Produk
Fungsional
oleh Agus Mulyadi Utomo
Produk kriya ada yang dipakai atau dibuat
untuk tujuan yang bersifat praktis dan fungsional, terutama untuk kebutuhan
sehari-hari. Sebagai “seni pakai-guna”, jenis benda ini merupakan produk hasil
dari suatu rancangan atau desain, baik untuk keperluan yang bersifat fisik atau
material seperti peralatan rumah tangga (wadah atau perabotan), maupun sebagai
bahan dan komponen suatu rancang bangun.
Produk kriya pakai bersifat
umum dengan kegunaan khusus atau bervariasi, dimana setiap produknya mementingkan
segi praktis dan fungsi yang optimal serta efisien.
Karena bersifat umum yaitu untuk kepentingan masyarakat luas, maka produk kriya
fungsional pakai harus memenuhi standar industri yang berlaku di setiap negara.
Kalau dalam negeri disebut Standar Industri Indonesia ( SII ) atau Standar
Nasional Indonesia ( SNI ), ada pula
Standar Industri Internasional yang berlaku, misalnya ISO, dll. Semua itu untuk melindungi kepentingan konsumen atau
produsen, apalagi kini telah ada undang-undang (HaKI) yang mengatur hal itu (paten dan industri). Dan para
pengusaha harus melaporkan secara kontinyu hasil produksinya ke Departemen
terkait disamping untuk pengendalian mutu dan pengontrolan serta sebagai obyek
pajak. Benda-benda pakai diproduksi oleh mesin-mesin (pabrik) yang menghasilkan
produk massal dengan bentuk serupa (standar) dan diawasi oleh pemerintah atau
lembaga konsumen. Untuk dapat bersaing dipasaran, produk kriya pakai menawarkan
keterjangkauan (murah), kepraktisan, pemenuhan kebutuhan dan perlindungan
konsumen. Karena itu harus direncanakan sedemikian rupa memperhatikan segi
keamanan atau keselamatan, kenyamanan, kebersihan atau kesehatan dalam
pemakaian produk. Pertimbangan lainnya dalam mendesain adalah dari sudut
pandang ekonomi, sosial, budaya, fisiologis
(ergonomi), psikologi, teknologi dan estetikanya. Seni pakai dalam memenuhi
tuntutan fungsinya menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut ini:
a) Bentuk sesederhana mungkin dan estetis atau
indah;
b) Bentuk pakai yang dihasilkan minim dari unsur
ekspresi dan imajinasi (minimalis);
c) Dapat menampilkan keindahan yang mengikuti
fungsinya;
d) Keindahan muncul
dengan sendirinya secara wajar disaat benda tersebut dipergunakan;
e) Adanya hubungan antara barang dengan si
pemakai.
Kebutuhan masyarakat
senantiasa berkembang dan semakin kompleks sifatnya, maka desain-desain kriya
alternatif dan baru selalu akan mengikuti. Seringkali terjadi, benda pakai ini
jarang dipergunakan karena bentuknya teramat indah atau hiasannya (dekorasi)
berlebihan, sehingga fungsinyapun beralih menjadi benda pajangan di ruang tamu,
tidak sesuai dengan fungsi sebenarnya. Tampaknya tanggungjawab desainer cukup
besar dan penting, terutama pada masyarakat konsumen, produsen dan kesempatan
kerja. Sudah selayaknya hasil karya desainer
dihargai dan layak diberi perlindungan seperti yang diatur dalam
Undang-undang HaKI (Hak akan Kekayaan Intelektual) seperti Hak
Cipta, Paten, Produk Industri,
dllnya.
Pada contoh closet
porselin, dengan alternatif
pengehematan air, dengan memberikan suatu perbandingan data pemakaian air
sebagai daya tarik pemakai, sebagai suatu penawaran akan efisiensi. Untuk itu para desainer
dituntut untuk peka terhadap prinsip kebutuhan dan pertimbangan pasar, selalu
mempelajari dan menganalisa dalam rangka menciptakan bentuk-bentuk baru yang
lebih bermutu serta lebih efisien.
Untuk mendesain fasilitas tempat duduk, misalnya salah
satu fasilitas duduk adalah kursi, yang fungsinya untuk diduduki. Posisi duduk
sangat dipengaruhi oleh struktur anatomi manusia. Adanya gravitasi menyebabkan
tubuh manusia memiliki berat. Pada saat duduk, tulang duduk menyangga
keseluruhan anggota tubuh bagian atas melalui poros tulang belakang. Tulang
duduk bersentuhan langsung dengan alas duduk. Hal itu mengakibatkan daerah di
sekitar organ duduk mengalami pembebanan kerja secara statik. Pada posisi duduk
yang tetap atau diam dalam rentang waktu yang cukup lama mengakibatkan
terjadinva tekanan pada sekitar pembuluh darah akibat berat tubuh bagian atas .
Pada situasi ini, otot akan merasa lelah. Itulah sebabnya banyak dijumpai orang
pemakai kursi melakukan aktivitas bergerak sebagai selingan pada saat duduk.
Perubahan posisi duduk ini memang dianjurkan supaya pembuluh darah tidak
mengalami penyempitan dan memberi kesempatan darah mengalir dengan lancar.
Dengan lancarnya peredaran darah berarti pula memperlancar distribusi oksigen
dan nutrisi sehingga resiko penimbunan asam
laktat yang mengakibatkan rasa lelah dapat dikurangi. Bentuk kursi sangat
dipengaruhi oleh anatomi tubuh dan kebutuhan akan komponen-komponen penyangga
organ tubuh. Ini bertujuan agar beban tubuh dapat terdistribusi secara merata
ke bidang sandaran dan alas duduk. Kursi yang ergonomis mampu meningkatkan
efisiensi dan efektivitas kerja manusia. Berbeda dengan posisi berdiri. seluruh
beban anggota tubuh akan terbeban pada tulang tungkai. Pada saat berdiri seluruh
anggota tubuh relatif berada pada satu garis vertikal (garis berat) dan
berakhir pada tungkai kaki. Hal ini memberi resiko pada betis untuk cepat lelah
karena harus terus-menerus berkontraksi menjaga keseimbangan dan menahan beban
tubuh. Bemtuk posisi anatomi, dimana kurva tulang belakang membentuk lengkungan
ke arah dalam pada saat berdiri. Lengkungan
tersebut menjadi berkurang pada saat duduk dengan posisi tegak. Pada
kenyataannnya, duduk dengan tenggang waktu lama mengakibatkan kelelahan yang
berakibat tulang belakang melengkung ke arah luar (Pheasant, 1996). Sebuah
fasilitas duduk yang didesain khusus agar dapat menopang seluruh badan mulai
dari kepala hingga kaki. Produk didesain
tidak seperti hal di atas, karena berbeda dengan posisi terlentang. Pada posisi
tersebut, tubuh berada pada posisi relatif horisontal. Darah akan mengalir
dengan lancar dan anggota tubuh tidak lagi berada dalam satu garis berat
vertikal. Tubuh sepenuhnya disangga oleh alas tidur. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pada tubuh relatif tidak lagi terjadi pembebanan kerja yang
besar pada posisi istirahat tersebut. Perbedaan yang cukup besar adalah apabila
kita berada di ruang tanpa bobot (zero g).
Para astronot melakukan istirahat cukup dengan tubuh yang melayang di udara.
Aliran darah cukup mengalir hanya dengan mengandalkan tekanan yang dilakukan
oleh jantung. Tiadanya gravitasi menyebabkan tingkat kelelahan relatif rendah
karena tubuh tidak mengadakan reaksi terhadap gaya tarik bumi. Tubuh secara
otomatis membentuk konfigurasi bentuk yang alami pada saat tidak terjadi
kontraksi otot (relaks / lemas). Jika kita perhatikan, konfigurasi alami yang
terjadi mempunyai kesamaan bentuk dengan posisi duduk yang diperkenalkan oleh
Kursi. Pinggul dan paha akan membuka membentuk sudut yang lebar lebih besar
dari 90°. Seseorang akan sangat lelah jika harus menahan lengannya secara horisontal
terus-menerus. Akan tetapi, pada kondisi tanpa bobot, dia tidak perlu
mengeluarkan tenaga untuk menahan lengannya secara horisontal. Di sini, lengan
akan "melayang" karena tidak ada perasaan berat. Namun demikian,
lamanya kehilangan bobot di angkasa dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan.
Sel-sel darah merah berkurang jumlahnya, terjadinya pengumpulan darah dalam
rongga dada, dan tulang - tulang kehilangan kalsiurn
yang dapat menimbulkan kerapuhan. Duduk memerlukan sedikit energi daripada berdiri
karena hal itu dapat mengurangi banyaknya beban otot statis pada kaki. Posisi
duduk relatif memberikan kesempatan istirahat dan secara potensial lebih
produktif. Kemampuan bekerja dapat ditingkatkan dan daya tahan menjadi lebih
lama. Adakalanya sikap duduk ' yang salah dapat menyebabkan masalah pada organ
tubuh bagian belakang terutama daerah sekitar punggung. Tulang belakang
melakukan penekanan ke bawah sehingga terjadi ketegangan otot dan kekakuan pada
daerah sekitar belakang pinggang. Dari penelitian yang pernah dilakukan didapat
suatu kesimpulan bahwa posisi duduk yang terlalu tegak mengakibatkan
peningkatan tekanan dan kontraksi otot sebesar 40%, bahkan pada saat menulis
dan merebahkan kepala di atas meja kerja tekanan tersebut naik 90%. Tak kalah pentingnya
adalah dimensi dan ukuran tempat duduk yang sesuai dengan ukuran dan dimensi
tubuh pemakainya. Umumnya disesuaikan dengan antropometri manusia penggunanya, misal orang Eropa berbeda dengan
orang Asia, untuk itu perlu mencari standard yang tepat dan perhitungan yang
juga tepat agar nyaman digunakan dan tidak menjadikan beban tambahan bagi
tubuh.
Klasifikasi
fasilitas duduk, menurut kehutuhannya dalam penempatan furniture dalam suatu ruang dapat dibedakan menjadi:
- Furniture / mebeler rumah (home furniture), yaitu segala produk furniture yang dipakai di dalam rumah (indoor furniture) seperti kursi tamu, sofa , kursi makan (dining chair), kursi belajar, kursi santai, kursi teras dan sebagainya.
- Furniture / mebeler kantor (office furniture), yaitu segala produk furniture yang dipakai di ruang kantor (indoor furniture) seperti kursi eksekutif, kursi sekretaris. dan bangku kerja.
- Furniture / mebeler luar ruangan (street. furniture), yaitu segala produk furniture yang dipakai untuk penunjang kegiatan di luar ruangan (out door ,furniture) seperti di tepi jalan, trotoar atau di taman kota, misalnya kursi taman dan kursi tunaraga di dalam halted an tempat umum.
Sistem dan cara konstruksi furniture, ada beberapa macam diantaranya sebagai
berikut:
- Build in Furniture, adalah suatu sistem konstruksi furniture yang memanfaatkan bangunan rumah atau gedung sebagai bidang penguat konstruksi. Konstruksi furniture menempel pada dinding yang khusus dibangun untuk penempatan furniture. Sepintas akan tampak bahwa furniture tersebut rata dengan dinding dari langit-langit sampai lantai. Umumya dipakai untuk pembuatan lemari atau rak. Keuntungan dari konstruksi ini adalah kemudahan perawatan dan kebersihan karena sedikit sekali adanya celah yang terbuka. Namun, kelemahannya mudah terserang lapuk bila dinding bangunan terlampau lembab dan berjamur.
- Knock Up Furniture, konstruksi furniture ini menggunakan sistem sambungan konstruksi mati (fixed construction). Seluruh sambungan tergabung secara permanen oleh bahan lem, paku, atau bahkan tertanam dalam konstruksi bangunan. Contohnya, kursi tamu, bangku belajar di sekolah, kursi panjang di ruang tunggu, dan streett furniture. Dengan teknik ini pemakai tidak memiliki peluang membongkar kembali furniture menjadi komponen-komponen lepas.
- Knock Down Furniture (Furniture Sistem Lepas Pasang). Manusia (kita) sering menemui problema ruang yang sempit dan terbatas. Keuntungan sistem ini adalah dapat dilepas pasang untuk memudahkan penyimpanan dan pengemasan. Komponen - komponen dasarnya dapat diuraikan menurut kesamaan bidang. Penyambungannya membutuhkan mur-baut khusus yang dapat disetel. Ligna (PT Hadinata Brothers and Company), merek yang cukup dikenal dalam memproduksi mebel telah menerapkan sistem ini. Dengan teknik ini furniture dibuat dalam unit terpisah - pisah yang dapat dengan mudah dirakit saat mencapai tujuan akhir. Perakitan biasanya bisa dilakukan oleh tenaga kerja tidak terampil dan bisa dilakukan oleh pengecer atau kadang-kadang oleh konsumen dengan sedikit petunjuk pemasangan. Dengan menggunakan teknik ini, pemakaian ruang (container) dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin pada saat pengapalan ke lain tempat, dan memberi kemudahan lepas pasang pada saat pengepakan.
- Folding Chair (Kursi Lipat). Alternatif lain dalam penyelesaian problema ruang adalah pendekatan sistem lipat. Konstruksi yang dapat dilipat, selain ringkas juga dapat menghemat pemakaian ruang pada saat penyimpanan. Dalam mendesain folding chair ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
a. Prosedur
operasional melipat dan membuka kursi.
b. Keamanan dalam
melipat dan membuka kursi agar tidak teijadi resiko terjepitnya tangan atau
kaki pemakai. Gambar yang menunjukkan Folding
Chair mampunyai kekhususan tersendiri dalam bentuk teknik pelipatan (Jacson,
1997)
5. Stacking Chair
(Kursi Susun). Selain sistem lipat di atas, konstruksi kursi dapat didesain
dengan pendekatan susun. Dalam sistem susun, bagian kaki kursi yang berada di
atas akan masuk ke bagian badan kursi yang berada di bawahnya. Desain konstruksi
stacking menuntut perhitungan yang
presisi pada saat dua atau lebih kursi disusun. Adapun kemungkinan
penyusunannya adalah:
a. Tumpukan mengarah ke atas (vertical arrangement).
b. Tumpukan mengarah miring (diagonal arrangement).
c. Tumpukan mengarah ke sejajar dengan permukaan lantai (horizontal arrangement).
Yang perlu
diperhatikan dalam desain kursi sistem susun adalah:
a. kekuatan
struktur kursi yang menghasilkan perhitungan berapa jumlah maksimum kursi yang
dapat ditumpuk.
b.
pemilihan material dan finishing yang tepat agar permukaan kursi yang ditumpuk
tahan gores dan tidak terjadi cacat, dan Stacking
Chair dapat ditumpuka dengan susunan yang bevariasi (Jacsoh, 1997).
Aspek fundamental
desain kursi yaitu tujuan dari fasilitas duduk sebagai menyangga tubuh manusia
sehingga kestabilan postur tubuh dapat terjaga dengan baik. Dengan demikian,
didapatkan rasa nyaman untuk beberapa waktu lamanya dan secara psikis merasakan
kepuasan. Pheasant, 1988, memberikan
acuan sebagai titik tolak dalam mendesain sebuah kursi sebagai berikut:
a. Tinggi alas duduk
(Seat Height), adalah jarak yang
didapat dari lantai ke arah permukaan alas duduk. Bila alas duduk memakai
bantalan busa, jarak dihitung sampai permukaan busa tersebut kempes ketika
diduduki. Penting sekali mengetahui ukuran rata-rata panjang kaki bagian bawah
(popliteal). Pertimbangan lainnya
adalah alas kaki yang dipakai oleh pemakai, misalnya sepatu atau sandal. Tinggi
outsole (haq sepatu) cukup berpengaruh pada penentuan tinggi alas duduk.
Jika ukuran tersebut terlalu tinggi, posisi kaki akan menggantung dan
mengakibatkan pembebanan statik yang berlebih pada lipatan lutut bagian dalam.
Namun sebaliknya, jika alas duduk terlampau rendah. kaki akan terlipat.
Akibatnya, distribusi beban mengalir ke arah pinggul dan mengakibatkan
kelelahan pada otot di sekitar tulang duduk. Energi yang dibutuhkan untuk
berdiri pun relatif lebih besar dibanding dengan tinggi alas duduk normal.
Karena bentuk kaki manusia yang organis dan alami, kontur permukaan alas duduk sangat
berpengaruh pada kenyamanan. Bentuk alas duduk paling dasar adalah flat / datar. Namun, dengan desain yang
berbentuk kurva yang mengikuti kontur paha akan terasa lebih nyaman karena
bagian kaki sebagian besar disangga oleh alas duduk tersebut. Fasilitas kerja
yang menuntut tingkat kenyamanan kerja yang tinggi lebih merekomendasikan
tinggi alas duduk yang mudah diatur (adjustable)
sehingga dapat disesuaikan dengan antropometri
pemakai. Rentang dimensinya diharapkan dapat dipakai oleh populasi pria dan
wanita. Oleh karena itu disarankan untuk memakai acuan awal ukuran pemakai pendek, dengan demikian
masih bisa diperkirakan untuk pemakai dengan ukuran tinggi, sehingga dapat juga memakai kursi. Asumsinya, telapak
kaki harus terletak pada permukaan lantai dan tinggi duduk dapat diatur
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi tekanan pada bagian bawah paha.
Pemanfaatan bantalan busa (cushion)
sangat disarankan dalam melapis permukaan alas duduk. Bahan ini sangat membantu
dalam distribusi beban ke seluruh bagian paha. Konsensus Perkumpulan Ergonomi
Internasional (The International
Ergonomics Association) dan The Human
Factors Society memberikan aturan untuk pemakaian bantalan (padding) tersebut sebagai berikut:
Permukaan alas duduk harus datar dan bagian ujung yang menyentuh lutut bagian
dalam dibuat melengkung (rounded edge).
Elastisitas bahan busa diusahakan tidak terlalu empuk, tetapi padat. Meski
demikian, jangan terlampau keras sehingga dapat diperkirakan pemakai yang
berbobot besar tidak membuat lapisan busa tersebut kempes atau turun sedalam 25
mm.
b. Kedalaman alas duduk (Seat Depth), jarak ini diukur dari ujung alas duduk sampai ke
belakang menyentuh sandaran punggung. Jarak
ini bergantung pada ukuran rata-rata panjang paha pemakai. Jika terlalu panjang,
ujung alas duduk akan menekan daerah lutut bagian dalam (popliteal). Semakin
dalam ukuran alas duduk. akan mempersulit pengguna kursi untuk duduk dan
berdiri.
c. Sandaran duduk (Backrest),
pada prinsipnya, sandaran punggung berfungsi untuk menahan beban anggota tubuh
bagian atas (torso). Hal ini yang
membedakan dengan bangku tanpa sandaran (stool).
Secara ideal posisi sandaran duduk tidak tegak lurus terhadap alas duduk,
melainkan agak condong ke belakang. Ini berguna agar pinggul tidak menahan
secara langsung tubuh bagian atas, melainkan sebagian didistribusikan ke arah
sandaran (garis berat menjadi mundur). Oleh karena mobilitas gerakan bahu yang
tinggi, ada beberapa variasi sandaran punggung yang dapat direkomendasi dalam
desain:
1. Sandaran lumbar (low-level back rest).
Lumbar adalah bagian tubuh yang
terletak di daerah punggung bagian bawah dan di atas pinggang. Pendekatan ini ditujukan untuk mengurangi usaha otot yang
diperlukan untuk menjaga suatu sikap duduk yang kaku dan tegang. Hal ini juga
dapat mengurangi kecenderungan tulang belakang berubah konfigurasi bentuknva.
Umumnya, kursi kantor banyak memakai pendekatan ini, karena fungsi kerja
menjadi lebih optimal. Hal itu disebabkan oleh posisi tubuh yang cenderung
terus tegak dan tidak mengakibatkan posisi duduk melorot atau meluncur ke arah
depan.
2. Sandaran bahu (medium
- level back rest). Sandaran yang dirancang untuk menyangga punggung dan
berakhir sampai ke bahu. Tinggi idealnya adalah 645 mm dengan pertimbangan pria
95`x '% tile (paling tinggi), dapat duduk dengan nyaman.
3. Sandaran penuh bahu dan kepala. Pendekatan ini banyak
dipakai pada kursi eksekutif. The Swan
dan The Egg karya desainer Arne Jacobsen memanfaatkan sandaran
kepala (head rest) agar pengguna
dapat menyandarkan kepala untuk istirahat tanpa harus meluncurkan badan ke
bawah. Tinggi idealnya 900 mm dengan pertimbangan
pria 95`x '% tile (paling tinggi) dapat menyandarkan kepalanya dengan nyaman.
d. Lebar alas duduk (Seat Width). Pada prinsipnva. sejauh tulang duduk dapat tersangga
dengan baik oleh alas duduk, dapat dikatakan telah duduk dengan baik. Akan
tetapi, dari perhitungan kenyamanan, hal tersebut belum dapat dikatakan
sepenuhnya nyaman karena ada bagian pantat yang harus disangga. Dengan
sendirinya jarak minimal antar tulang duduk (ischial tuberosities / IT) harus diperlebar.
e. Sudut sandaran (α). Agar beban terdistribusi secara merata, sandaran perlu
dibuat sedikit condong ke belakang. Jika pengukuran sudut rebah lebih besar
dari yang direkomendasikan, akan terjadi kemungkinan kesulitan untul: berdiri
karena badan harus ditarik ke depan terlebih dahulu.
f. Sudut alas duduk
(β). Sudut ini dibentuk oleh bidang alas duduk
terhadap permukaan lantai. Fungsi sudut alas duduk ini adalah memperbesar
bidang tekan dan sentuh antara permukaan sandaran dengan punggung dan
memperkecil resiko tergelincir ke depan pada saat duduk (slide out).
g. Sandaran lengan (i). Komponen ini tidaklah terlalu
mutlak harus ada pada setiap desain kursi.
Untuk beberapa kasus memang diperlukan adanya sandaran tangan sebagai alas
istirahat tangan dan tumpuan pada saat pengguna berdiri. Lebih disarankan ujung
sandaran yang tidak terlalu tajam (wide
rounded edge).
Aspek fundamental
dalam desain kursi perlu dipelajari (Pheasant, 1996). Estetika, konstruksi dan setiap
material mempunyai aturan sendiri dalam penanganannya. Suatu konstruksi kayu
bisa saja cocok dalam satu jenis material, tetapi belum tentu cocok dipakai
untuk jenis material yang lain. Kemampuan craftmenship
dan pemilihan material yang baik harus berpadu menjadi satu. Pada dekade
sekarang, banyak sekali dijumpai kombinasi konstruksi perabot yang muncul
sebagai gabungan antara bahan kayu dengan material artifisial lain. Tidak perlu
takut dengan material baru sejauh penggunaan material tersebut sesuai (Danish
Furnituremaker, Hans J. Wegner). Di masa lalu,
membuat alas duduk kursi dari jalinan pita kain, linen dan kanvas, atau rambut
kuda. Berdasarkan hal tersebut terbentuklah kemudian bantalan duduk. Akan
tetapi, sekarang bantalan dapat dibuat dengan lebih sederhana, yaitu dengan
sistem laminasi finir (laminated veneer) dan dilapis dengan
busa karet sebagai bantalan (upholstered
foam rubber). Selain konstruksinya kuat, proses produksinya pun lebih
cepat. Dalam kaitannva dengan penciptaan desain sebuah kursi, Wegner memberikan beberapa pedoman craftmenships yang sekiranya dapat
diaplikasikan dalam desain-desain furniture
(Bernsen, 1995).
Pemakaian
kayu hasil sortiran memerlukan kejelian tersendiri. Memilih kayu sortiran yang
tepat merupakan hal yang sangat penting karena setiap jenis kayu mempunyai
karakter sendiri - sendiri, ada kelebihan dan kelemahannya. Dengan adanya quality control yang ketat memungkinkan
karya desain tampil dengan kualitas terjamin. Kayu oak merupakan contoh kayu
yang sangat cocok untuk konstruksi kayu. Selain ringan, kayu tersebut kokoh.
Akan tetapi, jika ingin mendapatkan kualitas permukaaan yang bebas debu atau
kotoran, kayu jati adalah pilihan paling tepat. Bervariasinya jenis kayu
memberi peluang yang banyak bagi desainer untuk memilihnya. Namun, pilihan yang
tepat adalah jika yakin akan konstruksi, hasil yang bernilai tinggi, dan tahan
lama. Jangan memilih kayu dengan mata kayu (knot
van`) besar. Penanganan fabrikasinya agak
sulit, karena bagian tersebut sangat keras dan mudah pecah.
Pertimbangan
proses produksi (Form followwws function),
yaitu ’bentuk mengikuti fungsi’, demikian menurut Louis Sullivan. Karya desain harus direncanakan menurut fungsinya
dan struktur tidak perlu ditutup-tutupi. Dengan demikian, dalam konteks
perwujudan bentuk, penampilan visual dapat secara langsung diidentifikasi
bagaimana proses produksinya. Dalam pemikran craftman, hal pertama yang terlintas adalah bagaimana mewujudkan
desain ke dalam prototip produk
dengan menggunakan kemampuan kerja manual yang sederhana sebelum diproduksi
secara massal. Segalanya harus dipikirkan dari proses produksi yang sederhana,
pemakaian materialnya tepat dan mudah dibawa-bawa (ringan). Seperti semboyan Danish Cabinetmaker, Shaker: "Kursi yang baik adalah ringan, sederhana
konstruksinya, dan mudah diproduksi. Anda harus mengetahui benar apa yang dapat
diperbuat oleh kernampuan manual dan industri manufaktur. Simulasi teknis
sebelum dimulainya proses produksi akan memberikan hasil yang maksimal daripada
harus membuang biaya kerja di tengah berjalannya produksi". Wegner pun menilai, bahwa proses dan
bentuk merupakan aspek- aspek yang terikat satu sama lain dalam sistem proses
produksi. Prototip kursi yang
terlebih dahulu dibuat dengan cara craftmenship,
akan memudahkan analisis pelaksanaan produksi untuk menentukan mesin-mesin apa
saja yang akan digunakan.
Pemilihan
jenis kayu yang tepat, yaitu dengan memahami sifat atau karakter dari setiap
jenis kayu adalah juga suatu hal yang sangat penting. Pendalaman terhadap
segenap aspek kayu mulai pertama kali tumbuh sampai siap tebang memegang
peranan penting dalarn menentukan komponen mana dari furniture yang diambil dari bagian pohon. Intuisi seorang desainer
harus tajam dalam mempergunakan setiap bagian kayu pada batang pohon. Dua
negara yang sangat ahli dalam pengetahuan tentang kayu adalah Jepang dan
Denmark. Dua negara tersebut sangat konsisten dalam
mempergunakan kayu sebagai produk andalan. Beda kayu, berbeda pula kegunaannya.
Itulah asas yang perlu dipegang teguh dalam menentukan kualitas produk. Beech, nama kayu yang populasi tumbuhnya
banyak ditemui di Skandinavia, akan menjadi bahan yang membosankan jika
diciptakan dalam permukaan perabot yang lebar. Namun, beech sangat mudah dibentuk (machinable)
dan dirangkai dengan komponen lain menjadi konstruksi yang kokoh. Wood steam forming bending diperkenalkan
sekitar awal abad ke-19. Meskipun metode ini bukanlah teknik tekuk yang
menciptakan basil dengan presisi tinggi, namun metode tersebut merupakan sebuah
lompatan besar dalam teknik membentuk kayu. Harus diingat bahwa kayu adalah bahan
hidup (living material). Hal ini
memberi peluang perubahan bentuk dan dimensi yang cukup besar. Jika ingin basil
yang lebih akurat, metode laminasi dan
pengeleman akan lebih baik dibandingkan metode steam forming. Kombinasi antara jenis kayu besar dan jenis kayu
lunak adalah salah satu prinsip desain furniture
dalam menampilkan kesan visual yang estetis. Dalam penggunaannya pun akan lebih
sesuai jika penempatan jenis kayu keras ditempatkan pada sisi muka dan kayu
lunak untuk konstruksi dalam, misalnya
slot laci.
Mununjukkan
bagaimana proses produksi dari sebuah konstruksi, dimana dalam membangun
konstruksi sebaiknya mengikuti satu aturan, yaitu: rapi, kuat, dan benar.
Konstruksi yang benar tidak saja nampak indah dan kokoh. Akan tetapi, lebih
dari itu, memberi kemudahan kepada orang lain untuk paham bagaimana konstruksi
tersebut terbentuk. "A good construction
can fell ca story about the idea of embodied in design". Sebuah konstruksi yang baik diwujudkan dengan ide dari dalam sesuatu mengenai desain. Sekali
lagi, kombinasi dari jenis kayu yang berbeda akan memperjelas susunan
konstruksi kursi. Misalnya, dowel yang diekspos tembus keluar secara
presisi akan memberikan informasi bahwa konstruksi tersebut diperkuat oleh dowel. Permainan arah serat yang berlawanan
dan warna yang berbeda memberikan kesan tersendiri pada konstruksi, contohnya dowel dari kayu jati dikombinasi dengan
komponen dari kayu ramin.
Konteks
ini sangat berpengaruh terhadap bagaimana seseorang memperlakukan kursi pada
saat diduduki. Pemisahan komponen-komponen yang akan diproduksi menurut
jenisnya. Prinsip-prinsip arsitektur klasik yang menyatakan bahwa mendesain
sebuah kursi harus mengikuti kaidah wadah dan apa yang diwadahi (Woodson,
1984). Hal itu berarti memisahkan elemen konstruksi kerangka dengan elemen
sandaran dan dudukan. Setiap elemen tersebut dapat dikerjakan secara terpisah
dan dirakit pada saat semua komponen sudah lengkap serta selesai di-finish. Akan tetapi, jika desain kursi
terbuat dari material plastik, kaidah di atas bisa saja dilampaui. Dengan
sistem injection plastic moulding,
semua komponen kursi akan terbentuk dari cukup satu cetakan saja.
Sambungan pada
kayu adalah penentu konstruksi. Setiap konstruksi mempunyai kekuatan dan
kelemahan di dua tempat, struktur komponen dan sambungan. Sambungan menentukan
kekuatan konstruksi sebagai satu keseluruhan. Sebagai contoh, jika
menggabungkan komponen kaki dengan rangka, akan didapat struktur yang sangat
kuat jika komponen kaki masuk sebagian ke dalam komponen rangka (mortise and tenon joint). Metode ini
sebenarnya telah teruji lebih kuat jika dibandingkan dengan butted joint. Dalam menentukan arah
sambungan, yang perlu diperhitungkan adalah arah dan besar gaya yang bekerja
pada titik dan lengan sambungan. Pada dasarnya, jika suatu gaya berat bekerja
pada sebuah konstruksi, beban akan didistribusikan ke segala arah sepanjang
komponen-komponen yang menopangnya. Kondisi ini dikenal sebagai statika gaya.
Perhitungan yang salah terhadap gaya-gaya yang bekerja pada konstruksi dapat menyebabkan
kursi / perabot kayu pecah dan lepas antar sambungannya.
|
Dari buku:" Produk Kekriyaan", 2011
Email: goesmul@gmail.com
Blog: blogspot.goesmul.com / Hidup dan Seni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar