Perubahan dan Perkembangan Keramik
oleh Agus Mulyadi Utomo
Hidup dan Seni:goesmul.blogspot.com/Pengetahuan Keramik
goesmul@gmail.com
Perubahan dan perkembangan keramik juga
bersumber dari faktor dalam dan faktor luar suatu komunitas. Dalam hal ini,
kontribusi kaum intelektual tidak dapat dielakkan dalam membentuk sistem
pengetahuan masyarakat (Kuntowijoyo: 1987, 12) yang secara luas mencakup
kriyawan, ahli, sarjana, dan seniman sebagai sumber daya kreativitas produk.
Institusi pendidikan seperti Institut Seni
Indonesia Denpasar, melalui dosen. mahasiswa dan alumninya, sudah melakukan
praktek atau kegiatan produksi. Walaupun tidak menyentuh langsung secara
ekonomis, akan tetapi hal tersebut memiliki arti cukup penting pada masa-masa
berikutnya.
Pengembangan yang dilakukan lebih kepada
peningkatan nilai tambah produk melalui aplikasi desain dan dekorasi produk
keramik dengan ragam hias atau ornamen, memperkaya produk-produk yang telah
ada, dengan merujuk pada berbagai jenis produk dari bahan lain maupun bahan
yang sama dari sumber berbeda. Replikasi yang dilakukan perajin keramik,
semacam itu merupakan fenomena umum agar supaya terhindar dari kesulitan
ekonomis. Bentuk-bentuk keramik yang dikembangkan bisa meliputi: peralatan
makan –minum, pot, vas bunga, peralatan rumah tangga, bahan keperluan bangunan
ekstrerior dan interior, benda kerajinan dan benda seni yakni dengan memberi
tekanan pada aspek dekorasi atau ornament atau hiasannya. Sementara itu hingga
kini sentra-sentra keramik tradisional masih didominasi oleh produk peralatan
dapur seperti: tungku (keren), anglo dengan berbaggai jenis, kwali,
kekep, kendil, pengaron, genok, klenting, gentong, cowek, layah, kendi atau caratan, padasan, di
samping bentuk-bentuk lain seperti : pipa, pot bunga polos, pot bunga gantung,
pot bunga berukir. Selanjutnya dengan mengembangkan bentuk-bentuk lain,
tumbuh-tumbuhan, manusia, binatang dan abstrak-geometri yang diterapkan pada
produk keramik, dari jenis gerabah, stoneware
sampai porselin, dengan teknik dekorasi yang beragam.
Apabila pada masa sebelumnya perajin dan para
seniman keramik menggunakan bahan baku
dari lingkungan sekitarnya dengan sistem sewa atau beli untuk bahan tanah liat
dan pasir sebagai campuran, maka pada masa kini perajin / seniman / kriyawan /
pengusaha telah mendatangkan tanah hat dari daerah lain yang sesuai. Di samping
itu, ada Unit-unit Pelayanan Teknis dari instansi pemerintah dan swasta yang
melayani bahan baku keramik, sehingga memudahkan produksi keramik dan merupakan
peluang bisnis produk seni yang cukup menjanjikan pegiat seni yang kreatif dan
inovatif.
Fenomena yang terakhir ini, terkait dengan
masalah teknologi bahan, garapan dan
pembakaran, sehingga produk-produk yang dihasilkan memiliki kualitas lebih
baik. Kualitas yang baik ini berpengaruh terhadap segmentasi dan jaringan pasar
lebih luas, sehingga produk keramik mampu menjadi komoditas ekspor.
Perkembangan desain dan teknologi pembakaran tinggi yang dikenal melalui teknik
glasir, di Bali telah berlangsung, diantaranya merupakan hasil kerjasama dari
Jurusan Kriya Institut Seni Indonesia Denpasar dengan BPPT. Unit Pelayanan
Teknis Keramik dan Porselin Bali, sebagai tempat magang dan praktek serta
pembinaan masyarakat perajin, juga mahasiswa.
Produksi keramik sekarang telah mencapai
tingkat diversifikasi produksi tinggi, tidak hanya pada produk fungsional
praktis, akan tetapi telah menjadi objek estetik, yaitu elemen estetik interior
dan eksterior. Produk yang berorientasi ke arah objek estetik dengan tingkat
keberhasilan ekonomis mendorong konsentrasi perajin ke jenis produk baru dan
pembuatan produk-produk tradisional semakin beragam. Kebaruan dalam seni yang
mengarah pada keragaman stilistik didorong oleh tujuan ekonomi melalui campur
tangan pecinta keramik, pedagang-pengusaha diantara tangan terampil dan
seniman. Perkembangan bentuk produk non-tradisional
menjadi objek garapan utama masyarakat perajin yang didasarkan pada ide-ide
dari luar yang tumbuh pada tuntutan konsumen yang selalu berubah. Jangkauan
pasar internasional dengan berbagai kualifikasi, baik bentuk, corak, gaya,
maupun citarasa dan lain-lain mendominasi produk-produk baru, sebagai
bentuk-bentuk non-tradisional.
Fenomena ini, dimungkinkan oleh karena investor dan pasar menjadi pembuat cita
rasa dan pembentuk nilai-nilai budaya bangsa. (Abraham M. Francis: 1991,29).
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa dalam
perjalanannya yang panjang produk keramik, tidak hanya bersifat statis,
melainkan mengalami berbagai perubahan baik dalam bentuk, teknologi bahan,
garapan atau produksi, distribusi maupun konsumsi. Keramik yang pada awalnya
merupakan suatu kegiatan ekonomi yang bersifat sub-sistem, untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat setempat, dewasa ini telah berkembang ke arah
bisnis-komersial. Jenis produksi yang semula terbatas pada bentuk-bentuk
perkakas rumah tangga, kini telah berkembang ke arah objek estetik dengan tingkat
variasi tinggi.
Awalnya, keramik dijajakan secara keliling
dengan sarana transportasi tradisional, kini telah memanfaatkan jasa internet,
informasi dan komunikasi yang canggih, sistem transportasi modern, dengan
jaringan pemasaran ke berbagai daerah dan bahkan menjadi komoditas eksport ke
berbagai negara.
Demikian dengan teknologi pembuatan yang
semula sangat sederhana, walaupun saat ini jasa teknologi tersebut masih juga
dimanfaatkan, akan tetapi beberapa di antara para pelaku sektor seni-budaya ini
telah mengadopsi teknologi menengah maupun maju. Pada keramik tradisional
pembuatannya didominasi wanita, laki-laki yang pada awalnya kurang terlibat
kini peran dalam proses pembentukan produk justru menjadi dominan, khususnya
pada produk-produk jenis baru atau bentuk-bentuk non-tradisional dengan desain-desain yang beragam.
Kontak sosial dan cultural, perajin dengan
masyarakat luas berpengaruh terhadap variasi produk yang dihasilkan perajin
keramik. Hubungan yang terjalin antara seniman, pedagang, konsumen mendapatkan
respon terhadap penciptaan produk-produk baru. Pesanan produk keramik, baik
yang bersifat langsung dengan cara memesan bentuk tertentu yang diinginkan,
maupun melalui gambar kerja atau desain sering terjadi, dan juga pesanan
melalui gambar kerja, dimana pemesan dapat menyodorkan desain dan motif
tertentu. Adanya hubungan baik seniman dengan pengusaha dengan kemampuan
pemasaran, yang tentu memiliki andil terhadap munculnya produk-produk baru.
Tuntutan pasar yang merujuk pada selera
publik sering menyebabkan dekadensi, vulgarisasi dan bahkan pencemaran. Selera
publik harus dikawal dan dikelola dengan baik, karena seringkali dianggap
sebagai penyebab lunturnya formalisme budaya. Akan tetapi deformalisasi
merupakan gejala yang lumrah. Sehingga sebuah kebijaksanaan kebudayaan pada
hakekatnya merupakan penjaga agar deformalisasi itu justru menjadi dasar bagi
tumbuhnya kreativitas baru dan bukan menuju kepada anarkisme budaya nyata.
Akselerasi tuntutan pasar yang semakin beragam memacu perkembangan produk
keramik ini. Produk yang dihasilkan tidak lagi hanya berorientasi kepada
peralatan yang fungsional saja, akan tetapi menjadi objek estetik dan ekspresi
menampung segala tujuan. Modifikasi bentuk-bentuk tradisional dengan pengalihan
fungsi dan penambahan elemen estetik memperoleh bentuk yang menjadi komoditas
baru di pasaran. Demikian juga pesanan dari luar negeri, akan makin memperkaya
variasi produk keramik (Bud Mochtar: 1991, 19).
