Laman

Senin, 05 Maret 2012

Produk Ekspresi Seni

Produk Ekspresi Seni

oleh Agus Mulyadi Utomo

        Benda-benda kriya seni yang dibuat untuk tujuan yang murni bernilai ungkap termasuk sebagai “seni murni” atau fine art, yang lazim disebut sebagai “ seni ekspresi” karena identitas dan emosi penciptaannya menonjol serta tidak mengulang-ulang (tidak digandakan secara massal) yang dibuat oleh individu atau pribadi yang bebas tidak terikat (merdeka). Karya jenis ini melayani kebutuhan atau kehidupan jiwa seperti adanya suasana hati atau batin atau perasaan, hasrat  dan ekspresi atau ungkapan serta emosi, secara sadar atau tidak merupakan perwujudan nilai-nilai tertentu dari kehidupan manusia itu sendiri.  Bisa dikatakan ini sebagai “seni bebas”  yang pembuatannya tidak terikat oleh kegunaan  atau fungsi pakai tertentu, tetapi muncul sebagai karya itu sendiri. 

       Pencetus gaya ini, seperti L’art pour l’art  atau “seni untuk seni”  adalah seorang Perancis yang bernama Thephile Gautier (Lionella Venturi, 1964:237-266). Gautier bereaksi terhadap keadaan zamannya, dimana seni dimanfaatkan  untuk tujuan dan tendensi politik, komersial materialistik maupun moralistik. Ia menginginkan agar seni “dimurrnikan”, dinikmati dan dihargai bukan karena alasan lain diluar seni itu sendiri. Demikian pula yang terjadi pada zaman LEKRA, dimana politik adalah sebagai panglima, maka seni harus mengabdi kepadanya. Seni yang “murni” harus bebas propaganda dan tendensi di luar seni. Demikian pula kehadiran “seni murni” dalam kriya, merupakan suatu perwujudan yang original dan mengandung kejujuran emosional secara individual, berdiri sendiri, secara khusus bereksistensi mandiri, merupakan proyeksi preferensi, apresiasi dan kesadaran akan nilai-nilai kehidupan dan kepribadian, baik secara rasional maupun irasional (intuitif).

       Pembuatan produk kriya “seni murni” mempunyai maksud untuk mengkomunikasikan pemikiran atau penyampaian ekspresi melalui bahasa rupa, lewat bahan, tekstur, warna, bentuk, ruang, bidang, garis, simbol, teknik dan lain sebagainya, yang menjadi suatu susunan dan dapat membangkitkan masyarakat apresiasi. Pembuatan karya jenis ini atas dasar kesenangan dan telah menjadi ciri khas yakni dibuat dalam jumlah terbatas, bahkan sebagai benda satu-satunya di Dunia. Dengan demikian kehadiran “seni murni” ini patut untuk diperhitungkan dan direnungi sebagai manifestasi kebudayaan bangsa, sebagai bagian dari kehidupan, yang juga ikut berperan dalam mencerdaskan masyarakat, dapat sebagai media untuk menyalurkan hasrat, emosi atau ekspresi atau pikiran sehingga kehidupan menjadi selaras  dan seimbang, baik material maupun spiritual. Lebih lanjut pada perkembangannya, seni murni tidak lagi terkotak-kotak, bersifat universal, plural, bebas dan hidup dalam dinamika masyarakatnya.

       Pada karya Kimiyo Mishima, dari Jepang, yang  merupakan keramik kontemporer Jepang, yaitu dengan mencetak berbagai bahan seakan realistis mengingatkan akan kejadian dan kehidupan sehari-hari seperti  adanya sobekan kertas koran dan majalah serta kadus bekas  yang berantakan, telah berhasil melepaskan diri dari bentuk keramik tradisional yang terikat fungsi. Suatu peniruan yang lihai dari Kimiyo, terlihat ketelitiannya dari tulisan, iklan serta karakter kertas dan karton sangat kuat ditampilkan, menunjukkan Ia sangat dekat dengan kehidupan lingkungan sehari-hari. Penguasaan teknologi dikuasai Kimiyo sehingga mendukung karya-karyanya sebagai ungkapan atau ekspresi pribadi yang selanjutnya untuk direnungi bersama. Keramikus Jepang lainnya, seperti Takako Araki, yang mencoba mengekspresikan citra dari sebuah kitab suci injil, sebagai simbol, yang digambarkan lapuk dimakan waktu atau usia pada era-nuklir dan komputerisasi. Ia mencoba mengkomunikasikan pandangannya terhadap suatu keadaan di zamannya, dimana ketidak acuhan masyarakat akan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai kebenaran yang dirasakan mulai menipis. Pencarian akan nilai kebenaran dan kebaikan  dirasakan jauh dan berdebu ditelan zaman. Suatu peringatan yang terasa menggelitik, membawa penonton tertegun sejenak dan kemudian terhentak setelah merenunginya, ada apa yang terjadi dalam kehidupan ini. Bentuk yang sangat mirip detail dari kitab injil yang dimakan bubuk ini, menunjukkan Takako begitu sensitif perasaannya dalam penampilan karakter bahan dan penuangan ide-idenya.


Email: goesmul@gmail.com  


 Karya-karya Keramik dari Agus Mulyadi Utomo

 Pustaka

                                                                           
Anonim, 2006. Jurnal Ilmu Desain, dalam : Imam Buchori Zainudin, Desain, Sains Desain dan Sains tentang Desain: Telaah Filsafat Ilmu. hal. 17 – 34
Anonim,  2006. Jurnal Ilmu Desain, Widagdo, Estetika Dalam Perjalanan Sejarah: Arti dan Peranannya dalam Desain. hal. 3-16
Anonim, 1995. Creativity and Madness: Psychological Studies of Art and Artist  Burbank, Aimed Press, hal.18
Anonim, 2005, BAHASA DAN SENI, Tahun 33, Nomor 1, Februari 2005
Astuti, Ambar. 1997. Pengetahuan Keramik. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Atmosudiro, Sumijati, dkk, Jawa Tengah: Sebuah Potret Warisan Budaya, SPSP. Prv.JawaTengah dan Jur. Arkeologi FIB-UGM
Atmosudiro, Sumijati. 1984. Notes on the Tradition of Pottery Making in the Region of Kasongan, Regency of Bantul. dalam Satyawati
Donald Tamplin. 1991. The Arts: A History of Expression in the 20th Century. London: Harrap, hal. 7
Enget,dkk, 2008. Kriya Kayu untuk SMK, Jilid 2, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, hal. 421 – 424.
Francis, Abraham M. 1991. Modernisasi di Dunia Ketiga: Suatu Teori Umum Pembangunan. Yogyakarta.
Feldman, B.F. 1967. Art As Image and Idea. Englewood Cliffs, New Jersey, Prentice Hall Inc.
Gustami, Sp. 1985. et al., Pola Hidup dan Produk Kerajinan Keramik Kasongan. Yogyakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaaan, Direktorat Jendral Kebudayaan, Proyek Penelitian Pengkajian Kebudayaan Nusantara.
Gustami, Sp. 1988. Seni Kerajinan Keramik Kasongan. Yogyakarta: Kontinuitas dan Perubahannya , Tesis S2 Universitas Gajah Mada.
http://www.google.co.id/produk, akses 3/08/2010
Haryono, Bedjo. 1995-1996. Pembuatan Kerajinan Tanah Liat Tradisional. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Bagian Proyek Pembinaan Permuseuman DIY.
Konperensi Kriya, 1999. Tahun Kriya dan Rekayasa 1999,  Institut Teknologi Bandung, 26 Nov” 99.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Gramedia Jakarta.
Lury, Celia. 1998. Budaya Konsumen. (Terj. Hasti T. Champion), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Manhei, Karl. 1985. Sosiologi Sistematis. (Terj: Soerjono Soekanto), Rajawali, Jakarta.
Manuaba, Bunga Rampai Ergonomi Vol. 1, Kumpulan Artikel PS Ergonomi – Fisiologi Kerja, Unud Denpasar, 1998, Hal. 1
Manuaba, Catatan Kuliah S-2 Ergonomi, 2006
Muchtar, Bud. 1991. Daya Cipta di Bidang Kriya dalam Jurnal Pengetahuan dan Penciptaan Seni. B.P. ISI. Yogyakarta.
Munro, Thomas,1969. The Arts and Their Interrelations. Cleveland and London: The Press of Case Western Reserve University
Soegondho, Santoso. 1995. Tradisi Gerabah di Indonesia: Dari Masa Prasejarah Hingga Masa Kini. Himpunan Keramik Indonesia, Jakarta.

Stark, Miriam T. and William A. Longacre. 1993. Kalinga Ceramics and New Technologies: Social and Cultural Contexts of Ceramics Change, dalam W. D. Kingery (Ed), Ceramics and Civilizition: The Social and Cultural Contexs of New Ceramic Technologies. Volume VI, The American Ceramic Society, Westerville, OH.
Sritomo W. Subroto, Proceeding Seminar Nasional Ergonomi 2006, 21-22 Nopember 2006, Auditorium Ged. A-D Usakti, Jakarta, hal. 11
Soedarso Sp., 1987. Tinjauan Seni: Pengantar Apresiasi Seni, Saku Dayar Sana, Yogyakarta
Tamplin, Donald, 1991. The Arts: A History of Expression in the 20th Century. London: Harrap
Virshup, Evelyn,1995. Jackson Pollok Art Versus Alchohol. dalam Barry Panter dan Virshup. Creativity and Madness: Psychological Studies of Art and Artist. Burbank: Aimed Press, 1995.
Wiyoso Yudoseputro, 1983. Seni Kerajinan Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta
Wiyoso Yudoseputro, 1983. Seni Kerajinan Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta,  hal.151.
Yuswadi Saliya, 1999. Pendekatan Interdisiplin dalam Desain: Suatu Penjelajahan Awal. Hal. 785 – 8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar