumsi tanpa
melalui pemrosesan lebih lanjut untuk memperoleh manfaat dari produk tersebut.
b) Barang industri (industrial’s goods).
Barang industri merupakan suatu jenis produk yang masih memerlukan pemrosesan lebih lanjut untuk mendapatkan suatu manfaat tertentu. Biasanya hasil pemrosesan dari barang industri diperjual belikan kembali. Menurut Kotler (2002: 451), ”barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis”.
Barang industri merupakan suatu jenis produk yang masih memerlukan pemrosesan lebih lanjut untuk mendapatkan suatu manfaat tertentu. Biasanya hasil pemrosesan dari barang industri diperjual belikan kembali. Menurut Kotler (2002: 451), ”barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis”.
Pada
umumnya barang-barang konsumen dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:
a) Convenience goods, merupakan barang yang
pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering dibeli), dibutuhkan
dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil)
dalam pembandingan dan pembeliannya. Contohnya antara lain produk tembakau,
sabun, surat kabar, dan sebagainya.
b) Shopping goods.
Barang-barang yang dalam proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan oleh
konsumen diantara berbagai alternatif yang tersedia. Contohnya alat-alat rumah
tangga, pakaian, furniture, mobil bekas dan lainnya.
c) Specialty goods.
Barang-barang yang memiliki karakteristik dan/atau identifikasi merek yang unik
dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya.
Misalnya mobil Lamborghini, pakaian rancangan orang terkenal, kamera Nikon dan
sebagainya.
d) Unsought goods.
Merupakan barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau kalaupun sudah
diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Contohnya
asuransi jiwa, ensiklopedia, tanah kuburan dan sebagainya.
Berbicara mengenai produk maka aspek yang perlu diperhatikan adalah kualitas produk. Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah “the totality of features and characteristics of a product or service that bears on its ability to satisfy given needs”, artinya keseluruhan ciri dan karakter-karakter dari sebuah produk atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tersirat. Definisi ini merupakan pengertian kualitas yang berpusat pada konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penjual telah memberikan kualitas bila produk atau pelayanan penjual telah memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Berbicara mengenai produk maka aspek yang perlu diperhatikan adalah kualitas produk. Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah “the totality of features and characteristics of a product or service that bears on its ability to satisfy given needs”, artinya keseluruhan ciri dan karakter-karakter dari sebuah produk atau jasa yang menunjukkan kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang tersirat. Definisi ini merupakan pengertian kualitas yang berpusat pada konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penjual telah memberikan kualitas bila produk atau pelayanan penjual telah memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Kualitas produk merupakan suatu pemahaman bahwa produk yang
ditawarkan oleh penjual mempunyai nilai jual lebih (nilai plus) yang tidak
dimiliki oleh produk pesaing. Oleh karena itu perusahaan berusaha memfokuskan pada
kualitas produk dan membandingkannya dengan produk yang ditawarkan oleh
perusahaan pesaing. Akan tetapi, suatu produk dengan penampilan terbaik atau
bahkan dengan tampilan lebih baik bukanlah merupakan produk dengan kualitas
tertinggi jika penampilannya bukanlah yang dibutuhkan dan diinginkan oleh
pasar. Kotler dan Armstrong (2004:
283), menyebut arti dari kualitas produk adalah “the ability of a product to perform its functions, it includes the
product’s overall durability, reliability, precision, ease of operation and
repair, and other valued attributes” yang artinya kemampuan sebuah produk
dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan
reparasi produk juga atribut produk lainnya.
Dimensi kualitas produk, menurut Mullins, Orville, Larreche, dan Boyd (2005: 422) apabila perusahaan ingin mempertahankan keunggulan
kompetitifnya dalam pasar, perusahaan harus mengerti aspek dimensi apa saja
yang digunakan oleh konsumen untuk membedakan produk yang dijual perusahaan
tersebut dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk tersebut terdiri dari :
1. Performance
(kinerja), berhubungan dengan karakteristik
operasi dasar dari sebuah produk.
2. Durability (daya tahan), yang berarti
berapa lama atau umur produk yang bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut
harus diganti. Semakin besar frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk maka
semakin besar pula daya tahan produk.
3. Conformance to
specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh mana
karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu
dari konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada produk.
4. Features
(fitur), adalah karakteristik produk yang dirancang untuk menyempurnakan fungsi
produk atau menambah ketertarikan konsumen terhadap produk.
5. Reliabilty
(reliabilitas), adalah probabilitas
bahwa produk akan bekerja dengan memuaskan atau tidak dalam periode waktu
tertentu. Semakin kecil kemungkinan terjadinya kerusakan maka produk tersebut
dapat diandalkan.
6. Aesthetics
(estetika), berhubungan dengan bagaimana penampilan produk bisa dilihat dari
tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk.
7. Perceived
quality (kesan kualitas), sering dibilang merupakan hasil dari penggunaan
pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung karena terdapat kemungkinan
bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas produk yang
bersangkutan. Jadi, persepsi konsumen terhadap produk didapat dari harga,
merek, periklanan, reputasi, dan Negara asal.
Menurut Tjiptono (1997: 25), yang memerinci
bahwa dimensi kualitas produk meliputi :
1) Kinerja (performance)
yaitu karakteristik operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli, misalnya kecepatan, konsumsi bahan
bakar, jumlah penumpang yang dapat diangkut, kemudahan dan kenyamanan dalam
mengemudi dan sebagainya.
2) Keistimewaan tambahan ( features ) yaitu karakteristik sekunder atau pelengkap, misalnya
kelengkapan interior dan eksterior seperti dash
board, AC, sound system, door lock system,
power steering, dan sebagainya.
3) Keandalan (reliability)
yaitu kemungkinan kecil akan mengalami kerusakan atau gagal dipakai, misalnya
mobil tidak sering ngadat atau macet atau rewel atau rusak.
4) Kesesuaian dengan spesifikasi ( conformance to specifications ) yaitu sejauh mana karakteristik
desain dan operasi memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Misalnya standar keamanan dan emisi terpenuhi, seperti ukuran as roda untuk
truk tentunya harus lebih besar daripada mobil sedan.
5) Daya tahan (durability)
berkaitan dengan berapa lama produk tersebut dapat terus digunakan. Dimensi ini
mencakup umur teknis maupun umur ekonomis penggunaan mobil.
6) Estetika (asthethic)
yaitu daya tarik produk terhadap panca indera. Misalnya bentuk fisik mobil yang
menarik, model atau desain yang artistik,
warna, dan sebagainya.
Produk adalah segala sesuatu yang
ditawarkan kepada suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan . Segala
sesuatu yang termasuk ke dalamnya adalah barang berwujud, jasa, events, tempat, organisasi, ide atau pun
kombinasi antara hal-hal yang baru saja disebutkan. Siswanto Sutojo mengemukakan bahwa (2005:78) ada beberapa faktor
penting yang wajib diperhatikan perusahaan dalam menyusun strategi produk
mereka. Faktor pertama, adalah strategi pemilihan segmen pasar yang pernah mereka tentukan sebelumnya. Adapun faktor
kedua, adalah pengertian tentang hakekat produk di mata pembeli. Faktor ketiga,
adalah strategi produk pada tingkat kombinasi produk secara individual, pada tingkat
seri produk dan pada tingkat kombinasi produk secara keseluruhan. Adapun faktor
keempat adalah titik berat strategi pemasaran pada tiap tahap siklus kehidupan
produk.
Berdasarkan fungsinya produk dibedakan
menjadi tiga level. Level pertama, adalah core
product yaitu suatu produk yang fungsinya merupakan alasan dasar konsumen
untuk membelinya. Contoh sederhana dari core
product adalah pakaian, fungsinya dasarnya untuk melindungi tubuh manusia. Actual product adalah fitur-fitur yang
ada pada produk untuk menambah nilainya. Misal desain yang menarik, nama merk,
dan kemasan. Augmented product adalah
tambahan manfaat-manfaat yang tidak terpikirkan oleh konsumen tapi akan memberi
kepuasan bagi mereka, seperti garansi.
Produk juga digolongkan berdasarkan tujuan konsumen
membeli barang secara umum. Produk yang dibeli oleh konsumen untuk kepentingan
sendiri disebut consumer product.
Produk yang dibeli oleh konsumen untuk kepentingan organisasi atau bisnisnya
disebut business atau industriaL product. Produk bisnis bisa
dikatakan sebagai produk yang dibeli untuk dijual lagi.
Consumer product dibedakan menjadi empat yaitu : convinience product,shopping product, dan specialty product. Convinience product adalah produk yang sering dibeli langsung, harganya rendah, biasanya kegiatan promosi dilakukan melalui mass advertising. Shopping product adalah produk sekunder yang harganya lebih mahal daripada convenience product. Produk jenis ini digunakan untuk memenuhi kkebutuhan sekunder manusia. Dalam proses pembeliannya, orang memerlukan waktu untuk membandingkan baik dengan cara survey maupun tes. Unsought product adalah produk yang sering tidak terpikir untuk dibeli konsumen, contohnya asuransi, tanah kuburan, dan ensiklopedi. Barang industrial dibagi menjadi tiga golongan yaitu bahan baku dan bahan pembantu, bahan pendukung, dan barang modal. Dari berbagai faktor yang diperhatikan perusahaan dalam menyusun strategi produk tingkat produk individual, tiga diantaranya perlu mendapat perhatian khusus. Ketiga faktor tersebut adalah atribut produk, penggunaan merek dagang, dan kemasan. Sebagian besar perusahaan menghasilkan lebih dari satu seri produk. Tiap seri produk seringkali terdiri lebih dari satu jenis produk. Sayangnya tidak semua seri dan jenis produk memberikan sumbangan hasil penjualan dan keuntungan yang sama. Oleh karena itu, pengelolaan tiap seri dan jenis produk juga tidak sama.
Consumer product dibedakan menjadi empat yaitu : convinience product,shopping product, dan specialty product. Convinience product adalah produk yang sering dibeli langsung, harganya rendah, biasanya kegiatan promosi dilakukan melalui mass advertising. Shopping product adalah produk sekunder yang harganya lebih mahal daripada convenience product. Produk jenis ini digunakan untuk memenuhi kkebutuhan sekunder manusia. Dalam proses pembeliannya, orang memerlukan waktu untuk membandingkan baik dengan cara survey maupun tes. Unsought product adalah produk yang sering tidak terpikir untuk dibeli konsumen, contohnya asuransi, tanah kuburan, dan ensiklopedi. Barang industrial dibagi menjadi tiga golongan yaitu bahan baku dan bahan pembantu, bahan pendukung, dan barang modal. Dari berbagai faktor yang diperhatikan perusahaan dalam menyusun strategi produk tingkat produk individual, tiga diantaranya perlu mendapat perhatian khusus. Ketiga faktor tersebut adalah atribut produk, penggunaan merek dagang, dan kemasan. Sebagian besar perusahaan menghasilkan lebih dari satu seri produk. Tiap seri produk seringkali terdiri lebih dari satu jenis produk. Sayangnya tidak semua seri dan jenis produk memberikan sumbangan hasil penjualan dan keuntungan yang sama. Oleh karena itu, pengelolaan tiap seri dan jenis produk juga tidak sama.
Kapasitas produk menyumbangkan
keuntungan dan ditentukan oleh jumlah
satuan produk yang terjual tiap masa tertentu dan besarnya contribution margin. Contribution
margin adalah selisih antara harga jual per satuan produk dan biaya
variabelnya. Karena berbagai macam alasan, suatu perusahaan dapat memutuskan
memperluas usaha bisnisnya. Upaya perluasan bisnis tersebut dapat dilakukan dengan
memproduksi produk-produk baru dengan mutu, bentuk, ukuran dan harga yang lebih
rendah dari produk lama. Strategi menambah jenis produk baru seperti ini
disebut downward stretching yaitu
memproduksi produk yang mutu, bentuk dan harganya lebih tinggi dari produk
lama. Di samping itu perusahaan juga dapat memperluas usahanya dengan jalan product line-filling, yaitu menambah
jenis produk baru pada seri-seri produk yang sudah berjalan sebelumnya. Hal
lain yang wajib diperhatikan perusahaan dalam menyusun produk adalah adanya
kenyataan bahwa setiap jenis produk mempunyai siklus kehidupan yang terdiri
dari beberapa tahap, yaitu tahap pertumbuhan, tahap kematangan dan tahap
penurunan. Masing-masing tahap siklus kehidupan produk memerlukan strategi
pemasaran yang juga berbeda.
Pandangan dan pengertian dalam
masyarakat awam terhadap produk kriya sampai saat ini masih dirasakan “tumpang
tindih” (overlaping) atau “terpadu”
yang masuk pada ranah pengertian senirupa. Umumnya masyarakat belum banyak
mempersoalkan ciri khas seni, perbedaan seni, kecenderungan-kecenderungan seni dalam
pembuatan produk kriya berdasarkan pada kecenderungan yang ada dan melatarbelakangi
sifat-sifatnya. Konsep penciptaan produk kekriyaan seperti arah kedudukan seni, memiliki tiga arah pengembangan — pertama sebagai produk ekspresi (ungkapan seni); Kedua, sebagai produk kriya murni yang
menekankan craftsmanship (handicraft / craft); Dan ketiga, sebagai produk
pakai yang bernilai fungsi-guna.
Pada dasarnya ketiga bagian
seni tersebut mempunyai ciri khas dan penonjolan masing-masing secara terpisah.
Apabila ciri khas dikembangkan, harus ditarik keluar untuk memiliki ciri
khas, maka konsep penciptaan produk kekriyaan dapat berdiri sendiri tanpa ada
unsur-unsur kecenderungan dan keterpaduan dalam pandangan seni. Suasana tumpang
tindih seperti itu kadangkala memang dapat memberi gambaran betapa kompleksnya
cara pandang dan kontribusi positif bagi pelaku seni dan masyarakat. Namun
kurang mendukung perkembangan-perkembangan ciri seni kriya itu sendiri. Kedudukan
seni kriya yang berada ditengah-tengah menunjukkan seni ini umumnya lebih
berupa kecenderungan, baik ke seni murni atau ke seni pakai, tergantung dari
wawasan para kriyawan itu sendiri dan bila ingin memiliki ciri khas haruslah
berdiri sendiri.
Pengembangan seni diperlukan
semacam spesialisasi, karena
penyempitan bidang garapan akan memudahkan dalam mempelajari dan mendalami
serta pengembangkannya. Dengan arah pengembangan yang jelas dan terarah tentu
mutunya pun akan bisa meningkat dan dapat segera dipertanggungjawabkan sesuai
dengan tuntutan kebutuhan masyarakat yang juga semakin berkembang. Sikap yang
semakin jelas tersebut dalam pengembangan seni, memang sangat diperlukan,
khususnya dalam dunia pendidikan tinggi yang bersifat formal dan pembinaan seni
di masyarakat pada umumnya.
Pengembangan konsep penciptaan
produk kekriyaan yang terarah dan berwawasan ke depan kini memang dirasakan
perlu untuk meningkatkan kreativitas, produktivitas dan kualitas produk.
Kebutuhan dan minat terhadap produk kekriyaan juga perlu ditumbuh kembangkan
serta didorong kepermukaan untuk masuk millennium
ketiga dan pasar bebas. Dengan terpenuhinya kebutuhan masyarakat dan selera
pasar melalui seni dan desain, akan dengan sendirinya masa depan produk
kekriyaan, produksi dan penciptaan kriya akan semakin cerah. Sentuhan tangan-tangan trampil yang
berwawasan ke depan dan bercitarasa tinggi, serta menguasai teknologi mempunyai
harapan, terutama untuk bersaing dalam kehidupan global dan pasar Dunia.
Email: goesmul@gmail.com
blogspot.goesmul.com / Hidup dan Seni
Pustaka
Anonim,
2006. Jurnal Ilmu Desain, dalam :
Imam Buchori Zainudin, Desain, Sains Desain dan Sains
tentang Desain: Telaah Filsafat Ilmu. hal. 17 –
34
Anonim, 2006. Jurnal Ilmu Desain, Widagdo, Estetika Dalam Perjalanan Sejarah: Arti dan Peranannya dalam Desain. hal. 3-16
Anonim, 1995. Creativity
and Madness: Psychological Studies of Art and Artist Burbank, Aimed Press, hal.18
Anonim, 2005, BAHASA
DAN SENI, Tahun 33, Nomor 1, Februari 2005
Astuti, Ambar. 1997. Pengetahuan Keramik. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
Atmosudiro, Sumijati, dkk, Jawa Tengah: Sebuah Potret Warisan Budaya, SPSP. Prv.JawaTengah dan Jur.
Arkeologi FIB-UGM
Atmosudiro,
Sumijati. 1984. Notes on the
Tradition of Pottery Making in the Region of Kasongan, Regency of Bantul.
dalam Satyawati
Donald
Tamplin. 1991. The Arts: A History of
Expression in the 20th Century. London: Harrap, hal. 7
Enget,dkk, 2008. Kriya
Kayu untuk SMK, Jilid 2, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional, hal. 421 – 424.
Francis, Abraham M. 1991. Modernisasi di Dunia Ketiga:
Suatu Teori Umum Pembangunan. Yogyakarta.
Feldman,
B.F. 1967. Art As Image and Idea. Englewood Cliffs, New Jersey, Prentice Hall Inc.
Gustami, Sp. 1985. et al., Pola Hidup dan Produk
Kerajinan Keramik Kasongan. Yogyakarta, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaaan, Direktorat Jendral Kebudayaan, Proyek Penelitian Pengkajian
Kebudayaan Nusantara.
Gustami, Sp. 1988. Seni Kerajinan Keramik Kasongan. Yogyakarta: Kontinuitas
dan Perubahannya , Tesis S2 Universitas Gajah Mada.
Haryono, Bedjo. 1995-1996. Pembuatan Kerajinan Tanah Liat
Tradisional. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bagian Proyek
Pembinaan Permuseuman DIY.
Konperensi Kriya, 1999. Tahun Kriya dan Rekayasa 1999, Institut Teknologi Bandung, 26 Nov” 99.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan, Mentalitas dan
Pembangunan. Gramedia Jakarta.
Lury, Celia. 1998. Budaya Konsumen. (Terj.
Hasti T. Champion), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Manhei, Karl. 1985. Sosiologi Sistematis.
(Terj: Soerjono Soekanto), Rajawali, Jakarta.
Manuaba, Bunga Rampai Ergonomi Vol.
1, Kumpulan Artikel PS Ergonomi – Fisiologi Kerja, Unud Denpasar, 1998,
Hal. 1
Manuaba, Catatan Kuliah S-2 Ergonomi, 2006
Muchtar, Bud. 1991. Daya Cipta di Bidang Kriya dalam Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni. B.P. ISI. Yogyakarta.
Munro,
Thomas,1969. The Arts and Their
Interrelations. Cleveland and London: The Press of Case Western Reserve
University
Soegondho, Santoso. 1995. Tradisi Gerabah di
Indonesia: Dari Masa Prasejarah Hingga Masa Kini. Himpunan
Keramik Indonesia, Jakarta.
Stark,
Miriam T. and William A. Longacre. 1993. Kalinga
Ceramics and New Technologies: Social and Cultural Contexts of Ceramics Change,
dalam W. D. Kingery (Ed), Ceramics and Civilizition: The Social and Cultural
Contexs of New Ceramic Technologies. Volume VI, The American Ceramic
Society, Westerville, OH.
Sritomo W. Subroto, Proceeding Seminar Nasional Ergonomi
2006, 21-22 Nopember 2006, Auditorium Ged. A-D Usakti, Jakarta, hal. 11
Soedarso Sp., 1987. Tinjauan Seni: Pengantar Apresiasi Seni,
Saku Dayar Sana, Yogyakarta
Tamplin, Donald, 1991. The Arts: A History of Expression in the 20th Century.
London: Harrap
Virshup,
Evelyn,1995. Jackson Pollok Art Versus Alchohol. dalam Barry Panter dan Virshup.
Creativity and Madness: Psychological Studies of Art and Artist. Burbank: Aimed Press,
1995.
Wiyoso
Yudoseputro, 1983. Seni Kerajinan Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta
Wiyoso Yudoseputro, 1983. Seni Kerajinan Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta,
hal.151.
Yuswadi
Saliya, 1999. Pendekatan Interdisiplin dalam Desain: Suatu Penjelajahan Awal. Hal. 785 – 8
Terimakasih postingnya Pak,
BalasHapusini sangat membantu. Semoga sukses selalu dan kami tunggu catatan - catatan selanjutnya..
TERIMA KASIH YULIA NAIMA .... SALAM
BalasHapus