Uraian yang menggambarkan berbagai perubahan
dalam produk keramik, baik pada aspek teknologi bahan, garapan, desain,
pembakaran, maupun pemasaran. Dalam perspektif luas, perubahan teknologi bahan
mencakup suatu sistem aktivitas pemilihan dan persiapan bahan, desain dan
pembuatan, distribusi dan pengunaan serta pemanfaatan ulang artefak dan
sekelompok artefak yang telah ada. Perubahan terhadap produk seni berkait erat
dengan perubahan sosial dan kultural masyarakat setempat, sebab kesenian adalah
produk sosial dan produk budaya. Dimana proses perubahan sosial dan kultural tercemin
pada produk yang dihasilkan (Miriam T. Stark and William A. Longacre: 1993,
18).
Dalam upaya memahami konteks sosial dan
kultural perubahan keramik akan juga mengungkap persoalan timbulnya produk
keramik baru. Pemahaman terhadap timbulnya produk baru akan bersinggungan
dengan persoalan desain. Sifat keramik yang tahan cuaca dan awet, merupakan
salah satu produk budaya yang penting dan merupakan salah satu sarana untuk
dapat diperoleh suatu hubungan dengan masa lalu. Sebagai produk budaya materi, Celia Lury menyebut bahwa keramik dapat
dipandang sebagai objektivitasi ide, nilai, norma dan peraturan maupun perilaku
masyarakat (Celia Lury: 1998, 58).
Dalam konteks seperti itu, ide, nilai, norma
dan lain-lain yang diobjektivikasi ke dalam bentuk tertentu merupakan refleksi
pelaku seni. Oleh karena itu produk keramik di satu daerah akan berbeda dengan
jenis keramik yang dihasilkan di daerah lain. Perbedaan terhadap bentuk produk,
hiasan atau ornamen, teknologi, fungsi dan makna tersebut tidak bersifat kebetulan
semata, akan tetapi memiliki dasar budaya yang berkarakteristik. Sehingga untuk
produk yang tampak sejenis akan berbeda dalam bentuk, demikian juga ornamen
atau hiasan yang diterapkan pada produk keramik.
Perlengkapan yang dipilih dan digunakan
seniman atau perajin atau kriyawan tidak bersifat universal, akan tetapi
bergantung pada konteks khusus dan pada sejarah penggunaan serta pembuatan masa
lampau, sehingga bentuk, gaya dan makna artefak yang telah didesain sebagai
hasil dari suatu proses desain-dekoratif ditentukan oleh cara pembuatan produk,
tuntutan sosial-ekonomi, proses manufaktur dan konsumsi produk akhir serta
konteks kultural yang memungkinkan tumbuhnya kebutuhan penggunaan terhadap
objek-produk masyarakat secara luas
Urgensi keramik dalam kehidupan, yang dapat
dimanfaatkan dalam praktek kehidupan sehari-hari, dan keramik produksi Bali di satu sisi
dipergunakan sebagai peralatan praktis seperti makan, minum, menyimpan bahan
makanan dan sebagainya, sementara di sisi lain keramik juga ada berfungsi
sebagai sarana upacara ritual tertentu, misal pada upacara kelahiran untuk
menyimpan plasenta, atau untuk membakar kemenyan pada upacara ritual yang
berbeda atau dalam upacara Ngaben di
Bali.
Dalam dimensi yang lain, keramik juga
berperan sebagai cinderamata (gift-giving) dan bahkan menjadi benda
ekspresi seni. Di samping memenuhi fungsi sosial seperti tersebut, seiring
dengan perkembangan peradaban manusia, keramik menjadi komoditas ekonomi
menyusul dikenalnya sistem komersial.
Tradisi penggunaan gerabah masih berlangsung
hingga kini, terutama di desa-desa. Gerabah yang sehari-hari sudah banyak
tergantikan oleh bahan lain, namun demikian masih ada yang menggunakannya
terutama untuk memasak obat-obat traisional, kuali untuk memasak sayuran
alami, cubek atau layah dan cuwo
untuk piring dan pengaron atau
gebeh untuk wadah air. Sedangkan fungsi magis relegius dapat
dijumpai melalui bentuk-bentuk seperti kendil / payuk atau periuk atau layah, dan bentuk-bentuk perlambangan
dan yang berukuran kecil untuk sesaji dalam upacara adat. Kemampuan pembuatan
gerabah ini sudah tampak dalam periode budaya agraris (agriculture),
yang menunjukkan perkembangan peradaban. Perkembangan yang secara umum diikuti
oleh suatu peningkatan kebutuhan hidup yaitu keperluan terhadap tempat
makan-minum dan peralatan dapur, sehingga orang kemudian memproduksi beberapa
gerabah seperti cawan, periuk dan tempayan. Merupakan salah satu cara yang
paling penting dalam hubungan antar manusia secara sosial adalah melalui
perantaraan benda-benda, termasuk keramik jenis gerabah ini.
Budaya materi merupakan istilah bagi kajian
hubungan manusia-benda, suatu kajian mengenai manfaat benda-benda atau
objek-objek. Budaya materi tersebut, dengan demikian menjadi berguna, karena
menunjukkan bahwa materi dan budaya selalu berkombinasi dalam hubungan-hubungan
yang spesifik dan bahwa hubungan-hubungan ini dapat pula menjadi objek studi
wilayah artefak yang dikenal luas sebagai budaya materi yang mencakup: alat,
peralatan, senjata, ornamen, perkakas domestik, objek-objek relegi,
barang-barang antik, artefak primitif, bahan-bahan tradisi dan lain-lain.
Keramik sebagai artefak merupakan salah satu produk budaya materi yang sangat
penting dan merupakan salah satu sarana yang bila melaluinya dapat diperoleh
sutu hubungan dengan masa lalu. Semenjak keramik memainkan peran penting dalam
kehidupan sosial masa lalu, keramik menjadi suatu sumber data yang sangat
bernilai untuk, merekonstruksi kondisi social saat itu. Sehingga jejak-jejak
perubahan kebudayaan yang tercemin melalui pengalihan teknologi dan gaya
keramik dalam suatu masyarakat akan memberikan indikasi informasi yang bernilai
tentang peristiwa masa lalu.
Telaah melalui perubahan stifistik,
morfologi, dan teknologi akan mencerminkan bagaimana pengaruh dari pembuat
keramik inovatif dalam masyarakat maupun akibat-akibat dari konteks sosial dan
kultural. Oleh karena itu studi perubahan keramik melalui kajian terhadap
akibat-akibat atau pun reaksi perubahan tertentu dalam masyarakat pembuat
keramik akan memberikan informasi tersebut. Seperti juga karya seni murni dan
arsitektur, objek-objek yang dihasilkan secara industrial dapat dilihat sebagai
manifestasi perubahan dalam iklim mental sebagaimana kehendak sejarah, karena
desain merupakan suatu upaya secara sadar untuk mengadakan tatanan yang
bermakna, sehingga bentuk dari artefak manusia, melalui desainnya, dapat
dipahami dalam konteks waktu khususnya.
Desain adalah suatu proses yang umum untuk
menciptakan berbagai karya seni dan secara luas mencakup berbagai hasil
kebudayaan material, baik dari masa lampau, masa kini, maupun masa yang akan
datang. Sehingga tidak ada perbedaan esensial antara desain sebuah lukisan
dengan desain dari objek-objek barang atau produk keperluan sehari-hari. Oleh
sebab itu, karya seni dalam berbagai jenisnya menunjukkan pola-pola umum
tertentu dari apa yang disebut sebagai prinsip-prinsip desain. Suatu prinsip
yang pada akhirnya didasarkan pada cara melihat seseorang yang paling efektif
dan menyenangkan dan pada cara bahan-bahan dapat dibentuk dengan sangat
memuaskan dari sudut pandang efektif dan dapat menyenangkan. Prinsip-prinsip
desain merupakan hasil dari eksperimentasi jangka panjang baik secara empiris
maupun intuitif.
Desain merupakan suatu proses dan hasil dari
proses tersebut yang berupa bentuk, gaya dan makna yang telah dirancang. Secara
semantik kebermaknaan itu dikemas dalam bentuk ekspresi seni seperti hadirnya
rasa “artistik, "indah", “lucu", sejuk", mungil",
tersernbunyi", realistik", abstrak", atau "baik atau
buruk”, disamping makna sosial lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi proses
desain yakni adaya gagasan atau ide dari desainer; faktor teknologi yang
menentukan pembuatan produk; tuntutan sosio-ekonomis, proses manufaktur dan
konsumsi produk akhir; konteks kultural yang memberikan tumbuhnya kebutuhan
terhadap objek serta kondisi manufakturnya. Demikian juga hasil berupa produk,
sebagai realisasi proses, merupakan objektivikasi dari kesadaran manusia.
Sehingga desain, melalui produk keramik yang tercipta sedemikian rupa
dipengaruhi oleh dan pada gilirannya akan mempengaruhi ideologi dan perubahan
sosial.
Semua kebudayaan secara konstan dapat
berubah, tidak ada kebudayaan yang statis sepenuhnya. Bahkan dalam semua sistem
sosio-kultural juga selalu mengalami perubahan, walaupun tingkat dan bentuk
perubahan berbeda-beda dari situasi satu ke situasi lainnya. Banyak faktor yang
mempengaruhi tingkat perubahan seperti perubahan dalam lingkungan fisik,
jumlah, penyebaran, komposisi penduduk, kontak dan isolasi, nilai dan sikap,
struktur sosial, kebutuhan yang dirasakan langsung dan tak langsung serta
adanya adat-budaya. Sementara itu
perubahan pada umumnya, akan mengikut sertakan modifikasi dalam lingkungan
sosio-kultural atau lingkungan fisik. Lingkungan sosio-kultural lebih menunjuk
pada orang, kebudayaan, dan masyarakat, sedangkan lingkungan fisik menujuk pada
tata ekologi tertentu, baik alami maupun buatan manusia (Koentjaraningrat:
1984, 90).
Dalam studi perubahan keramik, tiga masalah
teoretis yang perlu ditelaah dalam kaitannya dengan konteks sosial dan
cultural, adalah rangsangan terhadap perubahan, faktor internal dan eksternal
dalam proses perubahan serta arah dalam proses inovasi. Proses perubahan sosial
dan kultural menunjukkan berbagai variasi seperti penemuan, invensi dan difusi.
Penemuan adalah kegiatan untuk dapat menyadari hasil kerja atau sadar atas
sesuatu yang telah ada sebelumnya. Invensi adalah suatu kombinasi baru dari
objek-objek atau pengetahuan yang telah ada untuk membuat suatu produk baru
atau merupakan suatu sintesis dari bahan kondisi atau praktek yang ada
sebelumnya.
Invensi menurut Ryan diartikan sebagai "pembuatan". Perubahan yang
berkaitan dengan konteks sosio-kultural tersebut, yaitu kaum intelektual
berperan sebagai pendahulu dalam pembentukan sistem pengetahuan masyarakat. Di
samping itu terdapat kelompok-kelompok pembawa budaya tertentu yang memiliki
pengaruh besar dalam menentukan kontur budaya konsumen sebagai konsekuensi
kemampuannya dalam mempengaruhi perkembangan fashion, gaya hidup, seni dan budaya. Dalam pembentukan selera
kesenian, massa mempunyai peranan besar, sementara itu para investor dan pasar
juga berperan besar sebagai pembuat cita rasa dan pembentuk nilai-nilai budaya
bangsa. Secara luas kaum intelektual mencakup kriyawan, ahli, sarjana, dan
seniman-budayawan sebagai sumber daya kreativitas. Daya kreativitas yang
dimiliki kaum intelektual tersebut pada gilirannya akan melahirkan berbagai
inovasi.
Istilah inovasi seringkali digunakan untuk
mencakup penemuan dan invensi tersebut, yang menurut Barnett merupakan pikiran, perilaku, atau sesuatu yang baru, karena
secara kualitatif berbeda dari bentuk semula. Sehingga inovasi secara longgar
dipandang sebagai adopsi terhadap proses dan bentuk baru. Inovasi merupakan suatu
ide atau konstelasi ide, tetapi beberapa inovasi melalui sifatnya kadangkala
hanya tinggal dalam organisasi mental saja, sementara yang lain mungkin
merupakan ekspresi yang tampak dan nyata. Inovasi pada produk keramik, tampak
pada munculnya proses dan bentuk produk baru, suatu produk yang bersifat
non-tradisional. Produksi bentuk-bentuk non-tradisional
didasarkan pada ide-ide dari luar yang tumbuh dari tuntutan konsumen yang
berubah. Untuk memahami perubahan keramik sebagai konsekuensi adopsi inovasi, maka
telaah yang memusatkan analisis pada masyarakat, dengan memperhatikan
pertama-tama pada dasar teknik produksi ekonomis menjadi penting. Oleh karena
dalam lingkup demikian terjadinya perubahan akan dapat diamati dan dirumuskan
perubahan-perubahan teknik produksi, mesin-mesin yang memproduksi makanan,
pakaian, perumahan dan sebagainya merupakan teknik-teknik melalui mana
perubahan-perubahan mempengaruhi masyarakat (Karl Mennhei: 1985, 119).
Dalam studi perubahan keramik, tiga masalah
teoritis yang perlu ditelaah dalam kaitannya dengan konteks sosial dan cultural
adalah rangsangan terhadap perubahan, faktor internal dan eksternal dalam
proses perubahan sera arah dalam proses inovasi. Berkait dengan rangsangan
perubahan tersebut perlu juga memahami karakteristik kerajinan tangan. Menurut Feldman Burk Feldman, kerajinan
tangan akan mencirikan bahwa:
(1). Suatu objek buatan tangan, biasanya
direncanakan dan dikerjakan oleh orang yang sama. Hal ini biasa dilakukan oleh
perajin-seniman, akan tetapi banyak desa kerajinan dengan ekonomi pra-industri,
pembagian kerja terjadi, sehingga seniman atau kriyawan mungkin akan
menggerakan desain yang diciptakan. Orang lain atau tenaga kerja atau anggota
keluarga dapat melaksanakannya dengan sedikit pengulangan.
(2).
Perajin tidak hanya melaksanakan
sendiri seluruh karya, tetapi juga bisa menambah dan mengatur (menyempurnakan)
desainnya menurut kebutuhan nasabah atau pelanggannya. Oleh karena itu
karaktetistik kerajinan tangan mencakup tanggung jawab yang utuh terhadap
penciptaan objek dan penyesuaian desain dan pelaksanaan bagi kebutuhan individu
adalah patron.
(3). Keunikan suatu objek kerajinan tangan
mungkin didasarkan pada keistimewaan teknik perajin atau keinginan tertentu
dari patron.
(4). Di sisi yang lain, kerajinan dalam budaya
pra-industri adalah, secara paradoksal, kesamaan relatiffnya, dalam artian
bahwa variasi dalam detail terjadi karena duplikasi secara absolut tidak
mungkin pada barang buatan tangan, walaupun demikian secara umum terdapat
sedikit perubahan dari apa yang dilakukan oleh perajin terhadap produk yang
dihasilkan.
Faktor internal secara pasti mempengaruhi
perubahan keramik, seperti misalnva pertumbuhan penduduk bertindak sebagai
pendorong ekonomi yang kuat, sama pentingnya dengan individu-individu inovatif
yang membuka hubungan sosial yang tegas oleh hubungan patron-klien. Juga perubahan secara etnografis faktor-faktor
eksternal, yang mencakup berbagai aspek integrasi, ekonomi internasional,
pengenaan ekonomi uang, komunikasi yang baik dan fasilitas transportasi, suatu
peningkatan dalam wisata nasional dan internasional, minimnya bahan bakar dan
penebangan hutan serta emigrasi dari daerah pedesaan ke kota-kota.
Tuntutan pasar dan pengembangan pasar wisata
merupakan dua kepentingan yang berkait yang berpengaruh pada sistem keramik.
Sementara itu proses inovasi dan alasan mengapa kelompok tertentu dalam suatu
masyarakat memilih untuk memperbaharui pandangan inovasi dalam masyarakat yang
mencakup dua hal yakni dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Inovasi dari
atas ke bawah terjadi manakala pekerja seni ahli yang kaya, atau paling tidak
mapan dalam perdagangannya terikat dalam inovasi. Inovasi dari bawah ke atas
melibatkan hal baru, bentuk-bentuk luar yang menduduki sesuatu yang baru, yang
tidak memanfaatkan celah ekonorni sebelumnya. Proses inovasi dari atas ke bawah
melibatkan pengawasan negara sebagai suatu mekanisme dari atas ke bawah yang
membimbing inovasi. Sementara itu proses inovasi dari bawah ke atas berasal
dari sumber-sumber di luar kontrol negara. Evidensi inovasi dari bawah ke atas
makin tampak dalam gabungan orang-orang dan melibatkan perubahan yang
mempertinggi jaminan ekonomi mereka. Sedangkan arah inovasi berkaitan dengan
suatu kombinasi antara ekonomi dan martabat (prestise) di satu sisi, pembaharuan itu memperoleh keuntungan
secara ekonornis dan disisi lain mempersyaratkan kepedulian terhadap
aspek-aspek kultural yang ada.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, Dictionary of Art, Pergamon Press Ltd, London
Anonim, Ensiklopedi Indonesia, Ichtiar Baru van Hoeve, 1992
Anonim, Everyman Encyclopedia
Anonim, Encyclopedia of World Art, 1965
Akhdiyat Karta
Miharja, Seni dalam Pembinaan
Kepribadian Nasional, Budaya X /1-2, 1961
Akhmad Parlan
Mulyano, Dekorasi, 1984
Dewantara, Ki Hadjar, Pendidikan (1), Majelis Luhur Taman Siswa
Dewantara, Yogyakarta, 1962
Dogmy dan Carter, Four Thousand Years of China’s Art,
The Honel Press Company, New York, 1951
Dufrene, Mikel, Dkk, Aesthetics and The Sciences of Art, 1978
Goris R., Atlas Kebudayaan, Pemerintah RI, Jakarta, 1953
Gronemen, Chris and Feirier, General Shop, Mc Grow-Hill, New York, 1969
Heskett, John, Industrial Design, Thames
and Hudson, London, 1980
Hildawati, Keramik Pada Zaman
Majapahit, Skripsi SR-ITB, Bandung, 1971
Ismail Raji Al-Faruqi, Seni Tauhid, Esensi & Ekspresi Estetika
Islam, Bentang Budaya,1986
Jacques Havet, Dkk, Main
Trends of Research in the
Social and Human Sciences, Unesco
Jurnal Seni Rupa dan Desain, 1999-2003,
Prabangkara, ISSN 1412- 0380,
Vol 1-6, No.1-8, PSSRD Univ. Udayana,
Denpasar
Komite Seni Rupa DKJ, Seni Rupa, Berkala No. 4, Jakarta, 1984
Kempers, AJB., Bali Purbakala,
PT. Ichtiar, Jakarta, 1960
Ki Hajar Dewantara, Pendidikan Majelis Luhur,
Persatuan Taman Siswa, Bagian I,
Yogyakarta, 1962
Leo Tolstoy, What is Art ? Bobs-Merrill, Indiana
polis, New York, 1960
Monro, Thomas, Evolution in The Arts, The Cleveland Museum of Art Clevend, 1963
Myers, Bernard.S.,
Dictionary
of Art, 1951
Murdowo, Seni Budaya Bali-Balinese
Art and Culture, Jakarta, 1963
Murtihadi, Ornamen, 1981
Mayer, Ralph, A Dictionary of
Art Term & Techniques, Adan & Charler Black Ltd, London, 1969
Mills, John Fitz
Maurice, The Pergamon , 1965
Mikke Susanto, Diksi Rupa, Kumpulan Istilah dan Gerakan
Seni Rupa, Dicti Art Lab. Yogyakarta & Jagat Art Space Bali, 2011
Papanek, Victor, Design for the Real World, New
York, Pantheon Books, 1971
Poewodarminto, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pn. Balai Pustaka, Jakarta, 1976
Radiawan, Konsep dan Aplikasi Ornamen Tradisi Bali,
dalam Jurnal Imaji, Vol. 9, No.2
Agustus, 2011
Read, Herbert, The Meaning of Art, Faber and Faber Limited, London, 1962
Runes, Dagobert D. and Harry S., Encyclopedia of The Arts, USA, 1946
Santoso Doellah, Batik: The Impact of Time and Environment,
Danar Hadi
Soedarso, Sp., Tinjauan Seni: Sebuah Pengantar Untuk Apresiasi Seni, Suku Dayar San,
Yogyakarta, 1988
Sugriwa, I Gst Bagus, Dasar-dasar
Kesenian Bali, Pemda Tk.I Bali, Denpasar, 1957
Tomas Munro, Evolution in the Arts, The
Cleveland Museum of Arts, Cleveland, 1963
Utomo, Agus Mulyadi, Wawasan & Tinjauan Seni Keramik,
Paramita, Surabaya, 2007
Utomo, Agus Mulyadi, Pengetahuan Teknologi Bahan Keramik,
Udayana University Press & ISI Denpasar, 2010
Utomo, Agus Mulyadi, Produk Kekriyaan Dalam Ranah Seni Rupa
danDesain, ISI Denpasar & Hijrah M, 2011
Yuliman, sanento, dkk, Lingkup Seni Rupa : Kumpulan Karangan Tentang Cabang-cabang Seni Rupa, ITB, Bandung, 1983
goesmul@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar