Laman

Kamis, 15 Maret 2012

Akhlaqul Karimah

Akhlaqul  Karimah
 oleh Agus Mulyadi Utomo
Hidup dan Seni:goesmul.blogspot.com
goesmul@gmail.com

Untuk lebih memahami tentang contoh diri manusia yang sempurna yakni Muhammad SAW, yang lahir 20 April 571 Masehi, lalu wafat di saat usia 63 tahun. Beliau bermula sebagai manusia biasa dan sebagai pengembala serta buta huruf. Kemudian berdagang (berniaga) dan menikah dengan Siti Khadijah, ketika sempurna akhlaqnya berpredikat sebagai “Al-Amin” dan Muhammad SAW memasuki alam kepatuhan sebagai alam malakut (alam malaikat), diangkat sebagai Nabi (umur 25 tahun). Dan membutuhkan waktu selama 15 tahun dalam suatu proses pendidikan ruhani hingga menjadi Nabi Agung atau Rasul (umur 40 tahun, 6 bulan dan 8 hari menurut tahun Qamariyah), yaitu pada tanggal 6 Agustus, 17 Ramadhan 610 Masehi [1], ditandai dengan turunnya 5 ayat perintah untuk membaca dan memahami asal kejadian manusia. Selama 13 tahun berikutnya beliau memasuki proses lanjutan penyempurnaan hingga ditandai suatu peristiwa bersifat ruhani atau metafisik dalam peristiwa “Isra Mi’raj” pada hari Kamis, 26 Saffar 1 Hijriah, bulan September 622 Masehi, beliau telah memasuki alam rabbani (alam ke-Tuhanan) berkomunikasi dengan Allah SWT untuk menerima perintah sholat. Perjalanan diri manusia ke dimensi  yang lebih tinggi adalah suatu proses pendidikan ruhani yang langsung dicerdikkan oleh Allah SWT sebagai ilmu laduni yang  perlu untuk dicontoh, bukan sebagai suatu ilmu yang datangnya tiba-tiba (bhs. Jawa disebut ilmu tiban), dan bukan hanya cerita belaka serta hal tersebut bisa dibuktikan kebenaran realitasnya, yaitu sebagaimana dalam ibadah yaitu “Sholat adalah mi’raj orang mukmin” (HR. Bukhari). Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada suri tauladan yang sempurna (ahlaqul karimah), yaitu bagi orang yang mengharap rahmat pada hari akhir dan yang banyak ber-dzikir.

Dalam pengertian kebahasaan akhlaq berasal dari bahasa Arab yaitu isim mashdar (infinitif) dari kata akhlaqa, yukhiqu, ikhlaqan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan), tabiat (watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), maru’ah (peradaban yang baik) dan ad-din (agama)[2]. diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.[3] Kata-kata akhlaq dari bahasa Arab adalah bentuk jamak (plural) dari kata-kata al-khuluq (khuluk) atau khulq, secara bahasa memiliki arti gambaran batin  (QS Al Qalam: 4) yakni ‘perangai’ atau ‘tabiat’ atau ‘kebiasaan’, juga ‘budi pekerti’ atau ‘tingkah laku’. Jika diambil dari kata khalaq itu berarti kejadian atau buatan. Secara etimologi akhlaq adalah perangai atau budi pekerti atau tingkah laku atau tabiat,  bisa juga sebagai sistem prilaku yang dibuat (QS. Asy Syuara: 137). Dalam perjalanan keilmuan kemudian dikenal istilah-istilah antara lain adab (tata krama), sopan-santun, etika, moral, karakter, disamping kata ahklaq itu sendiri yang masing-masing istilah mempunyai definisi berbeda. Sedangkan secara terminologis akhlaq adalah ilmu yang menentukan batas antara yang baik dan yang buruk, antara yang terbaik dan yang tercela, baik itu tentang perkataan maupun perbuatan manusia lahir dan batin. Akhlaq itu bisa saja baik dan bisa juga buruk, benar dan salah, haq dan batil, ma’ruf dan mungkar, semua tergantung dari tata nilai yang dipakai sebagai pedoman atau sumbernya seperti Al Qur’an (wahyu) dan Hadits  yaitu berpijak pada kebenaran yang digariskan nash agama, berlaku umum, menyeluruh (universal) tidak terikat oleh waktu dan tempat. Bebeda dengan etika yang berlandaskan pada budaya dan hasil pemikiran, yang sasarannya pada baik-buruk, salah-benar yang terikat waktu dan tempat serta adat kebiasaan yang berlaku, sehingga etika yang berlaku di Eropa seperti Inggris dan Belanda tidak sama dengan Jepang ataupun Arab, demikian pula dengan etika Barat dengan etika Timur ada perbedaan. Ahklaq yang baik dalam Islam biasa disebut ahlaqul karimah atau akhlaq mahmudah (budi pekerti mulia atau terpuji).  Sedangkan akhlaq yang buruk bisa disebut akhlaq sayyi’ah atau akhlaq madmumah (budi pekerti jahat / tercela). Akhlaq bisa bersifat bawaan (fitriyah), yaitu sifat bawaan yang melekat dalam fitrah seseorang yang dengannya ia diciptakan, baik fisik maupun mental kejiwaanya. Ada pula bersifat muktasabah, yaitu sifat yang sebelumnya tidak ada namun kemudian diperoleh atau dipengaruhi oleh lingkungan alam dan sosial, pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Pengembangan akhlaq dalam kehidupan meliputi kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, organisasi, bisnis, profesi, berbangsa dan bernegara, lingkungan alam dan sosial, ilmu  pengetahuan dan teknologi, pendidikan, seni dan budaya.

Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlaq menempati kedudukan istimewa dan sangat penting (48,5%).  Rasulullah menempatkan penyempurnaan akhlaq yang mulia sebagai misi pokok risalah Islam, sabdanya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia” (HR. Baihaqi). Sebagai ajaran pokok agama sehingga Rasulullah pernah mendefinisikan agama itu dengan akhlaq yang baik (bush al-khuluq). Ada riwayat seorang laki-laki bertanya kepada Rasullullah: “Ya Rasullullah, apakah agama itu ? Beliau menjawab: (agama adalah) “Akhlaq yang baik”. Pendefinisian agama (Islam) dengan akhlaq yang baik itu sebanding dengan ibadah hajji dengan wuquf di ‘Arafah. Rasulullah menyebutkan ”Hajji adalah wukuf di ‘Arafah” yang artinya tidak sah hajji seseorang tanpa wukuf  dan Arafah. Akhlaq yang baik akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang pada hari kiamat. Rasulullah bersabda:”Tidak ada satupun yang akan lebih memberatkan timbangan (kebaikan) seorang hamba mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlaq yang baik” (HR. Tirmidzi). Akhlaq juga menjadi ukuran kualitas iman seseorang hamba. Rasulullah bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya” (HR. Tirmidzi). Juga “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya dari pada hari kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya”. ( HR.Tirmidzi ).

Akhlaqul karimah adalah simbol dan ekspresi jasmaniah dan ruhaniah keagamaan, merupakan pola prilaku yang dilandasi serta memanifestasikan nilai-nilai iman, islam dan ikhsan. Sedangkan akhlaq sayyi’ah adalah sebaliknya. Di Indonesia kata-kata akhlaq secara sosiologis sudah mengandung nilai dan konotasi baik. Jika seseorang dikatakan ber-akhlaq, itu berarti orang tersebut telah berbudi-pekerti baik. Berikut dalam hadits yang artinya : “Orang yang paling baik ke-Islamannya ialah orang yang paling baik akhlaqnya” (HR. HR. Ahmad). Dalam riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan ”Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang terbaik akhlaqnya”. Dengan demikian manusia harus bisa menangkap makna dibalik itu semua, terutama pendidikan jasmani dan ruhani. Sebagai pemeluk agama Islam yang serius mengedepankan  pendidikan moralitas dan etika, serta ikut aktif atau melibatkan diri di dalam kehidupan sosial – kemasyarakatan. Juga sebagai muslim sejati harus membuka hati, mata, telinga dan pikiran terhadap kejadian disekitarnya serta turut mendorong atau ambil bagian dalam usaha bersama untuk  memperbaiki masyarakat.

 Amal dan ibadah dalam ajaran Islam demikian luas dan dalam. Tidak hanya meliputi kehidupan ummat manusia, tetapi juga menjangkau keseluruh kehidupan dan isi jagat raya. Dan apabila ada yang bertanya tentang apa yang sebenarnya dikehendaki oleh ajaran Islam yang demikian luas dan dalam tersebut dari manusia ? Jawabnya pendek atau sederhana saja, yakni Islam menghendaki agar manusia menjadi orang yang baik dan ber-akhlaqul karimah! Untuk maksud itulah Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT ke permukaan bumi, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: yang artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq / budi pekerti yang luhur / mulia” (HR. Ahmad, Baihaqi dan Malik).

 Akhlaq mempunyai nilai yang tinggi dan utama. Abu Hurairah mengabarkan bahwa suatu saat Rasulullah  pernah ditanya tentang kriteria orang yang paling banyak masuk surga. Beliau  menjawab: “Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik” (HR.Tirmizi). Dalam hadits disebutkan pula yang artinya: ”Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik adalah sesuatu yang paling banyak membawa manusia ke dalam surga” (HR. Tirmizi). Juga disebut dalam hadits yang artinya: ”Tidak ada sesuatu yang lebih berat dari timbangan orang Mukmin pada hari kiamat daripada akhlaq yang baik” (HR. Tirmizi). Dalam timbangan seorang hamba (mizan) amal pada hari kiamat tidak ada yang lebih berat dari pada akhlaq yang baik. Sabda Rasul  Sesuatu yang berat dalam mizan adalah akhlaq yang baik” (HR. Abu Daud dan Ahmad). Juga sabda Beliau “Sesungguhnya sesuatu yang paling utama dalam timbangan (mizan) pada hari kiamat adalah akhlaq yang baik” (HR. Ahmad). Hadits – hadits di atas dapatlah dipahami bahwa akhlaq yang paling baik memiliki keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap muslim mengambil akhlaq sebagai perhiasan dalam kehidupannya.

          Dalam sabdanya Nabi SAW menegaskan lagi bahwa: ”Orang mu’min yang paling sempurna imannya, adalah orang yang paling baik akhlaq / budi pekertinya”. Juga yang artinya: “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaqnya” (HR. Tirmizi). Dari Jabir r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi dan yang paling dekat padaku majelisnya di hari kiamat ialah yang terbaik budi pekertinya” (HR. Tirmizi). Dengan demikian, maka semua ajaran dan amalan serta peribadatan dalam Islam, jelas itu semuanya bermuara pada akhlaq. Islam memandang bahwa akhlaq yang mulia dan utama adalah sebagian dari iman, bahkan merupakan “buahnya” yang manis. Syari’at Islam menggariskan laku perbuatan bernilai akhlaq, yang selalu mengajak kepada ‘amar bil ma’ruf dan nahyi m’anil munkar’, dan ketaqwaan memerintahkan kepada yang baik dan mencegah ke yang buruk.

           Akhlaqul Karimah adalah akhlaq yang terpuji bagi Rasulullah SAW, tidak hanya oleh manusia tetapi juga oleh Allah SWT, tersebut dalam firmannya QS. Al Qalam : 4 yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung”. Sebagaimana telah diyakini bahwa Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT untuk menyampaikan risalah Al-Islam, sekaligus sebagai Rahmatan-lil ‘alamin (sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta). Wujud dari rahmatan-lil ‘alamin itu yakni bahwa semua peraturan-peraturan yang diajarkannya, bukan hanya untuk kebahagiaan ummat Islam saja, tetapi juga untuk seluruh ummat manusia. Norma dan peraturan diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan, sedangkan akhlaq-nya berfungsi sebagai uswatun hasanah (suri tauladan yang baik), sebagai contohan dari para pribadi ummat muslim khususnya untuk ditiru, juga oleh ummat manusia lainnya. Nabi Muhammad SAW sejak mula kehidupannya terkenal berbudi pekerti baik dan tanpa cela. Sejak usia muda beliau telah memperoleh gelar kehormatan dari kaumnya sebagai Al-Amin (yang jujur dan sangat dapat dipercaya). ‘Aisyah sendiri, ketika ditanya tentang apa dan bagaimana akhlaq Rasulullah SAW itu, beliau menjawab bahwa ”Akhlaq Rasulullah itu adalah Al Qur’an”.  Meneladani Rasul melalui pemahaman Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah cara mencapai derajat akhlaq mulia.

Sayyidah Aisyah Rah dari Yazid bin Babnas, "Akhlaq atau khuluq Rasul adalah Al Qur’an, apakah engkau telah membaca Surah Al-Mukminun dan Al-Furqan ? tanya Aisyah”. Dalam surah Al-Mukminun dan Al-Furqan terdapat sifat akhlaq terpuji dari Rasulullah SAW yakni khusyuk dalam sholat, menghindari dari omong kosong yang bersifat sia-sia, berzakat, menjaga kehormatan, memelihara amanah dan janji, berjalan dengan hati yang rendah, merespon teguran orang jahil dengan baik dan penuh kedamaian, melaksanakan ibadah tahajud di malam hari,  selalu bermohon agar terhindar dari siksa neraka, berkesinambungan dalam mempergunakan harta (tidak bersifat boros atau royal dan juga tidak kikir), tidak membunuh jiwa, tidak berzina, tidak memberi kesaksian palsu, menjaga kehormatan diri dari berbicara keji dan sia-sia, memiliki obsesi besar untuk masa depan dan generasi Al Qur’an.

Sahabat Rasulullah SAW, yaitu Anas r.a, selama lebih dari 10 tahun sebagai pengabdi setia (pelayan) menuturkan:
-  Selama saya berada bersama Rasulullah, belum pernah saya menmdengar satu katapun dari berliau yang merupakan umpatan atau celaan, walaupun hanya kata-kata bah atau cis!
- Bila dimohon untuk mengutuk seseorang, selalu menjawab bahwa aku diutus bukan untuk mengutuk, tetapi sebagai pembawa rahmat bagi isi seluruh alam semesta (QS. Al-Anbiya:107)
- Dikunjunginya orang sakit, diiringkannya setiap usungan jenazah yang ditemuinya, diterimanya undangan seseorang yang mengajak makan bersama, meskipun undangan itu datangnya dari seorang budak berkulit hitam.
- Dijahitnya pakaiannya sendiri yang koyak, diperahnya susu kambingnya, dilayaninya dirinya sendiri.
-  Tidak pernah menarik terlebih dahulu tangannya dari genggaman salam orang lain dan tidak pernah berpaling sebelum orang lain berpaling.
-   Tangannya senang memberi, hatinya sangat pemberani, lidahnya amat sangat di percaya.
-   Seorang pelindung yang paling jujur terhadap orang yang dilindungi, serta paling lemah lembut dan ramah dalam pembicaraannya.
-  Orang yang melihat wajahnya, akan senantiasa memperlihatkan rasa hormat sekaligus mencintainya, seraya berkata; tidak pernah saya melihat seseorang seperti beliau, Ia demikian baik dan mulia.
- Senantiasa berkata tegas dan berhati-hati, sehingga orang tak akan lupa terhadap perkataannya.
-    Seorang yang sabar, murah hati dan tidak mementingkan dirinya sendiri, serta senantiasa turut merasakan perasaan seseorang yang sedang dirundung malang dan duka cita.
-    Dibaginya makanan terhadap orang lain, meskipun dalam situasi kekurangan, serta selalu menunjukkan perhatian terhadap keadaan orang disekitarnya.
-    Biasa berhenti di jalan mendengarkan keluhan dan kesusahan orang kecil (rakyat jelata) serta mencarikan jalan pemecahannya.
- Sering berkunjung kerumah-rumah orang kebanyakan, untuk menghibur mereka yang ditimpa musibah atau menggembirakan mereka yang sedang dirundung malang.
-   Budak-budak sahaya sering memegang tangannya dan menarik-nariknya untuk menemui tuan-tuannya agar mendapatkan perbaikan perlakuan dan nasibnya yang buruk, atau dibebaskan sama sekali dari perbudakan.
-Beliau tidak pernah duduk makan tanpa lebih dahulu berdo’a memohon rahmat keberkahan Allah SWT dan tidak berdiri setelah selesai makan tanpa terlebih dahulu mengucapkan syukur kepada-Nya.
-  Tegas terhadap musuh negara, tetapi semua ejekan, hinaan dan tindak kekerasan serta penganiayaan yang pernah beliau alami, semuanya dilupakan saat beliau telah memperoleh kemenangan, bahkan penjahat yang paling besarpun dimaafkan dan diampuni. Sikapnya terhadap musuh yang tertawan, tetap mulia dan sabar penuh kerahiman.
-  Sangat sederhana dalam hidupnya. Yang sering menjadi menu makanannya sehari-hari hanyalah kurma dan air, bahkan beliau sering berpuasa, dirumahnya tidak dijumpai makanan.
-  Konsepsi kemasyarakatannya bersifat membangun, bukan meruntuhkan. Dalam suasana jiwanya yang tinggi, beliau tidak pernah mengabaikan kesucian keluarganya. Baginya mengabdi pada ummat manusia adalah perbuatan ibadah yang paling tinggi.
-  Anak-anak baginya adalah amanat Allah SWT yang harus dibesarkan dengan lemah lembut dan kasih sayang, sedangkan orang tua harus dihormati dan disayangi serta dimuliakan.

Demikianlah antara lain kata-kata sahabat Rasulullah SAW yaitu Anas r.a  pada 15 abad yang lalu untuk bisa direnungi kembali.

          Dalam diri Rasulullah terkumpul akhlaqul karimah, contoh dan suri tauladan yang baik bagi ummat Islam yang beriman (percaya) dan yang bertaqwa (taat) disebutkan dalam Al Qur’an dalam  QS. Al-Ahzab : 21 yang artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (keselamatan di) hari kiamat dan banyak menyebut Allah. Sifat-sifat utama seperti lemah lembut, rendah hati, jujur, terpercaya, tidak suka mencari-cari cacat orang lain, sabar, tidak angkuh, santun dan tidak mabuk sanjungan (pujian) ada pada diri Rasulullah SAW. Rasulullah tidak pernah berputus asa dalam berusaha dan dengan cepat melupakan hal-hal yang tidak berkenan dalam hatinya serta tidak mendendam. Sifat-sifat inilah yang menjadi panutan bagi para ummat muslim seluruhnya. Karena akhlaqul karimah inilah kemudian Rasulullah sangat dihormati dan disegani baik lawan (musuh dalam perang) maupun kawan (para sahabat).

Imam al-Ghazali memberikan pengertian tentang akhlaq antara lain: Akhlaq ialah gejala kejiwaan yang sudah meresap dalam jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, tampa mempergunakan pertimbangan pemikiran terlebih dahulu. Apabila yang timbul dari padanya adalah perbuatan yang baik menurut akal dan syara’ maka disebut akhlaq yang baik. Sebaliknya bila yang timbul adalah perbuatan yang jelek maka disebut akhlaq yang buruk. Lebih lanjut ruang lingkupnya meliputi seluruh aspek kehidupan perorangan maupun kemasyarakatan, karena Islam berjalan pada syari’at yang benar, dan kesempurnaan akhlaq membawa keselamatan bagi menjalankannya, sebagai penuntun dan pembimbing kejalan yang benar, bahkan membawa kejenjang kemulyaan dunia dan akhirat.

          Akhlaq yang tidak bersumber dari unsur keagamaan (sekuler) bisa juga terlihat baik karena adanya kepatuhan kepada adat-istiadat, seni-budaya, peraturan atau kebiasaan tertentu yang merujuk pada unsur perasaan dan tatalaku yang bersifat umum (universal), yang umumnya termasuk dalam ilmu etika, budi pekerti, kesopan-santunan atau tata krama dan sebagainya.  Namun demikian, bisa saja kita tertipu akan penampilan luarnya, namun di dalam hati ternyata tidak demikian. Banyak hal yang dapat mempengaruhi prilaku seseorang, bisa dari keluarga terdekatnya, adat istiadat, keturunan, bakat, kesukuan, lingkungan dan kehidupan itu sendiri yang dialami dan sebagainya.
         
Macam-macam Akhlaq

1). Akhlaq Terpuji:

a.    Qana’ah, yaitu rela menerima apa adanya serta menjauhkan diri dari sikap tidak puas.
b.    Zuhud, yaitu menghindari atau meninggalkan atau menjauhi sifat mencintai ke-duniawian (yang berlebih-lebihan), karena semua itu tidak kekal tapi semata-mata karena ibadah kepada Allah SWT dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat, berkeluarga dan kehidupan pribadi. Sabda Rasulullah SAW: “Ad-dun-ya sijnul-mu-‘mini wa jannatul-kaafiri”, artinya: “Dunia itu penjara bagi orang mu’min dan surga bagi orang kafir” (HR. Muslim dari Abi Hurairah). Lalu hadits lain menyebut “Ad-dun-ya mal’uuna-tun, mal-‘uunun maa fihaa, illaa maa kaana lil-laahi minhaa”, artinya: ”Dunia itu terkutuk, terkutuk apa yang ada di dalamnya, selain apa yang ada bagi (karena) Allah daripadanya” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abi Hurairah). Juga “Hubbud-dun-ya ra’-su kulli khathii-a-tin”, artinya: “Kecintaan kepada dunia itu pokok tiap-tiap kesalahan” (HR.Ahmad, Al Bazzar, Ath-Thabrani dari Abu Musa Al-Asy’ari).
c.    Iffah, yaitu menjauhkan (menahan) diri dari yang tidak halal atau memelihara dari meminta-minta. 
d.    Syaja’ah, yaitu keberanian diri untuk menegakkan kebenaran dan menyingkirkan kemungkaran.

2).  Akhlaq Tercela:

  1. Hasud atau dengki, yaitu sifat iri hati terhadap nikmat Allah SWT yang diberikan kepada orang lain.
b. Ghibah, yaitu menceritakan aib dan kejelekan orang lain sehingga menurunkan martabat dan kehormatan.
c.  Naminah, yaitu mengadu domba dua orang atau lebih dengan tujuan agar saling bermusuhan.
d.    Tahassus, yaitu menyiarkan kesalahan dan kejelekan orang lain.
e.    Munafik, yaitu menyembunyikan kekafiran dalam hatinya dan menampakkan iman dengan lidahnya.
f.  Memaki atau menista, yaitu penghinaan dengan kata-kata yang busuk dengan maksud untuk menghinakan.
g.   Qattah, yaitu menyadap pembicaraan orang lain kemudian hasil pendengarannya yang tidak lengkap ini setelah ditambah dan dikurangi disiarkan kepada masyarakat luas.


[1]  Departemen Agama RI, 1984                                                                                                                                                               
[2]   Departemen Agama, Modul Pesantren Kilat SMA/SMK, Depag Kanwil Prov. Bali, Denpasar,  2004, Hal. 109
[3]  Kamus Besar Bahasa Indonesia

  gosmul@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar