Laman

Selasa, 06 Maret 2012

TENTANG SENI ISLAM


TENTANG SENI  ISLAM
oleh Agus Mulyadi Utomo
 goesmul@gmail.com

Seni adalah ungkapan perasaan, cermin dari budaya dan pandangan dunia. Ungkapan atau ekspresi dan spirit seni dalam Islam adalah rasa akan adanya suatu keindahan. Sebagai suatu realitas, bahwa Islam sebagai agama yang agung telah menanamkan kecintaan dan rasa keindahan itu. Rasa indah asli itu, yang disadari atau pun tidak, ada sedikit atau pun banyak, terbitnya terutama dari dalam lubuk hati yang paling dalam pada diri manusia. Pada mereka muslim, yang membaca Al Qur’an memperolehnya perasaan itu secara meyakinkan. Berdasarkan ajaran agama Allah, dalam Al Qur’an tersurat dan tersirat menginginkan agar setiap muslim, mukmin dan mukhsin agar dapat menyaksikan keindahan yang Allah perlihatkan terbentang luas di alam dunia ini, suatu keindahan yang terhampar di cakrawala ilahi. Dari benda-benda mati sampai dengan makhluk hidup ciptaanNya tampak menarik dan indah, ada keseimbangan dan harmoni, semua itu pasti ada manfaat dan ada tujuannya. Pada hakekatnya Allah yang membaguskan dan mengatur serta mendesain secara detail sesuatu yang ada. Firman Allah SWT yang artinya: ”Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya” (QS. As Sajdah: 7). Lalu : ”Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Allah Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang” (QS. Al Mulk: 3). Dan : ”(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu” (QS. An Naml: 88).

Ternyata Islam dengan Al Qur’an sebagai kitab suci, dapat membangkitkan atau merangsang pikiran dan inspirasi, pandangan mata atau pandangan hati, suara dan bunyi, perkataan dan perbuatan untuk jadi ungkapan rasa syukur, rasa haru, hikmat dan hikmah, kegembiraan, kebahagiaan, keindahan dan sekaligus rasa keagungan ilahi. Bahkan seni bisa menjadi suatu kebajikan, baik terhadap diri dan  sesama serta lingkungan sosial maupun terhadap lingkungan alam kehidupan disekitarnya, yang juga memberikan suatu pengharapan dan penghargaan yang tinggi pada rasa tentram serta kedamaian. Sentuhan seni sastra misalnya, dalam membaca atau mendengarkan Al Qur’an saja bagi mereka yang berfikir dan yang merenungkan dapat menjadikan penawar bagi jiwa, terutama jiwa-jiwa yang bergejolak dan haus akan siraman akan pencerahan ruhani, bukan lantaran isi dan  makna kandungannya saja, tetapi termasuk gaya saat membaca dan diiringi suara merdu nan indah yang menggetarkan qalbu. Karenanya pula Nabi SAW bersabda kepada Abu Musa, ”Sesungguhnya kami telah diberi seruling dari seruling-seruling keluarga Dawud” (HR. Bukhari dan Tarmidzi).

Ketika membicarakan tentang seni, maka yang terlebih dahulu dibicarakan adalah keindahan. Sudah menjadi fitrahnya manusia menyukai keindahan. Seorang ibu akan lebih berbahagia jikalau ia dikaruniai anak yang indah fisiknya, baik rupa ataupun jasmaninya. Seseorang akan lebih cenderung untuk memilih rumah yang indah-indah. Juga mengenakan pakaian-pakaian yang indah, baik dalam kondisi biasa-biasa saja maupun dalam situasi yang buruk. Demikian halnya dengan nyanyian, puisi, musik, yang juga melambangkan keindahan, maka manusia pun cenderung akan menyukainya sesuai seleranya.

Allah itu indah dan menyukai keindahan. Inilah prinsip yang didoktrinkan Nabi SAW, kepada para sahabatnya. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terbetik sifat sombong seberat atomAda orang berkata, ”Sesungguhnya seseorang senang berpakaian bagus dan bersandal bagus.” Nabi bersabda,” Sesungguhnya Allah Maha Indah, menyukai keindahan. Sedangkan sombong adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan orang lain” (HR. Muslim).

Bahkan salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah bahasanya yang sangat indah, sehingga para sastrawan Arab dan bangsa Arab pada umumnya merasa kalah berhadapan dengan keindahan sastranya, keunggulan pola redaksinya, spesifikasi irama, serta alur bahasanya, hingga sebagian mereka menyebutnya sebagai sihir. Dalam membacanya, dituntut untuk menggabungkan keindahan suara dan akurasi bacaannya dengan irama tilawahnya sekaligus. Rasulullah bersabda : “Hiasilah Al-Qur’an dengan suaramu”  (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’I, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Darimi)

Sebenarnya, bagaimanakah pandangan Islam tentang seni? Seni merupakan ekspresi keindahan. Dan keindahan menjadi salah satu sifat yang dikaitkan Allah pada penciptaan jagat raya ini. Allah melalui kalamnya di Al-Qur’an mengajak manusia memandang seluruh jagat raya dengan segala keserasian dan keindahannya. Allah berfirman: “Maka apakah mereka tidak melihat ke langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan tiada baginya sedikit pun retak-retak?”(QS. Qaaf 50: 6).
Allah juga mengajak manusia untuk melihatnya dari perspektif keindahan, bagaimana buah-buahan yang menggantung di pohon dan bagaimana pula buah-buahan itu dimatangkan. Jika manusia memperhatikan dan menikmati dengan pandangan yang indah, saat arak-arakan binatang ternak masuk ke kandang, juga saat dilepaskan ke tempat penggembalaan, juga barisan semut dan sarang lebah sesungguhnya pada peristiwa itu ada unsur keindahannya.

Pada dasarnya manusia dianugerahi Allah potensi untuk dapat menikmati seni dan mengekspresikan keindahan. Ajakan-ajakan kepada manusia tersebut menunjukkan bahwa seni merupakan fitrah dan naluri alami manusia. Kemampuan ini yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Karena itu, mustahil bila Allah melarang manusia untuk melakukan kegiatan berkesenian.

Nabi Muhammad SAW sangat menghargai keindahan. Suatu ketika dikisahkan, Nabi menerima hadiah berupa pakaian yang bersulam benang emas, lalu beliau mengenakannya dan kemudian naik ke mimbar. Namun tanpa menyampaikan sesuatu apapun, Beliau turun kembali. Para sahabat sedemikian kagum dengan baju itu, sampai mereka memegang dan merabanya. Nabi SAW bersabda: “Apakah kalian mengagumi baju ini?” Mereka berkata, “Kami sama sekali belum pernah melihat pakaian yang lebih indah dari ini” Nabi bersabda: “Sesungguhnya saputangan Sa’ad bin Mu’adz di surga jauh lebih indah daripada yang kalian lihat”. [1]

Imam Al Ghazali dalam Ihya Ulumuddin juga menuliskan bahwa: “Siapa yang tidak berkesan hatinya di musim bunga dengan kembang-kembangnya, atau oleh alat musik dan getaran nadanya, maka fitrahnya telah mengidap penyakit parah yang sulit diobati”.

Patung Al Ghazali

Pandangan Islam tentang seni, pada masa awal perkembangan Islam (zaman Nabi SAW dan para sahabatnya), belum tampak jelas ekspresi kaum muslim terhadap kesenian. Bahkan, terasa adanya banyak pembatasan - pembatasan yang akan menghambat perkembangan seni? Menurut Sayyid Quthb, pada masa itu, kaum muslim masih dalam tahap penghayatan nilai-nilai Islam dan memfokuskan pada pembersihan gagasan-gagasan jahiliyah yang sudah meresap dalam jiwa masyarakat sejak lama. Sedangkan sebuah karya seni lahir dari interaksi seseorang atau masyarakat dengan suatu gagasan, menghayati dengan sempurna sampai menyatu dengan jiwanya. Karena itu, belum banyak karya seni yang tercipta pada masa awal perkembangan Islam itu. Dan sesungguhnyalah pembatasan-pembatasan terhadap kesenian karena adanya sikap kehati-hatian dari kaum muslimin. Kehatihatian itu dimaksudkan agar mereka tidak terjerumus kepada hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang menjadi titik perhatian pada waktu itu. M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Umar Ibnul Khaththab, khalifah kedua, pernah berkata, “Umat Islam meninggalkan dua pertiga dari transaksi ekonomi karena khawatir terjerumus ke dalam haram (riba)”. Ucapan ini benar adanya, dan agaknya juga terjadi pada kesenian. [2]

Atas dasar kehati-hatian ini pulalah hendaknya untuk dipahami, adanya hadits-hadits yang melarang menggambar atau melukis dan memahat makhluk-makhluk hidup. Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, serta mengembangkan serta memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka sunnah Nabi mendukung, dan tidak menentangnya atau melarangnya. Karena ketika itulah, setelah menjadikannya salah satu nikmat Allah yang dilimpahkan kepada manusia. Demikian yang disampaikan Muhammad Imarah dalam bukunya Ma’âlim Al-Manhaj Al-Islâmi yang penerbitannya disponsori Dewan Tertinggi Dakwah Islam, Al-Azhar bekerjasama dengan Al-Ma’had Al-’Âlami lil Fikr Al-Islâmi (International Institute for Islamic Thought).

Dalam peradaban Islam, yang lebih terasa banyak menaruh perhatian kepada usaha-usaha memindahkan orisinalitas alam ke berbagai bentuk media karya seni seperti bangunan, keramik, pakaian, permadani dan tapestry, ornamen, ukiran, mebel, lukisan, perabotan rumah tangga, tari, musik, sastra, fotografi dan film serta pertunjukan. Islam melahirkan berbagai macam karya seni yang mampu mencerahkan moral-spiritual serta peradaban yang unik dan menarik seperti kaligrafi, ornamen dan ukiran yang menghiasi banyak masjid dan gedung-gedung, gagang perabotan dan pedang, bejana dari logam (besi, emas, kuningan, perak, tembaga, dll), perhiasan, keramik atau tembikar, kayu dan sebagainya. Ungkapan seni dari yang menghibur dan juga berupa permainan, sampai dengan seni yang membangkitkan rasa haru dan tangis serta yang membuat tertawa maupun tersenyum. Semua itu terpancar dari apa yang dihasilkan dalam peradaban Islam itu sendiri dan sesuai zamannya.  

Sesungguhnya Islam mendukung adanya kreasi seni, namun dengan syarat-syarat tertentu, yaitu yang dapat mendatangkan manfaat atau membangun suatu peradaban yang lebih baik dan bukan yang mendatangkan mudharat dan merusak kehidupan seperti menjadikan fitnah, ghibah, maksiat, membangkitkan rasa permusuhan dan sebagainya. Disebut seni Islam apabila penampilannya tidak melanggar syari’at Islam dan tidak melanggar kesusilaan serta nilai akhlaq

Seni merupakan suatu tema yang cukup penting dan berhubungan langsung dengan emosi pribadi dan perasaan masyarakat, yang kehadirannya tentu tak terelakkan lagi. Seni Islam seharusnya dapat membangun kecenderungan selera Islami yang semakin baik dan unik serta positif untuk intelektual, moral-spiritual dan berakhlaq. Juga berorientasi pada segi kejiwaan, ungkapan yang tertuang kedalam berbagai perangkat yang bisa didengar, dibaca, dilihat, dirasakan, direnungkan atau dipikirkan sampai dengan seni yang meginspirasi untuk berbagai hal dan bisa mempraktekkannya. Seni pada akhirnya tidaklah  berbeda halnya dengan ilmu pengetahuan, yang bisa dipergunakan untuk kebaikan atau bisa juga untuk kejahatan, tergantung dari kadar kekuatan pengaruhnya terhadap penikmat atau pada diri pembuatnya. Karena seni yang dibuat dan dihasilkan tersebut tentunya mempunyai maksud dan tujuan dalam hal penciptaannya. Sehingga niat dan konsepsinya pun menjadi penting untuk disimak sebagai barometer seni Islam yang dianggap bermutu. Jika ada sesuatu yang yang dianggap halal atau haram misalnya, maka hukumnya jelas mengikutinya.

Pandangan dan konsepsi seni kontemporer di masa kini terus bergulir mengikuti perkembangan zaman. Dengan berbagai kemudahan-kemudahan memperoleh material dan perkembangan teknologi, adanya pengaruh pengetahuan teknologi cyber di dunia maya sebagai sarana informasi-komunikasi global yang serba cepat dan canggih, membuat seni Islam penilaiannya juga tidak lagi sederhana, dimana cara berfikir seni Islam pun mengikuti zamannya.


[1] Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an
[2] Ibid, Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an

Karya-karya  Agus Mulyadi Utomo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar