Produk Kriya Murni
oleh Agus Mulyadi Utomo
Kriya murni memiliki ciri khas sebagai pekerjaan tangan (handicraft). Sedangkan masyarakat pada
umumnya menyebut sebagai “kerajinan”. Karena produk kriya memiliki fleksibilitas yang tinggi, bisa memiliki
ciri khas, bisa berupa kecendrerungan-kecenderungan, bisa berada
ditengah-tengah sebagai perpaduan seni dan tergantung dari cara mendudukkan
serta wawasan yang dipergunakan, yang
bisa berada di wilayah atau kubu dari seni murni atau seni pakai (seni terapan
/desain).
Sudarso SP, mengatakan bahwa seni kriya adalah cabang seni rupa yang sangat
memerlukan kekriyaan (craftmanship)
yang tinggi, seperti ukir kayu, logam, keramik, tekstil dan anyaman, dsbnya
(1988:14). Sedangkan Wardiman
Djoyonegoro, mantan Mendikbud R.I. yang dalam sambutan Pameran Seni Terapan
1994, menyatakan bahwa seni tersebut tidak hanya mengandalkan kerajinan dan
ketrampilan tangan belaka, melainkan hasilnya mengandung makna sebagai karya
cipta seni yang kreatif dan inovatif. Seni kriya pada hakekatnya tertuju pada
penekanan bobot kekriyaan (craftsmanship)
yang memungkinkan lahirnya nilai seni terapan atau dalam bentuk ekspresi baru
sesuai tuntutan budaya masa kini. Seni kriya ini sering pula disebut sebagai
“seni rakyat” karena pendukungnya banyak dari kalangan rakyat biasa, dan
disebut “seni tradisional” karena banyak menghidupkan seni-seni tradisional. Juga
disebut pula “industri rumah-tangga” atau home-industry
yang memproduksi secara terbatas dengan peralatan sederhana. Dan disebut
sebagai “seni ladenan” karena sering membuat atau melayani pesanan, yang segala
sesuatunya (sedikit atau banyak) ditentukan oleh pemesan, baik motif, bentuk,
warna, desain maupun teknologinya.
Barang-barang kriya bisa saja dipakai untuk kegunaan tertentu, tetapi
bukanlah tujuan yang utama. Seringkali hadir sebagai benda yang bersifat
dekoratif atau cenderamata. Karena ketidak jelasan batasan dari seni ini,
terjadi perpaduan antara seni pakai, seni murni dan seni kriya. Untuk
menciptakan seni kriya yang khas, diperlukan wawasan agar dapat mendudukkan
posisinya secara mandiri dan dapat mengembangkan ciri-ciri yang menonjol dari
visualisasi kegiatan kriya tersebut.
Ciri khas yang sangat menonjol dari seni kriya ini adalah mengutamakan segi
keindahan (dekorasi) yang menghibur mata , sebagai pajangan, pekerjaan
tangan-tangan trampil luar biasa dengan produksi terbatas (manual-tradisional). Prinsip dasar dari seni keramik kerajinan ini
menampilkan hal-hal berikut: a) Bentuknya indah; b) Dapat difungsikan sebagai
benda pakai, tetapi bukan menjadi tujuan yang utama; c) Fungsi benda mengikuti
bentuk dan keindahannya; d) Sebagai benda dekoratif atau aksesoris atau
cenderamata (souvenir) atau pajangan;
e) Dibuat dengan tangan-tangan trampil sebagai perkerjaan tangan tardisional;
f) Menampilkan unsur-unsur seni tradisional atau ciri kas daerah; g)
Memperlihatkan sifat-sifat rajin, tekun, sabar, rumit, artistik, trampil, halus dan unik; Dan terakhir, h) Dapat menjadi
tradisi (mentradisi) sebagai kepandaian yang turun-temurun atau diwariskan.
Banyak kalangan merasakan
bahwa seni kriya atau kerajinan sebagai pengulangan-pengulangan bentuk yang
sudah ada, baik yang tadisional atau yang klasik, dan pada umumnya
memperlihatkan atau mempertahankan nilai-nilai lama. Kerajinan juga nenunjukkan
konotasi negatif sebagai jenis suatu pekerjaan yang “mengulang-ulang” dari
bentuk yang sama dan positifnya memiliki sifat “rajin” atau “teliti”. Kenyataan
ini membuat perkembangan seni kriya termasuk lambat, terutama mengulang
bentuk-bentuk yang laris dan laku dijual (selera massa) yang menambah
kelambatan dalam pengembangannya, perubahan hanya sekitar bahan baku saja. Wiyoso Yudoseputro, ahli seni rupa,
mengatakan dalam pengantar pameran seni terapan (1994) bahwa dalam
pengembangan seni kriya Indonesia
sebagai seni terapan masa kini, diharapkan mampu menampilkan nilai-nilai guna
baru berdasarkan imajinasi dan daya kreasi atau ekspresi para perupa.
Kecenderungan untuk memandang produk kriya sebagai hasil produksi massal dan
karya ulang sering mengecilkan arti dari kandungan nilai sebagai karya seni
terapan. Lebih lanjut Wiyoso
mengharapkan lahirnya bentuk-bentuk baru dan orisinil tanpa harus
mengulang-ulang kaidah seni lama yang tidak sesuai dengan kebutuhan budaya masa
kini. Jadi makna dasar kriya tertuju pada penekanan pada “bobot kekriyaan” (craftsmanship)
yang melahirkan nilai seni terapan baru sesuai tuntutan zaman. Ciptaan-ciptaan
tangan ini sering “ jatuh “ sebagai benda “iseng” atau kitsch tanpa arti, tanpa tujuan yang jelas, yang tidak lagi menarik
bagi orang yang memiliki intelektualitas tinggi dan bagi mereka yang haus akan
arti kehidupan dan ilmu pengetahuan.
Namun demikian sentuhan tangan-tangan trampil ini justru merupakan daya
tarik terbesar, karena menghasilkan barang yang tidak kaku dan “dingin” seperti buatan mesin, terasa
“hangat” dan akrab serta sangat manusiawi. Walau di zaman teknologi komputer
canggih seperti sekarang ini dimana dapat dengan mudah memprogram barang dengan
baik, indah dan sempurna, namun tetap saja berkesan “tidak hidup” dan terasa
“kering” akibat buatan mesin-mesin serta jauh dari manusia. Kerinduan manusia
modern terhadap sentuhan tangan, membuat seni lama hidup kembali atau mengalami
perubahan dan pengembangan atau ada semacam himbauan untuk “kembali ke alam” ( back to nature).
Benda-benda kerajinan,
apabila difungsikan sebagai benda pakai belum tentu mengikuti standar mutu yang
telah ditetapkan pemerintah dalam (SII atau SNI), karena dibuat dengan tangan yang
sulit dikontrol dan sering terjadi penyimpangan-penyimpangan serta bukan buatan
mesin (pabrik) yang mudah diawasi. Umumnya produk jenis ini dibuat dengan
peralatan sederhana (manual) dan
bahan bakunya dibuat berdasarkan pengalaman semata, bahkan hanya berdasarkan
perasaan belaka; Sehingga proses pengerjaannya terkadang tidak terencana dan
tidak tercatat pula serta tidak mudah untuk dikendalikan. Semua itu berdasarkan kepekaan semata, yang
berdampak negatif, dimana kemungkinan produk dapat membahayakan (keracunan)
bagi kesehatan atau keselamatan konsumen
maupun perajin itu sendiri, terutama penggunaan bahan-bahan yang beracun untuk
tempat makanan dan minuman (cairan). Hasil karya kriya atau kerajinan yang
bermutu tinggi adalah dambaan, kriyawan dan perajin dituntut untuk memiliki
citarasa yang tinggi, ketrampilan yang tinggi, dapat mengembangkan seni lama
dengan citarasa baru, unik dan eksklusif, dan hasilnya tentu tidak mustahil
menjadi duta-duta seni dan budaya bangsa yang membanggakan. Kebutuhan artistik dan estetik baru dalam kriya
masa kini menjadi tugas pakar-pakar seni dan kriyawan akademisi sehingga produk
yang dihasilkan menjadi komoditi ekspor non-migas yang handal serta mampu
bersaing di pasar global.
Dari Buku :" Produk Kekriyaan" 2011
blogspot.goesmul.com / Hidup dan Seni
goesmul@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar