Mencari Kebenaran Al Islam
Oleh
Agus Mulyadi Utomo
Hidup dan Seni : blogspot.goesmul.com
goesmul@gmail.com
Ummat
Islam di Dunia: terdiri banyak kelompok-kelompok, ada negara-negara Islam, organisasi-organisasi
Islam, perkumpulan-perkumpulan pengajian2 dan sebagainya. Di dalam mashab Islam
saja terdapat 4 sampai 7 imam yang diakui: Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam
Hanafi dan Imam Hambali, dsbnya. Ditakdirkan pula Islam ada tujuh puluh tiga (73)
golongan: 20 golongan Muktazilah, 22 golongan Syi’ah, 20 golongan Khawarij, 5
golongan Murji’ah, 3 golongan Najariah, 1 golongan Jabariah, 1 golongan
Musyabihah dan 1 golongan Ahlussunah Wal-Jama’ah. Ada yg disebut Qadariah,
Wahabiyah, Salafiah, Asyariah, Maturidiyah dll. Ke-73 golongan tsb memiliki
faham yg khusus dan sebagian lagi saling bertentangan pandangan ( perbedaan
pendapat atau beda faham).Kitab Bugyatul Mustarsyidin karangan Mufti Syaikh
Sayid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar yg terkenal dgn gelar
Ba’Alawi, pada halaman 398, yg diterbitkan Mauthba’ah Amin Abdul Majid, Cairo
1318 H, menyabut sampai masa kini tidaklah mengherankan bahwa ummat Islam itu
berbeda-beda faham.Seperti di Indonesia dalam menetapkan hari besar Islam,
terutama Idul Fitri (dll), tidak ada kata sepakat diantara ormas Islam,
walaupun pihak pemerintah telah berusaha menyatukannya. Namun demikian semuanya
tetap berpegang kepada Al Qur’an dan Al Hadits, dan hal itu merupakan takdir
Allah SWT dan janganlah hal tersebut terlalu dipermasalahkan, justru untuk
diambil hikmahnya.Dalam hadits Nabi : Rasulullah SAW bersabda: “Perbedaan
pendapat diantara umatKu adalah Rahmat”. Perbedaan pandangan dalam Islam,
terutama aliran / golongan (firqah) serta berbagai kontradiksi metodenya
merupakan “lautan yg amat dalam” serta “dapat menenggelamkan banyak ummat
manusia yg tak selamat kecuali beberapa gelintir atau sekelompok orang saja”.
*
Masing masing kelompok menduga kelompoknya itulah yang selamat.
*
Firman Allah SWT dalam QS. Al Mu’minun: 53 “Fa taqaththa’uu amrahum bainahum
zuburan kullu hizbim bi maa ladaihim farihuun” artinya: “Mereka berpecah-belah
tentang urusannya menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga
dengan apa yang ada di sisi mereka (masing-masing)”.
*
Diharapkan manusia berfikir dan meriset serta mencari akan kebenaran sejati.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “Bacalah Al-Qur’an dan carilah yg ganjil-ganjil
(ghara-ib) daripadanya”.
*
Bersabda Nabi SAW yg diriwayatkan Ali - dimuliakan Allah akan wajahnya: “Demi
Allah yg mengutus aku dgn sebenarnya menjadi Nabi! Sesungguhnya akan
bercerai-berai ummatku dari pokok agamanya dan kumpulannya kepada tujuh puluh
dua golongan. Semuanya sesat menyesatkan, yang membawa mereka kepada neraka....
sampai akhir hadits” (Hadits ini gharib dan isnadnya majhul).
*
Al-Hadits (shahih) : “Sataf riku ummati salasan wasab’i nafir kotan, anna
jiyatun minha wa hidah” artinya “Ummatku akan berpecah-belah menjadi tujuh
puluh tiga golongan (firqah), sedangkan yang selamat hanya satu golongan” Kalau
demikian haruslah dicari kebenaran itu, sampai merasakan haqqul yakin.
Kalau
demikian katanya perlu mencari ilmu walau sampai ke negeri Cina. Allah SWT
dalam Surat Ar Ra’ad, ayat 11 mengatakan: “Innalaaha laa yughayyiru maa
biqaumin hattaa yughayyiruu maa bianfusihim” yang artinya: “Sesungguhnya Allah
tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah nasib mereka
sendiri” (Tidak akan Ku-ubah nasibmu sebelum engkau mengubah nasibmu sendiri !)
Dan usaha tersebut tidaklah sia-sia seperti firman Allah dalam QS. Al An’aam :
132 “Wali kullin darajaatum mim maa ‘amiluu wa maa rabbuka bi ghaafilin ‘ammaa
ya’maluun” artinya: “Dan masing-masing orang memperoleh derajat menurut apa
yang mereka kerjakan, dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan”.Agama Islam tidak memaksa untuk mencari kebenaran itu seperti dalam
QS. Al Baqarah : 256 “Laa ikraaha fid diini qad tabayyanar rusydu minal ghayyi”
artinya: “Tidak ada paksaan dalam agama (Islam), karena sungguh telah jelas
jalan yang benar dari jalan yang salah”. Selama ini sikap hidup kaum muslimin
memang kurang memperhatikan terhadap apa yang disebut energi metafisika Islam
sebagaimana di dalamnya terdapat kebesaran kalimah Allah dalam Al Qur’an, yg
diperkuat oleh Al Hadits, yg sesungguhnya Allah menyuruh manusia (kita) untuk
merisetnya....yatafakkaruun...yatafakkaruun...) sebagai tameng dan benteng
dalam kehidupan Dunia dan Akherat. “ Selama ini, kebanyakan kaum muslimin,
hanya tenggelam dalam mengupas, menganalisa ayat-ayat Al Qur’an dan lain-lainnya
dari sudut ilmu Sosialnya saja” .Belum meriset sampai pada unsur-unsur
metafisik (ruhani) dan hanya sampai pada persoalan fisik (jasmani) saja ( buku
“Teknologi Al Qur’an” ) Firman Allah SWT t: QS. Al Hasyir: 21 “Lau anzalnaa
haadzal qur’aana ‘alaa jabalil laraaitahuu khaasyi’am mutashaddi’am min
khasyyatil laahi wa tilkal amtsaalu nadhribuhaa linnaasi la’allahum
yatafakaruun” artinya: “Andaikata Al Qur’an ini kami turunkan / kami letakkan
di atas gunung / bukit, niscaya engkau akan lihat bukit itu tunduk lagi belah /
hancur berantakan, karena takutnya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan
itu kami jadikan kepada manusia agar supaya mereka berfikir”. Kandungan Al
Qur’an tsb tersimpan suatu kekuatan energi yg amat dahsyat. Jika salah mengartikannya
yakni dengan meletakkan satu buah kitab Al Qur’an yg sehari-hari dapat dibaca
atau sekalipun segudang banyaknya diletakkan di atas bukit, bukanlah bukitnya
yang akan hancur, tetapi justru kitab yg diletakkan tersebut yg akan hancur
berantakan. Jadi Al Qur’an mana yang dimaksudkan tersebut ? Jawaban yg masuk
akal dan exact melalui metafisika Islam. Contoh mengambil perbadingan dengan
ilmu electricity. Misalnya Edison pernah berkata kitabku ini membuat gelap
gulita menjadi terang benderang. Tentu yang dimaksud disini bukan benda “buku”
karangan Edison karena bila diletakkan dalam gelap, buku tersebut akan hilang
atau digelapkan orang, begitu pula apabila buku tersebut hanya dibaca dan
dihafal saja tentu tidak besar artinya. Tetapi bila metode yang diterapkan
Edison dalam bukunya untuk membangkitkan energi elektronika dan kemudian
disalurkan dengan bola-bola pijar lampu, maka akan terpijarlah cahaya yang
cemerlang penghalau kegelapan. Demikian pulalah tenaga energi metafisika yang
tersimpan dalam Al Qur’an, jangankan bukit yang sebuah benda mati akan hancur,
bahkan dosa, syetanpun akan hancur, pendeknya apa saja akan hancur dihantam
energi yang terbit dari ayat-ayat suci Al Qur’anul Karim dari sumbernya,
apabila disalurkan dengan metode yang tepat dan benar, dalam hal ini Rasulullah
bersabda: “Bismillaahi laazii laa yadhuru ma’asmihi syaiun fil ardhi wa laa
fissamaa-i” yang artinya: “Dengan nama Allah yang tidak memberi mudharat
apa-apa yang di bumi dan di langit bagi yang beserta dengan nama-Nya” ( HR. Tirmidzi).Metafisika
Islam: Berhubungan dengan tali ruhani Rasulullah SAW ( sambung menyambung
hingga akhir zaman), metodenya dzikrullah dan bimbingan para Wali atau
Guru-Mursyid yang nyata-nyata telah memiliki tali silsilah keguruan dengan
guru-guru sebelumnya sampai kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Pelaksanaannya
(pengamalannya) dalam ilmu tarekatullah ( yg masuk pada ranah maqam ikhsan).
Status
kedudukan manusia ketika hidup di dunia adalah sebagai ‘addun’ (hamba / abdi)
dengan pengakuan dan sadar akan kehambaannya di hadapan Allah SWT seperti dalam
QS. Adz Dzaariyaat: 56 yang berbunyi “Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa li
ya’buduun” yang artinya “Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”. Sedangkan peranan manusia pilihan dalam hidup di dunia ini
sebagai “khalifah fi al-ardl” (wakil Allah di bumi).Kini dimasyhurkan oleh
manusia-manusia yg beriman untuk mencari dan menemukan “Khalifah-khalifah
Allah” atau “Khalifah-khalifah Rasul” . Sebagai pembimbing ruhani harus mencari
“Wali-Mursyid atau Guru Sejati”, yg pengajarannya membekas dan diteruskan
kepada murid-muridnya untuk kemudian bertugas sebagai “Khalifah-khalifah dari
Gurunya” yg bertebaran di atas Bumi (lihat QS. Al Baqarah : 30), yakni untuk
memperbaiki akhlaq dan membawa orang-orang bertaubat demi kebaikan ummat. Syekh
Mursyid atau Tuan-tuan Syekh dalam lembaga tarekat yang dipimpin pada umumnya
menetapkan peraturan-peraturan dilingkungannya dengan pola ajaran dan amal
Islami, yg dilandasi jiwa ikhlas dan ukhuwah Islamiyah seperti yg dicontohkan
Al Mujtama’ul Islam (masyarakat Islam di Madinah) pada masa Rasulullah, dimana
penerapan dan pelaksanaan ditangani oleh Syekh Mursyid langsung dan dibantu
para khalifahnya. Carilah lembaga tarekat yang muktabaroh, yg memiliki silsilah
bersambung sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
PENGERTIAN RUH DAN JIWA PADA MANUSIA
Karena Islam adalah agama yang lengkap atau kaffah, tentu harus pula memahami apa
itu Ruhani (ruh atau arwah atau jiwa).
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan
(memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka dia tahanlah
jiwa (orang) yang telah dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang
lain sampai waktu yang di tetapkan, sesungguhnya pada yang demikian itu
terdapat tanda – tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.”“Dan kami
wahyukan (perintahkan) kepada Musa : “Pergilah di malam hari dengan membawa
hamba – hambaKu (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan di
susuli.”
“Dia di bawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril).”
Ruh yang menggerakkan badan atau jasmani suatu
saat akan meninggalkan jasmaninya tersebut dengan jalan kematian, yang akan
meninggalkan jasmani tersebut adalah ruh yang telah di tiupkan kedalam jasmani
tersebut melalui di panggil kembali atau dicabut oleh malaikat izra’il yang
memang bertugas untuk menjemput ruh atau nyawa dari seseorang anak manusia
(adam).Ruh dan jiwa itu tidak berbeda, jika ada yang mengatakan bahwa berbeda
adalah suatu hal yang keliru, sebab berdasarkan dalil – dalil dari Al-Qur’an
dapat di ketahui akan hal ruh ini adalah yakni suatu jiwa di cabut oleh
malaikat dan di bawa kembali kepada penciptaNya, ruh inilah yang menimbulkan
kehidupan dan kehidupan akan lenyap bersamaan dengan perginya ruh ini (mati),
jadi kata – katanya saja yang berbeda tetapi maknanya sama saja, yaitu ruh atau
jiwa adalah sama atau satu jua adanya, perbedaannya terletak adalah jika ruh
bersatu dengan jasmani atau badan, maka kerap kali di namakan dengan jiwa, jika
telah meninggalkan badan atau jasmani (mati/di cabut) maka di namakan dengan
ruh, demikian adanya letak perbedaan tetapi maknanya satu jua.
Ruh di ciptakan atau asal kejadiannya tidak berupa
dari benda alam nyata yang wujud ini, maknanya tidak ada misalnya dengan di
dunia ini, maka dari itu manusia tidak akan dapat mengetahui akan sifat – sifat
atau dzatnya, tetapi Allah Swt menjelaskan kepada manusia bahwa ruh itu bisa
naik dan turun, mendengar, melihat serta berbicara seperti layaknya yang di
perbuat oleh jasmani kita sekarang ini, walau begitu sifat mendengarnya,
melihatnya dan berdirinya serta lain sebagainya bukanlah seperti yang kita
ketahui sekarang ini, jadi hati – hati juga dalam menafsirkannya, contohnya
Rasulullah Saw menceritakan perjalanan ruh adalah bahwasanya ruh itu di bawa ke
langit kemudian di kembalikan ke kuburnya dalam waktu singkat untuk di beri
kenikmatan atau siksaan, tentu definisinya berbeda dengan keadaan alam nyata.Ruh
menyebar di seluruh badan dan tiada suatu tempat khusus bagi ruh ini dalam
jasmani atau jasad, prosesnya seperti kehidupan menyeluruh yang automatis,
apabila di masukkan ruh tersebut maka secara keseluruhan akan menjadi hiduplah
seluruh badan tersebut tanpa kecuali, begitu juga sebaliknya, apabila ruh
tersebut meninggalkan jasmani atau jasad, maka secara automatis pula seluruh
jasad atau jasmani tersebut akan mati seketika, beginilah kinerjanya ruh dalam
bersatu dengan jasad atau jasmani, tidak ada tempat yang khusus tetapi meliputi
secara keseluruhan terkhusus bagi jasmani atau jasad.Ruh ini di ciptakan
seperti layaknya makhluk yang di ciptakan lebih dahulu daripada jasad atau
jasmani anak adam, jelasnya ruh lebih dulu di ciptakan daripada jasad, sebagaimana
di jelaskan Allah Swt berikut ini :“Tuhan berfirman : “Demikianlah”. Tuhan
berfirman : “Hal itu adalah mudah bagiKu, dan sesunguhnya telah aku ciptakan
kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.” (Surah
Maryam Ayat 9).Di namakan dengan manusia jika ada bersatunya ruh dengan jasad,
jika hanya ruh maka namanya ruh, jika hanya jasad maka di namakan pula dengan
jasad mati, manusia di ajak berbicara oleh Allah Swt dengan ruhnya, oleh
sedemikian maka ruh adalah makhluk dan tidak dapat di pungkiri lagi, singkatnya
seorang manusia adalah kesatuannya ruh dengan jasad sementara intinya adalah
ruh sedangkan jasad hanya berupa wadah atau tempat saja.Dalam jiwa manusia
mempunyai sifat – sifat kejiwaan yang ikut terbawa tatkala ruh di tiupkan
kedalam jasad atau jasmani manusia, yaitu :
Jiwa yang membawa kepada keburukan, yakni sifat –
sifat madzmumah (keburukan) seperti, sombong, takbur, iri hati, congkak, lalai
dan lain sebagainya, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Yusuf Ayat
52 yang berbunyi :(Yusuf berkata) : “Yang demikian itu agar Dia (Al Aziz)
mengetahui bahwa Sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya,
dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang – orang yang
berkhianat.”Jiwa manusia yang seperti inilah yang selalu di tunggangi oleh hawa
nafsunya dan selalu mendorongnya untu melakukan perbuatan buruk dan jahat yang
jelas – jelas berdosa kepada Allah Swt jika di perturutkan akan sifat jiwa yang
seperti ini;Jiwa yang membawa kepada sifat mencela dan mengumpat serta
menyesali diri sendiri, sehingga ianya selalu melakukan perbuatan dosa seperti,
mengumpat dan menyesali diri, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an
Surah Al-Qiyamah Ayat 2 yang berbunyi : “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang
amat menyesali (dirinya sendiri).”Ini sifat ruh jika telah di panggil kembali
ke hadiratNya adalah selalu menyesali akan ingin kembali ke dunia supaya dapat
membuat amal perbuatan yang lebih banyak lagi, sementara sewakti dia di dunia
sifat jiwa ini membawa kepada sifat suka mengumpat dan mencela – cela diri
sendiri ataupun orang lain, yang jelas sifat adalah perbuatan dosa.
Jiwa yang membawa kepada ketenangan jiwa,
sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Al-Fajr Ayat 27-30 yang
berbunyi :Ayat 27. Artinya : “Hai jiwa yang tenang.”Ayat 28. Artinya :
“Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi di ridhaiNya.”Ayat 29.
Artinya : “Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba – hambaKu.”Ayat 30. Artinya :
“Masuklah ke dalam syurgaKu.”Nah, inilah jiwa selalu membawa kepada kebaikan
dan senantiasa mencintai akan ketaatan dan kebaikan serta selalu beribadah
kepada Allah Swt, jiwa ini membawa kepada sifat patuh kepada Allah Swt dan
membenci akan maksiat dan sifat yang buruk, utamanya ruh atau jiwa jika
sendirinya adalah bersifat seperti ini, baru berpengaruh sifat buruk di atas
jika telah bersatu dengan jasmani atau jasad.Pengertian di atas bukan berarti
di dalam jiwa manusia hanya mempunyai sifat 3 (tiga) macam saja, tetapi adalah
sebagai bahan jiwa dan tentu akan berkembang dengan sendirinya yang di sertai
oleh akal dan pikiran yang melaksanakan pengembangan ata segala sifat baik dan
buruk yang ada di dunia ini, sementara kontrolnya adalah tingkat keimanan
seseorang dalam menjalani kehidupan di dunia ini, jadi intinya adalah jiwa itu
satu tetapi mempunyai berbagai sifat, secara asal yang tersebut di atas sifat
utamanya senantiasa memerintahkan berbuat dosa atau maksiat, namun jika sifat
tersebut di lawan dengan perjuangan keimanan maka terjadilah saling mencela antara
sifat tersebut di atas yang di namakan dengan peperangan bathin, jika imannya
kuat maka sifat yang baiklah yang menang, jika sifat buruk yang kuat maka
terjerumuslah manusia tersebut kelembah kemasiatan dosa, ada juga manusia yang
kadarnya naik turun, kadang baik kadang buruk, ini di sebabkan karena akal dan
pikiran yang di pergunakan tidak mau memilih untuk istiqamah dalam ketetapan
untuk selalu berbuat baik dan taat kepada Allah Swt, apabila jiwa keimanannya
kuat maka menjadilah jiwa yang tenang sebagaimana ayat atau firman tuhan di
atas.Ruh adalah sudah nyata di namakan dengan makhluk, sebab ada hidup dan ada
kematian, apabila seseorang manusia telah meninggal dunia bukanlah berarti
lenyap selamanya tiada berbekas, yang hancur hanyalah jasad atau jasmani saja,
sedangkan ruh kembali kepada penciptaNya, dan kelak jika telah di tiupkan
sangkakala yang kedua, maka ruh – ruh akan di kembalikan kepada jasad atau
badannya untuk di proses lebih lanjut amal baik dan buruknya guna mendapatkan
ganjarannya, sebab di kehidupan inilah semuanya yang kekal dan selama –
lamanya, jadi tidak benar ruh akan ikut mati lenyap bersama dengan matinya
jasad manusia.Kembalinya ruh atau jiwa itu (mati) dengan cara berpisah dengan
jasad atau badan atau jasmani, jadi ruh juga ikut merasakan dahsyatnya
kematian, bukan hanya jasad saja yang merasakan hebatnya kematian tersebut, dia
ikut merasakan kenikmatan atau siksaan dari Allah Swt sesuai dengan
perbuatannya di dunia, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah
Ad-Dukhaan Ayat 56 yang berbunyi :
“Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya
kecuali mati di dunia, dan Allah memelihara mereka dari azab neraka.”
Sewaktu ruh dan jasad telah mengalami kematian,
maka akan di tempat sesuai dengan porsi masing – masing yaitu amal perbuatan
dan derajatnya, yakni :Ruhnya para nabi dan rasul di tempatkan pada tempat yang
paling baik dan layak di sisiNya, sebagaimana di riwayat oleh ‘Aisyah Ra, bahwa
beliau pernah mendengar Rasulullah Saw berdo’a atau memohon kepada tuhannya,
yaitu “Ya Allah, berikanlah tempat kembali yang tinggi (mulia).” (Hadist
riwayat Bukhari).Ruhnya para syuhada akan tetap hidup di sisi Allah Swt dan
mendapatkan rezki karuniaNya, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an
Surah Ali Imran Ayat 28 yang berbunyi :“Janganlah orang – orang mukmin
mengambil orang – orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang – orang
mukmin, barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan
Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang di takuti dari
mereka, dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)Nya, dan hanya
kepada Allah kembali (mu).” Namun perlu di ketahui adalah tidak semua ruh para
syuhada mendapatkan kenikmatan ini, hal di sebabkan oleh ada di antara mereka
yang tertahan masuk ke syurga di karenakan adanya hutang yang belum di bayar,
ini berdasarkan tketerangan Rasulullah Saw dan bersabda : ““Ruhnya orang –
orang yang shaleh berada pada burung – burung yang bergantungan di pepohonan
syurga, seperti yang di riwayatkan oleh sabda Rasulullah Saw yang berbunyi :
“Ruh – ruh mereka akan berada di dalam burung – burung yang hijau, yang
memiliki sarang yang bergelantungan di ‘arsy, dan pergi ke syurga
sekehendaknya, kemudian kembali ke sarangnya.” (Hadist riwayat Muslim.Ruhnya
orang – orang yang berdosa berada pada tempat siksaan yang pedih dan dahsyat
serta mengerikan, sementara ruhnya orang kafir lebih gawat lagi dan berbau
sangat busuk, sampai – sampai bumipun mencelanya saking busuknya.Dari hal
uraian yang singkat ini mengenai ruh ini, maka dapatlah suatu pijakan untuk
berpikir akan langkah kedepan, apakah tetap dalam kemaksiatan atau lautan dosa?
Sementara mati itu tidak dapat tidak akan datang menemui kita kapan saja dan
hanya Allah Swt yang tahu, bersiaplah untuk menghadapi ini, karena hasilnya
kelak akan kita terima pada hari kemudian yang kekal dan selama – lamanya,
hidup di dunia ini hanyalah untuk mencari bekal pada kehidupan akhirat, maka
persiapkanlah bekal tersebut dengan memperbanyak amal ibadah dan ketaatan
kepada Allah Swt, dan belajarlah mati sebelum di matikan, belajar sembahyang
sebelum di sembahyangkan.
GOLONGAN DALAM ISLAM
Dalam memahami dan memudahkan penyampaian ajaran
Islam oleh para alim-ulama dan ahlinya telah pula diusahakan serta dilakukan
secara sistematik, yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan keagamaan
(al-‘ulumu‘l-diniyah), semacam trilogi ilmu pengetahuan ke-Islam-an
yaitu:
1) Ushulu‘l-din (teologi);
2) Fiqh atau fikih (hukum Islam);
3) Tasawuf (Sufisme) dengan tarekatnya (jalan /
cara / metode).
Islam sebagai agama, dalam hadits Nabi
:”al-diin-u nashiihah” artinya “agama itu adalah nasihat”. Juga merupakan
referensi pesan-pesan terutama Al Qur’an dan hadits Nabi serta pengembangan
tradisi pemikiran ke-Islam-an. Lebih lanjut ilmunya diperluas dan diperdalam,
kemudian berkembang pula cabang-cabang ilmu diantaranya adalah: ‘ulumu‘l-Qur’an
(ilmu yang bersangkutan Al Qur’an dan penafsiran) dan ‘ulumu‘l-Hadits (ilmu
yang bersangkutan dengan hadits). Juga ushulu‘l-Fiqh dan qawaidu‘l-Fiqh (ilmu
penetapan hukum Islam). Dalam perkembangan ilmu pengetahuan ke-agama-an Islam
ini, juga telah melahirkan beberapa mazhab (lihat pembahasan mazhab tersendiri)
dan aliran pemahaman diantaranya berada dalam ilmu kalam (tauhid), tasawuf
(ungkapan, metode tarekat) dan fikih (hukum) ada yang murni, ada bersifat
keras, moderat, pluralis bahkan hiperpluralis. Sebagai ummat muslim perlu juga
mengenal lebih luas perbedaan pandang tentang Islam dan perjuangannya, sehingga
dapat menuntun semua pihak menuju kearah yang lebih baik terutama bagi kaum
muda agar tidak terjebak ajaran kekerasan.
Adapun beberapa pemahaman aliran Islam tersebut
adalah sebagai berikut:
Dalam bidang ilmu kalam atau tauhid (ushulu‘l-din) :
1). Murji’ah,
suatu golongan yang bertentangan dengan golongan Khawarij, pengertiannya adalah
pengakuan iman cukup dalam hati dan penangguhan vonis hukuman seseorang yang
berdosa besar sampai pengadilan Allah SWT kelak dan tidak mengkafirkan orang muslim
(yang meyakini dua kalimah syahadat).
2. Jabariyah,
mengajarkan paham bahwa manusia tidak memiliki kekuatan untuk berbuat sesuatu
dan tidak memiliki kemauan, semuanya atas kehendak Allah SWT, namun tetap
menerima konsekuensi menerima pahala dan siksa sesuai perbuatannya. Aliran
teologi jabariyah menyatakan bahwa keselamatan hanya terdapat dalam lingkup
karunia dan Inayah Ilahi. Ada pun upaya manusia (kasb) untuk mencapai
keselamatan itu dianggap sia-sia dan tidak akan berhasil. Karena itu, konsekuensi
dari keselamatan tersebut adalah harus mengetahui manifestasi sumber
keselamatan.
3. Qadariyah,
mengajarkan paham bahwa manusia memiliki kudrat irodat untuk berusaha dan
berbuat sesuai kemampuannya (ia kuasa penuh berbuat baik atau buruk), menolak
adanya qodar dan takdir Allah, bagi yang berdosa besar tidak dikafirkan dan
tidak pula digolongkan mukmin tetapi cukup muslim saja.
4. Mu’tazilah,
memiliki 5 ajaran pokok: 1) tidak mengakui sifat Allah melainkan dzat Allah itu
sendiri, Al Qur’an adalah makhluk, Tuhan di alam akherat tidak dapat dilihat
mata dan yang terjangkau mata bukan Tuhan; 2) keadilan Allah akan diberikan
sebagai imbalan sesuai apa yang diperbuat; 3) bahwa Allah akan menepati
janjinya memberi pahala kepada muslim yang berbuat baik dan mengancam
melimpahkan siksa kepada muslim yang berbuat dosa; 4) bahwa seorang mukmin yang
berbuat dosa besar statusnya diantara mukmin dan kafir yakni fasik; dan 5)
amar-makruf (tuntutan berbuat baik) dan nahi mungkar (mencegah perbuatan
tercela) berkaitan dengan hukum Islam (fiqih). Teologinya yang bersifat
rasional dan liberal, yang tentu saja berbeda dengan teologi Asy’ariyah atau
pun Ahl al-Sunnah. Mu’tazilah menegaskan, perbuatan itu ditentukan manusia
sendiri, yang tentu saja mendorong untuk berpikir rasional. Masyarakat muslim
yang rasional menentukan pilihan hidupnya; apakah akan maju atau mundur, kaya
atau miskin, sukses atau gagal. Teologi rasional juga dapat melahirkan perilaku
rasional dan mampu mendorong seseorang untuk berani mengambil risiko pilihan
yang ditetapkan sendiri, yang mengedepankan pentingnya kebebasan bagi setiap
individu manusia di dalam kehidupannya.
5. Ahlu‘l-Sunnah
wa‘l-Jama’ah atau Ahl al-Sunnaṯ
wal-Jamā'aṯ (Sunni), adalah mereka yang mengikuti
sunnah Nabi Muhammad SAW (ahlussunnah) dan Sahabat Nabi (jemaah). Bahwa Tuhan
(Allah) mempunyai sifat sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an, qodim, bukan
makhluk atas dasar QS. Yasin 82: ”Sesungguhnya apabila Dia menghendaki sesuatu,
Dia berkata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia”. Di akherat Tuhan dapat
dilihat oleh mata didasarkan QS. Al Qiyamah 22-23: ”Wajah-wajah (orang mukmin)
pada hari itu bercahaya, kepada Tuhannya mereka melihat”. Orang muslim yang
berbuat dosa besar bila meninggal sebelum bertaubat, tetap mukmin, tidak kafir
dan berada antara mukmin dan kafir. Sedang di akherat terserah kepada Allah
SWT, bisa dihukum neraka menurut kadar dosanya atau sebaliknya mendapatkan
ampunan Allah SWT, atau mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW (dan juga
melalui penerusnya, ulama pewaris Nabi) sehingga masuk surga. Ahl al-Sunnah
berpendapat bahwa perbuatan manusia ditentukan Tuhan yang cenderung bersifat
fatalistik. Golongan Ahli Sunah Waljamaah merupakan golongan terbesar di dalam
Islam. Golongan ini juga dikenali sebagai Sunnis atau Sunnites dan Islam
tradisional oleh masyarakat Barat. Golongan Ahli Sunah Waljamaah terdiri
daripada 70%-85% orang Islam di seluruh dunia. Istilah Ahli Sunah Waljamaah
bererti 'orang yang mengikuti sunnah Nabi dan jemaah orang Islam'. Kadang kala
istilah ini diringkas menjadi Ahli Sunnah. Golongan ini adalah mengakui adanya
kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali yang dipilih melalui syura dan
dibaiat sebagai khalifah, Amir al-Mukminin pemimpin orang yang beriman.
6. Khawarij,
berasal dari kata kharaja yang
berarti keluar. Khawārij (bahasa
Arab: baca Khowaarij, secara harfiah berarti "Mereka yang Keluar")
ialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya
mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Bermula segolongan orang
yang menentang, tidak mengakui dan memisahkan diri dari kekhalifahan Ali bin
Abu Thalib. Pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, terpusat di daerah
yang kini ada di Irak selatan, dan merupakan bentukyang berbeda dari Sunni dan
Syi'ah. Disebut atau dinamakan Khowarij disebabkan karena keluarnya mereka dari
dienul Islam dan pemimpin kaum muslimin (Fat, juz 12 hal. 283). Awal keluarnya
mereka dari pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman Amirul Mu'minin Al
Kholifatur Rosyid Ali bin Abi Thalib ketika terjadi (musyawarah) dua utusan.
Mereka berkumpul disuatu tempat yang disebut Khouro (satu tempat di daerah
Kufah). Oleh sebab itulah mereka juga disebut Al Khoruriyyah. (Mu'jam Al-Buldan
li Yaqut Al-Hamawi juz 2 hal. 245). Asal muasal khawarij: Setelah Utsman bin
Affan dibunuh oleh orang-orang khawarij, kaum muslimin mengangkat Ali bin Abi
Thalib sebagai khalifah, setelah beberapa hari kaum muslimin hidup tanpa
seorang khalifah. Kabar kematian 'Ustman kemudian terdengar oleh Mu'awiyyah bin
Abu Sufyan, yang mana beliau masih memiliki hubungan kekerabatan dengan 'Ustman
bin Affan. Sesuai dengan syari'at Islam, Mu'awiyyah berhak menuntut balas atas
kematian Ustman. Mendengar berita ini, orang-orang Khawarij pun ketakutan,
kemudian menyusup ke pasukan Ali bin Abi Thalib. Mu'awiyyah berpendapat bahwa
semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Ustman harus dibunuh, sedangkan Ali
berpendapat yang dibunuh hanya yang membunuh Ustman saja karena tidak semua
yang terlibat pembunuhan diketahui identitasnya. Akhirnya terjadilah perang
siffin karena perbedaan dua pendapat tadi. Kemudian masing-masing pihak
mengirim utusan untuk berunding, dan terjadilah perdamaian antara kedua belah
pihak. Melihat hal ini, orang-orang khawarijpun menunjukkan jati dirinya dengan
keluar dari pasukan Ali bin abi Thalib. Mereka (Khawarij) merencanakan untuk
membunuh Mu'awiyyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib, tapi yang berhasil
mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib. Secara umum, ajaran-ajaran pokok
golongan ini adalah: 1) Kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir.
2) Kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah,
Thalhah dan Zubair melawan 'Ali ibn Abi Thalib dan pelaku arbitrase (termasuk
yang menerima dan membenarkannya) dihukumi kafir. 3) Khalifah harus dipilih
rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad SAW dan tidak mesti
keturunan Quraisy. Jadiseorang muslim dari golongan manapun bisa menjadi
khalifah asalkan mampu memimpin dengan benar. Tokoh-tokoh utama Khawarij antara
lain: Abdullah bin Wahhab ar-Rasyidi, Urwah bin Hudair, Mustarid bin Sa'ad,
Hausarah al-Asadi, Quraib bin Maruah, Nafi' bin al-Azraq, Abdullah bin Basyir
dan Najdah bin Amir al-Hanafi. Akibat perbedaan pendapat di antara
tokoh-tokohnya, Khawarij terpecah menjadi beberapa sekte, antara lain: 1) Sekte
Muhakkimah, yang merupakan sekte pertama, yakni golongan yang memisahkan diri
dari 'Ali bin Abi Thalib. 2) Sekte Azariqoh yang lebih radikal, sebab orang
yang tidak sepaham dengan mereka dibunuh. 3) Sekte Najdat yang merupakan
pecahan dari sekte Azariqoh. 4) Sekte al-Ajaridah yang dipimpin 'Abd Karim bin
Ajrad, yang dalam perkembangannya terpecah menjadi beberapa kelompok kecil
seperti, Syu'aibiyyah, Maimuniyyah, Hamziyyah, Hazimiyyah dll. Perpecahan
itulah yang menghancurkan aliran Khawarij. Satu-satunya yang masih ada, Ibadi
(Oman, Zanzibar dan Maghreb) menganggap dirinya berbeda dari yang lain dan
menolak disebut Khawarij. Ajaran pokoknya adalah bila orang melakukan dosa
besar adalah kafir, mereka yang terlibat perang Jamal (Aisyah, Tholhah dan
Zubair) dan Arbirtasse dihukum kafir, pandangan menentukan kholifah (pemimpin)
secara “demokratis”, harus dipilih rakyat serta tidak harus keturunan Nabi dan
bangsa Quraisy, siapapun bisa asalkan mampu dan benar. Ada 6 sekte: a) muhakkimah,
yang memisahkan diri dari Ali bin Abu Tholib, b) azariqoh, terkenal radikal
yang mengkafirkan ummat Islam yang tidak segolongan, menggunakan logika takfir
dengan mengkafirkan orang di luar dari kelompoknya, c) najadat merupakan
pecahan azariqoh, d) as-sufriyah menyerupai azariqoh, e) al-ibaadiyah agak
lebih lunak dan pengikutnya boleh menikah dengan golongan lain, dan f)
al-ajaridah dalam perkembangannya ada beberapa kelompok seperti syu’aibiyah,
hamziyah, hazimiyah, dan maimuniyah. Pada umumnya kelompok khawarij mengklaim
sebagai satu-satunya juru bicara Islam yang paling otoriter dibanding kelompok
lain. Mereka mengutuk kelompok yang dianggap telah melenceng dan meleset dari
fondasi agama yang benar. Mereka seakan punya hak istimewa dan merasa lebih tinggi
didasarkan pada kebenaran agamanya sebagai tuntunan etika dan berlaku dalam
kelompoknya yang ditingkatkan menjadi suatu moralitas bersama. Mereka juga
menuntut dogmanya dipaksakan dengan cara apa pun, temasuk dengan pembunuhan.
Mereka berkeyakinan dan memastikan bahwa kebenaran agama yang tunggal
diturunkan dengan cara yang tidak bisa dipertanyakan. Kaum khawarij meyakini
bahwa kebahagiaan dan kesempurnaan atau tujuan akhir agama adalah monopoli satu
golongan tertentu atau bisa dicapai dengan meniti worldview (minhaj) dan the
way of life (manhaj) kelompok tertentu. Kelompok lain juga membawa hakikat dan
kebenaran, tapi hanya ada satu pemahaman menurut mereka yang membentangkan
jalan kebahagiaan. Penganut ajaran Islam kelompok lain, dalam pandangan khawarij,
yang walaupun keagamaannya baik dan akhlaknya benar dalam sisi kemanusiaan,
mereka tetap tidak bisa selamat. Karena itu, untuk meraih keselamatan, mereka
harus meraih jalan sebagaimana yang ditempuh kelompok khawarij. Argumentasi
khawarij itu didukung teologi fatalistik (aqidah jabariyah) yang menyatakan
bahwa wajib mengimani Allah, tapi tidak berdasar akal. Kewajiban tersebut
penting karena Allah telah memerintah manusia untuk mengenali-Nya melalui nash.
Corak pembuktian teologis itu menciptakan daur ulang yang tak berujung
(circular reason). Imanilah Tuhan karena Tuhan telah memerintahkannya dalam
nash. Manifestasi tersebut hanya didapat dan hanya bisa diketahui dari
pemahaman nash yang tekstual. Dan tekstualisme merupakan episteme dengan
metodologi pemikiran tekstual-eksplanatif (bayani) yang menjadikan teks suci
sebagai otoritas penuh untuk memberikan arah dan arti kebenaran (Abed Al-
Jabiry, 1991). Para tekstualis itu memahami nash Al Qur’an dan as-sunnah dengan
berpegang pada redaksi teks yang partikular dan terkurung pada lokalitas.
Sementara itu, akal, bagi mereka, hanya digunakan sebagai pengaman ototitas
teks tersebut. Karena itu, ketika berhadapan dengan teks lain atau pemahaman
terhadap teks yang berbeda, mereka mengambil sikap mental yang dogmatik,
defensif, dan apologetik. Begitu juga ketika berhadapan dengan the other yang
berwujud peradaban yang modern, kosmopolit, sekuler, rasional, dan realitif,
maka tindak kekerasan menjadi solusi terbaik bagi mereka untuk menyelesaikan
problem sosial.
7. Wahabiyah,
ajaran yang dibawa Ibn ‘Abd al-Wahhab (1703-1792). Menurut sejarahwan Madawi
al-Rasheed (2002: 20), al-Wahhab membawa sesuatu yang baru, yakni pentingnya
tawhid, ke dalam tradisi keislaman Najad yang sebelumnya didominasi fiqh.
Pendiri gerakan puritanisme keagamaan di Semenanjung Arabia yang berkerjasama
dengan M. Ibn Sa’ud. Tentang pertemuan keduanya di Oasis Dir`iyyah. Menurut Abu
Hakimah, salah satu penulis sejarah ibn al-Wahhab menjelaskan Muhammad ibn
Sa`ud menyambut Muhammad ibn al-Wahhab dan berkata, “Oasis ini milikmu, dan
jangan takut kepada musuh-musuhmu. Dengan nama Allah, bahkan jika semua [orang]
Najd dipanggil untuk menyingkirkan kamu, kami tidak akan pernah setuju untuk
mengusirmu.” Muhammad ibn `Abd al-Wahhab menjawab, “Anda adalah pemimpin mereka
yang menetap di sini dan Anda adalah seorang yang bijak. Saya ingin Anda
menyatakan sumpah Anda kepada saya bahwa Anda akan melaksanakan jihad (perang
suci) terhadap orang-orang kafir. Sebagai imbalannya, Anda akan menjadi imam,
pemimpin masyarakat Muslim, dan saya akan menjadi pemimpin dalam
masalah-masalah keagamaan” (dikutip dalam al-Rasheed, 2002: 17). Dengan
terbentuknya koalisi antara Ibn Sa`ud dan `Abd al-Wahhab, Wahhabiyah menjadi
ideologi keagamaan bagi suatu unifikasi antarsuku di Arabia Tengah dan apa yang
dapat disebut sebagai gerakan Wahhabiyah dimulai. Sebagai imam kembar gerakan
Wahhabiyah, Ibn Sa`ud dan `Abd al-Wahhab menjadi pemimpin spiritual dan
temporal wilayah itu. Suatu golongan bernama gerakan wahabi dari Saudi Arabia
yang didukung oleh penganut mazhab Hambali ini berhasil berkuasa dan mendirikan
kerajaan Wahabi di Jazirah Arabia. Istilah muthawwa` mengandung makna
ketundukan dan pemaksaan. Seorang muthawwa` adalah seorang yang secara sukarela
mengawasi ketaatan kepada Islam dan pelaksanaan ibadah-ibadah ritual. Dalam
proses pembentukan negara Wahhabi, peran essensial muthawa` adalah di dalam
pengawasan terhadap dilaksanakannya ritual-ritual Islam, menjadikan rezim
Wahhabi sebagai rezim “discipline and punish.” Mengenai pribadi `Abd al-Wahhab,
dari sumber Arab, bahwa adiknya sendiri, Sulayman ibn `Abd al-Wahhab, menulis
risalah (al-Sawa’iq al-Ilahiyyah) yang intinya mengecam kepribadian, pendidikan
dan ajaran-ajaran abangnya. Misalnya tentang taqlid, yang sifatnya tebang
pilih: ia juga taqlid kepada Ibn Taymiyah, hanya pada bagian-bagiannya yang
bersifat keras. Juga dalam hal almuwahhidun (the-monotheist). Golongan ini
memberantas segala sesuatu yang dianggap dilarang agama, kemaksiatan, yang
mengarah pada syirik, bentuk kemusrikan, dan kekafiran dengan sangat keras,
seperti polisi syariat bahkan melebihi dari petugas negara yang resmi, terutama
tentang ketauhidan yang menurut mereka banyak daerah-daerah ummat Islam di
dunia melakukan penyimpangan ajaran tauhid. Ajaran tauhid golongan ini ialah:
a) tauhid rububiah dengan berikrar bahwa Allah SWT satu-satunya pencipta,
pemelihara, pemberi rezeki, pengatur, menghidupkan dan mematikan, b) tauhid
al-asma wa al-shifat, suatu kepercayaan pada nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT
sesuai dalam Al Qur’an, dan c) tauhid ibadah, segala amal ibadah diniatkan
untuk berbakti kepada Allah SWT yang dilaksanakan secara fisik sebagai gerakan
nyata dan pikiran yang rasional, tetapi prakteknya tidak secara menyeluruh dan
berfikir sektorial dan parsial atau terpenggal-penggal. Beberapa Ajaran Pokok
Wahhabisme: 1) Kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang asli, seperti yang ada
dalam al-Qur’an dan hadits; 2) Kebutuhan untuk menyatukan iman dan perbuatan;
3) Pelarangan atas semua pandangan dan praktik yang tidak ortodoks. Hal ini
menyebabkan Wahhabi untuk sepanjang hidupnya memerangi praktik-praktik seperti
penyembahan kepada para wali dan ziarah ke makam-makam dan tempat-tempat
keramat untuk memperoleh berkah; 4) Pembentukan sebuah negara Islam yang secara
khusus akan didasarkan kepada penerapan hukum-hukum agama. Sejauh ini Wahhabi
berhasil memperluas pengaruh dan wewenangnya di Arabia ekspansi ke wilayah lain
di dunia untuk sesuatu yang mendekati sebuah negara Islam bisa terbentuk. Dalam
perkembangannya kelompok ini sebagai penggerak purifikasi militant (pemurnian)
yang disebut kelompok Islam garis keras atau radikal yang hendak menanamkan
sebuah tradisi lokal dari budaya Arab dan menyeragamkan cara berfikir sebagai
doktrin yang khas dengan membatasi aspek-aspek yang bersifat universal dengan
cara pemaksaan dan bila perlu dengan kekerasan, lalu menghalalkan segala cara
untuk tujuan tersebut. Doktrin al-wara’ wa al-bara’ (loyalitas dan disosiasi):
yaitu jangan berteman, bersekutu dan meniru musuh non-Islam dan Muslim heretik,
musyrik, sampai dengan hal yang kecil yaitu tidak boleh menjawab salam;
menyebut panggilan “saudara” dan lainnya. Pengaruh belakangan ini pandangan
Sayyid Quthb bahwa sekarang adalah jahiliyah qarn al-`isyrin.
8. Salafiyah,
kata salafiyah (bhs. Arab) artinya
terdahulu. Maksudnya adalah sikapnya seperti dari orang-orang terdahulu yang
hidup semasa Nabi Muhammad SAW, para Sahabat, Tabiin, Tabiit Tabiin yang
menjadi acuannya. Ibnu Taimiyah penyeru untuk berakidah salaf dan mendapatkan
dukungan dari penganut mazhab Hambali. Kegiatan dari kelompok ini dalam
perkembangannya cukup eksklusif (menyendiri), tidak mau hidup berdampingan atau
jarang membaur dengan kelompok Islam lainnya, lebih banyak berkumpul hanya
bersama kelompoknya saja.
9. Syi’ah,
yang dimaksud syi’ah adalah mereka yang memuja Ali bin Abu Tholib dan
keturunannya. Mereka menganggap bahwa Ali yang berhak sebagai Nabi setelah Nabi
Muhammad SAW wafat dan ketiga khalifah sebelumnya dianggap “tidak sah” serta
menamakan sebagai pecinta ahlul bait (keluarga Nabi). Ajaran pokok syi’ah: a)
mengutuk, tidak membenarkan atau menolak kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq ra,
Umar bin Khoththob ra, dan Utsman bin Affan ra., serta mengakui Ali bin Abi
Tholib ra. saja sebagai khalifah; b) kekhalifahan (keimamam) dilakukan secara
turun-temurun sampai 12 imam; c) Imam adalah maksum, tidak pernah berbuat dosa
sebagaimana Nabi dan percaya juga menerima wahyu dan suara Jibril as.; d) tidak
menerima hadits yang diriwayatkan selain dari imam mereka. Karenanya tidak
mengakui hadits-hadits Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan
Nasai. Juga tidak menerima tafsir Al Qur’an selain yang ditafsirkan oleh imam
mereka. Tidak menggunakan ushul fikih dan tidak menerima qias serta ijmak.
Imam-imam Syi’ah diantaranya: 1) ‘Ali bin Abi/Abu Talib – meninggal tahun 661 ;
2) Hasan bin ‘Ali - dibunuh tahun 669 ; 3) Husayn/Husain bin ‘Ali – dipenggal
tahun 680; 4) Ali Zaynu al-’Abidin –meninggal tahun 713; 5) Mohammed al-Baqir
–meninggal tahun 732 (Zaid); 6) Ja’far al-Sadiq – tahun 765 (Yahya); 7) Musa
al-Kazim –tahun 183 H / 799 (Isma’il); 8) ‘Ali ar-Rida –meninggal secara
misterius tahun 818 (Muhammad, Abdallah); 9) Muhammad at-Taqu – meninggal tahun
835; 10) ‘Ali al-Hadi –meninggal tahun 868; 11) Hasan al-’Askari – tahun 873;
Dan 12) Mohammed ibn al-Hanifiyah menghilang tahun 875. Golongan syi’ah ada 22
sekte, yang menonjol adalah (1) Rafidhoh, paling ekstreem karena mengkafirkan
golongan lain, Jibril telah melakukan kesalahan menyampaikan wahyu kepada Nabi
Muhammad bukan kepada Ali bin Abi Tholib, ruh orang meninggal akan kembali ke
dunia sebagai reinkarnasi, (2) Imamiah (istna ‘asyiriah) percaya bahwa yang
berhak memimpin ummat Islam adalah 12 imam mereka, (3) Ismailiah mempercayai
imam itu hanya tujuh orang dari urutannya sampai ke tujuh dari Ali, (4) Zaidiah
adalah golongan yang moderat dan tidak sepenuhnya sependapat bahwa Ali dan
keturunannya yang berhak menjadi khalifah dan tidak memvonis ketiga khalifah
sebelumnya tidak sah.
10. Juga ada golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah.
Yang ditanyakan, dimanakah anda sekarang /
Kelompok apa anda ?
BEGITU BANYAK GOLONGAN DALAM ISLAM (ADA 73
FIRQAH), SETIAP KELOMPOK BERKATA PALING BENAR ! ( SEPERTI IKLAN KECAP NO.1)
ANJURANNYA, ANDA SELIDIKI DULU ! DIRISET!
TENTU SAJA 1 (SATU) YANG PALING BENAR ! KARENA MASUK ISLAM HARUS SECARA KAFFAH, ADALAH
JUGA BERSIFAT ILMIAH DAN AMALIAH, SECARA JASMANI / FISIK DAN RUHANI / MATAFISIK,
YAKNI BISA DITERIMA / MASUK AKAL DAN WALAUPUN SUDAH DIMENGERTI BILA TIDAK
DIKERJAKAN TIDAK AKAN MENGHASILKAN APA-APA ALIAS SIA-SIA. APALAGI DALAM
KERAGUAN.
ADA JUGA YG TAK PERLU PAKAI KELOMPOK (KTP) / BELAJAR
SENDIRI DAN TAK ADA RUJUKAN / MAZHAB !?
ISLAM TIDAK ADA PAKSAAN ATAU TIDAK MEMAKSA ! ALLAH SWT TIDAK PERLU MANUSIA, TAPI MANUSIALAH
YANG PERLU AKAN ALLAH SWT UNTUK UNTUK HIDUP DI DUNIA DAN AKHERAT.
SEMOGA BERMANFAAT !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar