Laman

Sabtu, 10 Maret 2012

Mencari Kebenaran Al Islam

Mencari Kebenaran Al Islam
Oleh Agus Mulyadi Utomo
 Hidup dan Seni : blogspot.goesmul.com
goesmul@gmail.com
          Ummat Islam di Dunia: terdiri banyak kelompok-kelompok, ada negara-negara Islam, organisasi-organisasi Islam, perkumpulan-perkumpulan pengajian2 dan sebagainya. Di dalam mashab Islam saja terdapat 4 sampai 7 imam yang diakui: Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Hanafi dan Imam Hambali, dsbnya. Ditakdirkan pula Islam ada tujuh puluh tiga (73) golongan: 20 golongan Muktazilah, 22 golongan Syi’ah, 20 golongan Khawarij, 5 golongan Murji’ah, 3 golongan Najariah, 1 golongan Jabariah, 1 golongan Musyabihah dan 1 golongan Ahlussunah Wal-Jama’ah. Ada yg disebut Qadariah, Wahabiyah, Salafiah, Asyariah, Maturidiyah dll. Ke-73 golongan tsb memiliki faham yg khusus dan sebagian lagi saling bertentangan pandangan ( perbedaan pendapat atau beda faham).Kitab Bugyatul Mustarsyidin karangan Mufti Syaikh Sayid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar yg terkenal dgn gelar Ba’Alawi, pada halaman 398, yg diterbitkan Mauthba’ah Amin Abdul Majid, Cairo 1318 H, menyabut sampai masa kini tidaklah mengherankan bahwa ummat Islam itu berbeda-beda faham.Seperti di Indonesia dalam menetapkan hari besar Islam, terutama Idul Fitri (dll), tidak ada kata sepakat diantara ormas Islam, walaupun pihak pemerintah telah berusaha menyatukannya. Namun demikian semuanya tetap berpegang kepada Al Qur’an dan Al Hadits, dan hal itu merupakan takdir Allah SWT dan janganlah hal tersebut terlalu dipermasalahkan, justru untuk diambil hikmahnya.Dalam hadits Nabi : Rasulullah SAW bersabda: “Perbedaan pendapat diantara umatKu adalah Rahmat”. Perbedaan pandangan dalam Islam, terutama aliran / golongan (firqah) serta berbagai kontradiksi metodenya merupakan “lautan yg amat dalam” serta “dapat menenggelamkan banyak ummat manusia yg tak selamat kecuali beberapa gelintir atau sekelompok orang saja”.
* Masing masing kelompok menduga kelompoknya itulah yang selamat.
* Firman Allah SWT dalam QS. Al Mu’minun: 53 “Fa taqaththa’uu amrahum bainahum zuburan kullu hizbim bi maa ladaihim farihuun” artinya: “Mereka berpecah-belah tentang urusannya menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada di sisi mereka (masing-masing)”.
* Diharapkan manusia berfikir dan meriset serta mencari akan kebenaran sejati. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Bacalah Al-Qur’an dan carilah yg ganjil-ganjil (ghara-ib) daripadanya”.
* Bersabda Nabi SAW yg diriwayatkan Ali - dimuliakan Allah akan wajahnya: “Demi Allah yg mengutus aku dgn sebenarnya menjadi Nabi! Sesungguhnya akan bercerai-berai ummatku dari pokok agamanya dan kumpulannya kepada tujuh puluh dua golongan. Semuanya sesat menyesatkan, yang membawa mereka kepada neraka.... sampai akhir hadits” (Hadits ini gharib dan isnadnya majhul).
* Al-Hadits (shahih) : “Sataf riku ummati salasan wasab’i nafir kotan, anna jiyatun minha wa hidah” artinya “Ummatku akan berpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga golongan (firqah), sedangkan yang selamat hanya satu golongan” Kalau demikian haruslah dicari kebenaran itu, sampai merasakan haqqul yakin.
Kalau demikian katanya perlu mencari ilmu walau sampai ke negeri Cina. Allah SWT dalam Surat Ar Ra’ad, ayat 11 mengatakan: “Innalaaha laa yughayyiru maa biqaumin hattaa yughayyiruu maa bianfusihim” yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah nasib mereka sendiri” (Tidak akan Ku-ubah nasibmu sebelum engkau mengubah nasibmu sendiri !) Dan usaha tersebut tidaklah sia-sia seperti firman Allah dalam QS. Al An’aam : 132 “Wali kullin darajaatum mim maa ‘amiluu wa maa rabbuka bi ghaafilin ‘ammaa ya’maluun” artinya: “Dan masing-masing orang memperoleh derajat menurut apa yang mereka kerjakan, dan Tuhanmu tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan”.Agama Islam tidak memaksa untuk mencari kebenaran itu seperti dalam QS. Al Baqarah : 256 “Laa ikraaha fid diini qad tabayyanar rusydu minal ghayyi” artinya: “Tidak ada paksaan dalam agama (Islam), karena sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang salah”. Selama ini sikap hidup kaum muslimin memang kurang memperhatikan terhadap apa yang disebut energi metafisika Islam sebagaimana di dalamnya terdapat kebesaran kalimah Allah dalam Al Qur’an, yg diperkuat oleh Al Hadits, yg sesungguhnya Allah menyuruh manusia (kita) untuk merisetnya....yatafakkaruun...yatafakkaruun...) sebagai tameng dan benteng dalam kehidupan Dunia dan Akherat. “ Selama ini, kebanyakan kaum muslimin, hanya tenggelam dalam mengupas, menganalisa ayat-ayat Al Qur’an dan lain-lainnya dari sudut ilmu Sosialnya saja” .Belum meriset sampai pada unsur-unsur metafisik (ruhani) dan hanya sampai pada persoalan fisik (jasmani) saja ( buku “Teknologi Al Qur’an” ) Firman Allah SWT t: QS. Al Hasyir: 21 “Lau anzalnaa haadzal qur’aana ‘alaa jabalil laraaitahuu khaasyi’am mutashaddi’am min khasyyatil laahi wa tilkal amtsaalu nadhribuhaa linnaasi la’allahum yatafakaruun” artinya: “Andaikata Al Qur’an ini kami turunkan / kami letakkan di atas gunung / bukit, niscaya engkau akan lihat bukit itu tunduk lagi belah / hancur berantakan, karena takutnya kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu kami jadikan kepada manusia agar supaya mereka berfikir”. Kandungan Al Qur’an tsb tersimpan suatu kekuatan energi yg amat dahsyat. Jika salah mengartikannya yakni dengan meletakkan satu buah kitab Al Qur’an yg sehari-hari dapat dibaca atau sekalipun segudang banyaknya diletakkan di atas bukit, bukanlah bukitnya yang akan hancur, tetapi justru kitab yg diletakkan tersebut yg akan hancur berantakan. Jadi Al Qur’an mana yang dimaksudkan tersebut ? Jawaban yg masuk akal dan exact melalui metafisika Islam. Contoh mengambil perbadingan dengan ilmu electricity. Misalnya Edison pernah berkata kitabku ini membuat gelap gulita menjadi terang benderang. Tentu yang dimaksud disini bukan benda “buku” karangan Edison karena bila diletakkan dalam gelap, buku tersebut akan hilang atau digelapkan orang, begitu pula apabila buku tersebut hanya dibaca dan dihafal saja tentu tidak besar artinya. Tetapi bila metode yang diterapkan Edison dalam bukunya untuk membangkitkan energi elektronika dan kemudian disalurkan dengan bola-bola pijar lampu, maka akan terpijarlah cahaya yang cemerlang penghalau kegelapan. Demikian pulalah tenaga energi metafisika yang tersimpan dalam Al Qur’an, jangankan bukit yang sebuah benda mati akan hancur, bahkan dosa, syetanpun akan hancur, pendeknya apa saja akan hancur dihantam energi yang terbit dari ayat-ayat suci Al Qur’anul Karim dari sumbernya, apabila disalurkan dengan metode yang tepat dan benar, dalam hal ini Rasulullah bersabda: “Bismillaahi laazii laa yadhuru ma’asmihi syaiun fil ardhi wa laa fissamaa-i” yang artinya: “Dengan nama Allah yang tidak memberi mudharat apa-apa yang di bumi dan di langit bagi yang beserta dengan nama-Nya” ( HR. Tirmidzi).Metafisika Islam: Berhubungan dengan tali ruhani Rasulullah SAW ( sambung menyambung hingga akhir zaman), metodenya dzikrullah dan bimbingan para Wali atau Guru-Mursyid yang nyata-nyata telah memiliki tali silsilah keguruan dengan guru-guru sebelumnya sampai kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Pelaksanaannya (pengamalannya) dalam ilmu tarekatullah ( yg masuk pada ranah maqam ikhsan).
Status kedudukan manusia ketika hidup di dunia adalah sebagai ‘addun’ (hamba / abdi) dengan pengakuan dan sadar akan kehambaannya di hadapan Allah SWT seperti dalam QS. Adz Dzaariyaat: 56 yang berbunyi “Wa maa khalaqtul jinna wal insa illaa li ya’buduun” yang artinya “Dan Aku tidak ciptakan jin dan manusia supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. Sedangkan peranan manusia pilihan dalam hidup di dunia ini sebagai “khalifah fi al-ardl” (wakil Allah di bumi).Kini dimasyhurkan oleh manusia-manusia yg beriman untuk mencari dan menemukan “Khalifah-khalifah Allah” atau “Khalifah-khalifah Rasul” . Sebagai pembimbing ruhani harus mencari “Wali-Mursyid atau Guru Sejati”, yg pengajarannya membekas dan diteruskan kepada murid-muridnya untuk kemudian bertugas sebagai “Khalifah-khalifah dari Gurunya” yg bertebaran di atas Bumi (lihat QS. Al Baqarah : 30), yakni untuk memperbaiki akhlaq dan membawa orang-orang bertaubat demi kebaikan ummat. Syekh Mursyid atau Tuan-tuan Syekh dalam lembaga tarekat yang dipimpin pada umumnya menetapkan peraturan-peraturan dilingkungannya dengan pola ajaran dan amal Islami, yg dilandasi jiwa ikhlas dan ukhuwah Islamiyah seperti yg dicontohkan Al Mujtama’ul Islam (masyarakat Islam di Madinah) pada masa Rasulullah, dimana penerapan dan pelaksanaan ditangani oleh Syekh Mursyid langsung dan dibantu para khalifahnya. Carilah lembaga tarekat yang muktabaroh, yg memiliki silsilah bersambung sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
PENGERTIAN RUH DAN JIWA PADA MANUSIA
Karena Islam adalah agama yang lengkap atau kaffah, tentu harus pula memahami apa itu Ruhani (ruh atau arwah atau jiwa).
“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya, maka dia tahanlah jiwa (orang) yang telah dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang di tetapkan, sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda – tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.”“Dan kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa : “Pergilah di malam hari dengan membawa hamba – hambaKu (Bani Israil), karena sesungguhnya kamu sekalian akan di susuli.”
“Dia di bawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril).”
Ruh yang menggerakkan badan atau jasmani suatu saat akan meninggalkan jasmaninya tersebut dengan jalan kematian, yang akan meninggalkan jasmani tersebut adalah ruh yang telah di tiupkan kedalam jasmani tersebut melalui di panggil kembali atau dicabut oleh malaikat izra’il yang memang bertugas untuk menjemput ruh atau nyawa dari seseorang anak manusia (adam).Ruh dan jiwa itu tidak berbeda, jika ada yang mengatakan bahwa berbeda adalah suatu hal yang keliru, sebab berdasarkan dalil – dalil dari Al-Qur’an dapat di ketahui akan hal ruh ini adalah yakni suatu jiwa di cabut oleh malaikat dan di bawa kembali kepada penciptaNya, ruh inilah yang menimbulkan kehidupan dan kehidupan akan lenyap bersamaan dengan perginya ruh ini (mati), jadi kata – katanya saja yang berbeda tetapi maknanya sama saja, yaitu ruh atau jiwa adalah sama atau satu jua adanya, perbedaannya terletak adalah jika ruh bersatu dengan jasmani atau badan, maka kerap kali di namakan dengan jiwa, jika telah meninggalkan badan atau jasmani (mati/di cabut) maka di namakan dengan ruh, demikian adanya letak perbedaan tetapi maknanya satu jua.
Ruh di ciptakan atau asal kejadiannya tidak berupa dari benda alam nyata yang wujud ini, maknanya tidak ada misalnya dengan di dunia ini, maka dari itu manusia tidak akan dapat mengetahui akan sifat – sifat atau dzatnya, tetapi Allah Swt menjelaskan kepada manusia bahwa ruh itu bisa naik dan turun, mendengar, melihat serta berbicara seperti layaknya yang di perbuat oleh jasmani kita sekarang ini, walau begitu sifat mendengarnya, melihatnya dan berdirinya serta lain sebagainya bukanlah seperti yang kita ketahui sekarang ini, jadi hati – hati juga dalam menafsirkannya, contohnya Rasulullah Saw menceritakan perjalanan ruh adalah bahwasanya ruh itu di bawa ke langit kemudian di kembalikan ke kuburnya dalam waktu singkat untuk di beri kenikmatan atau siksaan, tentu definisinya berbeda dengan keadaan alam nyata.Ruh menyebar di seluruh badan dan tiada suatu tempat khusus bagi ruh ini dalam jasmani atau jasad, prosesnya seperti kehidupan menyeluruh yang automatis, apabila di masukkan ruh tersebut maka secara keseluruhan akan menjadi hiduplah seluruh badan tersebut tanpa kecuali, begitu juga sebaliknya, apabila ruh tersebut meninggalkan jasmani atau jasad, maka secara automatis pula seluruh jasad atau jasmani tersebut akan mati seketika, beginilah kinerjanya ruh dalam bersatu dengan jasad atau jasmani, tidak ada tempat yang khusus tetapi meliputi secara keseluruhan terkhusus bagi jasmani atau jasad.Ruh ini di ciptakan seperti layaknya makhluk yang di ciptakan lebih dahulu daripada jasad atau jasmani anak adam, jelasnya ruh lebih dulu di ciptakan daripada jasad, sebagaimana di jelaskan Allah Swt berikut ini :“Tuhan berfirman : “Demikianlah”. Tuhan berfirman : “Hal itu adalah mudah bagiKu, dan sesunguhnya telah aku ciptakan kamu sebelum itu, padahal kamu (di waktu itu) belum ada sama sekali.” (Surah Maryam Ayat 9).Di namakan dengan manusia jika ada bersatunya ruh dengan jasad, jika hanya ruh maka namanya ruh, jika hanya jasad maka di namakan pula dengan jasad mati, manusia di ajak berbicara oleh Allah Swt dengan ruhnya, oleh sedemikian maka ruh adalah makhluk dan tidak dapat di pungkiri lagi, singkatnya seorang manusia adalah kesatuannya ruh dengan jasad sementara intinya adalah ruh sedangkan jasad hanya berupa wadah atau tempat saja.Dalam jiwa manusia mempunyai sifat – sifat kejiwaan yang ikut terbawa tatkala ruh di tiupkan kedalam jasad atau jasmani manusia, yaitu :
Jiwa yang membawa kepada keburukan, yakni sifat – sifat madzmumah (keburukan) seperti, sombong, takbur, iri hati, congkak, lalai dan lain sebagainya, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Yusuf Ayat 52 yang berbunyi :(Yusuf berkata) : “Yang demikian itu agar Dia (Al Aziz) mengetahui bahwa Sesungguhnya aku tidak berkhianat kepadanya di belakangnya, dan bahwasanya Allah tidak meridhai tipu daya orang – orang yang berkhianat.”Jiwa manusia yang seperti inilah yang selalu di tunggangi oleh hawa nafsunya dan selalu mendorongnya untu melakukan perbuatan buruk dan jahat yang jelas – jelas berdosa kepada Allah Swt jika di perturutkan akan sifat jiwa yang seperti ini;Jiwa yang membawa kepada sifat mencela dan mengumpat serta menyesali diri sendiri, sehingga ianya selalu melakukan perbuatan dosa seperti, mengumpat dan menyesali diri, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Al-Qiyamah Ayat 2 yang berbunyi : “Dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali (dirinya sendiri).”Ini sifat ruh jika telah di panggil kembali ke hadiratNya adalah selalu menyesali akan ingin kembali ke dunia supaya dapat membuat amal perbuatan yang lebih banyak lagi, sementara sewakti dia di dunia sifat jiwa ini membawa kepada sifat suka mengumpat dan mencela – cela diri sendiri ataupun orang lain, yang jelas sifat adalah perbuatan dosa.
Jiwa yang membawa kepada ketenangan jiwa,  sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Al-Fajr Ayat 27-30 yang berbunyi :Ayat 27. Artinya : “Hai jiwa yang tenang.”Ayat 28. Artinya : “Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi di ridhaiNya.”Ayat 29. Artinya : “Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba – hambaKu.”Ayat 30. Artinya : “Masuklah ke dalam syurgaKu.”Nah, inilah jiwa selalu membawa kepada kebaikan dan senantiasa mencintai akan ketaatan dan kebaikan serta selalu beribadah kepada Allah Swt, jiwa ini membawa kepada sifat patuh kepada Allah Swt dan membenci akan maksiat dan sifat yang buruk, utamanya ruh atau jiwa jika sendirinya adalah bersifat seperti ini, baru berpengaruh sifat buruk di atas jika telah bersatu dengan jasmani atau jasad.Pengertian di atas bukan berarti di dalam jiwa manusia hanya mempunyai sifat 3 (tiga) macam saja, tetapi adalah sebagai bahan jiwa dan tentu akan berkembang dengan sendirinya yang di sertai oleh akal dan pikiran yang melaksanakan pengembangan ata segala sifat baik dan buruk yang ada di dunia ini, sementara kontrolnya adalah tingkat keimanan seseorang dalam menjalani kehidupan di dunia ini, jadi intinya adalah jiwa itu satu tetapi mempunyai berbagai sifat, secara asal yang tersebut di atas sifat utamanya senantiasa memerintahkan berbuat dosa atau maksiat, namun jika sifat tersebut di lawan dengan perjuangan keimanan maka terjadilah saling mencela antara sifat tersebut di atas yang di namakan dengan peperangan bathin, jika imannya kuat maka sifat yang baiklah yang menang, jika sifat buruk yang kuat maka terjerumuslah manusia tersebut kelembah kemasiatan dosa, ada juga manusia yang kadarnya naik turun, kadang baik kadang buruk, ini di sebabkan karena akal dan pikiran yang di pergunakan tidak mau memilih untuk istiqamah dalam ketetapan untuk selalu berbuat baik dan taat kepada Allah Swt, apabila jiwa keimanannya kuat maka menjadilah jiwa yang tenang sebagaimana ayat atau firman tuhan di atas.Ruh adalah sudah nyata di namakan dengan makhluk, sebab ada hidup dan ada kematian, apabila seseorang manusia telah meninggal dunia bukanlah berarti lenyap selamanya tiada berbekas, yang hancur hanyalah jasad atau jasmani saja, sedangkan ruh kembali kepada penciptaNya, dan kelak jika telah di tiupkan sangkakala yang kedua, maka ruh – ruh akan di kembalikan kepada jasad atau badannya untuk di proses lebih lanjut amal baik dan buruknya guna mendapatkan ganjarannya, sebab di kehidupan inilah semuanya yang kekal dan selama – lamanya, jadi tidak benar ruh akan ikut mati lenyap bersama dengan matinya jasad manusia.Kembalinya ruh atau jiwa itu (mati) dengan cara berpisah dengan jasad atau badan atau jasmani, jadi ruh juga ikut merasakan dahsyatnya kematian, bukan hanya jasad saja yang merasakan hebatnya kematian tersebut, dia ikut merasakan kenikmatan atau siksaan dari Allah Swt sesuai dengan perbuatannya di dunia, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Ad-Dukhaan Ayat 56 yang berbunyi :
“Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya kecuali mati di dunia, dan Allah memelihara mereka dari azab neraka.”
Sewaktu ruh dan jasad telah mengalami kematian, maka akan di tempat sesuai dengan porsi masing – masing yaitu amal perbuatan dan derajatnya, yakni :Ruhnya para nabi dan rasul di tempatkan pada tempat yang paling baik dan layak di sisiNya, sebagaimana di riwayat oleh ‘Aisyah Ra, bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah Saw berdo’a atau memohon kepada tuhannya, yaitu “Ya Allah, berikanlah tempat kembali yang tinggi (mulia).” (Hadist riwayat Bukhari).Ruhnya para syuhada akan tetap hidup di sisi Allah Swt dan mendapatkan rezki karuniaNya, sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 28 yang berbunyi :“Janganlah orang – orang mukmin mengambil orang – orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang – orang mukmin, barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang di takuti dari mereka, dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)Nya, dan hanya kepada Allah kembali (mu).” Namun perlu di ketahui adalah tidak semua ruh para syuhada mendapatkan kenikmatan ini, hal di sebabkan oleh ada di antara mereka yang tertahan masuk ke syurga di karenakan adanya hutang yang belum di bayar, ini berdasarkan tketerangan Rasulullah Saw dan bersabda : ““Ruhnya orang – orang yang shaleh berada pada burung – burung yang bergantungan di pepohonan syurga, seperti yang di riwayatkan oleh sabda Rasulullah Saw yang berbunyi : “Ruh – ruh mereka akan berada di dalam burung – burung yang hijau, yang memiliki sarang yang bergelantungan di ‘arsy, dan pergi ke syurga sekehendaknya, kemudian kembali ke sarangnya.” (Hadist riwayat Muslim.Ruhnya orang – orang yang berdosa berada pada tempat siksaan yang pedih dan dahsyat serta mengerikan, sementara ruhnya orang kafir lebih gawat lagi dan berbau sangat busuk, sampai – sampai bumipun mencelanya saking busuknya.Dari hal uraian yang singkat ini mengenai ruh ini, maka dapatlah suatu pijakan untuk berpikir akan langkah kedepan, apakah tetap dalam kemaksiatan atau lautan dosa? Sementara mati itu tidak dapat tidak akan datang menemui kita kapan saja dan hanya Allah Swt yang tahu, bersiaplah untuk menghadapi ini, karena hasilnya kelak akan kita terima pada hari kemudian yang kekal dan selama – lamanya, hidup di dunia ini hanyalah untuk mencari bekal pada kehidupan akhirat, maka persiapkanlah bekal tersebut dengan memperbanyak amal ibadah dan ketaatan kepada Allah Swt, dan belajarlah mati sebelum di matikan, belajar sembahyang sebelum di sembahyangkan.

GOLONGAN DALAM ISLAM

Dalam memahami dan memudahkan penyampaian ajaran Islam oleh para alim-ulama dan ahlinya telah pula diusahakan serta dilakukan secara sistematik, yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan keagamaan (al-‘ulumu‘l-diniyah), semacam trilogi ilmu pengetahuan ke-Islam-an yaitu: 
1) Ushulu‘l-din (teologi);
2) Fiqh atau fikih (hukum Islam); 
3) Tasawuf (Sufisme) dengan tarekatnya (jalan / cara / metode).
Islam sebagai agama, dalam hadits Nabi :”al-diin-u nashiihah” artinya “agama itu adalah nasihat”. Juga merupakan referensi pesan-pesan terutama Al Qur’an dan hadits Nabi serta pengembangan tradisi pemikiran ke-Islam-an. Lebih lanjut ilmunya diperluas dan diperdalam, kemudian berkembang pula cabang-cabang ilmu diantaranya adalah: ‘ulumu‘l-Qur’an (ilmu yang bersangkutan Al Qur’an dan penafsiran) dan ‘ulumu‘l-Hadits (ilmu yang bersangkutan dengan hadits). Juga ushulu‘l-Fiqh dan qawaidu‘l-Fiqh (ilmu penetapan hukum Islam). Dalam perkembangan ilmu pengetahuan ke-agama-an Islam ini, juga telah melahirkan beberapa mazhab (lihat pembahasan mazhab tersendiri) dan aliran pemahaman diantaranya berada dalam ilmu kalam (tauhid), tasawuf (ungkapan, metode tarekat) dan fikih (hukum) ada yang murni, ada bersifat keras, moderat, pluralis bahkan hiperpluralis. Sebagai ummat muslim perlu juga mengenal lebih luas perbedaan pandang tentang Islam dan perjuangannya, sehingga dapat menuntun semua pihak menuju kearah yang lebih baik terutama bagi kaum muda agar tidak terjebak ajaran kekerasan.
Adapun beberapa pemahaman aliran Islam tersebut adalah sebagai berikut:
Dalam bidang ilmu kalam atau tauhid (ushulu‘l-din) : 
1). Murji’ah, suatu golongan yang bertentangan dengan golongan Khawarij, pengertiannya adalah pengakuan iman cukup dalam hati dan penangguhan vonis hukuman seseorang yang berdosa besar sampai pengadilan Allah SWT kelak dan tidak mengkafirkan orang muslim (yang meyakini dua kalimah syahadat). 
2. Jabariyah, mengajarkan paham bahwa manusia tidak memiliki kekuatan untuk berbuat sesuatu dan tidak memiliki kemauan, semuanya atas kehendak Allah SWT, namun tetap menerima konsekuensi menerima pahala dan siksa sesuai perbuatannya. Aliran teologi jabariyah menyatakan bahwa keselamatan hanya terdapat dalam lingkup karunia dan Inayah Ilahi. Ada pun upaya manusia (kasb) untuk mencapai keselamatan itu dianggap sia-sia dan tidak akan berhasil. Karena itu, konsekuensi dari keselamatan tersebut adalah harus mengetahui manifestasi sumber keselamatan. 
3. Qadariyah, mengajarkan paham bahwa manusia memiliki kudrat irodat untuk berusaha dan berbuat sesuai kemampuannya (ia kuasa penuh berbuat baik atau buruk), menolak adanya qodar dan takdir Allah, bagi yang berdosa besar tidak dikafirkan dan tidak pula digolongkan mukmin tetapi cukup muslim saja.
4. Mu’tazilah, memiliki 5 ajaran pokok: 1) tidak mengakui sifat Allah melainkan dzat Allah itu sendiri, Al Qur’an adalah makhluk, Tuhan di alam akherat tidak dapat dilihat mata dan yang terjangkau mata bukan Tuhan; 2) keadilan Allah akan diberikan sebagai imbalan sesuai apa yang diperbuat; 3) bahwa Allah akan menepati janjinya memberi pahala kepada muslim yang berbuat baik dan mengancam melimpahkan siksa kepada muslim yang berbuat dosa; 4) bahwa seorang mukmin yang berbuat dosa besar statusnya diantara mukmin dan kafir yakni fasik; dan 5) amar-makruf (tuntutan berbuat baik) dan nahi mungkar (mencegah perbuatan tercela) berkaitan dengan hukum Islam (fiqih). Teologinya yang bersifat rasional dan liberal, yang tentu saja berbeda dengan teologi Asy’ariyah atau pun Ahl al-Sunnah. Mu’tazilah menegaskan, perbuatan itu ditentukan manusia sendiri, yang tentu saja mendorong untuk berpikir rasional. Masyarakat muslim yang rasional menentukan pilihan hidupnya; apakah akan maju atau mundur, kaya atau miskin, sukses atau gagal. Teologi rasional juga dapat melahirkan perilaku rasional dan mampu mendorong seseorang untuk berani mengambil risiko pilihan yang ditetapkan sendiri, yang mengedepankan pentingnya kebebasan bagi setiap individu manusia di dalam kehidupannya.

5. Ahlu‘l-Sunnah wa‘l-Jama’ah atau Ahl al-Sunna wal-Jamā'a (Sunni), adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW (ahlussunnah) dan Sahabat Nabi (jemaah). Bahwa Tuhan (Allah) mempunyai sifat sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an, qodim, bukan makhluk atas dasar QS. Yasin 82: ”Sesungguhnya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia berkata kepadanya: “Jadilah”, maka jadilah ia”. Di akherat Tuhan dapat dilihat oleh mata didasarkan QS. Al Qiyamah 22-23: ”Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu bercahaya, kepada Tuhannya mereka melihat”. Orang muslim yang berbuat dosa besar bila meninggal sebelum bertaubat, tetap mukmin, tidak kafir dan berada antara mukmin dan kafir. Sedang di akherat terserah kepada Allah SWT, bisa dihukum neraka menurut kadar dosanya atau sebaliknya mendapatkan ampunan Allah SWT, atau mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW (dan juga melalui penerusnya, ulama pewaris Nabi) sehingga masuk surga. Ahl al-Sunnah berpendapat bahwa perbuatan manusia ditentukan Tuhan yang cenderung bersifat fatalistik. Golongan Ahli Sunah Waljamaah merupakan golongan terbesar di dalam Islam. Golongan ini juga dikenali sebagai Sunnis atau Sunnites dan Islam tradisional oleh masyarakat Barat. Golongan Ahli Sunah Waljamaah terdiri daripada 70%-85% orang Islam di seluruh dunia. Istilah Ahli Sunah Waljamaah bererti 'orang yang mengikuti sunnah Nabi dan jemaah orang Islam'. Kadang kala istilah ini diringkas menjadi Ahli Sunnah. Golongan ini adalah mengakui adanya kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali yang dipilih melalui syura dan dibaiat sebagai khalifah, Amir al-Mukminin pemimpin orang yang beriman.
6. Khawarij, berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Khawārij (bahasa Arab: baca Khowaarij, secara harfiah berarti "Mereka yang Keluar") ialah istilah umum yang mencakup sejumlah aliran dalam Islam yang awalnya mengakui kekuasaan Ali bin Abi Thalib, lalu menolaknya. Bermula segolongan orang yang menentang, tidak mengakui dan memisahkan diri dari kekhalifahan Ali bin Abu Thalib. Pertama kali muncul pada pertengahan abad ke-7, terpusat di daerah yang kini ada di Irak selatan, dan merupakan bentukyang berbeda dari Sunni dan Syi'ah. Disebut atau dinamakan Khowarij disebabkan karena keluarnya mereka dari dienul Islam dan pemimpin kaum muslimin (Fat, juz 12 hal. 283). Awal keluarnya mereka dari pemimpin kaum muslimin yaitu pada zaman Amirul Mu'minin Al Kholifatur Rosyid Ali bin Abi Thalib ketika terjadi (musyawarah) dua utusan. Mereka berkumpul disuatu tempat yang disebut Khouro (satu tempat di daerah Kufah). Oleh sebab itulah mereka juga disebut Al Khoruriyyah. (Mu'jam Al-Buldan li Yaqut Al-Hamawi juz 2 hal. 245). Asal muasal khawarij: Setelah Utsman bin Affan dibunuh oleh orang-orang khawarij, kaum muslimin mengangkat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, setelah beberapa hari kaum muslimin hidup tanpa seorang khalifah. Kabar kematian 'Ustman kemudian terdengar oleh Mu'awiyyah bin Abu Sufyan, yang mana beliau masih memiliki hubungan kekerabatan dengan 'Ustman bin Affan. Sesuai dengan syari'at Islam, Mu'awiyyah berhak menuntut balas atas kematian Ustman. Mendengar berita ini, orang-orang Khawarij pun ketakutan, kemudian menyusup ke pasukan Ali bin Abi Thalib. Mu'awiyyah berpendapat bahwa semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Ustman harus dibunuh, sedangkan Ali berpendapat yang dibunuh hanya yang membunuh Ustman saja karena tidak semua yang terlibat pembunuhan diketahui identitasnya. Akhirnya terjadilah perang siffin karena perbedaan dua pendapat tadi. Kemudian masing-masing pihak mengirim utusan untuk berunding, dan terjadilah perdamaian antara kedua belah pihak. Melihat hal ini, orang-orang khawarijpun menunjukkan jati dirinya dengan keluar dari pasukan Ali bin abi Thalib. Mereka (Khawarij) merencanakan untuk membunuh Mu'awiyyah bin Abi Sufyan dan Ali bin Abi Thalib, tapi yang berhasil mereka bunuh hanya Ali bin Abi Thalib. Secara umum, ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah: 1) Kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir. 2) Kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Thalhah dan Zubair melawan 'Ali ibn Abi Thalib dan pelaku arbitrase (termasuk yang menerima dan membenarkannya) dihukumi kafir. 3) Khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad SAW dan tidak mesti keturunan Quraisy. Jadiseorang muslim dari golongan manapun bisa menjadi khalifah asalkan mampu memimpin dengan benar. Tokoh-tokoh utama Khawarij antara lain: Abdullah bin Wahhab ar-Rasyidi, Urwah bin Hudair, Mustarid bin Sa'ad, Hausarah al-Asadi, Quraib bin Maruah, Nafi' bin al-Azraq, Abdullah bin Basyir dan Najdah bin Amir al-Hanafi. Akibat perbedaan pendapat di antara tokoh-tokohnya, Khawarij terpecah menjadi beberapa sekte, antara lain: 1) Sekte Muhakkimah, yang merupakan sekte pertama, yakni golongan yang memisahkan diri dari 'Ali bin Abi Thalib. 2) Sekte Azariqoh yang lebih radikal, sebab orang yang tidak sepaham dengan mereka dibunuh. 3) Sekte Najdat yang merupakan pecahan dari sekte Azariqoh. 4) Sekte al-Ajaridah yang dipimpin 'Abd Karim bin Ajrad, yang dalam perkembangannya terpecah menjadi beberapa kelompok kecil seperti, Syu'aibiyyah, Maimuniyyah, Hamziyyah, Hazimiyyah dll. Perpecahan itulah yang menghancurkan aliran Khawarij. Satu-satunya yang masih ada, Ibadi (Oman, Zanzibar dan Maghreb) menganggap dirinya berbeda dari yang lain dan menolak disebut Khawarij. Ajaran pokoknya adalah bila orang melakukan dosa besar adalah kafir, mereka yang terlibat perang Jamal (Aisyah, Tholhah dan Zubair) dan Arbirtasse dihukum kafir, pandangan menentukan kholifah (pemimpin) secara “demokratis”, harus dipilih rakyat serta tidak harus keturunan Nabi dan bangsa Quraisy, siapapun bisa asalkan mampu dan benar. Ada 6 sekte: a) muhakkimah, yang memisahkan diri dari Ali bin Abu Tholib, b) azariqoh, terkenal radikal yang mengkafirkan ummat Islam yang tidak segolongan, menggunakan logika takfir dengan mengkafirkan orang di luar dari kelompoknya, c) najadat merupakan pecahan azariqoh, d) as-sufriyah menyerupai azariqoh, e) al-ibaadiyah agak lebih lunak dan pengikutnya boleh menikah dengan golongan lain, dan f) al-ajaridah dalam perkembangannya ada beberapa kelompok seperti syu’aibiyah, hamziyah, hazimiyah, dan maimuniyah. Pada umumnya kelompok khawarij mengklaim sebagai satu-satunya juru bicara Islam yang paling otoriter dibanding kelompok lain. Mereka mengutuk kelompok yang dianggap telah melenceng dan meleset dari fondasi agama yang benar. Mereka seakan punya hak istimewa dan merasa lebih tinggi didasarkan pada kebenaran agamanya sebagai tuntunan etika dan berlaku dalam kelompoknya yang ditingkatkan menjadi suatu moralitas bersama. Mereka juga menuntut dogmanya dipaksakan dengan cara apa pun, temasuk dengan pembunuhan. Mereka berkeyakinan dan memastikan bahwa kebenaran agama yang tunggal diturunkan dengan cara yang tidak bisa dipertanyakan. Kaum khawarij meyakini bahwa kebahagiaan dan kesempurnaan atau tujuan akhir agama adalah monopoli satu golongan tertentu atau bisa dicapai dengan meniti worldview (minhaj) dan the way of life (manhaj) kelompok tertentu. Kelompok lain juga membawa hakikat dan kebenaran, tapi hanya ada satu pemahaman menurut mereka yang membentangkan jalan kebahagiaan. Penganut ajaran Islam kelompok lain, dalam pandangan khawarij, yang walaupun keagamaannya baik dan akhlaknya benar dalam sisi kemanusiaan, mereka tetap tidak bisa selamat. Karena itu, untuk meraih keselamatan, mereka harus meraih jalan sebagaimana yang ditempuh kelompok khawarij. Argumentasi khawarij itu didukung teologi fatalistik (aqidah jabariyah) yang menyatakan bahwa wajib mengimani Allah, tapi tidak berdasar akal. Kewajiban tersebut penting karena Allah telah memerintah manusia untuk mengenali-Nya melalui nash. Corak pembuktian teologis itu menciptakan daur ulang yang tak berujung (circular reason). Imanilah Tuhan karena Tuhan telah memerintahkannya dalam nash. Manifestasi tersebut hanya didapat dan hanya bisa diketahui dari pemahaman nash yang tekstual. Dan tekstualisme merupakan episteme dengan metodologi pemikiran tekstual-eksplanatif (bayani) yang menjadikan teks suci sebagai otoritas penuh untuk memberikan arah dan arti kebenaran (Abed Al- Jabiry, 1991). Para tekstualis itu memahami nash Al Qur’an dan as-sunnah dengan berpegang pada redaksi teks yang partikular dan terkurung pada lokalitas. Sementara itu, akal, bagi mereka, hanya digunakan sebagai pengaman ototitas teks tersebut. Karena itu, ketika berhadapan dengan teks lain atau pemahaman terhadap teks yang berbeda, mereka mengambil sikap mental yang dogmatik, defensif, dan apologetik. Begitu juga ketika berhadapan dengan the other yang berwujud peradaban yang modern, kosmopolit, sekuler, rasional, dan realitif, maka tindak kekerasan menjadi solusi terbaik bagi mereka untuk menyelesaikan problem sosial. 
7. Wahabiyah, ajaran yang dibawa Ibn ‘Abd al-Wahhab (1703-1792). Menurut sejarahwan Madawi al-Rasheed (2002: 20), al-Wahhab membawa sesuatu yang baru, yakni pentingnya tawhid, ke dalam tradisi keislaman Najad yang sebelumnya didominasi fiqh. Pendiri gerakan puritanisme keagamaan di Semenanjung Arabia yang berkerjasama dengan M. Ibn Sa’ud. Tentang pertemuan keduanya di Oasis Dir`iyyah. Menurut Abu Hakimah, salah satu penulis sejarah ibn al-Wahhab menjelaskan Muhammad ibn Sa`ud menyambut Muhammad ibn al-Wahhab dan berkata, “Oasis ini milikmu, dan jangan takut kepada musuh-musuhmu. Dengan nama Allah, bahkan jika semua [orang] Najd dipanggil untuk menyingkirkan kamu, kami tidak akan pernah setuju untuk mengusirmu.” Muhammad ibn `Abd al-Wahhab menjawab, “Anda adalah pemimpin mereka yang menetap di sini dan Anda adalah seorang yang bijak. Saya ingin Anda menyatakan sumpah Anda kepada saya bahwa Anda akan melaksanakan jihad (perang suci) terhadap orang-orang kafir. Sebagai imbalannya, Anda akan menjadi imam, pemimpin masyarakat Muslim, dan saya akan menjadi pemimpin dalam masalah-masalah keagamaan” (dikutip dalam al-Rasheed, 2002: 17). Dengan terbentuknya koalisi antara Ibn Sa`ud dan `Abd al-Wahhab, Wahhabiyah menjadi ideologi keagamaan bagi suatu unifikasi antarsuku di Arabia Tengah dan apa yang dapat disebut sebagai gerakan Wahhabiyah dimulai. Sebagai imam kembar gerakan Wahhabiyah, Ibn Sa`ud dan `Abd al-Wahhab menjadi pemimpin spiritual dan temporal wilayah itu. Suatu golongan bernama gerakan wahabi dari Saudi Arabia yang didukung oleh penganut mazhab Hambali ini berhasil berkuasa dan mendirikan kerajaan Wahabi di Jazirah Arabia. Istilah muthawwa` mengandung makna ketundukan dan pemaksaan. Seorang muthawwa` adalah seorang yang secara sukarela mengawasi ketaatan kepada Islam dan pelaksanaan ibadah-ibadah ritual. Dalam proses pembentukan negara Wahhabi, peran essensial muthawa` adalah di dalam pengawasan terhadap dilaksanakannya ritual-ritual Islam, menjadikan rezim Wahhabi sebagai rezim “discipline and punish.” Mengenai pribadi `Abd al-Wahhab, dari sumber Arab, bahwa adiknya sendiri, Sulayman ibn `Abd al-Wahhab, menulis risalah (al-Sawa’iq al-Ilahiyyah) yang intinya mengecam kepribadian, pendidikan dan ajaran-ajaran abangnya. Misalnya tentang taqlid, yang sifatnya tebang pilih: ia juga taqlid kepada Ibn Taymiyah, hanya pada bagian-bagiannya yang bersifat keras. Juga dalam hal almuwahhidun (the-monotheist). Golongan ini memberantas segala sesuatu yang dianggap dilarang agama, kemaksiatan, yang mengarah pada syirik, bentuk kemusrikan, dan kekafiran dengan sangat keras, seperti polisi syariat bahkan melebihi dari petugas negara yang resmi, terutama tentang ketauhidan yang menurut mereka banyak daerah-daerah ummat Islam di dunia melakukan penyimpangan ajaran tauhid. Ajaran tauhid golongan ini ialah: a) tauhid rububiah dengan berikrar bahwa Allah SWT satu-satunya pencipta, pemelihara, pemberi rezeki, pengatur, menghidupkan dan mematikan, b) tauhid al-asma wa al-shifat, suatu kepercayaan pada nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT sesuai dalam Al Qur’an, dan c) tauhid ibadah, segala amal ibadah diniatkan untuk berbakti kepada Allah SWT yang dilaksanakan secara fisik sebagai gerakan nyata dan pikiran yang rasional, tetapi prakteknya tidak secara menyeluruh dan berfikir sektorial dan parsial atau terpenggal-penggal. Beberapa Ajaran Pokok Wahhabisme: 1) Kembali kepada ajaran-ajaran Islam yang asli, seperti yang ada dalam al-Qur’an dan hadits; 2) Kebutuhan untuk menyatukan iman dan perbuatan; 3) Pelarangan atas semua pandangan dan praktik yang tidak ortodoks. Hal ini menyebabkan Wahhabi untuk sepanjang hidupnya memerangi praktik-praktik seperti penyembahan kepada para wali dan ziarah ke makam-makam dan tempat-tempat keramat untuk memperoleh berkah; 4) Pembentukan sebuah negara Islam yang secara khusus akan didasarkan kepada penerapan hukum-hukum agama. Sejauh ini Wahhabi berhasil memperluas pengaruh dan wewenangnya di Arabia ekspansi ke wilayah lain di dunia untuk sesuatu yang mendekati sebuah negara Islam bisa terbentuk. Dalam perkembangannya kelompok ini sebagai penggerak purifikasi militant (pemurnian) yang disebut kelompok Islam garis keras atau radikal yang hendak menanamkan sebuah tradisi lokal dari budaya Arab dan menyeragamkan cara berfikir sebagai doktrin yang khas dengan membatasi aspek-aspek yang bersifat universal dengan cara pemaksaan dan bila perlu dengan kekerasan, lalu menghalalkan segala cara untuk tujuan tersebut. Doktrin al-wara’ wa al-bara’ (loyalitas dan disosiasi): yaitu jangan berteman, bersekutu dan meniru musuh non-Islam dan Muslim heretik, musyrik, sampai dengan hal yang kecil yaitu tidak boleh menjawab salam; menyebut panggilan “saudara” dan lainnya. Pengaruh belakangan ini pandangan Sayyid Quthb bahwa sekarang adalah jahiliyah qarn al-`isyrin.
8. Salafiyah, kata salafiyah (bhs. Arab) artinya terdahulu. Maksudnya adalah sikapnya seperti dari orang-orang terdahulu yang hidup semasa Nabi Muhammad SAW, para Sahabat, Tabiin, Tabiit Tabiin yang menjadi acuannya. Ibnu Taimiyah penyeru untuk berakidah salaf dan mendapatkan dukungan dari penganut mazhab Hambali. Kegiatan dari kelompok ini dalam perkembangannya cukup eksklusif (menyendiri), tidak mau hidup berdampingan atau jarang membaur dengan kelompok Islam lainnya, lebih banyak berkumpul hanya bersama kelompoknya saja.
9. Syi’ah, yang dimaksud syi’ah adalah mereka yang memuja Ali bin Abu Tholib dan keturunannya. Mereka menganggap bahwa Ali yang berhak sebagai Nabi setelah Nabi Muhammad SAW wafat dan ketiga khalifah sebelumnya dianggap “tidak sah” serta menamakan sebagai pecinta ahlul bait (keluarga Nabi). Ajaran pokok syi’ah: a) mengutuk, tidak membenarkan atau menolak kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq ra, Umar bin Khoththob ra, dan Utsman bin Affan ra., serta mengakui Ali bin Abi Tholib ra. saja sebagai khalifah; b) kekhalifahan (keimamam) dilakukan secara turun-temurun sampai 12 imam; c) Imam adalah maksum, tidak pernah berbuat dosa sebagaimana Nabi dan percaya juga menerima wahyu dan suara Jibril as.; d) tidak menerima hadits yang diriwayatkan selain dari imam mereka. Karenanya tidak mengakui hadits-hadits Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Nasai. Juga tidak menerima tafsir Al Qur’an selain yang ditafsirkan oleh imam mereka. Tidak menggunakan ushul fikih dan tidak menerima qias serta ijmak. Imam-imam Syi’ah diantaranya: 1) ‘Ali bin Abi/Abu Talib – meninggal tahun 661 ; 2) Hasan bin ‘Ali - dibunuh tahun 669 ; 3) Husayn/Husain bin ‘Ali – dipenggal tahun 680; 4) Ali Zaynu al-’Abidin –meninggal tahun 713; 5) Mohammed al-Baqir –meninggal tahun 732 (Zaid); 6) Ja’far al-Sadiq – tahun 765 (Yahya); 7) Musa al-Kazim –tahun 183 H / 799 (Isma’il); 8) ‘Ali ar-Rida –meninggal secara misterius tahun 818 (Muhammad, Abdallah); 9) Muhammad at-Taqu – meninggal tahun 835; 10) ‘Ali al-Hadi –meninggal tahun 868; 11) Hasan al-’Askari – tahun 873; Dan 12) Mohammed ibn al-Hanifiyah menghilang tahun 875. Golongan syi’ah ada 22 sekte, yang menonjol adalah (1) Rafidhoh, paling ekstreem karena mengkafirkan golongan lain, Jibril telah melakukan kesalahan menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad bukan kepada Ali bin Abi Tholib, ruh orang meninggal akan kembali ke dunia sebagai reinkarnasi, (2) Imamiah (istna ‘asyiriah) percaya bahwa yang berhak memimpin ummat Islam adalah 12 imam mereka, (3) Ismailiah mempercayai imam itu hanya tujuh orang dari urutannya sampai ke tujuh dari Ali, (4) Zaidiah adalah golongan yang moderat dan tidak sepenuhnya sependapat bahwa Ali dan keturunannya yang berhak menjadi khalifah dan tidak memvonis ketiga khalifah sebelumnya tidak sah.
10. Juga ada golongan Asy’ariyah dan Maturidiyah.
Yang ditanyakan, dimanakah anda sekarang / Kelompok apa anda ?

BEGITU BANYAK GOLONGAN DALAM ISLAM (ADA 73 FIRQAH), SETIAP KELOMPOK BERKATA PALING BENAR ! ( SEPERTI IKLAN KECAP NO.1)  
ANJURANNYA, ANDA SELIDIKI DULU !  DIRISET!  TENTU SAJA 1 (SATU) YANG PALING BENAR !  KARENA MASUK ISLAM HARUS SECARA KAFFAH, ADALAH JUGA BERSIFAT ILMIAH DAN AMALIAH, SECARA JASMANI / FISIK DAN RUHANI / MATAFISIK, YAKNI BISA DITERIMA / MASUK AKAL DAN WALAUPUN SUDAH DIMENGERTI BILA TIDAK DIKERJAKAN TIDAK AKAN MENGHASILKAN APA-APA ALIAS SIA-SIA. APALAGI DALAM KERAGUAN.
ADA JUGA YG TAK PERLU PAKAI KELOMPOK (KTP) / BELAJAR SENDIRI DAN TAK ADA RUJUKAN / MAZHAB !?  ISLAM TIDAK ADA PAKSAAN ATAU TIDAK MEMAKSA !  ALLAH SWT TIDAK PERLU MANUSIA, TAPI MANUSIALAH YANG PERLU AKAN ALLAH SWT UNTUK UNTUK HIDUP DI DUNIA DAN AKHERAT.
SEMOGA BERMANFAAT !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar