Laman

Selasa, 20 Maret 2012

PERDUKUNAN DITINJAU DARI FILSAFAT ILMU DAN SUDUT PANDANG AGAMA SERTA BUDAYA

Jurnal 'Prabangkara' ISSN 1412-0380   No. 13(16):83-108 Th. 2010
PERDUKUNAN DITINJAU DARI FILSAFAT ILMU DAN

SUDUT PANDANG AGAMA SERTA BUDAYA

Oleh
Agus Mulyadi Utomo
 Hidup dan Seni.goesmul.blogspot.com / Filsafat dan Budaya
goesmul@gmail.con
Abstrak
Teknologi menunjukkan perkembangan ilmu pengetahuan dan berdampak pada pola perilaku hidup manusia. Realitasnya banyak orang yang ternyata berkeinginan serba “cepat”, “mudah”, dan “murah” dalam segala hal adalah keniscayaan. Namun demikian ternyata ”kemudahan” dan bahkan “kemewahan atau kemegahan” yang ditawarkan teknologi tidak selalu bisa dinikmati atau menghasilkan kenyamanan, keamanan, dan kesehatan, terutama adanya hambatan dalam mengadopsi IPTEKS baru tersebut seperti agama, adat-budaya, psikologis atau pola hidup kebiasaan tertentu pada sekelompok masyarakat.
Balian Usada / Perdukunan / Ketabiban merupakan suatu ilmu, karena ada dalam kenyataan sehari-hari, yakni ada pelakunya dan bisa diajarkan atau ada gurunya, serta ada peminatnya dan ada perkembangannya. Dalam kepercayaan Hindu, seseorang balian berguru waktra sebagaimana dituturkan dalam lontar Bodha Kecapi, Usada Kalimosada, dan Usada Sari. Dalam Islam, Nabi Muhamad SAW berkata yang artinya:  “Islam adalah Ilmiah dan Amaliah” (HR.Imam Bukhari), demikian juga dengan metode pengobatannya yang bersifat fisik dan metafisik. Metafisika (ilmu gaib) di Indonesia berkembang dari kehidupan sosial-budaya dan agama serta aliran kepercayaan (kebatinan) dengan fenomena cukup beragam.  Semuanya diperoleh dengan latihan-latihan tertentu, dimana alam metafisik atau alam gaib itu dapat merasuk ke dalam tubuh yang terdiri dari unsur jasmaniah, unsur akal dan unsur ruhaniah.
Islam jelas sumbernya dari Al Qur’an dan Al Hadist, sedangkan perdukunan sumbernya bisa bermacam-macam, dari puasa, meditasi, bertapa atau datang sendiri (tiban) serta adanya barang-barang gaib seperti keris, permata dan sebagainya. Sukar untuk membedakan antara yang benar dan yang batal karena sama-sama mujarab atau dapat menunjukkan dan menyembuhkan segala penyakit. Seperti sulitnya membedakan antara anak hasil Nikah (benar menurut agama) dan anak hasil Zinah (salah menurut agama/suruhan setan/iblis), sehingga kelihatannya hampir sama.
Abstract
Shows the development of science technology and impact on the behavior patterns of human life. The reality many people who turned out to wish all a "quick", "easy", and "cheap" in all things is inevitable. However, apparently "easy" and even "luxury or grandeur" that offered technology can not always be enjoyed or result in comfort, safety, and health, particularly the existence of obstacles in adopting the new science and technology telecommunication such as religion, customs, cultural, psychological or a certain lifestyle habits on a segment of society. Balian Usada / shamanism / Ketabiban is a science, because there is the daily reality, that there are perpetrators and there could be taught or the teacher, as well as interested persons and there is no progress. Hindu belief, one healers learn waktra as narrated in palmyra Bodha Kecapi, Usada Kalimosada, and Usada Sari. In Islam, Prophet Muhammad SAW said what means: "Islam is the Scientific and Amaliah" (Imam Bukhari Hadith History), as well as the treatment method, has physical and metaphysical. Metaphysics (witchcraft) in Indonesia is evolving from the socio-cultural life and religion and cult / psychotherapy with a variety of phenomena. Everything is obtained with certain exercises, where the metaphysical or the supernatural nature that can penetrate into the body which consists of physical elements, common elements and spiritual elements.Islam clearly the source of the Qur'an and Al-Hadith, while shamanism source can vary, from fasting, meditation, an ascetic or come alone (tiban) and presence of occult items such as kris, gems and so forth. Difficult to distinguish between right and who canceled because both efficacious or can demonstrate and to cure diseases. Such as the difficulty of distinguishing between the child of a Marriage (true religion) and child of adultery (one based on religion / messengers of Satan / Devil), so it seems almost the same.

I.  PENDAHULUAN
Perkembangan Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni dewasa ini telah mengalami kemajuan yang demikian pesat. Sehingga masa kini disebut pula sebagai abad modern dan era global atau abad keterbukaan akibat kemajuan teknologi informasi.
Hasil-hasil teknologi yang menunjukkan perkembangan tersebut ternyata berdampak pada pola perilaku hidup manusia. Banyak orang yang yang ternyata berkeinginan serba “cepat”, “mudah”, dan “murah” dalam segala hal adalah keniscayaan. Namun demikian ternyata ”kemudahan” dan “kemewahan / kemegahan” yang ditawarkan tersebut tidak selalu bisa dinikmati atau menghasilkan kenyamanan, keamanan, dan kesehatan, terutama adanya hambatan dalam mengadopsi IPTEKS baru tersebut seperti adat-budaya, psikologis atau pola hidup kebiasaan tertentu pada sekelompok masyarakat.
Ditinjau dari aspek limbah teknologi, baik berupa sisa material proses pabrikasi, yang dapat dilihat secara kasat mata, maupun dampak operasionalnya yang bisa menimbulkan gelombang-gelombang frekuensi tinggi sehingga dapat menggangu navigasi penerbangan dan bioritmik pemakainya, serta makhluk hidup lain disekitarnya.
Perubahan pola perilaku manusia sebagai dampak dari kemajuan teknologi cukup signifikan. Manusia kini sibuk dengan dirinya sendiri (individual) dan teknologi telah menjadi “mainan”, yang digandrungi dari anak-anak hingga orang tua. Interaksi sosial yang dulu intens dilakukan secara langsung dan total dimana seolah ada suatu ikatan emosional didalamnya terutama pada area publik. Kini sebagaian besar nilai-nilai telah bergeser menjadi area tertutup (privat) dan bersifat parsial serta bersifat profit oriented. Hal ini dimungkinkan dengan adanya teknologi komunikasi, diantaranya adalah internet, handphone selular, dan lainnya.
Dengan latar belakang tersebut, tanpa terasa manusia telah menghadirkan berbagai masalah agama, sosial-budaya dan penyakit, dimana tidak semua orang mampu mengatasinya. Permasalahan tersebut pada akhir-akhir ini barulah disadari, sehingga para pakar mulailah memikirkan bagaimana dapat me-reduksi dampak negatif, lalu bagaimana mengendalikan, serta bagaimana cara menanggulangi masalah yang ditimbulkan oleh “penyakit teknologi” tersebut di atas. Maka pelulis mulai mencoba membahas ilmu perdukunan ditinjau dari sudut pandang filsafat Ilmu dan berbagai disiplin ilmu, terutama sudut pandang keagamaan dan budaya untuk melakukan riset serta menggali kembali pustaka-pustaka lama, nilai-nilai kebajikan lokal yang tersirat di dalamnya, dengan harapan adalah untuk mendapatkan jawaban atas “penyakit IPTEKS” yang ada sekarang.
Pada keadaan atau situasi global yang serba instan ini, masih ada perhatian orang terhadap pengobat tradisional (dukun / balian / tabib) dan obat-obatan tradisionalnya atau pengobatan alternatif yang mulai mendapat tempat dan perhatian masyarakat yang agak lebih luas, apalagi sering ditayangkan oleh media elektronik seperti TV dan radio serta internet. Meskipun para pengobat atau praktek perdukunan dan obat-obatan tradisional atau pengobatan alternatif itu sebenarnya tidak pernah pupus, bahkan menjadi usaha terakhir dari pada pengobatan setelah berobat ke dokter modern dimana penyakit yang diderita bulum kunjung sembuh. Hanya saja kehadiran praktek perdukunan lebih banyak melekat dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat pedesaan atau tradisional dismping karena murah biayanya. Namun demikian kehadiran praktek perdukunan ditengah masyarakat modern masih menimbulkan pro-kontra. Untuk menjawab apakah perdukunan itu sebagai ilmu ? Semua itu tentu dapat di jawab dengan Filsafat Ilmu, dari sudut ontologi, epistemologi dan aksiologi-nya.
 2.  Pengertian  Ilmu                                                                                                                     
Bakhtiar  menyatakan, bahwa kata ilmu berasal dari bahasa Arab: Alima yang berarti mengerti, memahami benar-benar (Bahtiar, 2005:12). Dalam bahasa Inggris science, dari bahasa Latin scientia (pengetahuan) dan scire (mengetahui dan belajar). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan, bahwa Ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu (KBBI, 1994: 370). Kemudian Suriasumantri menjelaskan bahwa ilmu merupakan salah satu dari buah pikiran manusia, kumpulan pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu (Suriasumantri 1991: 3, 4).  Adapun ciri-ciri pengetahuan ilmiah dipandang dari filsafat ilmu berfungsi untuk menjelaskan secara logis (masuk akal), meramalkan dan membuktikan kenyataan (hipotesis) serta mengontrol. Semua itu bertujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan sehari-hari dan digunakan sebagai penawaran berbagai kemudahan dan sebagai alat manusia untuk memecahkan masalah. Dengan tinjauan sudut pandang filsafat ilmu sebagai landasan proses lahirnya atau diakuinya sebuah ilmu, tentu dapat memberikan kerangka dasar, mengarahkan dan menentukan corak dari keilmuan yang dihasilkan. Untuk menjawab pengobatan tradisional atau praktek perdukunan sebagai ilmu, maka diperlukan tinjauan filsafat yang menjelaskan dari sudut tinjauan ontologi (ada & keberadaannya), tinjauan epistemologi (pengetahuan ilmiah, teori-teori pengetahuan, bermetode / bersistem) dan tinjauan aksiologi ( kelayakan / kepantasan, analisis, tata nilai, ciri khas).
2. 1   Ilmu PERDUKUNAN Ditinjau dari Ontologi                                                            

Kata ontologi berasal dari perkataan Yunani Ontos: ada , keberadaan. Dan logos: ilmu tentang, studi. Atau On= being, dan logos= logic. Jadi Ontologi adalah The theory of being qua being / teori tentang keberadaan sebagai keberadaan (Feldman,1976: 219). Suriasumantri menjelaskan, bahwa ontologi membahas apa yang ingin diketahui, seberapa jauh keingintahuan, atau dengan perkataan lain suatu pengkajian mengenai teori tentangada” (Suriasumantri. 1985:5). Kemudian Dardiri menjelaskan ontologi adalah penyelidikan sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (obyek fisis, hal universal, abstrak) dapat dikatakan ”ada” (Dardiri,1986:17). Dari penjelasan ini dapat dipahami bahwa ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ”ada”. Dalam konteks dengan ilmu perdukunan akan ditelusuri dari sejarah  dan hakikat hidup manusia , konsep sehat dan sakit.

2.1.1 Sejarah dan Hakikat Hidup                                                                                                          
            Sejarah perdukunan secara diakronik merupakan rangkaian peristiwa kehidupan manusia yang secara berkesinambungan semenjak dahulu kala hingga masa kini. Namun di dalam uraian ini penulis tak akan membeberkannya panjang lebar secara kronologis dan detail, mengingat kemampuan dan waktu yang terbatas serta referensi yang juga cukup langka adanya.    
Mengapa tumbuh-tumbuhan, binatang/hewan, dan manusia, disebut sebagai makhluk hidup? Sedangkan air, api, angin, gas/ether, dan tanah disebut sebagai unsur alam, yang juga merupakan unsur pembentuk makhluk hidup, bila sebagian dari unsur tersebut berbentuk sesuatu yang kasat mata disebut sebagai benda atau barang. Padahal tanpa adanya kelima unsur tersebut ketiga macam makhluk itu tidak dapat hidup. Jadi apa sebenarnya hidup itu?
Pengetahuan modern tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan atas kenyataan ini. Berbagai pakar dibidang ilmu-ilmu dasar seperti Fisika, Biologi, Kimia, dan Matematika, tidak dapat memberikan jawaban ilmiah mengenai hakekat hidup. Yang mereka sepakati adalah bahwa ada suatu energi, zat, atau faktor tertentu yang tidak terdifinisikan yang menyebabkan makhluk itu bisa hidup.
Pada kitab-kitab suci agama manusia berusaha mendapatkan jawaban yang lebih mendekati tentang hidup, seperti kitab suci Weda pada agama Hindu dan kitab suci Al Qur’an pada agama Islam dan yang lainnya ada sedikit menyinggung ataupun memberikan gambaran.

2.1.1.1    Hakekat Hidup Dalam Pandangan Masyarakat Hindu            

Dalam pustaka Hindu, terdapat beberapa referensi yang mengkaji secara mendalam mengenai hakekat hidup ini. Seperti Susruta Samhita, Charaka Samhita, Śiva Samhita, dan Samkya. Kitab Susruta Samhita dan Charaka Samhita menyebutkan bahwa tubuh manusia terdiri atas badan kasar yang disebut dengan sthula sarira, dan badan halus yang disebut dengan suksma sarira. Badan kasar (sthula sarira) ini merupakan perwujudan dari panca mahabhuta, yakni lima unsur alam, yang berupa: akasa (ether/ruang hampa), apah (air), teja (sinar, api), vayu (bayu, udara, angin), dan pertiwi (tanah, bumi). Sedangkan badan halus (suksma sarira) atau atman, mempunyai kekuatan untuk menghidupkan semua makhluk, serta mempunyai sifat dapat mengenal, memiliki kemauan dan dapat bereaksi. Atman adalah bagian dari Paramatman, yakni Brahman, Tuhan Yang Maha Esa. Atman adalah unsur hidup yang hanya ada didalam makhluk hidup. Oleh sebab itu, bila ada suatu bentuk material tanpa atman, disebut benda mati. Kitab Śiva Samhita (ayat 35) memberikan gambaran tentang atman ini yang menyatakan: “Ibarat beberapa buah pasu yang penuh air, banyak pantulan matahari terlihat tetapi bendanya sama; begitu pula pribadi-pribadi, seperti pasu-pasu tadi yang tak terhitung banyaknya tetapi ruh penghidupnya seperti halnya matahari adalah satu” (Vasu, RBSC., 2000: 10). Sebanding dengan itu, ajaran Samkya menyebutkan bahwa tubuh manusia terdiri atas purusha dan pradana. Purusha adalah atman atau jiwa manusia, sedangkan pradana adalah badan kasar. Manusia dapat hidup karena bersatunya purusha dan pradana. Bila purusha meninggalkan pradana, sama dengan ruh meninggalkan badan, maka manusia akan mati. Lalu kemana ruh atau atman itu pergi? Atman akan kembali ke asalnya yaitu Siwatman yang masih terikat dengan Maya, siwatman memisahkan diri dengan Maya kembali ke Sadasiwatma, yang masih terikat dengan Asta-aiswarya. Sadasiwatma memisahkan diri dengan Asta-aiswarya untuk manunggal dengan Paramasiwatma, yang merupakan asal semua atman atau jiwa dari semua makhluk hidup. Itulah yang disebut Brahman, atau Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan pradana atau badan kasar yang terdiri dari unsur-unsur panca mahabhuta akan kembali ke asalnya masing-masing. Secara fisik makhluk terbentuk dari pertemuan kama-bang dengan kama-petak. Kama-bang disebut juga swanita (unsur kewanitaan – perempuan) berawak pradana, dan kama-petak disebut pula sukla yang berawak purusha. Dari pertemuan ini lahirlah makhluk, bila unsur swanita dominan maka menjadilah makhluk wanita, bila sukla yang dominan menjadilah makhluk laki-laki, sedangkan bila komposisinya berimbang menjadilah makhluk banci. Kedua kama inilah membentuk badan makhluk seutuhnya. Wujud manusia yang terbentuk oleh kedua kama ini diisi oleh atma yang diikat oleh tri-guna, sehingga menjadilah makhluk hidup. Yang dimaksud dengan tri-guna adalah satwa, rajas, dan tamas. Bersatunya purusa dan pradana dalam ikatan tri-guna memberikan corak terhadap sifat dan karakter manusia. Satwa atau satwam, memberikan sifat normal (stabil, seimbang, harmoni), yang selalu berusaha menjaga keseimbangan gerak rajas dan tamas. Sifat rajas mendorong manusia untuk hiperaktif, orang cenderung menjadi agresif, penuh nafsu amarah, terburu-buru, rasa ingin tahu berlebihan, dan gelisah. Sedangkan sifat tamas, membuat manusia bersifat pasif, malas, tidak punya inisiatif, tidak perhatian, dan tidak mau tahu. Manusia yang hidup dalam suatu lingkungan tertentu memerlukan komposisi tri-guna tertentu pula. Misalnya ketika sedang beraktifitas (bekerja, berolahraga), maka sifat rajas yang menonjol namun tetap dibayang-bayangi oleh satwam. Demikian pula ketika akan beristirahat (rileksasi, tidur), maka sifat tamas yang menonjol namun tetap dibawah pengawasan satwam. Ketiga unsur tri-guna ini hendaknya selalu berada dalam keadaan seimbang. Sehingga manusia dapat hidup selayaknya sebagai makhluk hidup yang tertinggi derajatnya diantara makhluk-makhluk ciptaan Tuhan.

2.1.1.2    Hakekat Hidup Dalam Pandangan Masyarakat Muslim

           Dalam pandangan agama Islam bahwa diri ruhani manusia berasal dari Tuhan (Allah), karena pada mulanya ruhani manusia sebelum bergabung dengan diri jasmani yang terdiri dari nutfah (air mani, tanah), ruhani manusia itu sebenarnya dekat dengan Allah. Tersebut dalam firman Allah SWT yang artinya: “Maka bila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (QS. Al Hijr15 : 29). Juga yang artinya: “Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)-nya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati;  (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur” (QS. As Sajdah 32: 9). Dari kedua ayat ini sudah jelas bahwa ruh ( diri ruhani) manusia itu berasal langsung dari Allah SWT yang sudah pasti dekat denganNya serta suci.  Setelah diri ruhani bergabung dengan diri jasmani, maka lalu mengenal apa yang disebut alam dunia, dengan segala keindahannya, kenikmatannya, dan kemegahannya. Yang pada akhirnya membuat diri ruhani menjadi lalai dan disibukkan dengan urusan dunia tersebut, sehingga lupa akan asalnya dan ruhaninya menjadi kotor atau tidak suci seperti semula. Setelah diri ruhani lepas dari diri jasmani (meninggal) maka seharusnya diri ruhani ini kembali kepada Allah atau berpulang ke-Rahmatullah dalam keadaan yang suci. Dan apabila Ia kotor tidak akan sampai kepada Allah alias “gentayangan” dan pada akhirnya akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Secara sederhana, jalan mendekatkan diri bisa disebut sebagai upaya taqarrub kepada Allah dengan memberdayakan terurutama intuisi spiritual dan daya ruhaniah yang dimiliki manusia. Adalah Ilmu Tasauf atau Ilmu Tarekat Islam sebenarnya adalah ilmu batin atau ilmu ruhani yang berpusat pada hati nurani (qolbu), meliputi masalah hati dan ruh / arwah / metafisik.  Karena Allah itu “Maha Suci” dan untuk bisa mendekat kepada-Nya haruslah “suci” pula, terutama hati-ruhaninya. Persoalannya adalah bagaimana seharusnya membersihkan hati / rohani manusia untuk dapat kembali ‘suci’ sebagaimana asal semula diciptakan Allah. Dan sesungguhnya ruhani = ruh / arwah itu tidaklah mati dan yang mati itu adalah dhahir / fisik / jasmani manusia, yakni membusuk, lalu dimakan ulat dan cacing serta pada akhirnya menjadi tanah kembali.
Dalam masyarakat muslim, dijumpai ada sebagian kecil orang yang percaya perdukunan, tukang ramal, menyimpan benda-benda bertuah seperti keris, rajah-rajah walaupun dengan tulisan Arab, percaya akan tumbal, besi kuning, batu permata, akik dan sebagainya, yang tampaknya dalam keseharian mereka-mereka itu telah melaksanakan syariat agama dan rukun Islam. Mereka ini, ternyata telah mencampurkan aqidah dengan khufarat (bid’ah) dan tidak terasa terjerumus ke dalam kemusyrikan, masuk dalam ilmu perdukunan serta apalagi menjadikannya sebagai sarana memcari rejeki. Rasulullah SAW melarangnya dalam hadits: “Siapa yang datang kepada dukun atau tukang ramal, maka sholatnya tidak diterima selama 40 hari”. Waspada terhadap ilmu kebatinan yang  tanpa didasari agama Islam yang kuat dan benar serta tanpa petunjuk Rasul / Ulama Pewaris Ilmu Rasul / Guru-Mursyid / Wali / Awliya Allah, disebabkan ilmu-ilmu tersebut juga ada dihiasi dengan ayat-ayat Al Qur’an baik lisan maupun tulisan yang penggunaannya tanpa izin Allah sehingga jin-setan ikut campur dan dengan mudah datang menghampiri dan menipu manusia. Ada sebagian delegasi orang yang datang kepada Nabi Muhammad SAW, dan mereka mengang­gap bahwa Nabi termasuk orang yang bisa melihat yang ghaib, maka mereka menyembunyikan sesuatu di dalam (genggaman) tangan  mereka  untuk  beliau Nabi terka. Dan mereka  berkata  pada  beliau: "Khabarkan  pada  kami, apa dia (yang ada dalam genggaman kami ini)? Lalu beliau Nabi menjawab kepada mereka: "Innii lastu bikaahinin, wa innal kaahina wal kahaanatu  walkuhhaana fin naar" yang artinya “Aku bukan seorang dukun. Sesungguhnya dukun dan perdukunan serta dukun-dukun itu di dalam neraka" (HR Abu Dawud, 286). Allah berfirman: "Katakanlah! Tidak ada yang dapat mengetahui perkara ghaib di langit dan di bumi kecuali (izin) Allah" (An-Naml: 65). Seperti halnya aliran kepercayaan dan ilmu kebatinan seperti hipnotisme, spiritisme, telepathie, mediumship, santed, tenung, gendam, sihir, telekinese dll. Demikian pula berlaku bagi mereka yang mengamalkan dzikrullah agar tidak terjerumus dan tersesat. Masuk Islam secara lengkap (kaffah), yang dimaksudkan disini adalah pemahaman ajaran Islam dari yang bersifat jasmani dan ruhani sampai dengan pelaksanaannya dalam peramalan (beramal sholeh) serta peribadatan yang sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan Al Hadits, yang semurni-murninya dan sebersih-bersihnya serta sekhalis-khalisnya sesuai kehendak Allah. QS. Al-Kahfi: 17: “Barang siapa yang ditunjuki Allah, maka dia akan mendapat petunjuk. Dan barang siapa  yang disesatkan-Nya, maka tiada mendapat seorang penolong (walyyam mursyidaa= wali-mursyid) yang membimbingnya”. Islam juga dikatakan “sangat ilmiah dan amaliah dan tidak ada yang melebihinya” (Hadits Riwayat Bukhari). Disebut dalam hadits lain: “Dengan nama Allah yang tidak memberi mudharat apa-apa yang di bumi dan di langit bagi yang beserta dengan nama-Nya”(HR. Tirmidzi). Tawasul dalam hadits, Usman bin Hanif berkata: “Pada suatu hari ada seseorang datang kepada Nabi SAW, lalu ia berkata: Doakan aku agar Dia menyembuhkan penyakitku”. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika kamu mau, berdoalah; dan jika kamu bersabarlah, ini lebih baik bagimu?” Lalu ia minta agar didoakan. Kemudian Rasulullah SAW menyuruhnya agar berwudhu’ dan melakukan shalat dua rakaat, dan membaca doa ini: Yang artinya; ”Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, dan menghadap kepada-Mu dengan Nabi-Mu Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, aku menghadap denganmu kepada Tuhanku untuk urusan hajatku agar hajatku dipenuhi. Ya Allah, jadikan dia pemberi syafaat padaku. Lalu Usman bin Hanif berkata: Demi Allah, kami berpisah dengannya dan lama tak jumpa dengannya. Sehingga pada suatu hari ia datang kepada kami dan ia sembuh dari penyakitnya” (Hadits tersebut terdapat di dalam Sunan Ibnu Majah). Dalam QS. Al Ambiya: 28 “ Ya’lamu maa baina aidiihim wamaa khalfahum walaa yasyfa’uuna ilaa limanirtadhaa wahum minkhayyatihii musyfiquun”, artinya: “Dia (Allah) mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan apa yang dibelakang mereka, dan mereka tiada dapat memberi pertolongan (syafa’at) selain orang yang disenangi-Nya sedang mereka gemetar karena takut kepada-Nya”.  Dalam beberapa hadits disebutkan: Dari Utsman bin Affan; Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Dihari kiamat yang memberi syafa’at tiga golongan , yaitu: Para Nabi, kemudian Ulama, kemudian Syuhada” (HR. Ibnu Majah). Lalu : Dari Anas, sesungguhnya Umar bin Khaththab RA apabila kaumnya ditimpa kemarau panjang, Dia minta hujan dengan wasilah Abbas bin Abdul Muthallib RA, lalu Dia berdoa: Ya Allah, kami telah ber-wasilah kepadamu dengan (wasilah) Nabi kami Muhammad SAW, lalu engkau menurunkan hujan. Dan pada hari ini kami ber-wasilah kepada-Mu dengan (wasilah) paman Nabi kami SAW maka turunkanlah hujan. Lalu mereka diberi hujan (HR. Bukhari dan Baihaqi).  Dan juga: Dari Abu Said, Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya sebahagian dari ummatku ada yang memberi syafa’at kepada golongan besar dari manusia, sebahagian dari mereka ada yang memberi syafa’at kepada satu suku, sebahagian dari mereka ada yang memberi syafa’at kepada golongan kecil dan sebahagian dari mereka ada yang memberi syafa’at kepada satu orang, sehingga mereka masuk syorga semuanya (HR. Tirmidzi). Al-Qur’an pada QS. Ath-Thalaaq ayat 2 “wa may yattaqillaaha yaj’al lahuu makhrajaa”  yang artinya: “ Siapa saja yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”. Lanjut dalam QS. Ath-Thalaaq: 3  “wa yarzuqhu min haitsu la yahtasibu wa may yatawakkal ‘alallaahi fa huwa hasbuhuu innallaaha baalighu amrihii qad ja’alallaahu li kulli syai-in qadraa”  artinya: “Dan Dia akan memberikan rezeki kepadanya dengan tiada terkira. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Dia mencukupkannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh Allah menjadikan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. Al-Qur’an memperingatkan: “Wahai manusia, kamu harus hati-hati, waspada, dalam menghadapi hari ketika saat itu tak seorangpun bisa membantu orang lain, dan ketika itu tidak diterima perantaraan (syafa’at), dan ketika pada saat itu juga tidak diterima tebusan”. Lalu Allah Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang dan Pengasih, Maha Pengampun, menjadikan sehingga membuat adanya ‘rasa harap’ (raja). Juga Allah Yang Maha Indah dan Maha Mulia, menjadikan sehingga melahirkan rasa senang dan bahagia (surur), senang keindahan dan kemuliaan. Allah Yang Maha Shamad, Maha Tinggi dan Maha Besar serta Maha Benar menjadikan sehingga menciptakan rasa keberagamaan dan spirit kebenaran yang toleran (al-hanafiyyah As-samhah). Sungguh benar Sabda Rasul SAW, "Setiap bayi yang terlahir dalan keadaan fitrah atau suci, memiliki watak hanief atau memiliki kecenderungan kepada kebenaran, Maka kedua orangtuanya atau lingkungannya (syaitan dan hawa nafsu) yang membentuk dan mempola jiwa manusia ke arah penyimpangan prilaku dan pendangkalan intelektual.”  Ada pun fitrah manusia antara lain:
1). Fitrah Tauhid yang merupakan potensi dasar yang hanya mengenal keesaan Allah azza wajalla (monotheisme).
2). Fitrah Hanief yang merupakan potensi dasar yang hanya mengenal kebenaran dan jiwa yang lurus. Dalam QS.Ar-Rum.30: "Maka hadapkanlah dirimu (Nabi Muhammad & umatnya) dengan lurus dan mantap kepada agama (sistem hidup), Menurut fitrah Allah (ciptaan Allah) yang menciptakan fitrah itu pada manusia (keserasian syariat Islam dengan fitrah insani). Tiada dapat diubah (hukum-hukum) ciptaan AlIah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.
3). Fitrah Mempertahankan Hidup dengan sandang, pangan, dan papan (QS. Al Baqarah : 168 atau QS. An Nahl : 19). Dalam memenuhi fitrah yang ketiga ini, hendaknya manusia melakukan pemenuhan kebutuhan dengan berbagai jenis makanan yang baik (thoyyib) dan halal sehingga membentuk tubuh yang kuat, sehat dan akal yang cerdas. Memelihara, memanfaatkan dan mengembangkan hasil alam atau Bumi sesuai dengan aturan main Allah  SWT tanpa merusak ekosistem alam. "Jangan merusak dimuka Bumi, sesudah Allah memperbaikinya, tapi berdo'alah kepada-Nya, karena ketakutan dan kerinduan. Sesungguhnya rahmat Allah dekat kepada orang yang berbuat kebaikan." (QS.AI-A'raf 56) Dan jangan memanfaatkan hasil bumi secara berlebihan atau israf. “Makan dan minumlah hendaknya jangan berlebih-Iebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih lebihan” (QS. 7 : 31 dan  QS. 6 : 141). Disamping itu hiduplah dengan pencarian nafkah, yaitu pekerjaan dan bermacam usaha yang diperoleh dengan cara yang halal dan thoyyib menurut Allah SWT, sehingga dapat membentuk jiwa yang lurus, qolbu yang tenang, dan akhlak- perilaku yang mulia. SWT menciptakan manusia berpasangan. (QS.16: 72). Dan menganjurkannya untuk menikah sesuai dengan fitrah insani bukan seperti hewan. (QS. An Nur : 32-33). Agar tercipta kehidupan dalam ketenangan dan kedamaian (sakinah), maka rumah tangga dibentuk dengan rasa  cinta dan kasih sayang, mawaddah-rahmah (QS. Ar Rum 21).
4. Fitrah Membela Hidup dengan memersiapkan segala macam kekuatan untuk memertahankan eksistensi hidup (QS Al Anfal 60). Al Islam hanya membolehkan defensif, tidak boleh atau membolehkan memulai sesuatu hal yang bersifat agresor (QS. Al Baqarah 194). Pembelaan hidup menurut Islam berlaku atas lima perkara yang utama: Membela agama, jiwa, akal, nama baik (harga diri / kehormatan), keturunan, dan harta-benda. Apabila mati karena membela atau berjuang dan mempertahankan hidup, maka Islam memandang itu mati terbaik (syahid).
5.  Fitrah Intelek atau Berakal. Innad Dina huwal Aqlu. Intelek Islam adalah ‘Agama dan akal’. Al Qur’an mendorong manusia untuk berpikir, merenung, meneliti, dan sebagainya. Afala ta'qilun - afala tatafakkarun - afala tanjhurun. Sehingga sampai kepada khulashah atau kesimpulan: "Bahwa segala sesuatu ini ada Penciptanya yaitu Allah SWT. dan diciptakan dengan maksud serta tujuan tertentu bukan percuma. Robbana ma khalaqta hadza bathil "a" (QS. Ali Imran: 190-191). Pada orang yang akalnya belum berkembang adalah seperti sifat dari anak-anak. Lalu orang yang akalnya tidak berfungsi maka ia adalah orang yang sedang tidur. Bagi orang yang akalnya sudah rusak adalah orang gila atau orang yang kejiwaannya terganggu, sehingga ia tidak dibebani hukum agama. (Hadits, Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah).
6   Fitrah Nilai Spiritual. Fitrah asli dan perasaan yang semurni - murninya dalam jiwa manusia adalah pencarian dan kerinduan kepada dekapan Allah Maha Kuasa dan Maha Ghaib yaitu Al-Qadir-Al-Bathin. Memadukan dan menselaraskan serta mengaplikasikan potensi- potensi nikmat tersebut dengan selalu berdzikir, maka akan merasa selalu diawasi oleh Allah (muraqabah). Selain eksis dengan mengingat-Nya dan menyebut-Nya, mengikrarkan keesaan-Nya (La ilaha illallah), sehingga qolbu menjadi tunduk dan bersih, kelak akan menumbuhkan iman yang dapat merundukkan jiwa-raga ke hadirat Allah dengan khusyuk dan tawakal, rasa haru, tangis dan bahagia. Diri selalu terikat dan tertuju untuk mengenal dan mendekat kepada Allah azza wajalla (marifat). Hanya bergerak sebagai abdi-Nya untuk dapat mendekat, membuka jalan terang benderang di bawah cahaya Ilahi, ilmu yang indah dan tinggi tersebut menyentuh qolbu dan membakar nafsu setan untuk mereguk kenikmatan dalam mahabbah-Nya, sehingga membuat ketenangan yang mutmainnah, dan seakan  tenggelam menghilang menuju ridha di sisi-Nya. Ilahi Anta maqshudi waridhaka math lubi, A'thini MahabbataKa wa Ma'rifataKa (Ya Allah hanya Engkau yang kami tuju dan keridhaan-Mu yang kami cari, Berilah kami potensi untuk dapat Mencintai-Mu dan terang Marifat-Mu). Kemudian selalu berpikir, merenung serta tafakur, dan mengobsesrvasi ciptaan Allah dari alam mikro cosmos sampai alam makro cosmos. Dengan berharap memeroleh ilmu yang akan dapat mengantarkan jati diri manusia pada tingkat martabat mulia menjadi manusia mukmin sejati, berilmu shahih yang berfikir ilmiah dan beramal sholeh untuk meraih sukses mengarungi bahtera kehidupan. Keseimbangan konstruktif berfungsi sebagai daya tarik samawi (mental-spiritual) dan daya dorong ardhi (fisik-material). Ketimpangan dzikir dan pikir akan melahirkan instabilitas dalam kehidupan (QS.An-Nahl 97). Qolbu yang hanya tunduk kepada Allah SWT yang maha mengetahui segala yang ghaib serta misteri dalam kehidupan, akal sehat tertuju kepada Allah SWT yang maha mengetahui segala yang nyata (Asy-Syahadah) tampak dalam kehidupan. Tubuh yang kuat dalam melaksanakan seluruh perintah Allah yang maha Asy-Syakur atau bersyukur. Sebagai realisasi dari hablum-minannas dan hablum-minnallah sehingga Allah selalu mengingat dan membalas kebaikan menjadikan hamba yang pandai bersyukur. (QS. Ibrahim: 7)
7Fitrah SosialAl Qur’an menyatakan manusia adalah ummat yang satu. (QS. Al-Baqarah 213), dan dijadikan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal atau At-Taaruf. (QS.49:13). Dengan keimanan, manusia dilarang saling memperolok satu dengan yang lain, karena kemuliaan itu sesungguhnya hanya di sisi Allah SWT. Dalam beramal sholeh bagi orang bertaqwa, harus dilandasi dzikir dan ilmu pikir ilmiah-amaliah serta saling tolong-menolong dalam kebaikan, bukan membantu dalam berbuat dosa dan permusuhan (QS. Al-Maidah: 2).
8. Fitrah Susila (Akhlak). Akhlak menunjukkan sejumlah sifat tabiat yang fitri (asli) pada manusia dan sejumlah sifat yang diusahakan hingga seolah-olah menjadi fitrah. Dua bentuk akhlak yaitu ada yang bersifat basyariyyah (kejiwaan) dan bersifat jhohiriyyah yang terwujud dalam perilaku. Ada pun menurut Islam, ada sejumlah prinsip (mabda) dan nilai yang mengatur perilaku seorang manusia yang dibatasi oleh wahyu untuk mengatur kehidupan manusia dan menetapkan pedoman baginya. Menurut hadits "Bagi tiap-tiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah malu atau al-haya". Demi merealisasikan tujuan dan kebenarannya di muka Bumi, dengan beribadah kepada Allah SWT untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
9. Fitrah Harga Diri. Al Qur’an memerintahkan agar manusia memelihara dan memertahankan harga diri serta ketinggian  martabatnya di sisi Allah SWT. Karena Dia telah menciptakan manusia dan membuat ‘ikatan perjanjian sakral’ dalam bentuk yang terbaik, sebaik-baiknya acuan. Ruh-Qudsie, jiwa hanief dan agama fitri yaitu "Laqad khalaqnal insana fi ahsani taqwim”. Dengan kehendak atau iradah Allah yang  kuasa menyempurnakan kemanusiaan dengan pendekatan diri kepada Allah bahwa tempat kebenaran di sisi Allah Raja yang menentukan (fi maq'adin Malikin Muqtadir). Dan di alam Lahut menuju tempat yang paling rendah (Asfala-safilin) yaitu ruh-jasmani di alam mulki atau Bumi (Tsumma radadnahu asfala safilin)". Maka tertutuplah Ruh Qudsie atau jiwa hanief dengan dosa (rona titik hitam dalam qolbu) dan terjadi penyimpangan perilaku di alam dunia karena dua ‘keping mata uang’ yang dominan dan inheren yaitu adanya hawa nafsu dan setan. Bila fondasi nilai spiritual telah rapuh menyebabkan hawa nafsu tidak terkendali dan setan telah menguasai kehidupan manusia menjadikan manusia lupa dari mengingat Allah (Dzikirullah).
10. Fitrah Seni. Al Qur,an menganjurkan agar berlomba - lomba dalam hal kebaikan (QS. Al-Baqarah 148). Allah mengutus para Nabi dengan kebajikan dan ada ungkapan "Allah itu indah, Dia menyukai keindahan" (Al-Hadits). Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk memakai perhiasan yang indah setiap kali ke masjid. (QS. Al-A'raf 131), dan Ia juga menganjurkan kepada hamba-Nya untuk selalu membaca kalam-Nya dengan suara bacaan yang baik dan indah. (QS. Al-Muzammil, 4). Al Islam dan Al Qur’an mengungkapkan fitrah manusia selaras dengan fitrah agama Islam sebagai agama yang mutlak kebenarannya. Untuk memahami sistem yang benar, maka dituntut ‘keserasian yang benar’, karena hal tersebut merupakan tanda keberagamaan yang benar pula. Adapun fitrah kesucian merupakan himpunan dan akumulasi dari tiga anasir, yakni Benar, Baik dan Indah, sehingga seorang hamba Allah sebagai penyembah atau pengabdi  selalu berada dalam fitrah Allah, diikuti  dengan perilaku yang benar – benar baik dan indah. Bahkan lewat kesucian jiwa akan bisa memandang segalanya dengan pandangan yang positif dan selalu berusaha mencari sisi-sisi yang baik, benar dan indah. Dengan mencari yang benar, maka akan menghasilkan ilmu. Untuk pencarian yang baik, maka akan menghasilkan etika. Sedangkan untuk mencari yang indah, maka akan menghasilkan estetika dan seni. Dengan pandangan demikian maka ia akan menutup mata terhadap kesalahan, kejelekan dan keburukan orang lain.  Kalaupun itu terlihat, maka ia akan selalu mencari nilai-nilai positif dalam sikap negatif tersebut. Kalaupun itu tak ditemukannya, ia akan memberinya maaf bahkan berbuat baik kepada yang melakukan kesalahan.

            Dalam konsep Islam, ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang bermanfaat, baik bagi kehidupan di Dunia maupun kehidupan di Akherat kelak, bersifat fisik (jasmani) dan metafisik (batin-ruhani), yang tersimpan dalam Al Qur’an dan Sunnah-nya. Juga yang terhimpun di dalam Jagat Raya atau Alam Semesta ini beserta isinya, yang terus-menerus manusia merisetnya untuk menemukan dan mencari bukti-bukti konkrit akan kebenarannya. Islam itu bersifat ilmiah (masuk akal) dan amaliah (mengerjakan amal / taat akan perintah Allah sehingga Allah sendirilah yang mencerdikkannya dengan ilmu laduni). Dalam QS. Al Baqarah: 28 yang berbunyi “Kaifa takfuruuna billaahi wa kuntum amwaatan fa ahyaakum tsumma yumiitukum tsumma yuhyiikum tsumma ilaihi turja’uun” yang artinya : “Mengapa kamu ingkar kepada Allah padahal dahulunya kamu mati lalu Allah menghidupkan kamu kemudian Dia mematikan kamu kemudian Dia menghidupkan kamu kembali, lalu kepada Nya kamu kamu dikembalikan ?”. Dan sesungguhnya ruhani (ruh / arwah) itu tidaklah mati dan yang mati itu adalah yang bersifat dhahir atau fisik (jasmani) manusia, yakni dapat membusuk, lalu dimakan ulat dan cacing serta pada akhirnya menjadi tanah kembali. Kehidupan ruhani tersebut dalam firman Allah SWT: QS. Al Baqarah: 154 yang berbunyi “Wa laa taquuluu li may yuqtalu fii sabiilillaahi amwaaatum bal ahyaa-aw walaakil laa tasy’uruun” yang artinya: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka) itu mati; bahkan mereka itu (sebenarnya) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”.
            Pada umumnya bila batas hidup manusia di dunia telah selesai, maka kita menyebutnya “telah berpulang ke-Rahmattullah” atau kembali “ke-sisi Allah SWT”, dan pada akhirnya orang (kita) yang ditinggalkan di dunia ini biasa mendo’a semoga “arwah-nya atau ruh-nya (yang meninggal) dapat diterima disisi-Nya (Allah)”.  Jika ruhnya atau arwahnya (yang meninggal) tersebut tidak diterima disisi-Nya (Allah), tentu akan menjadi pertanyaan yakni kemana perginya ruh tersebut? Umumnya ruh (arwah) dimaksud akan “bergentayangan” diantara langit dan bumi dan tidak sampai kepada-Nya (Allah), apalagi selama hidup orang tersebut tidak pernah ber-shalawat, sehingga do’anya selama hidup tergantung diawang-awang antara langit dan bumi, hal tersebut dalam hadits disebutkan: yang artinya: “Dari Umar Ibnu Khaththab, Ia berkata: “Sesungguhnya do’a itu terhenti diantara langit dan bumi, sedikit pun tidak bisa naik, sehingga engkau bershalawat akan Nabi-mu. Do’amu tidak akan dikabulkan tanpa shalawat atas Rasululullah, do’amu tergantung diawang-awang” (HR. Tirmidzi), dan kalau sudah demikian maka kemudian ruh tersebut “disambar oleh syeitan” dan penyesalan tiada berujung serta arwahnya terus bergentayangan bersama setan turut mengganggu manusia-manusia lainnya terutama yang telah beriman. Pengakuan terhadap Rasulullah SAW dan bershalawat kepadanya memang penting dan diperlukan. Hadits lain menyebutkan “Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa ber-shalawat kepada-Ku satu kali, maka Allah akan bershalawat kepada orang itu sepuluh kali” (HR. Tirmidzi). Pada saat manusia mengalami suatu permasalahan (Istighathah - isti^anah) yang berarti meminta pertolongan ketika kesempitan atau kesulitan (makna lebih umum dan luas), Allah ta^ala berfirman yang maknanya: “Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan sembahyang” (QS al-Baqarah: 45).
            Ajaran Islam tidak mencampurkan antara yang haq dengan yang bathil, firman Allah: ”Dan janganlah kalian mencampuradukkan yang haq dengan yang bathil, dan kalian menutupi yang haq padahal kalian mengetahui” (Qs. Al-Baqarah;42). Melihat luasnya cakupan ajaran Islam, sangat memungkinkan seorang muslim secara individual bisa melaksanakan seluruh ajaran secara kaffah, yaitu maksudnya melaksanakan secara lahir dan batin, tentu saja dengan bimbingan ruhani 

2.1 2   Konsep Sehat dan Sakit
           
Mengenai konsep sehat, ilmu pengetahuan modern, melalui suatu institusi dunia WHO (World Health Oraganization) mengeluarkan pendapat bahwa yang dimaksud dengan sehat adalah suatu kondisi / keadaan yang seimbang antara jasmani dan rohani serta terbebas dari penderitaan dan kecacatan. Oleh sebab itu, apakah bila keadaan seseorang diluar ketentuan itu, dapat dikatakan orang sakit?
            Mengenai konsep sehat dan sakit dalam khasanah Hindu, maka kitab suci Ayur Weda dari Upaveda merupakan sumber utamanya. Diantaranya adalah kitab Susruta Samhita dan Charaka Samhita yang mengambil sumber dari kitab suci Ayur Weda. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa tubuh manusia mengandung tiga elemen yang terdiri dari vayu (vata), pitta, dan kapha yang dikenal dengan istilah tri-dosha. Pada ilmu kedokteran modern dikenal sebagai konsep patologi-humeral (Nala, N., 1993: 33).
            Vayu yang ada dalam tubuh manusia berupa udara, angin, bayu (kekuatan, tenaga). Karena itu vayu ini erat kaitannya dengan alat-alat tubuh yang berfungsi untuk bernafas, mengeluarkan suara, mencerna makanan, kentut, menguap. Juga erat kaitannya dengan alat tubuh berongga, seperti kandung kencing, kandung buah pelir, alat peranakan, dan sebagainya. Semakin lanjut usianya semakin dominan vayu-nya. Demikian pula perubahan waktu dari siang ke malam hari atau sebaliknya, yakni pagi dan sore hari keberadaan vayu pada tubuh manusia meningkat.
            Pitta merupakan api, panas, sinar (aura) yang berada dalam tubuh manusia. Pitta inilah yang menggerakkan jantung, sehingga darah dapat beredar ke seluruh tubuh, karena itu dapat dikatakan pitta memberikan panas pada tubuh. Pitta juga berfungsi mengatur metabolisme tubuh manusia.
            Kapha berupa cairan, air, lendir, larutan yang ada dalam tubuh manusia. Keberadaan kapha dominan pada malam hari. Kapha erat kaitannya dengan alat-alat tubuh yang mengeluarkan air, seperti keringat, kencing, alat sekresi seperti kelenjar, getah pencernaan dan juga darah, cairan empedu, serta cairan tubuh lainnya termasuk cairan otak dan sumsum tulang belakang. Kapha merupakan pengatur keseimbangan cairan tubuh.
            Vayu, pitta, dan kapha berkaitan sekali dengan unsur akasa, matahari dan bulan. Hal inilah yang menyebabkan adanya perubahan komposisi dominan dari ketiganya pada perubahan waktu-waktu tertentu. Misalnya pada malam hari, apalagi bulan purnama, maka unsur kapha dominan, badan kelebihan air, suhu tubuh menurun (dingin). Pada siang hari badan panas karena kelebihan api. Sedangkan pada senja hari, terjadi peningkatan elemen vayu, sehingga tubuh menjadi tidak panas dan juga tidak dingin. Keseimbangan ketiga elemen (tri-dosha) ini di dalam tubuh amat menentukan derajat kesehatan tubuh manusia. Bila keseimbangannya terganggu, maka manusia menjadi sakit. Yang dapat mengganggu keseimbangan tri-dosha adalah unsur asing yang masuk ke dalam tubuh atau unsur yang berada di luar tubuh manusia. Adapun unsur asing ini sering disebut sebagai unsur natural (sekala) dan unsur supra-natural (niskala). Sakit yang ditimbulkan oleh unsur natural (sekala) berupa unsur alami, yang nyata dapat dilihat keberadaannya. Sedangkan penyakit dari unsur supra-natural (niskala) merupakan wujud halus, seperti desti, hantu, leak, dan kekuatan magis hitam lainnya (Nala, N.,1993: 34), yang keberadaannya sulit diketahui dan dibuktikan oleh orang awam.
            Bila tubuh mendapat gangguan yang mengancam keseimbangan tri-dosha, maka unsur-unsur tri-dosha akan mengadakan reaksi terhadap gangguan tersebut. Bila gangguan itu bersifat dingin, maka unsur pitta akan meningkat sehingga panas badan meningkat. Sebaliknya unsur kapha bereaksi terhadap gangguan yang bersifat panas. Sedangkan unsur vayu bereaksi atas gangguan yang bersifat campuran panas-dingin. Bila salah satunya melampaui keseimbangan diluar kemampuan badan mengatasinya, maka diperlukan upaya penetralisirnya untuk mengembalikan keseimbangan tri-dosha.
            Dalam kitab suci Ayur Weda dinyatakan bahwa ada lima cara untuk mengembalikan keseimbangan tri-dosha, yang disebut panca karma, berupa: diet (mengatur makanan dan minuman, termasuk pantangan makan makanan tertentu), diuresis (mengeluarkan air kencing sebanyak mungkin dengan menggunakan ramuan obat tertentu), perspirasi (mengeluarkan keringat baik dengan ramuan obat maupun dengan cara fisik melalui pergerakan otot), sauna (mandi uap, dengan air panas), dan pijat (pemijatan dengan ramuan obat atau tanpa obat) (Nala, N., 1993: 35).  Menurut Ngurah Nala (1993), menyatakan bahwa di India terdapat pula cara pengobatan Unani (Yunani). Prinsip dasar pengobatan ini adalah bahwa didalam tubuh manusia terdapat empat elemen dasar, bukan tiga sebagaimana dalam Ayur Weda (tri-dosha). Keempat elemen tersebut adalah: darah, phlegma, empedu, dan atra-empedu. Keempatnya merupakan cairan yang diidentikkan dengan kekuatan udara, api, air, dan lempung (tanah liat, pertiwi). Seperti halnya tri-dosha, maka keempat elemen ini menyebabkan badan dapat menjadi panas, dingin, panas-dingin, berkabut, kering, dan sebagainya.
            Menurut Kitab Unani ada delapan macam keadaan tubuh, yaitu harr (keadaan panas tinggi), barid (keadaan tubuh yang terlalu dingin), yabis (keadaan tubuh yang terlalu kering), ratb (keadaan tubuh yang terlalu lembab) dan campuran dari keempat keadaan tersebut, seperti harr-yabis (sangat panas dan kering), dan sebagainya. Ada kemungkinan cara pengobatan Unani ini diperkenalkan di India setelah melalui jazirah Arab, sehingga bercampur dengan cara pengobatan Arab. Hal ini dapat dicermati dari istilah-istilah yang digunakan kebanyakan berasal dari bahasa arab. Dalam Islam disebut: Yang artinya: “Al Qur’an ini kami turunkan untuk obat segala macam penyakit (bagi orang yang beriman/percaya) dan rahmat / petunjuk bagi orang mukmin” (QS. Al Israa: 52). Misalnya untuk suhu tubuh normal (netral) disebut mu’tadil tibbi, sedangkan suhu tubuh ideal disebut mu’tadil fardt. Diperkirakan terjadinya percampuran Yunani-Arab-India ini terjadi sekitar abad 18 Masehi. Ada pula yang memperkirakan lebih awal dari abad itu, mungkin pada waktu penyebaran agama Islam ke Timur dan memasuki India.
            Pemanfaatan dunia pengobatan Islam dengan terapi metafisika yakni menggunakan energi teknologi Al-Qur’an, telah dilakukan di Indonesia oleh Prof. DR. H. Kadirun Yahya MA., M.Sc sejak tahun 1937 yang digabung dengan Naturopathie telah digali sejak perang Dunia II (Kadirun Yahya, 1989: 2), untuk dieet, Dietary, kanker, penyakit narkotika, leukemia, alkoholik, AIDS, dll. Kruidengeneeskunde dan pengomabatan tradisional ini yang telah diseminarkan oleh Dunia International di Bali pada tahun 1986 (Kadirun Yahya, 1989:3). Semuanya berdasar “ Scientifical base“ yang bersifat “general“ menghendel seluruh penyakit dasar dengan menghidupkan “living-power“ dari individu si pasien itu sendiri secara keseluruhan, sehingga mampu menghadapi kuman dan virus, penyakit yang pathogen maupun yang laten, didukung energi yang aktif yang keluar dari enzym-enzym tertentu yang murni secara optimal, juga dengan makanan alamiah nabati baik yang mentah maupun yang dimasak. Nabi Muhammad bersabda“ Lazimkanlah memakai dua macam obat yaitu Al Qur’an dan Madu“ (Al Hadist)  Sebagai pukulan dan usaha terakhir terhadap segala macam penyakit yang membandel, dilakukan dengan energi ultrasonoor yang mempunyai amplitudo tak terhingga dari ayat-ayat Al Qur’an yang disalurkan dengan metodologi tertentu yang terdapat dalam ilmu “ Metafisika Tasuf Islam“, seperti Ucapan Nabi Muhammad: “ Tidak memberi mudharat antara bumi dan langit bagi orang yang beserta dengan nama Allah“. Sampai saat ini masih banyak orang Islam sendiri belum menyadari tentang kedahsyatan teknologi Al Qur’an, karena tersembunyi dalam ilmu Tarekat Islam sebagai metodenya atau bahasa Arabnya disebut “Atthariq“.
            Pengaruh ajaran pengobatan dari satu bangsa ke bangsa lainnya bukanlah suatu hal yang aneh. Memang dari dulu sudah diketahui bahwa setiap suku bangsa memiliki cara pengobatan tersendiri. Kemudian karena terjadinya hubungan satu dengan lainnya, mungkin melalui perdagangan, pengetahuan mereka saling tukar, sehingga terjalin perpaduan yang harmonis. Terlebih-lebih lagi untuk abad sekarang ini, diamana hampir seluruh penjuru dunia telah dijelajahi manusia. Tentunya dengan sarana dan teknologi yang ada saat ini perpaduan pengobatan ini dapat lebih ditingkatkan, sehingga mampu mengatasi berbagai penyakit jenis baru yang bermunculan disekitar kita.

2.1.3 Tentang Balian (Dukun) dan Usada                                                                                              
           
            Istilah Balian hanya berlaku di Bali, sedangkan untuk makna yang sama dikenal istilah Dukun, atau di Cina disebut Shinshe dan Arab / India disebut Tabib. Balian adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk mengobati orang sakit.
            Secara etimologis dapat ditafsirkan bahwa balian berasal dari kata bali (bahasa Jawa=pulang) yang berarti mengembalikan dan an merupakan akhiran untuk kata sifat. Balian berarti orang yang mempunyai kemampuan untuk mengembalikan keadaan seseorang, dari sakit dikembalikan menjadi tidak sakit. Ada juga pemahaman balian berasal dari kata bali + an (berarti banten/sesajen/upacara), karena ketika melakukan penanganan orang sakit selalu disertai dengan banten/sesajen. Yang digunakan sebagai sarana menghubungkan diri dengan Tuhan, atau yang memberikan taksu, sehingga diberikan petunjuk mengenai bagaimana menyembuhkan penyakit pasiennya. Dengan demikian upaya penyembuhannya selain dengan obat-obatan, juga secara niskala (spiritual).  Menurut Ngurah Nala (1993: 133), Balian dibagi atas dua kelompok besar, yakni:
1.  Berdasarkan Tujuannya dikenal dua macam balian, yaitu: Balian Penengen  dan Balian Pengiwa.
2.  Berdasarkan perolehan keahliannya, balian terdiri atas empat kelompok, yaitu : a. Balian Ketakson b. Balian Kapican c. Balian Usada d. Balian Campuran.

1.a) Balian Penengen: Istilah penengen merupakan pasangan dari pengiwa. Sesuai  dengan konsep rwa-bhineda, hal yang bertentangan dan selalu ada berdampingan dalam kehidupan ini. Penengen berasal dari kata tengen, artinya kanan. Sedangkan pengiwa, berasal kata kiwa, artinya kiri. Sehingga pengertian penengen adalah perbuatan yang berpihak pada kanan yang berkonotasi pada pengertian kebajikan, kebaikan. Sebaliknya untuk istilah pengiwa, adalah perbuatan negatif atau jahat.  Balian Penengen adalah balian yang tujuannya mengobati orang yang sakit sehingga sembuh. Dalam melaksanakan tugasnya, balian ini tidak membedakan-bedakan status orang (baik, jahat, kaya, atau miskin), semua dilayani sesuai dengan penyakit yang dideritanya. Balian tipe ini bersifat ramah, terbuka, penuh wibawa, dan suka menolong.

1.b) Balian Pengiwa: Balian Pengiwa memiliki dasar pengetahuan yang hampir sama dengan Balian Penengen. Hanya tujuannya yang berbeda, yakni membuat orang sakit sampai mati. Balian seperti ini sering disebut sebagai Balian Aji Wegig (Nala, N., 1993: 114).

2.a) Balian Ketakson: Balian Ketakson (ke+taksu+an) mendapatkan keahlian melalui taksu. Yang dimaksud dengan taksu adalah kekuatan gaib yang masuk ke dalam diri seseorang dan mempengaruhi orang tersebut, baik cara berpikir, berbicara, maupun tingkah lakunya. Karena kemasukan taksu inilah si Balian mempunyai kemampuan mengobati orang sakit. Balian Ketakson berfungsi sebagai mediator, penghubung dengan si sakit. Oleh sebab itu, biasanya setelah lepas taksunya (sadar) si Balian tidak tahu apa yang telah disampaikannya.

2.b) Balian Kapican: Balian Kapian adalah orang yang mendapat benda bertuah dan dapat diperguanakan untuk menyembuhkan orang sakit. Benda bertuah ini desebut pica, yakni diberikan secara gaib. Benda pica ini dapat berupa keris kecil, batu permata, tulang, gigi, besi, atau logam lainnya. Bermacam lakon yang terjadi ketika orang mendapat pica. Ada melalui mimpi, ketika sembahyang di suatu pura, ada pula orang asing yang datang membawakan benda itu kemudian menghilang. Cara pengobatannya biasanya dilakukan dengan cara menempelkan benda tersebut, merendamnya dalam air kemudian air tersebut diminumkan, atau dibasuhkan, dicampurkan boreh dan sebagainya.

2.c) Balian Usada: Yang disebut dengan Balian Usada adalah seseorang yang dengan sadar belajar tentang ilmu pengobatan, baik melalui guru waktera, belajar pada seorang Balian yang telah mahir dalam ilmu pengobatan maupun belajar sendiri melalui lontar usada. Karena untuk menjadi Balian tipe ini melalui proses belajar, maka orang Barat menyebut balian jenis ini dengan julukan dokter Bali. Sebagaimana telah disebutkan bahwa hanya Balian Usada yang dapat disebut sebagai dokter Bali, karena telah melalui proses pembelajaran dan praktek dibawah pengawasan gurunya. Pertanyaannya adalah apakah semua orang bisa menjadi Balian Usada? Bagaimanakah proses atau dengan cara bagaimana hal tersebut dapat dicapai, dan berapa lama? Inti dari semua pertanyaan tersebut adalah apakah atau dapatkah Balian Usada dikatakan sebagai ilmu? Dalam khasanah Hindu untuk berpengetahuan yang benar (Jnani) dapat diperoleh dengan tiga cara yang disebut tri-pramana. Yakni anumana-pramana, pratyaksa-pramana, dan agama-pramana. Inilah dasar berpikir ilmiah menurut Hindu. Orang yang mengetahui hakekat sesuatu (terutama mengenai Ketuhanan) setelah melalui tri-pramana disebut sebagai Jnani (orang bijak, cendekiawan). Anumana-pramana adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menganalisa hukum sebab-akibat. Misalnya, api akan selalu berasap karena asap merupakan hasil dari proses pembakaran. Sehingga logis bila dikatakan dimana ada asap disana pasti ada api. Pratyaksa-pramana adalah pengetahuan yang diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung (uji-coba). Misalnya, mengapa orang mengatakan bahwa cabai itu pedas. Kemudian dengan memakan cabai barulah dapat diketahui bagaimanakah rasa pedas itu, bahkan mungkin akan bertambah pengetahuannya dengan mengetahui tingkat kepedasan masing-masing jenis cabai. Agama-pramana adalah pengetahuan yang diperoleh dari tuntunan para ahli (langsung maupun tak langsung). Melalui karya-karya para pakar dibidangya  memperoleh pengetahuan yang dikehendaki. Dengan cara agama-pramana mengetahui sesuatu tanpa melalui proses anumana dan pratyaksa pramana, kecuali dikehendaki untuk membuktikan sendiri, untuk mendapatkan pengalaman langsung.

2.d) Balian Campuran: Di Bali tidak ada sebutan atau istilah Balian Campuran. Namun sebagian besar Balian di Bali mengalami proses tersebut. Yang dimaksud dengan campuran disini adalah ketika seseorang mendapatkan taksu atau pica, mereka akan berusaha dan belajar dari pengalamannya. Kemudian dari pengalaman tersebut ditambah pengetahuan dari lontar usada, maka semakin lengkap dan terjagalah kemampuannya.

 3. PERDUKUNAN DITINJAU DARI EPISTEMOLOGI                                                                  

            Untuk menjadikan Balian Usada, pengobatan alternatif atau praktek perdukunan ini sebagai suatu profesi yang diakui sebagai ilmu dan sejajar dengan profesi lainnya, maka harus bisa di ajarkan dan harus ada guru yang mengajarkannya atau ada kurikulumnya, diperlukan sebagai suatu tatanan dan metoda yang terstruktur dalam suatu institusi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan keilmuannya. Yakni dialokasikan dalam suatu institusi pendidikan (Universitas / Institut) dengan kurikulum tertentu.  Sebagai suatu gagasan, penulis ingin mengusulkan susunan kurikulum Balian Usada , Pengobatan Alternatif, ilmu ketabiban ilmu perdukunan yang dipadukan dengan ilmu pengetahuan, agama dan teknologi pengobatan modern yang terbagi dalam tiga bagian besar (pokok) yang harus dilalui sebelum dinyatakan sebagai seorang ilmuwan khusus Balian Usada atau Pengobat Alternatif atau Ahli Perdukunan atau sebagai Tabib yang setara dengan S1 dengan menempuh sebanyak minimal 140 sampai 60 satuan kredit semester (SKS), SKS masing-masing mata kuliah disesuaikan dengan lamanya waktu belajar dan kepentingannya dan disetarakan dengan jenjang ke-sarjanaan S1, yakni ditempuh dalam 8 semester kuliah dengan Mata Kuliah Keahlian / Profesi (MKK), ditambah MKDK sebagai penunjang dasar keahlian dan MKDU sebagai mata kuliah dasar umum yang dipersyaratkan oleh Perguruan Tinggi serta mata kuliah yang bersifat riset dan ilmiah.  Berikut ini penjabarannya:  1) MKK:  Pengetahuan Pengobatan Tradisional, Pengetahuan Pengobatan modern, Ilmu Urai Tubuh Manusia (faal), Teknologi Teraphie dan Perawatan Sederhana, Praktek Perdukunan / Ketabiban / Balian Usada, Seminar, Kerja Lapangan, Skripsi dan Tugas Akhir.  2) MKDK:  Pijat Refleksi, Akupuntur, Pemahaman Dunia Paranormal / Supranatural / Metafisika Islam, Kekuatan Do’a, Jiwa dan Taksu, Komunikasi Ruhani (agama-agama), Yoga / Dzikir / Konsentrasi, Tumbuh-tumbuhan Obat, Binatang Untuk Pengobatan, Peramalan, Komputer, Riset, Bahasa Kuno (pilihan: Jawa Kuno, Kawi, Bali, Arab, Mandarin dan Sansekerta), Rajah dan Garis Tangan dll. 3) MKDU: Agama (pilihan: Islam, Hindu, Kristen/Katolik, Konghucu) Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Kewiraan/Kewarganegaraan, Pancasila, Olah Raga, Filsafat, Ilmu Kebudayaan, Etika dan lainnya.
.
4.  PERDUKUNAN DITINJAU DARI AKSIOLOGI                                                                          
           
            Teknologi komunikasi, seperti pengenalan komputer juga diperlukan sebagai salah satu alat komunikasi dan dokumentasi yang canggih. Banyak manfaat yang akan diperoleh seorang Balian Usada / Tabib / Dukun dengan menguasai teknologi komunikasi ini. Selain berfungsi sebagai pengolah data, komputer juga mempunyai fasilitas internet. Dengan fasilitas ini seorang Balian Usada / Tabib / Dukun  dapat melakukan pertukaran informasi, pemutakhiran data. Juga dengan melalui internet Balian Usada / Tabib / Dukun dapat berkenalan dengan para pengobat tradisional / alternatif dari seluruh penjuru dunia. Praktek perdukunan dan pengobatan alternatif ini sudah bukan sesuatu yang baru dan asing lagi, sudah menjadi bagian dari intertiner pertunjukan di TV, Radio dan media massa koran, majalah dan lainnya. Baik untuk penyembuhan segala penyakit maupun untuk memperoleh kejayaan hidup, peramalan nasib dan perjodohan. Sehingga layak untuk dipelajari atau dipraktekkan dan di reset kebenarannya dilihat dari berbagai aspek kehidupan dan agama serta kepercayaan yang ada.

5.   PENUTUP
  
            Dengan demikian  Balian Usada / Perdukunan / Ketabiban merupakan suatu ilmu, karena ada dalam kenyataan sehari-hari, ada pelakunya dan bisa diajarkan atau ada gurunya, serta ada peminatnya dan ada perkembangannya yang dapat dilihat pada media massa elektronik atau pun cetak.  Balian Usada dapat dikatakan merupakan suatu ilmu pengetahuan. Karena untuk mempelajarinya seseorang hendaknya berguru waktra sebagaimana dituturkan dalam lontar Bodha Kecapi, Usada Kalimosada, dan Usada Sari (Nala, N., 1993: 119).  Masalahnya adalah bagaimana menjadikan Balian Usada ini sebagai suatu profesi yang diakui dan dapat disejajarkan dengan bidang-bidang ilmu pengetahuan lainnya. Karena dalam kenyataanya, seringkali seorang Balian tidak mau dirinya disebut sebagai Balian. Entah maksudnya itu merendah, biasanya mereka menyatakan dirinya bukan Balian, hanya sekedar berupaya membantu orang yang memerlukan pertolongannya. Ataukah karena sebutan balian bukan oleh pelaku sendiri, namun orang lain yang menyebutnya demikian. Hal ini sesuai dengan petuah atau kebajikan tradisi sebagaimana sering dinyanyikan dalam lagu “Ede ngaden awak bisa“ yang artinya menyatakan bahwa: “Janganlah merasa diri bisa, biarkan orang lain yang mengatakannya“. Juga dalam Islam yang Nabi Muhamad berkata: yang artinya:  “Islam adalah Ilmiah dan Amaliah” (Hadist Riwayat Imam Bukhari), demikian juga dengan metode pengobatannya yang bersifat fisik dan metafisik. Metafisika di Indonesia berkembang dari kehidupan sosial-budaya dan agama serta aliran kepercayaan/kebatinan dengan fenomena cukup beragam.  Semuanya dapat diperoleh dengan latihan-latihan tertentu, dimana alam metafisik atau alam gaib itu dapat merasuk ke dalam tubuh yang terdiri dari unsur jasmaniah, unsur akal dan unsur rohaniah. Ada yang diperoleh kemampuan supranatural dengan latihan kejiwaan seperti meditasi, puasa, dan lainnya. Gejala-gejala / fenomena metafisik yang dijumpai dalam ilmu tasauf Islam secara lahiriah terlihat sama saja dengan gejala metafisika dari Barat/Timur atau Perdukunan, tetapi sumbernya dan prinsipnya berbeda. Kalau Tasauf Islam jelas sumbernya dari Al Qur’an dan Al Hadist, sedangkan perdukunan sumbernya bisa bermacam-macam, dari puasa, meditasi, bertapa di Gunung Kawi, Laut Kidul, atau datang sendiri (Tiban) serta adanya barang-barang gaib seperti keris, permata dan sebagainya. Sukar untuk membedakan antara yang benar dan yang batal karena sama-sama mujarab atau dapat menunjukkan dan menyembuhkan segala penyakit. Seperti sulitnya membedakan antara anak hasil Nikah (benar menurut agama) dan anak hasil Zinah (salah menurut agama/suruhan setan/iblis), sehingga kelihatannya hampir sama.


PUSTAKA

Agus MU, 2010, Islam Kaffah, Kajian Tasawuf dan Tarekat, Unud Press dan FSRD ISI Dps, Denpasar
Kadirun Yahya, 1989, Penerapan Energi Dalam Teknologi Al Qur’an Untuk Penanggulangan, Penyembuhan Pengidap Penyakit Narkotika, Kanker, Leukemia, Alkoholik, Aids, Dll, Didukung oleh Therapie Naturopathie dan Dietary, Makalah Seminar International “Penerapan Energi Al Qur’an”, Unpab, Medan
Kadirun Yahya, 1985, Pandangan Metafisika Barat dan Timur serta Tasauf Islam, LIMTI, Medan
Miriam Budiardjo, 1985, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan IX, PT. Gramedia,  Jakarta     
Ngurah Nala, 1993, Usada Bali,  Cetakan II, PT. Upada Sastra, Denpasar
Rai Bahadur, SCV.; I W Maswinara,  2000, Siva Samhita, Cetakan I, Paramita, Surabaya
Sunan Ibni Majah hal.1443 Jilid II.
Matnul Bukhari hal.179 Jilid I
Sunan Al Kubra, lil Imam Al Baihaqi hal. 352 Jilid III. 

1 komentar:

  1. KISAH CERITA AYAH SAYA SEMBUH BERKAT BANTUAN ABAH HJ MALIK IBRAHIM

    Assalamualaikum saya atas nama Rany anak dari bapak Bambang saya ingin berbagi cerita masalah penyakit yang di derita ayah saya, ayah saya sudah 5 tahun menderita penyakit aneh yang tidak masuk akal, bahkan ayah saya tidak aktif kerja selama 5 tahun gara gara penyakit yang di deritanya, singkat cerita suatu hari waktu itu saya bermain di rmh temen saya dan kebetulan saya ada waktu itu di saat proses pengobatan ibu temen saya lewat HP , percaya nda percaya subahana lah di hari itu juga mama temen saya langsung berjalan yang dulu'nya cuma duduk di kursi rodah selama 3 tahun,singkat cerita semua orang yang waktu itu menyaksikan pengobatan bapak kyai hj Malik lewat ponsel, betul betul kaget karena mama temen saya langsung berjalan setelah di sampaikan kepada hj Malik untuk berjalan,subahanallah, dan saya juga memberanikan diri meminta no hp bapak kyai hj malik, dan sesampainya saya di rmh saya juga memberanikan diri untuk menghubungi kyai hj Malik dan menyampaikan penyakit yang di derita ayah saya, dan setelah saya melakukan apa yang di perintahkan sama BPK kyai hj Malik, 1 jam kemudian Alhamdulillah bapak saya juga langsung sembuh dari penyakitnya lewat doa bapak kyai hj Malik kepada Allah subahanallah wataala ,Alhamdulillah berkat bantuan bpk ustad kyai hj Malik sekarang ayah saya sudah sembuh dari penyakit yang di deritanya selama 5 tahun, bagi saudara/i yang mau di bantu penyembuhan masalah penyakit gaib non gaib anda bisa konsultasi langsung kepada bapak kyai hj Malik no hp WA beliau 0823-5240-6469 semoga lewat bantuan beliau anda bisa terbebas dari penyakit anda. Terima kasih

    BalasHapus