Laman

Jumat, 30 Maret 2012

Komputasi Pola Ornamen


Komputasi Pola Ornamen 

Oleh Agus Mulyadi Utomo
Hidup dan Seni:goesmul.blogspot.com
goesmul@gmail.com 

Perkembangan sains dan teknologi modern telah membawa generasi sekarang bisa melakukan simulasi yang meniru proses, baik proses alamiah, fisis, biologis, bahkan pergerakan harga dan interaksi sosial secara komputasional sebagai inspirasi visual. Dari berbagai pendekatan sains disadari bahwa banyak sekali fenomena alam dan sosial yang secara aritmatik, pola matematis dan dinamika yang chaos dan terlihat tak-deterministik dapat ditunjukkan dan lahir dari apa yang sebenarnya terlihat rumit, acak, chaos pada dasarnya berasal dari sesuatu yang sebenarnya sangat sederhana, dan kesederhanaan itu dan justru deterministik. Ini semua dapat dilakukan dengan teknologi komputer yang mengizinkan dan memungkinkan untuk merekam dinamika secara iteratif atau berulang. Bagaimana dengan bentuk-bentuk dan pola yang rumit di alam, seperti awan, asap, gelombang laut, pola garis pantai, golombang suara dan sebagainya yang terlihat acak dan rumit secara visual itu, bisa diwujudkan menjadi motif yang ornamentik ? Dengan teknologi komputasi, sebagaimana itu dapat diterapkan dan untuk melihat pola aritmatika sederhana yang menghasilkan chaos, dapat pula diterapkan untuk melihat pola geometri sederhana yang menghasilkan fraktal. Usaha melihat fenomena fraktal sudah nyata yang telah diterapkan pada hiasan batik telah memperluas pula khazanah seni ornamen dan peluang apresiasi yang lebih baik lagi pada batik serta ornamen tekstil.

Fraktal adalah benda geometris yang kasar pada segala skala, dan terlihat dapat "dibagi-bagi" dengan cara yang radikal. Beberapa fraktal bisa dipecah menjadi beberapa bagian yang semuanya mirip dengan fraktal aslinya. Fraktal dikatakan memiliki detail yang tak hingga dan dapat memiliki struktur serupa diri pada tingkat perbesaran yang berbeda. Pada banyak kasus, sebuah fraktal bisa dihasilkan dengan cara mengulang suatu pola, biasanya dalam proses rekursif atau iteratif. Fraktal juga bisa dikelompokkan berdasarkan keserupadiriannya. Ada tiga tingkat keserupadirian pada fraktal:
·      Serupa diri secara persis — Ini adalah keserupa dirian yang paling kuat. Fraktalnya terlihat sama persis pada berbagai skala. Fraktal yang didefinisikan oleh sistem fungsi teriterasi biasanya bersifat serupa diri secara persis.
·      Serupa diri secara lemah — Ini adalah keserupa dirian yang tidak terlalu ketat. Fraktalnya terlihat mirip (tapi tidak persis sama) pada skala yang berbeda. Fraktal jenis ini memuat salinan dirinya sendiri dalam bentuk yang terdistorsi maupun rusak.
·      Serupa diri secara statistik — Ini adalah kererupadirian yang paling lemah. Fraktalnya memiliki ukuran numeris atau statistik yang terjaga pada skala yang berbeda. Kebanyakan definisi fraktal yang wajar secara trivial mengharuskan suatu bentuk keserupadirian statistik. Dimensi fraktal sendiri adalah ukuran numeris yang nilainya terjaga pada berbagai skala. Fraktal acak adalah contoh fraktal yang serupa diri secara statistik, tapi tidak serupa diri secara persis maupun lemah.
Setelah visualisasi komputer diaplikasikan pada geometri-fraktal, dapat disajikan argumen-argumen visual nan ampuh untuk menunjukkan bahwa geometri- fraktal menghubungkan banyak bidang matematika dan sains, jauh lebih besar dan luas dari yang sebelumnya diperkirakan. Bidang-bidang yang terhubungkan oleh geometri-fraktal terutama adalah dinamika non-linier, teori chaos, dan kompleksitas. Salah satu contoh adalah menggambar metode Newton sebagai fraktal yang ternyata menunjukkan bahwa batas antara penyelesaian yang berbeda adalah fraktal dan penyelesaiannya sendiri adalah atraktor aneh. Geometri-fraktal juga telah digunakan untuk kompresi data dan memodel sistem geologis dan organis yang kompleks, seperti pertumbuhan pohon dan perkembangan lembah sungai.
Bahasa Inggrisnya dari fraktal adalah fractal. Istilah fractal dibuat oleh Benoît Mandelbrot pada tahun 1975 dari kata Latin fractus yang artinya "patah", "rusak", atau "tidak teratur". Karena fraktal memiliki detail yang tak terhingga, tidak ada benda alami yang merupakan fraktal. Namun pada skala yang terbatas benda-benda alam bisa menampakkan sifat-sifat fraktalnya. Karakteristik fraktal, walaupun mudah dimengerti secara intuitif, ternyata sangat susah untuk dibuat definisi matematisnya.
Mandelbrot mendefinisikan fraktal sebagai "himpunan yang dimensi Hausdorff Besicovitchnya lebih besar dari dimensi topologisnya". Untuk fraktal yang serupa diri secara persis, dimensi Hausdorffnya sama dengan dimensi Minkowsi Bouligandnya. Masalah-masalah yang dihadapi saat mendefinisikan fraktal termasuk karena: Tidak ada definisi matematis dari "terlalu tidak terartur"; Tidak ada definisi tunggal mengenai "dimensi"; Suatu benda dapat bersifat serupa diri dengan berbagai cara; Dan tidak setiap fraktal didefinisikan secara rekursif.
Sebelum Mandelbrot memperkenalkan istilah tersebut, nama umum untuk struktur semacamnya (misalnya bunga salju Koch) adalah kurva monster. Bunga salju Koch adalah gabungan dari daerah-daerah berbentuk segitiga yang jumlahnya tak hingga. Setiap kali segitiga baru ditambahkan saat membangun bunga salju Koch (suatu iterasi), kelilingnya bertambah. Keliling bunga salju Koch adalah tak hingga. Ada banyak fractal yang terlihat indah sebagai sumber ide dalam senirupa. 

Berbagai jenis fraktal pada awalnya dipelajari sebagai benda-benda matematis. Geometri-fraktal adalah cabang matematika yang mempelajari sifat-sifat dan perilaku fraktal. Fraktal bisa membantu menjelaskan banyak situasi yang sulit dideskripsikan menggunakan geometri-klasik, dan sudah cukup banyak diaplikasikan dalam sains, teknologi, dan seni karya komputer. Dulu ide-ide konseptual fraktal muncul saat definisi-definisi tradisional geometri-Euklides dan kalkulus gagal menganalisis objek-objek kurva monster tersebut.

Dekade abad ke-21, dunia telah merayakan perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat. Karya-karya seni rupa mulai mengakuisisi teknologi ini untuk memperluas bidang cakupan dan menampung ketakterbatasan dari daya imajinasi dan kreativitas manusia. Salah satu aspeknya adalah pemahaman akan seni generatif. Seni generatif visual modern diawali dengan membuat aturan-aturan visualisasi yang secara berulang (iteratif) memvisualkan bentuk sederhana sehingga pada akhirnya diperoleh pola-pola yang rumit dan kompleks. Pola seni ini bertumpu pada proses, yang atas perulangan pola dan bentuk. Jelas pola berulang (baca: iteratif) akan menghasilkan bentuk fraktal sebagaimana pola berulang aritmatik sederhana dapat menghasilkan pola chaos.

Pigmentasi kerang, pola sulir cangkang kerang, bentuk-bentuk rumit dari bunga salju, pertumbuhan kanker, bahkan beberapa pola pergerakan harga saham dan indeks dalam ekonomi dan lainnya, menunjukkan pola-pola fraktal. Dengan melakukan "peniruan" secara komputasional dengan berbagai sistem komputasional, dapat diketahui bagaimana pola-pola kompleks dapat terjadi di alam semesta dan lingkungan sosial. Analisis semacam ini dikenal pula sebagai bentuk analisis berdasarkan ilmu generatif, dan berbagai obyek estetik yang melahirkannya dinamai seni generatif komputasional. Dalam studi-studi komputasi dan ilmu geometri fraktal, hal-hal seperti otomata selular, himpunan Mandelbrot dan Julia, sistem-L, kurva Peano, dan sebagainya sering dijadikan bentuk referensi.

Ketika batik telah dapat ditunjukkan pola fraktalnya, maka ia menjadi memiliki peluang untuk dilihat sebagai bentuk generatif. Berdasarkan publikasi “Batik: The Impact of Time and Environment” tulisan H. Santosa Doellah yang diterbitkan oleh Danar Hadi, terdapat setidaknya tiga tahapan proses dalam ornamentasi batik, yakni:

1. “Klowongan“, yang merupakan proses penggambaran dan pembentukan elemen dasar dari desain batik secara umum.

2. “Isen-isen“, yaitu proses pengisian bagian-bagian dari ornamen dari pola isen yang ditentukan. Terdapat beberapa pola yang biasa digunakan secara tradisional seperti motif cecek, sawut, cecek sawut, sisik melik, dan sebagainya.

3. Ornamentasi Harmoni, yaitu penempatan berbagai latar belakang dari desain secara keseluruhan sehingga menunjukkan harmonisasi secara umum. Pola yang digunakan biasanya adalah pola ukel, galar, gringsing, atau beberapa pengaturan yang menunjukkan modifikasi tertentu dari pola isen, misalnya sekar sedhah, rembyang, sekar pacar, dan sebagainya.

Telah pula diketahui pseudo-algoritma sebagaimana telah menghasilkan ornamen batik yang menarik, sebagaimana disinggung sebelumnya dengan adanya  klowongan, isen dan harmonisasi. Bahkan bukan tak mungkin, beberapa jenis pola fraktal yang telah dikenal sebagai "keindahan matematika" dapat pula meng-inspirasi pola batik. Dari sini, penelitian menunjukkan bahwa terdapat setidaknya 3 tipe pola fraktal yang secara komputasional dapat menjadi bentuk motif batik fraktal generatif secara komputasional. 1) Fraktal sebagai batik, beberapa jenis fraktal yang dikustomisasi sedemikian sehingga memiliki pola tertentu dapat didesain sebagai inspirasi atas konstruksi desain batik. Kustomisasi dapat dilakukan atas aturan-aturan iteratifnya, modifikasi pada bentuk pencorakan warna, dan sebagainya. Dalam mensimulasikan zooming dan kustomisasi teknis pewarnaan dari himpunan Mandelbrot yang dapat digunakan sebagai bahan dasar fraktal batik. 2) Hibrida fraktal batik, pola-pola dari fraktal dapat digunakan sebagai pola model utama dari ornamentasi dan dasar dekorasi bersama-sama dengan isen original dari motif dasar batik dan sebaliknya. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan secara komputasional apa yang merupakan motif batik tradisional dengan hasil adaptasi sedemikian dari fraktal non-batik. Modus desain ini menggabungkan secara estetik pola fraktal yang dilahirkan secara komputasional dan apa yang dilahirkan melalui tradisi budaya batik yang luas dikenal. Dalam hal ini ditunjukkan sebuah modifikasi dari sistem-L yang dirancang sehingga menghasilkan bentuk pengisian ruang (space-filling curves) yang dapat dijadikan sebagai bentuk bahan bagi batik untuk dikustomisasi. 3) Batik Inovasi Fraktal, ini merupakan bentuk implementasi dari gambar dengan pola tertentu dan atau acak dengan menggunakan bentuk-bentuk teselasi iteratif atau algoritma pengisian dari ornamentasi batik yang asli sebagai isen atau pola batik yang telah dikenal secara tradisional. Hal ini dapat dilakukan dengan ekstraksi motif dasar dari ornamentasi batik yang kemudian di-iterasi ulang dengan menggunakan pseudo-algoritma batik yang telah dikenal. Sebagaimana yang ditunjukkan pada  dua motif batik yang diproses ulang secara komputasional dengan memberikan desain besar atas pola umum yang secara komputasional akan diproses lagi (ditamah isen dan harmonisasi) yang menghasilkan sifat-sifat fraktal sehingga menghasilkan motif yang sama sekali baru dengan memperhatikan pola dan prinsip proses membatik. Pengguna dapat melakukan kustomisasi dengan pewarnaan tertentu. Ketiga pola ini merupakan bentuk dari implementasi generatif atas kesadaran, bagaimana batik memiliki sifat fraktal dan mendukung peluasan bentuk apresiasi terhadap budaya tekstil Indonesia non-tenun.

Budaya batik berasal dari pemahaman kognitif yang tertuang ke dalam karya estetika visual yang sedikit banyak memberi gambaran implisit tentang bagaimana orang Indonesia memandang dirinya, alamnya, dan lingkungan sosialnya. Pola batik yang diketahui bersifat fraktal merupakan sebuah kenyataan bahwa terdapat perspektif alternatif yang ada di kalangan masyarakat dan peradaban Indonesia yang unik relatif terhadap cara pandang modern yang umum. Keunikan ini merupakan sesuatu yang penting mengingat fraktal merupakan bentuk pemahaman geometri yang mutakhir dan memiliki kesadaran akan kompleksitas sistem dan menanganinya dengan lebih bijaksana. Batik sebagai sebuah obyek estetika berpola memiliki tata aturan penggambaran pseudo-algoritmik yang dapat diperlakukan sebagai bentuk seni generatif yang memiliki kegunaan:

§  Memberikan sumbangan ide dan inspirasi kepada peradaban umat manusia, khususnya dalam bidang perkembangan seni generatif khususnya dan seni rupa pada umumnya.

§  Mendorong dan memperluas ekslorasi serta  apresiasi atas batik sebagai bagian dari seni tradisi nusantara Indonesia.

§  Penelitian tentang aspek fraktalitas pada batik secara umum mendorong penggalian lebih jauh tentang aspek kognitif terkait cara pandang dan kebijaksanaan masyarakat terdahulu tentang alam dan masyarakat - mengingat eratnya kaitan antara seni dan sains sebagaimana ditunjukkan dalam sejarah perkembangan dan sejarah sains modern.

Batik merupakan ikhwal kriya tekstil yang tak asing bagi orang Indonesia, bahkan sering menjadi sebuah simbol dan bahkan dunia mengakui sebagai karya bangsa Indonesia. Batik dikenal erat kaitannya dengan kebudayaan etnis Jawa di Indonesia bahkan semenjak zaman Raden Wijaya (1294-1309) pada masa kerajaan Majapahit. Namun pada dasarnya berbagai bahan sandang memiliki corak batik juga dari luar pulau Jawa, misalnya di beberapa tempat di Sumatera, seperti Jambi bahkan beberapa tempat di Kalimantan dan Sulawesi. Motif batik digunakan mulai dari hiasan, kain sarung, kopiah, kemeja, bahkan kerudung dan banyak lagi. Namun hal yang sangat menarik dengan batik adalah merupakan konsep yang tidak sederhana bahkan dari sisi etimologinya. Batik juga dapat merepresentasikan ornamentasi yang unik dan rumit dalam hal corak dan warna dan bentuk-bentuk geometris yang ditampilkannya. Namun yang terpenting adalah bahwa batik dapat pula merepresentasikan proses dari pembuatan corak dan ornamentasi yang dapat ditunjukkan di dalamnya.

Proses batik atau dalam verbia disebut pula sebagai “batik”, merupakan hal yang tidak sesederhana, yaitu misalnya dapat menggambarkan sebuah lukisan. Multiperspektif yang terpancar dari ornamentasinya merupakan hasil dari proses dan tahapan-tahapan pseudo-algoritmik yang sangat menarik. Sehingga disebut fraktal geometri batik, dan hal yang menakjubkan dari batik adalah bahwa batik adalah sebuah proses yang lahir dari sistem kognitif dan penggambaran akan alam dan lingkungan sekitar. Batik tercipta melalui pemetaan antara obyek di luar manusia pembatik dan artikulasi kognisi dan aspek psikomotorik yang tertuang dalam kriya batik. Meski batik, tak mungkin bisa dilihat dengan melepaskan konteks dan proses pembuatan dari batik tersebut, motif dan ornamentasi yang terkandung dalam batik pun ternyata memiliki tingkat kompleksitas yang sangat menarik.

Cara pandang akan bentuk-bentuk geometris saat ini cenderung terkait erat dengan geometri yang diwarisi dari cara pandang pakem Aristotelian barat, yang memandang dimensi geometris sebagai bilangan asli. Dimensi pertama sebagai garis, dimensi kedua sebagai bangun datar, dimensi tiga sebagai bangun ruang, dan seterusnya. Namun dunia ilmu ternyata tak sesederhana itu. Perjalanan panjang sejarah ilmu pengetahuan telah membawa pada kenyataan ilmu pengetahuan sebagaimana disaksikan sekarang ini. Dalam perjalanan filsafat ilmu pengetahuan, sains menjadi selalu bersifat positif terhadap kenyataan; bahwa sains tak terbatas, reduksionisme merupakan hal yang pada akhirnya akan membawa pada penjelasan yang utama dan fundamental. Kejadian ini dianggap sebagai bentuk kerandoman. Ilmu pengetahuan telah membuat kepercayaan diri bertambah, sehingga akhirnya meta-matematika mulai mempertanyakan aritmatika oleh matematikawan Kurt Godel, 1931, dan Filsuf Bertrand Russel,1903, mulai berbicara tentang paradoks dan keabsahan deduksi. Juga sosiolog Jean Jaques Lyotard, 1979, mulai berbicara tentang post-modernisme, gelombang karya seni multi-perspektif seperti dadaisme pada senirupa dan banyak lagi di hampir semua lini ilmu pengetahuan dan seni modern, termasuk pertanyaan tentang panjang garis pantai dan bahwa geometri mulai berkenalan dengan konsep fraktal (Benoit Mandelbrot, 1982). Filsafat ilmu pengetahuan akhirnya mengakui bahwa ada permasalahan dalam cara bagaimana kita memandang dunia. Reduksionisme filsafat sains dipertanyakan ketika akhirnya secara umum disadari bahwa "keseluruhan jauh lebih besar daripada jumlah bagian-bagiannya". Dunia itu ternyata tak linier, dan sains yang ada sekarang perlu memperhatikan hal ini. Bahkan secara filosofis, ilmu pengetahuan yang ada saat ini tak boleh berdiri sendiri dengan tradisi dan konvensionalisme yang menyertainya. Pendekatan interdisiplin menjadi penting. Kenyataan akan betapa tingginya kompleksitas alam semesta dan lingkungan sosial akhirnya melahirkan bio-fisika, kimia-komputasi, ekono-fisika, sosiologi-komputasi, sains-kognitif, ekonomi-evolusioner, dan sederet nama yang menggambarkan bagaimana ilmu pengetahuan mesti mondar-mandir melintas batas pakemnya. Dalam perjalanan sejarah ilmu pengetahuan modern, semua berlandas secara elementer pada cara dalam memandang dunia, di mana geometri klasik tak pelak adalah sebuah fundamen-nya. Sejarah ilmu pengetahuan akhirnya mengakui bahwa fraktal bisa lebih baik dan lebih tepat dalam memandang dunia. Kajian yang berdasar sifat fraktal yang menyadari "ke-tidak-purna-an" model semesta yang salah satunya ditunjukkan dengan pengetahuan akan dimensi yang bukan bilangan bulat, tapi justru adalah pecahan. Suatu kenyataan, bahwa batik bersifat fraktal seolah menjadi hal yang menunjukkan bahwa ada kebijaksanaan terpendam dalam penggambaran dunia yang tak seperti geometri Aristotelian yang dikenal. Hal ini implisit dalam karya-karya batik. Jika seni budaya dan sains modern telah berinteraksi sedemikian rupa, sebagaimana dikenal saat ini, maka jelas budaya kriya batik telah berinteraksi dengan kebudayaan orang-orang yang tinggal di kepulauan Indonesia. Jika fraktal telah menginspirasi perubahan dan menjadi sumber kreativitas dan progresifitas sains di berbagai bidang dalam bentuk inter-disiplinaritas, bukankah menjadi tak mungkin jika batik juga dapat memberi inspirasi dan sumber kreativitas seni dan cara pandang yang dapat lebih baik akan dunia ? Bukan tak mungkin,  orang Indonesia yang inter-displinaritas adalah gotong-royong, seperti ornamen geometri hasil karya orang Indonesia, diantaranya adalah batik.

Penemuan akan aspek fraktalitas pada batik, sebagaimana juga ditemukan pada banyak aspek seni dan budaya kuno dan klasik lain di banyak tempat ketika pengaruh Yunani dan Romawi kuno belum kuat, seperti Cina, India, Arab. Bangsa Indonesia dengan karya ornamentiknya memberi peringatan bahwa perlunya  mengubah cara pandang atas nilai tradisi dan warisan budaya nenek moyang. Menikmati batik tak pernah sama dengan cara menikmati lukisan perspektif. Menyelesaikan permasalahan secara mono-disiplin tak pernah sama dengan menggunakan pendekatan inter-disiplin. Kenyataan fraktalitas pada batik, sebagai aspek budaya visual yang erat dengan budaya dan peradaban Indonesia menjadi sebuah hal yang sangat penting untuk perkembangan senirupa.













Karya-karya  Kriya ISI Denpasar

1 komentar:

  1. Teima kasih atas postingannya tentang ornamen.
    Tolong postingan lebih banyak tulisan tentang oramen nusantar.

    BalasHapus