Jurnal 'Prabangkara' ISSN 1412-0380 No. 13(16):83-108 Th. 2010
PERDUKUNAN DITINJAU DARI FILSAFAT ILMU DAN
SUDUT PANDANG AGAMA SERTA BUDAYA
Oleh
Agus Mulyadi Utomo
Hidup dan Seni.goesmul.blogspot.com / Filsafat dan Budaya
goesmul@gmail.con
Abstrak
Teknologi
menunjukkan perkembangan ilmu pengetahuan dan berdampak pada pola perilaku
hidup manusia. Realitasnya banyak orang yang ternyata berkeinginan serba
“cepat”, “mudah”, dan “murah” dalam segala hal adalah keniscayaan. Namun
demikian ternyata ”kemudahan” dan bahkan “kemewahan atau kemegahan” yang
ditawarkan teknologi tidak selalu bisa dinikmati atau menghasilkan kenyamanan,
keamanan, dan kesehatan, terutama adanya hambatan dalam mengadopsi IPTEKS baru
tersebut seperti agama, adat-budaya, psikologis atau pola hidup kebiasaan
tertentu pada sekelompok masyarakat.
Balian Usada /
Perdukunan / Ketabiban merupakan suatu ilmu, karena ada dalam kenyataan
sehari-hari, yakni ada pelakunya dan bisa diajarkan atau ada gurunya, serta ada
peminatnya dan ada perkembangannya. Dalam kepercayaan Hindu, seseorang balian berguru waktra sebagaimana dituturkan dalam lontar Bodha Kecapi, Usada Kalimosada, dan Usada Sari. Dalam Islam, Nabi Muhamad SAW berkata yang artinya: “Islam
adalah Ilmiah dan Amaliah” (HR.Imam
Bukhari), demikian juga dengan metode pengobatannya yang bersifat fisik dan
metafisik. Metafisika (ilmu gaib) di
Indonesia berkembang dari kehidupan sosial-budaya dan agama serta aliran
kepercayaan (kebatinan) dengan fenomena cukup beragam. Semuanya diperoleh dengan latihan-latihan
tertentu, dimana alam metafisik atau alam gaib itu dapat merasuk ke dalam tubuh
yang terdiri dari unsur jasmaniah, unsur akal dan unsur ruhaniah.
Islam jelas sumbernya dari Al Qur’an dan Al Hadist, sedangkan perdukunan sumbernya bisa bermacam-macam, dari
puasa, meditasi, bertapa atau datang sendiri (tiban) serta adanya barang-barang gaib seperti keris, permata dan
sebagainya. Sukar untuk membedakan antara yang benar dan yang batal karena
sama-sama mujarab atau dapat menunjukkan dan menyembuhkan segala penyakit.
Seperti sulitnya membedakan antara anak hasil Nikah (benar menurut agama) dan anak hasil Zinah (salah menurut agama/suruhan setan/iblis), sehingga
kelihatannya hampir sama.
Abstract
Shows the development of science technology
and impact on the behavior patterns of human life. The
reality many people who turned out to wish all a "quick",
"easy", and "cheap" in all things is inevitable. However, apparently "easy" and
even "luxury or grandeur" that offered technology can not always be
enjoyed or result in comfort, safety, and health, particularly the existence of
obstacles in adopting the new science and technology telecommunication such as
religion, customs, cultural, psychological or a certain lifestyle habits on a segment of society. Balian Usada / shamanism /
Ketabiban is a science, because there is the daily reality, that there are
perpetrators and there could be taught or the teacher, as well as interested
persons and there is no progress. Hindu belief, one healers learn waktra as
narrated in palmyra Bodha Kecapi, Usada Kalimosada, and Usada Sari. In Islam, Prophet Muhammad SAW said what
means: "Islam is the Scientific and Amaliah" (Imam Bukhari Hadith
History), as well as the treatment method, has physical and metaphysical. Metaphysics (witchcraft) in Indonesia is
evolving from the socio-cultural life and religion and cult / psychotherapy
with a variety of phenomena. Everything is obtained with certain
exercises, where the metaphysical or the supernatural nature that can penetrate
into the body which consists of physical elements, common elements and
spiritual elements.Islam clearly the source of
the Qur'an and Al-Hadith, while shamanism source can vary, from fasting,
meditation, an ascetic or come alone (tiban) and presence of occult items such
as kris, gems and so forth. Difficult to distinguish between right and
who canceled because both efficacious or can demonstrate and to cure diseases. Such as the difficulty of distinguishing
between the child of a Marriage (true religion) and child of adultery (one
based on religion / messengers of Satan / Devil), so it seems almost the same.
I. PENDAHULUAN
Perkembangan Ilmu
Pengetahuan, Teknologi dan Seni dewasa ini telah mengalami kemajuan yang
demikian pesat. Sehingga masa kini disebut pula sebagai abad modern dan era
global atau abad keterbukaan akibat kemajuan teknologi informasi.
Hasil-hasil
teknologi yang menunjukkan perkembangan tersebut ternyata berdampak pada pola
perilaku hidup manusia. Banyak orang yang yang ternyata berkeinginan serba
“cepat”, “mudah”, dan “murah” dalam segala hal adalah keniscayaan. Namun
demikian ternyata ”kemudahan” dan “kemewahan / kemegahan” yang ditawarkan tersebut
tidak selalu bisa dinikmati atau menghasilkan kenyamanan, keamanan, dan
kesehatan, terutama adanya hambatan dalam mengadopsi IPTEKS baru tersebut
seperti adat-budaya, psikologis atau pola hidup kebiasaan tertentu pada sekelompok
masyarakat.
Ditinjau dari
aspek limbah teknologi, baik berupa sisa material proses pabrikasi, yang dapat
dilihat secara kasat mata, maupun dampak operasionalnya yang bisa menimbulkan
gelombang-gelombang frekuensi tinggi sehingga dapat menggangu navigasi penerbangan dan bioritmik pemakainya, serta makhluk
hidup lain disekitarnya.
Perubahan pola
perilaku manusia sebagai dampak dari kemajuan teknologi cukup signifikan.
Manusia kini sibuk dengan dirinya sendiri (individual) dan teknologi telah
menjadi “mainan”, yang digandrungi dari anak-anak hingga orang tua. Interaksi
sosial yang dulu intens dilakukan secara langsung dan total dimana seolah ada suatu
ikatan emosional didalamnya terutama pada area publik. Kini sebagaian besar
nilai-nilai telah bergeser menjadi area tertutup (privat) dan bersifat parsial
serta bersifat profit oriented. Hal
ini dimungkinkan dengan adanya teknologi komunikasi, diantaranya adalah internet, handphone selular, dan
lainnya.
Dengan latar
belakang tersebut, tanpa terasa manusia telah menghadirkan berbagai masalah agama,
sosial-budaya dan penyakit, dimana tidak semua orang mampu mengatasinya.
Permasalahan tersebut pada akhir-akhir ini barulah disadari, sehingga para
pakar mulailah memikirkan bagaimana dapat me-reduksi dampak negatif, lalu
bagaimana mengendalikan, serta bagaimana cara menanggulangi masalah yang
ditimbulkan oleh “penyakit teknologi” tersebut di atas. Maka pelulis mulai
mencoba membahas ilmu perdukunan ditinjau dari sudut pandang filsafat Ilmu dan
berbagai disiplin ilmu, terutama sudut pandang keagamaan dan budaya untuk
melakukan riset serta menggali kembali pustaka-pustaka lama, nilai-nilai
kebajikan lokal yang tersirat di dalamnya, dengan harapan adalah untuk
mendapatkan jawaban atas “penyakit IPTEKS” yang ada sekarang.
Pada keadaan atau
situasi global yang serba instan ini,
masih ada perhatian orang terhadap pengobat tradisional (dukun / balian / tabib) dan obat-obatan
tradisionalnya atau pengobatan alternatif yang mulai mendapat tempat dan
perhatian masyarakat yang agak lebih luas, apalagi sering ditayangkan oleh
media elektronik seperti TV dan radio serta internet. Meskipun para pengobat
atau praktek perdukunan dan obat-obatan tradisional atau pengobatan alternatif
itu sebenarnya tidak pernah pupus, bahkan menjadi usaha terakhir dari pada
pengobatan setelah berobat ke dokter modern dimana penyakit yang diderita bulum
kunjung sembuh. Hanya saja kehadiran praktek perdukunan lebih banyak melekat
dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat pedesaan atau tradisional
dismping karena murah biayanya. Namun demikian kehadiran praktek perdukunan
ditengah masyarakat modern masih menimbulkan pro-kontra. Untuk menjawab apakah
perdukunan itu sebagai ilmu ? Semua itu tentu dapat di jawab dengan Filsafat
Ilmu, dari sudut ontologi, epistemologi dan aksiologi-nya.
2. Pengertian Ilmu
Bakhtiar menyatakan, bahwa
kata ilmu berasal dari bahasa Arab: Alima
yang berarti mengerti, memahami
benar-benar (Bahtiar, 2005:12). Dalam
bahasa Inggris science, dari bahasa
Latin scientia (pengetahuan) dan scire (mengetahui dan belajar).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan, bahwa Ilmu merupakan
pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu
yang dapat digunakan untuk menjelaskan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu (KBBI, 1994: 370).
Kemudian Suriasumantri menjelaskan
bahwa ilmu merupakan salah satu dari buah pikiran manusia, kumpulan pengetahuan
yang mempunyai ciri-ciri tertentu (Suriasumantri 1991: 3, 4). Adapun ciri-ciri pengetahuan ilmiah dipandang
dari filsafat ilmu berfungsi untuk menjelaskan secara logis (masuk akal), meramalkan dan membuktikan kenyataan (hipotesis) serta mengontrol. Semua itu
bertujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan sehari-hari dan digunakan sebagai
penawaran berbagai kemudahan dan sebagai alat manusia untuk memecahkan masalah.
Dengan tinjauan sudut pandang filsafat ilmu sebagai landasan proses lahirnya
atau diakuinya sebuah ilmu, tentu dapat memberikan kerangka dasar, mengarahkan
dan menentukan corak dari keilmuan yang dihasilkan. Untuk menjawab pengobatan
tradisional atau praktek perdukunan sebagai ilmu, maka diperlukan tinjauan
filsafat yang menjelaskan dari sudut tinjauan ontologi (ada & keberadaannya), tinjauan epistemologi (pengetahuan ilmiah, teori-teori pengetahuan,
bermetode / bersistem) dan tinjauan aksiologi
( kelayakan / kepantasan, analisis, tata nilai, ciri khas).
2. 1 Ilmu PERDUKUNAN
Ditinjau dari Ontologi
Kata ontologi berasal dari
perkataan Yunani Ontos: ada , keberadaan. Dan logos:
ilmu tentang, studi. Atau On= being, dan
logos= logic. Jadi Ontologi adalah The theory of being qua being / teori tentang keberadaan sebagai keberadaan (Feldman,1976: 219). Suriasumantri menjelaskan, bahwa ontologi membahas apa yang ingin
diketahui, seberapa jauh keingintahuan,
atau dengan perkataan lain suatu
pengkajian mengenai teori tentang
”ada” (Suriasumantri. 1985:5). Kemudian
Dardiri menjelaskan ontologi adalah penyelidikan
sifat dasar dari apa yang nyata secara
fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori yang logis yang
berlainan (obyek fisis, hal
universal, abstrak) dapat dikatakan ”ada” (Dardiri,1986:17). Dari penjelasan
ini dapat dipahami bahwa ontologi dipandang sebagai teori mengenai
apa yang ”ada”. Dalam konteks dengan ilmu perdukunan akan ditelusuri dari
sejarah dan hakikat hidup manusia ,
konsep sehat dan sakit.
2.1.1 Sejarah dan Hakikat Hidup
Sejarah
perdukunan secara diakronik merupakan rangkaian peristiwa kehidupan manusia
yang secara berkesinambungan semenjak dahulu kala hingga masa kini. Namun di
dalam uraian ini penulis tak akan membeberkannya panjang lebar secara
kronologis dan detail, mengingat kemampuan dan waktu yang terbatas serta
referensi yang juga cukup langka adanya.
Mengapa tumbuh-tumbuhan,
binatang/hewan, dan manusia, disebut sebagai makhluk hidup? Sedangkan air, api,
angin, gas/ether, dan tanah disebut sebagai unsur alam, yang juga merupakan
unsur pembentuk makhluk hidup, bila sebagian dari unsur tersebut berbentuk
sesuatu yang kasat mata disebut sebagai benda atau barang. Padahal tanpa adanya kelima unsur tersebut
ketiga macam makhluk itu tidak dapat hidup. Jadi apa sebenarnya hidup itu?
Pengetahuan modern
tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan atas kenyataan ini. Berbagai pakar
dibidang ilmu-ilmu dasar seperti Fisika, Biologi, Kimia, dan Matematika, tidak
dapat memberikan jawaban ilmiah mengenai hakekat hidup. Yang mereka sepakati
adalah bahwa ada suatu energi, zat, atau faktor tertentu yang tidak
terdifinisikan yang menyebabkan makhluk itu bisa hidup.
Pada kitab-kitab
suci agama manusia berusaha mendapatkan jawaban yang lebih mendekati tentang
hidup, seperti kitab suci Weda pada
agama Hindu dan kitab suci Al Qur’an
pada agama Islam dan yang lainnya ada sedikit menyinggung ataupun memberikan
gambaran.
2.1.1.1
Hakekat Hidup Dalam Pandangan Masyarakat
Hindu
Dalam pustaka
Hindu, terdapat beberapa referensi yang mengkaji secara mendalam mengenai
hakekat hidup ini. Seperti Susruta
Samhita, Charaka Samhita, Śiva Samhita, dan Samkya. Kitab Susruta Samhita
dan Charaka Samhita menyebutkan bahwa
tubuh manusia terdiri atas badan kasar yang disebut dengan sthula sarira, dan badan halus yang disebut dengan suksma sarira. Badan kasar (sthula sarira) ini merupakan perwujudan
dari panca mahabhuta, yakni lima
unsur alam, yang berupa: akasa (ether/ruang hampa), apah (air), teja (sinar,
api), vayu (bayu, udara, angin), dan pertiwi (tanah, bumi). Sedangkan badan
halus (suksma sarira) atau atman, mempunyai kekuatan untuk
menghidupkan semua makhluk, serta mempunyai sifat dapat mengenal, memiliki
kemauan dan dapat bereaksi. Atman adalah
bagian dari Paramatman, yakni Brahman, Tuhan Yang Maha Esa. Atman adalah unsur hidup yang hanya ada
didalam makhluk hidup. Oleh sebab itu, bila ada suatu bentuk material tanpa atman, disebut benda mati. Kitab Śiva
Samhita (ayat 35) memberikan gambaran tentang atman ini yang menyatakan: “Ibarat beberapa buah pasu yang penuh air, banyak pantulan
matahari terlihat tetapi bendanya sama; begitu pula pribadi-pribadi, seperti pasu-pasu tadi yang tak terhitung
banyaknya tetapi ruh penghidupnya seperti halnya matahari adalah satu” (Vasu,
RBSC., 2000: 10). Sebanding dengan itu, ajaran Samkya menyebutkan bahwa tubuh manusia terdiri atas purusha dan pradana. Purusha adalah atman atau jiwa manusia, sedangkan pradana adalah badan kasar. Manusia
dapat hidup karena bersatunya purusha
dan pradana. Bila purusha
meninggalkan pradana, sama dengan ruh
meninggalkan badan, maka manusia akan mati. Lalu kemana ruh atau atman itu pergi? Atman akan kembali ke asalnya yaitu Siwatman yang masih terikat dengan Maya, siwatman memisahkan
diri dengan Maya kembali ke Sadasiwatma, yang masih terikat dengan Asta-aiswarya. Sadasiwatma memisahkan diri dengan Asta-aiswarya untuk manunggal dengan Paramasiwatma, yang merupakan asal semua atman atau jiwa dari semua makhluk hidup. Itulah yang disebut Brahman,
atau Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan pradana
atau badan kasar yang terdiri dari unsur-unsur panca mahabhuta akan kembali ke asalnya masing-masing. Secara fisik
makhluk terbentuk dari pertemuan kama-bang
dengan kama-petak. Kama-bang disebut juga swanita (unsur kewanitaan – perempuan) berawak pradana, dan kama-petak disebut pula sukla yang berawak purusha. Dari pertemuan ini lahirlah makhluk, bila unsur swanita dominan maka menjadilah makhluk
wanita, bila sukla yang dominan
menjadilah makhluk laki-laki, sedangkan bila komposisinya berimbang menjadilah
makhluk banci. Kedua kama inilah
membentuk badan makhluk seutuhnya. Wujud manusia yang terbentuk oleh kedua kama ini diisi oleh atma yang diikat oleh tri-guna,
sehingga menjadilah makhluk hidup. Yang dimaksud dengan tri-guna adalah satwa, rajas,
dan tamas. Bersatunya purusa dan pradana dalam ikatan tri-guna
memberikan corak terhadap sifat dan karakter manusia. Satwa atau satwam,
memberikan sifat normal (stabil, seimbang, harmoni), yang selalu berusaha
menjaga keseimbangan gerak rajas dan tamas. Sifat rajas mendorong manusia untuk hiperaktif, orang cenderung menjadi
agresif, penuh nafsu amarah, terburu-buru, rasa ingin tahu berlebihan, dan
gelisah. Sedangkan sifat tamas,
membuat manusia bersifat pasif, malas, tidak punya inisiatif, tidak perhatian,
dan tidak mau tahu. Manusia yang hidup dalam suatu lingkungan tertentu
memerlukan komposisi tri-guna
tertentu pula. Misalnya ketika sedang beraktifitas (bekerja, berolahraga), maka
sifat rajas yang menonjol namun tetap
dibayang-bayangi oleh satwam.
Demikian pula ketika akan beristirahat (rileksasi, tidur), maka sifat tamas yang menonjol namun tetap dibawah
pengawasan satwam. Ketiga unsur tri-guna ini hendaknya selalu berada
dalam keadaan seimbang. Sehingga manusia dapat hidup selayaknya sebagai makhluk
hidup yang tertinggi derajatnya diantara makhluk-makhluk ciptaan Tuhan.
2.1.1.2
Hakekat Hidup Dalam Pandangan Masyarakat
Muslim
Dalam pandangan agama Islam bahwa diri ruhani manusia berasal
dari Tuhan (Allah), karena pada
mulanya ruhani manusia sebelum bergabung dengan diri jasmani yang terdiri dari nutfah (air mani, tanah), ruhani manusia
itu sebenarnya dekat dengan Allah.
Tersebut dalam firman Allah SWT yang artinya: “Maka bila Aku telah
menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku,
maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud” (QS. Al Hijr15 : 29). Juga yang artinya: “Kemudian
Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)-nya ruh (ciptaan)-Nya dan Dia
menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur”
(QS. As Sajdah 32: 9). Dari kedua
ayat ini sudah jelas bahwa ruh (
diri ruhani) manusia itu berasal langsung dari Allah SWT yang sudah pasti dekat denganNya serta suci. Setelah diri ruhani bergabung dengan diri
jasmani, maka lalu mengenal apa yang disebut alam dunia, dengan segala keindahannya, kenikmatannya, dan
kemegahannya. Yang pada akhirnya membuat diri ruhani menjadi lalai dan disibukkan dengan urusan
dunia tersebut, sehingga lupa akan
asalnya dan ruhaninya menjadi kotor
atau tidak suci seperti semula. Setelah diri ruhani lepas dari diri jasmani
(meninggal) maka seharusnya diri ruhani ini kembali kepada Allah atau berpulang ke-Rahmatullah
dalam keadaan yang suci. Dan apabila Ia kotor tidak akan sampai kepada Allah alias “gentayangan” dan pada
akhirnya akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah SWT. Secara sederhana, jalan mendekatkan diri bisa disebut
sebagai upaya taqarrub kepada Allah dengan memberdayakan terurutama intuisi spiritual dan daya ruhaniah yang
dimiliki manusia. Adalah Ilmu Tasauf atau
Ilmu Tarekat Islam sebenarnya adalah ilmu batin atau ilmu ruhani yang berpusat pada hati
nurani (qolbu), meliputi masalah hati
dan ruh / arwah / metafisik. Karena Allah itu “Maha Suci” dan untuk bisa
mendekat kepada-Nya haruslah “suci” pula, terutama hati-ruhaninya. Persoalannya adalah bagaimana seharusnya
membersihkan hati / rohani manusia untuk dapat kembali ‘suci’ sebagaimana asal
semula diciptakan Allah. Dan
sesungguhnya ruhani = ruh / arwah itu tidaklah mati dan yang mati itu adalah dhahir / fisik / jasmani manusia, yakni
membusuk, lalu dimakan ulat dan cacing serta pada akhirnya menjadi tanah
kembali.
Dalam masyarakat
muslim, dijumpai ada sebagian kecil orang yang percaya perdukunan, tukang
ramal, menyimpan benda-benda bertuah seperti keris, rajah-rajah walaupun dengan
tulisan Arab, percaya akan tumbal, besi kuning, batu permata, akik dan
sebagainya, yang tampaknya dalam keseharian mereka-mereka itu telah
melaksanakan syariat agama dan rukun
Islam. Mereka ini, ternyata telah mencampurkan aqidah dengan khufarat (bid’ah) dan tidak terasa terjerumus ke dalam
kemusyrikan, masuk dalam ilmu
perdukunan serta apalagi menjadikannya sebagai sarana memcari rejeki. Rasulullah SAW melarangnya dalam hadits: “Siapa yang datang kepada dukun
atau tukang ramal, maka sholatnya tidak diterima selama 40 hari”.
Waspada terhadap ilmu kebatinan yang tanpa didasari agama Islam yang kuat dan benar
serta tanpa petunjuk Rasul / Ulama Pewaris Ilmu Rasul / Guru-Mursyid / Wali / Awliya Allah, disebabkan
ilmu-ilmu tersebut juga ada dihiasi dengan ayat-ayat Al Qur’an baik lisan maupun tulisan yang penggunaannya tanpa izin Allah sehingga jin-setan ikut campur dan dengan mudah datang
menghampiri dan menipu manusia. Ada sebagian delegasi
orang yang datang kepada Nabi Muhammad SAW,
dan mereka menganggap bahwa Nabi termasuk orang yang bisa melihat yang ghaib,
maka mereka menyembunyikan sesuatu di dalam (genggaman) tangan mereka
untuk beliau Nabi terka. Dan mereka berkata pada
beliau: "Khabarkan pada kami, apa dia (yang ada dalam
genggaman kami ini)? Lalu beliau Nabi menjawab kepada mereka: "Innii lastu bikaahinin, wa innal kaahina wal
kahaanatu walkuhhaana fin naar" yang artinya “Aku
bukan seorang dukun. Sesungguhnya dukun dan perdukunan serta dukun-dukun itu di
dalam neraka" (HR Abu Dawud, 286). Allah berfirman: "Katakanlah! Tidak ada yang dapat mengetahui perkara ghaib di langit dan
di bumi kecuali (izin) Allah" (An-Naml: 65). Seperti
halnya aliran kepercayaan dan ilmu kebatinan seperti hipnotisme, spiritisme, telepathie,
mediumship, santed, tenung, gendam, sihir, telekinese dll. Demikian pula berlaku bagi mereka yang mengamalkan dzikrullah agar tidak terjerumus dan tersesat.
Masuk Islam secara lengkap (kaffah), yang
dimaksudkan disini adalah pemahaman ajaran Islam dari yang bersifat jasmani dan ruhani sampai dengan pelaksanaannya dalam peramalan (beramal sholeh) serta peribadatan yang sesuai
dengan petunjuk Al Qur’an dan Al Hadits, yang semurni-murninya dan
sebersih-bersihnya serta sekhalis-khalisnya sesuai kehendak Allah. QS.
Al-Kahfi: 17: “Barang siapa yang ditunjuki
Allah, maka dia akan mendapat petunjuk. Dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka tiada mendapat seorang
penolong (walyyam mursyidaa= wali-mursyid) yang membimbingnya”. Islam juga
dikatakan “sangat ilmiah dan amaliah dan
tidak ada yang melebihinya” (Hadits
Riwayat Bukhari). Disebut dalam hadits
lain: “Dengan nama Allah yang tidak memberi mudharat apa-apa yang di bumi dan
di langit bagi yang beserta dengan nama-Nya”(HR. Tirmidzi). Tawasul dalam hadits, Usman bin Hanif berkata: “Pada
suatu hari ada seseorang datang kepada Nabi SAW,
lalu ia berkata: Doakan aku agar Dia menyembuhkan penyakitku”. Maka Rasulullah SAW bersabda: “Jika
kamu mau, berdoalah; dan jika kamu bersabarlah, ini lebih baik bagimu?” Lalu
ia minta agar didoakan. Kemudian Rasulullah
SAW menyuruhnya agar berwudhu’
dan melakukan shalat dua rakaat, dan
membaca doa ini: Yang artinya; ”Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, dan menghadap kepada-Mu dengan Nabi-Mu Nabi
pembawa rahmat. Wahai Muhammad, aku menghadap denganmu kepada Tuhanku untuk
urusan hajatku agar hajatku dipenuhi. Ya Allah, jadikan dia pemberi syafaat
padaku. Lalu Usman bin Hanif
berkata: Demi Allah, kami
berpisah dengannya dan lama tak jumpa dengannya. Sehingga pada suatu hari ia
datang kepada kami dan ia sembuh dari penyakitnya” (Hadits tersebut terdapat di dalam Sunan Ibnu Majah). Dalam
QS. Al Ambiya: 28 “ Ya’lamu maa baina
aidiihim wamaa khalfahum walaa yasyfa’uuna ilaa limanirtadhaa wahum
minkhayyatihii musyfiquun”, artinya: “Dia (Allah) mengetahui apa-apa yang
dihadapan mereka dan apa yang dibelakang mereka, dan mereka tiada dapat memberi
pertolongan (syafa’at) selain orang yang disenangi-Nya sedang mereka gemetar
karena takut kepada-Nya”. Dalam
beberapa hadits disebutkan: Dari
Utsman bin Affan; Ia berkata: Rasulullah
SAW bersabda: “Dihari kiamat yang memberi syafa’at tiga golongan , yaitu: Para Nabi,
kemudian Ulama, kemudian Syuhada” (HR.
Ibnu Majah). Lalu : Dari Anas, sesungguhnya Umar bin Khaththab
RA apabila kaumnya ditimpa kemarau panjang, Dia minta hujan dengan wasilah
Abbas bin Abdul Muthallib RA, lalu Dia berdoa: Ya Allah, kami telah ber-wasilah
kepadamu dengan (wasilah) Nabi kami Muhammad SAW, lalu engkau menurunkan hujan.
Dan pada hari ini kami ber-wasilah kepada-Mu dengan (wasilah) paman Nabi kami
SAW maka turunkanlah hujan. Lalu mereka diberi hujan (HR. Bukhari dan Baihaqi). Dan juga: Dari Abu Said, Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya
sebahagian dari ummatku ada yang memberi syafa’at kepada golongan besar dari
manusia, sebahagian dari mereka ada yang memberi syafa’at kepada satu suku,
sebahagian dari mereka ada yang memberi syafa’at kepada golongan kecil dan
sebahagian dari mereka ada yang memberi syafa’at kepada satu orang, sehingga
mereka masuk syorga semuanya (HR.
Tirmidzi). Al-Qur’an pada QS. Ath-Thalaaq ayat 2 “wa may yattaqillaaha yaj’al lahuu makhrajaa” yang artinya: “ Siapa saja yang bertaqwa kepada
Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”. Lanjut
dalam QS. Ath-Thalaaq: 3 “wa
yarzuqhu min haitsu la yahtasibu wa may yatawakkal ‘alallaahi fa huwa hasbuhuu
innallaaha baalighu amrihii qad ja’alallaahu li kulli syai-in qadraa” artinya: “Dan Dia akan memberikan rezeki
kepadanya dengan tiada terkira. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah,
niscaya Dia mencukupkannya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh
Allah menjadikan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. Al-Qur’an memperingatkan: “Wahai manusia, kamu harus hati-hati,
waspada, dalam menghadapi hari ketika saat itu tak seorangpun bisa membantu
orang lain, dan ketika itu tidak diterima perantaraan (syafa’at), dan ketika
pada saat itu juga tidak diterima tebusan”. Lalu Allah Yang Maha Pemurah, Maha Penyayang
dan Pengasih, Maha Pengampun, menjadikan sehingga membuat adanya ‘rasa harap’ (raja). Juga Allah Yang Maha Indah dan Maha Mulia, menjadikan sehingga
melahirkan rasa senang dan bahagia (surur),
senang keindahan dan kemuliaan. Allah
Yang Maha Shamad, Maha Tinggi dan
Maha Besar serta Maha Benar menjadikan sehingga menciptakan rasa keberagamaan
dan spirit kebenaran yang toleran (al-hanafiyyah
As-samhah). Sungguh benar Sabda Rasul
SAW, "Setiap bayi yang terlahir dalan keadaan fitrah atau suci, memiliki
watak hanief atau memiliki kecenderungan kepada kebenaran, Maka kedua
orangtuanya atau lingkungannya (syaitan dan hawa nafsu) yang membentuk dan
mempola jiwa manusia ke arah penyimpangan prilaku dan pendangkalan intelektual.”
Ada pun fitrah manusia antara
lain:
1). Fitrah Tauhid yang merupakan potensi dasar yang hanya mengenal keesaan
Allah azza wajalla (monotheisme).
2). Fitrah Hanief yang merupakan potensi
dasar yang hanya mengenal kebenaran dan jiwa yang lurus. Dalam QS.Ar-Rum.30: "Maka hadapkanlah dirimu (Nabi
Muhammad & umatnya) dengan lurus dan mantap kepada agama (sistem hidup),
Menurut fitrah Allah (ciptaan Allah) yang menciptakan fitrah itu pada manusia
(keserasian syariat Islam dengan fitrah insani). Tiada dapat diubah
(hukum-hukum) ciptaan AlIah, akan tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui.”
3). Fitrah Mempertahankan Hidup dengan
sandang, pangan, dan papan (QS. Al
Baqarah : 168 atau QS. An Nahl :
19). Dalam memenuhi fitrah yang
ketiga ini, hendaknya manusia melakukan pemenuhan kebutuhan dengan berbagai
jenis makanan yang baik (thoyyib) dan
halal sehingga membentuk tubuh yang
kuat, sehat dan akal yang cerdas. Memelihara, memanfaatkan dan mengembangkan
hasil alam atau Bumi sesuai dengan aturan main Allah SWT tanpa merusak
ekosistem alam. "Jangan merusak dimuka Bumi, sesudah Allah
memperbaikinya, tapi berdo'alah kepada-Nya, karena ketakutan dan kerinduan.
Sesungguhnya rahmat Allah dekat kepada orang yang berbuat kebaikan."
(QS.AI-A'raf 56) Dan jangan
memanfaatkan hasil bumi secara berlebihan atau israf. “Makan dan minumlah hendaknya jangan berlebih-Iebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang yang berlebih lebihan” (QS. 7 : 31 dan QS.
6 : 141). Disamping itu hiduplah
dengan pencarian nafkah, yaitu pekerjaan dan bermacam usaha yang diperoleh
dengan cara yang halal dan thoyyib
menurut Allah SWT, sehingga dapat
membentuk jiwa yang lurus, qolbu yang
tenang, dan akhlak- perilaku yang mulia.
SWT menciptakan manusia berpasangan. (QS.16: 72). Dan menganjurkannya untuk menikah
sesuai dengan fitrah insani bukan
seperti hewan. (QS. An Nur : 32-33).
Agar tercipta kehidupan dalam ketenangan dan kedamaian (sakinah), maka rumah tangga dibentuk dengan rasa cinta dan kasih sayang, mawaddah-rahmah (QS. Ar Rum
21).
4. Fitrah Membela Hidup dengan
memersiapkan segala macam kekuatan untuk memertahankan eksistensi hidup (QS Al Anfal 60). Al Islam hanya membolehkan defensif,
tidak boleh atau membolehkan memulai sesuatu hal yang bersifat agresor (QS. Al Baqarah 194). Pembelaan hidup menurut Islam berlaku atas
lima perkara yang utama: Membela agama, jiwa, akal, nama baik (harga diri /
kehormatan), keturunan, dan harta-benda. Apabila mati karena membela atau
berjuang dan mempertahankan hidup, maka Islam memandang itu mati terbaik (syahid).
5. Fitrah
Intelek atau Berakal. Innad Dina huwal Aqlu. Intelek Islam adalah ‘Agama dan akal’. Al Qur’an mendorong manusia untuk
berpikir, merenung, meneliti, dan sebagainya. Afala ta'qilun - afala tatafakkarun - afala tanjhurun. Sehingga
sampai kepada khulashah atau
kesimpulan: "Bahwa segala sesuatu ini ada Penciptanya yaitu Allah SWT. dan
diciptakan dengan maksud serta tujuan tertentu bukan percuma. Robbana ma khalaqta hadza bathil
"a" (QS. Ali Imran:
190-191). Pada orang yang akalnya belum berkembang adalah seperti sifat dari
anak-anak. Lalu orang yang akalnya tidak berfungsi maka ia adalah orang yang
sedang tidur. Bagi orang yang akalnya sudah rusak adalah orang gila atau orang
yang kejiwaannya terganggu, sehingga ia tidak dibebani hukum agama. (Hadits, Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah).
6 Fitrah Nilai Spiritual. Fitrah asli dan perasaan yang semurni -
murninya dalam jiwa manusia adalah pencarian dan kerinduan kepada dekapan Allah Maha Kuasa dan Maha Ghaib yaitu Al-Qadir-Al-Bathin. Memadukan dan
menselaraskan serta mengaplikasikan potensi- potensi nikmat tersebut dengan
selalu berdzikir, maka akan merasa
selalu diawasi oleh Allah (muraqabah). Selain eksis dengan
mengingat-Nya dan menyebut-Nya, mengikrarkan keesaan-Nya (La ilaha illallah), sehingga qolbu
menjadi tunduk dan bersih, kelak akan menumbuhkan iman yang dapat merundukkan
jiwa-raga ke hadirat Allah dengan khusyuk dan tawakal, rasa haru, tangis dan bahagia. Diri selalu terikat dan
tertuju untuk mengenal dan mendekat kepada Allah
azza wajalla (marifat). Hanya
bergerak sebagai abdi-Nya untuk dapat mendekat, membuka jalan terang benderang
di bawah cahaya Ilahi, ilmu yang
indah dan tinggi tersebut menyentuh qolbu
dan membakar nafsu setan untuk mereguk kenikmatan dalam mahabbah-Nya, sehingga membuat ketenangan yang mutmainnah, dan seakan
tenggelam menghilang menuju ridha
di sisi-Nya. Ilahi Anta maqshudi
waridhaka math lubi, A'thini
MahabbataKa wa Ma'rifataKa (Ya Allah
hanya Engkau yang kami tuju dan keridhaan-Mu
yang kami cari, Berilah kami potensi untuk dapat Mencintai-Mu dan terang Marifat-Mu). Kemudian selalu berpikir,
merenung serta tafakur, dan mengobsesrvasi ciptaan Allah dari alam mikro cosmos sampai alam makro cosmos. Dengan
berharap memeroleh ilmu yang akan dapat mengantarkan jati diri manusia pada
tingkat martabat mulia menjadi manusia mukmin sejati, berilmu shahih yang berfikir ilmiah dan beramal sholeh untuk meraih sukses mengarungi
bahtera kehidupan. Keseimbangan konstruktif berfungsi sebagai daya tarik samawi (mental-spiritual) dan daya
dorong ardhi (fisik-material).
Ketimpangan dzikir dan pikir akan
melahirkan instabilitas dalam kehidupan (QS.An-Nahl
97). Qolbu yang hanya tunduk kepada Allah SWT yang maha mengetahui segala
yang ghaib serta misteri dalam kehidupan, akal sehat tertuju kepada Allah SWT yang maha mengetahui segala
yang nyata (Asy-Syahadah) tampak
dalam kehidupan. Tubuh yang kuat dalam melaksanakan seluruh perintah Allah yang maha Asy-Syakur atau bersyukur. Sebagai realisasi dari hablum-minannas dan hablum-minnallah sehingga Allah
selalu mengingat dan membalas kebaikan menjadikan hamba yang pandai bersyukur. (QS. Ibrahim: 7)
7. Fitrah
Sosial. Al Qur’an menyatakan manusia adalah ummat yang satu. (QS. Al-Baqarah 213), dan dijadikan
bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal atau At-Taaruf. (QS.49:13). Dengan keimanan,
manusia dilarang saling memperolok satu dengan yang lain, karena kemuliaan itu
sesungguhnya hanya di sisi Allah SWT. Dalam
beramal sholeh bagi orang bertaqwa, harus dilandasi dzikir dan ilmu pikir ilmiah-amaliah
serta saling tolong-menolong dalam kebaikan, bukan membantu dalam berbuat dosa
dan permusuhan (QS. Al-Maidah: 2).
8. Fitrah Susila (Akhlak). Akhlak
menunjukkan sejumlah sifat tabiat yang fitri
(asli) pada manusia dan sejumlah sifat yang diusahakan hingga seolah-olah
menjadi fitrah. Dua bentuk akhlak
yaitu ada yang bersifat basyariyyah
(kejiwaan) dan bersifat jhohiriyyah
yang terwujud dalam perilaku. Ada pun menurut Islam, ada sejumlah prinsip (mabda) dan nilai yang mengatur perilaku
seorang manusia yang dibatasi oleh wahyu untuk mengatur kehidupan manusia dan
menetapkan pedoman baginya. Menurut hadits
"Bagi tiap-tiap agama memiliki akhlak dan akhlak Islam adalah malu atau
al-haya". Demi merealisasikan tujuan dan kebenarannya di muka
Bumi, dengan beribadah kepada Allah SWT untuk meraih kebahagiaan di dunia
dan di akhirat.
9. Fitrah Harga Diri. Al Qur’an memerintahkan agar manusia
memelihara dan memertahankan harga diri serta ketinggian martabatnya di sisi Allah SWT. Karena Dia telah menciptakan manusia dan membuat ‘ikatan
perjanjian sakral’ dalam bentuk yang terbaik, sebaik-baiknya acuan. Ruh-Qudsie, jiwa hanief dan agama fitri
yaitu "Laqad khalaqnal insana fi
ahsani taqwim”. Dengan kehendak atau iradah
Allah yang kuasa menyempurnakan
kemanusiaan dengan pendekatan diri kepada Allah
bahwa tempat kebenaran di sisi Allah Raja
yang menentukan (fi maq'adin Malikin
Muqtadir). Dan di alam Lahut menuju
tempat yang paling rendah (Asfala-safilin) yaitu ruh-jasmani di alam mulki atau Bumi (Tsumma radadnahu asfala
safilin)". Maka tertutuplah Ruh
Qudsie atau jiwa hanief dengan
dosa (rona titik hitam dalam qolbu)
dan terjadi penyimpangan perilaku di alam dunia karena dua ‘keping mata uang’
yang dominan dan inheren yaitu adanya hawa nafsu dan setan. Bila fondasi nilai
spiritual telah rapuh menyebabkan hawa nafsu tidak terkendali dan setan telah
menguasai kehidupan manusia menjadikan manusia lupa dari mengingat Allah (Dzikirullah).
10. Fitrah Seni. Al Qur,an menganjurkan agar berlomba - lomba dalam hal kebaikan (QS. Al-Baqarah 148). Allah mengutus para Nabi dengan
kebajikan dan ada ungkapan "Allah itu indah, Dia menyukai keindahan"
(Al-Hadits). Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk memakai perhiasan yang
indah setiap kali ke masjid. (QS.
Al-A'raf 131), dan Ia juga menganjurkan kepada hamba-Nya untuk selalu
membaca kalam-Nya dengan suara bacaan yang baik dan indah. (QS. Al-Muzammil, 4). Al Islam dan Al Qur’an mengungkapkan fitrah manusia selaras dengan fitrah agama Islam sebagai agama yang
mutlak kebenarannya. Untuk memahami sistem yang benar, maka dituntut
‘keserasian yang benar’, karena hal tersebut merupakan tanda keberagamaan yang
benar pula. Adapun fitrah kesucian
merupakan himpunan dan akumulasi dari tiga anasir, yakni Benar, Baik dan Indah, sehingga seorang hamba Allah sebagai penyembah atau
pengabdi selalu berada dalam fitrah Allah, diikuti dengan perilaku yang benar – benar baik dan
indah. Bahkan lewat kesucian jiwa akan bisa memandang segalanya dengan
pandangan yang positif dan selalu berusaha mencari sisi-sisi yang baik, benar
dan indah. Dengan mencari yang benar, maka akan menghasilkan ilmu. Untuk
pencarian yang baik, maka akan menghasilkan etika. Sedangkan untuk mencari yang
indah, maka akan menghasilkan estetika dan seni. Dengan pandangan demikian maka
ia akan menutup mata terhadap kesalahan, kejelekan dan keburukan orang
lain. Kalaupun itu terlihat, maka ia
akan selalu mencari nilai-nilai positif dalam sikap negatif tersebut. Kalaupun
itu tak ditemukannya, ia akan memberinya maaf bahkan berbuat baik kepada yang
melakukan kesalahan.
Dalam
konsep Islam, ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang bermanfaat, baik bagi
kehidupan di Dunia maupun kehidupan di Akherat kelak, bersifat fisik (jasmani) dan metafisik (batin-ruhani), yang tersimpan
dalam Al Qur’an dan Sunnah-nya. Juga yang terhimpun di
dalam Jagat Raya atau Alam Semesta ini beserta isinya, yang terus-menerus
manusia merisetnya untuk menemukan dan mencari bukti-bukti konkrit akan
kebenarannya. Islam itu bersifat ilmiah (masuk
akal) dan amaliah (mengerjakan amal /
taat akan perintah Allah sehingga Allah sendirilah yang mencerdikkannya
dengan ilmu laduni). Dalam QS. Al Baqarah: 28 yang berbunyi “Kaifa takfuruuna billaahi wa kuntum amwaatan
fa ahyaakum tsumma yumiitukum tsumma yuhyiikum tsumma ilaihi turja’uun” yang
artinya : “Mengapa kamu ingkar kepada Allah padahal dahulunya kamu mati lalu Allah
menghidupkan kamu kemudian Dia mematikan kamu kemudian Dia menghidupkan kamu
kembali, lalu kepada Nya kamu kamu dikembalikan ?”. Dan sesungguhnya
ruhani (ruh / arwah) itu tidaklah mati dan yang mati itu adalah yang bersifat dhahir atau fisik (jasmani) manusia,
yakni dapat membusuk, lalu dimakan ulat dan cacing serta pada akhirnya menjadi
tanah kembali. Kehidupan ruhani tersebut dalam firman Allah SWT: QS. Al Baqarah: 154 yang berbunyi “Wa laa taquuluu li may yuqtalu fii sabiilillaahi amwaaatum bal
ahyaa-aw walaakil laa tasy’uruun” yang artinya: “Dan janganlah kamu mengatakan
terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka) itu mati; bahkan
mereka itu (sebenarnya) hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya”.
Pada
umumnya bila batas hidup manusia di dunia telah selesai, maka kita menyebutnya
“telah berpulang ke-Rahmattullah”
atau kembali “ke-sisi Allah SWT”, dan
pada akhirnya orang (kita) yang ditinggalkan di dunia ini biasa mendo’a semoga
“arwah-nya
atau ruh-nya
(yang meninggal) dapat diterima disisi-Nya (Allah)”. Jika ruhnya atau arwahnya (yang meninggal)
tersebut tidak diterima disisi-Nya (Allah),
tentu akan menjadi pertanyaan yakni kemana perginya ruh tersebut? Umumnya ruh
(arwah) dimaksud akan “bergentayangan” diantara langit dan bumi dan tidak
sampai kepada-Nya (Allah), apalagi
selama hidup orang tersebut tidak pernah ber-shalawat, sehingga do’anya selama hidup tergantung diawang-awang
antara langit dan bumi, hal tersebut dalam hadits
disebutkan: yang artinya: “Dari Umar Ibnu Khaththab, Ia berkata: “Sesungguhnya
do’a itu terhenti diantara langit dan bumi, sedikit pun tidak bisa naik,
sehingga engkau bershalawat akan Nabi-mu. Do’amu tidak akan dikabulkan tanpa shalawat
atas Rasululullah, do’amu tergantung diawang-awang” (HR. Tirmidzi), dan kalau sudah demikian
maka kemudian ruh tersebut “disambar oleh syeitan” dan penyesalan tiada
berujung serta arwahnya terus bergentayangan bersama setan turut mengganggu
manusia-manusia lainnya terutama yang telah beriman. Pengakuan terhadap Rasulullah SAW dan bershalawat kepadanya memang penting dan
diperlukan. Hadits lain menyebutkan
“Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah
SAW bersabda: “Barang siapa ber-shalawat kepada-Ku satu kali, maka Allah akan bershalawat kepada orang itu sepuluh kali” (HR.
Tirmidzi). Pada saat
manusia mengalami suatu permasalahan (Istighathah - isti^anah) yang berarti meminta pertolongan
ketika kesempitan atau kesulitan (makna lebih umum dan luas), Allah ta^ala
berfirman yang maknanya: “Dan mintalah pertolongan dengan sabar dan
sembahyang” (QS al-Baqarah:
45).
Ajaran Islam tidak
mencampurkan antara yang haq dengan
yang bathil, firman Allah: ”Dan janganlah kalian
mencampuradukkan yang haq dengan yang bathil, dan kalian menutupi yang haq
padahal kalian mengetahui” (Qs.
Al-Baqarah;42). Melihat luasnya cakupan ajaran Islam, sangat memungkinkan
seorang muslim secara individual bisa melaksanakan seluruh ajaran secara kaffah, yaitu maksudnya melaksanakan
secara lahir dan batin, tentu saja dengan bimbingan ruhani
2.1 2
Konsep Sehat dan Sakit
Mengenai konsep sehat, ilmu pengetahuan modern, melalui suatu institusi
dunia WHO (World Health Oraganization)
mengeluarkan pendapat bahwa yang dimaksud dengan sehat adalah suatu kondisi / keadaan
yang seimbang antara jasmani dan rohani serta terbebas dari penderitaan dan
kecacatan. Oleh sebab itu, apakah bila keadaan seseorang diluar ketentuan itu,
dapat dikatakan orang sakit?
Mengenai konsep sehat dan
sakit dalam khasanah Hindu, maka kitab suci Ayur
Weda dari Upaveda merupakan
sumber utamanya. Diantaranya adalah kitab Susruta
Samhita dan Charaka Samhita yang
mengambil sumber dari kitab suci Ayur
Weda. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa tubuh manusia mengandung tiga
elemen yang terdiri dari vayu (vata), pitta, dan kapha yang
dikenal dengan istilah tri-dosha.
Pada ilmu kedokteran modern dikenal sebagai konsep patologi-humeral (Nala, N., 1993: 33).
Vayu yang ada dalam tubuh manusia berupa udara, angin, bayu (kekuatan,
tenaga). Karena itu vayu ini erat
kaitannya dengan alat-alat tubuh yang berfungsi untuk bernafas, mengeluarkan
suara, mencerna makanan, kentut, menguap. Juga erat kaitannya dengan alat tubuh
berongga, seperti kandung kencing, kandung buah pelir, alat peranakan, dan
sebagainya. Semakin lanjut usianya semakin dominan vayu-nya. Demikian pula perubahan waktu dari siang ke malam hari
atau sebaliknya, yakni pagi dan sore hari keberadaan vayu pada tubuh manusia meningkat.
Pitta merupakan api, panas, sinar (aura) yang berada dalam tubuh
manusia. Pitta inilah yang
menggerakkan jantung, sehingga darah dapat beredar ke seluruh tubuh, karena itu
dapat dikatakan pitta memberikan
panas pada tubuh. Pitta juga
berfungsi mengatur metabolisme tubuh manusia.
Kapha berupa cairan, air, lendir, larutan yang ada dalam tubuh
manusia. Keberadaan kapha dominan
pada malam hari. Kapha erat kaitannya
dengan alat-alat tubuh yang mengeluarkan air, seperti keringat, kencing, alat
sekresi seperti kelenjar, getah pencernaan dan juga darah, cairan empedu, serta
cairan tubuh lainnya termasuk cairan otak dan sumsum tulang belakang. Kapha merupakan pengatur keseimbangan
cairan tubuh.
Vayu, pitta, dan kapha
berkaitan sekali dengan unsur akasa,
matahari dan bulan. Hal inilah yang menyebabkan adanya perubahan komposisi
dominan dari ketiganya pada perubahan waktu-waktu tertentu. Misalnya pada malam
hari, apalagi bulan purnama, maka unsur kapha
dominan, badan kelebihan air, suhu tubuh menurun (dingin). Pada siang hari
badan panas karena kelebihan api. Sedangkan pada senja hari, terjadi
peningkatan elemen vayu, sehingga
tubuh menjadi tidak panas dan juga tidak dingin. Keseimbangan ketiga elemen (tri-dosha) ini di dalam tubuh amat menentukan derajat kesehatan
tubuh manusia. Bila keseimbangannya terganggu, maka manusia menjadi sakit. Yang
dapat mengganggu keseimbangan tri-dosha
adalah unsur asing yang masuk ke dalam tubuh atau unsur yang berada di luar
tubuh manusia. Adapun unsur asing ini sering disebut sebagai unsur natural (sekala) dan unsur supra-natural (niskala). Sakit yang ditimbulkan oleh
unsur natural (sekala) berupa unsur
alami, yang nyata dapat dilihat keberadaannya. Sedangkan penyakit dari unsur
supra-natural (niskala) merupakan
wujud halus, seperti desti, hantu, leak, dan kekuatan magis hitam lainnya
(Nala, N.,1993: 34), yang keberadaannya sulit diketahui dan dibuktikan oleh
orang awam.
Bila tubuh mendapat
gangguan yang mengancam keseimbangan tri-dosha,
maka unsur-unsur tri-dosha akan
mengadakan reaksi terhadap gangguan tersebut. Bila gangguan itu bersifat
dingin, maka unsur pitta akan
meningkat sehingga panas badan meningkat. Sebaliknya unsur kapha bereaksi terhadap gangguan yang bersifat panas. Sedangkan
unsur vayu bereaksi atas gangguan
yang bersifat campuran panas-dingin. Bila salah satunya melampaui keseimbangan
diluar kemampuan badan mengatasinya, maka diperlukan upaya penetralisirnya
untuk mengembalikan keseimbangan tri-dosha.
Dalam kitab suci Ayur Weda dinyatakan bahwa ada lima cara
untuk mengembalikan keseimbangan tri-dosha,
yang disebut panca karma, berupa:
diet (mengatur makanan dan minuman, termasuk pantangan makan makanan tertentu),
diuresis (mengeluarkan air kencing
sebanyak mungkin dengan menggunakan ramuan obat tertentu), perspirasi (mengeluarkan keringat baik dengan ramuan obat maupun
dengan cara fisik melalui pergerakan otot), sauna
(mandi uap, dengan air panas), dan pijat (pemijatan dengan ramuan obat atau
tanpa obat) (Nala, N., 1993: 35). Menurut Ngurah Nala (1993), menyatakan bahwa di India terdapat pula cara
pengobatan Unani (Yunani). Prinsip
dasar pengobatan ini adalah bahwa didalam tubuh manusia terdapat empat elemen
dasar, bukan tiga sebagaimana dalam Ayur
Weda (tri-dosha). Keempat
elemen tersebut adalah: darah, phlegma,
empedu, dan atra-empedu. Keempatnya
merupakan cairan yang diidentikkan dengan kekuatan udara, api, air, dan lempung
(tanah liat, pertiwi). Seperti halnya tri-dosha,
maka keempat elemen ini menyebabkan badan dapat menjadi panas, dingin,
panas-dingin, berkabut, kering, dan sebagainya.
Menurut Kitab Unani ada delapan macam keadaan tubuh,
yaitu harr (keadaan panas tinggi), barid (keadaan tubuh yang terlalu
dingin), yabis (keadaan tubuh yang
terlalu kering), ratb (keadaan tubuh
yang terlalu lembab) dan campuran dari keempat keadaan tersebut, seperti harr-yabis (sangat panas dan kering),
dan sebagainya. Ada kemungkinan cara pengobatan Unani
ini diperkenalkan di India setelah melalui jazirah Arab, sehingga bercampur
dengan cara pengobatan Arab. Hal ini dapat dicermati dari istilah-istilah yang
digunakan kebanyakan berasal dari bahasa arab. Dalam Islam disebut: Yang artinya: “Al
Qur’an ini kami turunkan untuk obat segala macam penyakit (bagi orang yang
beriman/percaya) dan rahmat / petunjuk bagi orang mukmin” (QS. Al Israa: 52). Misalnya untuk suhu tubuh normal (netral) disebut mu’tadil tibbi, sedangkan suhu tubuh
ideal disebut mu’tadil fardt.
Diperkirakan terjadinya percampuran Yunani-Arab-India ini terjadi sekitar abad
18 Masehi. Ada pula yang memperkirakan lebih awal dari abad itu, mungkin pada
waktu penyebaran agama Islam ke Timur dan memasuki India.
Pemanfaatan dunia
pengobatan Islam dengan terapi metafisika yakni menggunakan energi teknologi Al-Qur’an, telah dilakukan di Indonesia
oleh Prof. DR. H. Kadirun Yahya MA., M.Sc sejak tahun 1937 yang digabung dengan
Naturopathie telah digali sejak
perang Dunia II (Kadirun Yahya, 1989: 2), untuk dieet, Dietary, kanker,
penyakit narkotika, leukemia, alkoholik, AIDS, dll. Kruidengeneeskunde dan pengomabatan
tradisional ini yang telah diseminarkan oleh Dunia International di Bali pada
tahun 1986 (Kadirun Yahya, 1989:3). Semuanya berdasar “ Scientifical base“ yang bersifat “general“ menghendel seluruh
penyakit dasar dengan menghidupkan “living-power“
dari individu si pasien itu sendiri secara keseluruhan, sehingga mampu
menghadapi kuman dan virus, penyakit yang pathogen maupun yang laten, didukung
energi yang aktif yang keluar dari enzym-enzym tertentu yang murni secara
optimal, juga dengan makanan alamiah nabati baik yang mentah maupun yang
dimasak. Nabi Muhammad bersabda“ Lazimkanlah memakai dua macam obat yaitu Al
Qur’an dan Madu“ (Al Hadist) Sebagai pukulan dan usaha terakhir terhadap
segala macam penyakit yang membandel, dilakukan dengan energi ultrasonoor yang mempunyai amplitudo tak terhingga dari ayat-ayat Al Qur’an yang disalurkan dengan
metodologi tertentu yang terdapat dalam ilmu “ Metafisika Tasuf Islam“, seperti Ucapan Nabi Muhammad: “ Tidak
memberi mudharat antara bumi dan langit bagi orang yang beserta dengan nama
Allah“. Sampai saat ini masih banyak orang Islam sendiri belum
menyadari tentang kedahsyatan teknologi Al
Qur’an, karena tersembunyi dalam ilmu Tarekat
Islam sebagai metodenya atau bahasa Arabnya disebut “Atthariq“.
Pengaruh ajaran pengobatan
dari satu bangsa ke bangsa lainnya bukanlah suatu hal yang aneh. Memang dari
dulu sudah diketahui bahwa setiap suku bangsa memiliki cara pengobatan
tersendiri. Kemudian karena terjadinya hubungan satu dengan lainnya, mungkin
melalui perdagangan, pengetahuan mereka saling tukar, sehingga terjalin perpaduan
yang harmonis. Terlebih-lebih lagi untuk abad sekarang ini, diamana hampir
seluruh penjuru dunia telah dijelajahi manusia. Tentunya dengan sarana dan
teknologi yang ada saat ini perpaduan pengobatan ini dapat lebih ditingkatkan,
sehingga mampu mengatasi berbagai penyakit jenis baru yang bermunculan
disekitar kita.
2.1.3 Tentang Balian (Dukun) dan Usada
Istilah Balian hanya berlaku di Bali, sedangkan untuk makna yang sama
dikenal istilah Dukun, atau di Cina disebut Shinshe
dan Arab / India disebut Tabib. Balian adalah orang yang mempunyai kemampuan
untuk mengobati orang sakit.
Secara etimologis dapat
ditafsirkan bahwa balian berasal dari
kata bali (bahasa Jawa=pulang) yang berarti
mengembalikan dan an merupakan
akhiran untuk kata sifat. Balian berarti
orang yang mempunyai kemampuan untuk mengembalikan keadaan seseorang, dari
sakit dikembalikan menjadi tidak sakit. Ada juga pemahaman balian berasal dari kata bali
+ an (berarti
banten/sesajen/upacara), karena ketika melakukan penanganan orang sakit selalu
disertai dengan banten/sesajen. Yang digunakan sebagai sarana menghubungkan
diri dengan Tuhan, atau yang memberikan taksu,
sehingga diberikan petunjuk mengenai bagaimana menyembuhkan penyakit pasiennya.
Dengan demikian upaya penyembuhannya selain dengan obat-obatan, juga secara niskala (spiritual). Menurut Ngurah Nala (1993: 133), Balian dibagi atas dua kelompok besar,
yakni:
1. Berdasarkan Tujuannya dikenal dua
macam balian, yaitu: Balian Penengen dan Balian
Pengiwa.
2. Berdasarkan perolehan keahliannya, balian terdiri atas empat kelompok,
yaitu : a. Balian Ketakson b. Balian
Kapican c. Balian Usada d. Balian Campuran.
1.a) Balian Penengen: Istilah penengen
merupakan pasangan dari pengiwa. Sesuai dengan konsep rwa-bhineda, hal yang bertentangan dan selalu ada berdampingan
dalam kehidupan ini. Penengen berasal
dari kata tengen, artinya kanan.
Sedangkan pengiwa, berasal kata kiwa, artinya kiri. Sehingga pengertian penengen adalah perbuatan yang berpihak
pada kanan yang berkonotasi pada pengertian kebajikan, kebaikan. Sebaliknya
untuk istilah pengiwa, adalah
perbuatan negatif atau jahat. Balian Penengen adalah balian yang tujuannya mengobati orang
yang sakit sehingga sembuh. Dalam melaksanakan tugasnya, balian ini tidak membedakan-bedakan status orang (baik, jahat,
kaya, atau miskin), semua dilayani sesuai dengan penyakit yang dideritanya. Balian
tipe ini bersifat ramah, terbuka, penuh wibawa, dan suka menolong.
1.b) Balian Pengiwa: Balian Pengiwa memiliki dasar
pengetahuan yang hampir sama dengan Balian
Penengen. Hanya tujuannya yang berbeda, yakni membuat orang sakit sampai
mati. Balian seperti ini sering
disebut sebagai Balian Aji Wegig
(Nala, N., 1993: 114).
2.a) Balian Ketakson: Balian
Ketakson (ke+taksu+an)
mendapatkan keahlian melalui taksu.
Yang dimaksud dengan taksu adalah
kekuatan gaib yang masuk ke dalam
diri seseorang dan mempengaruhi orang tersebut, baik cara berpikir, berbicara,
maupun tingkah lakunya. Karena kemasukan taksu
inilah si Balian mempunyai kemampuan
mengobati orang sakit. Balian Ketakson
berfungsi sebagai mediator, penghubung dengan si sakit. Oleh sebab itu,
biasanya setelah lepas taksunya
(sadar) si Balian tidak tahu apa yang
telah disampaikannya.
2.b) Balian Kapican: Balian
Kapian adalah orang yang mendapat benda bertuah dan dapat diperguanakan
untuk menyembuhkan orang sakit. Benda bertuah ini desebut pica, yakni diberikan secara gaib. Benda pica ini dapat berupa keris kecil, batu permata, tulang, gigi,
besi, atau logam lainnya. Bermacam lakon yang terjadi ketika orang mendapat pica. Ada melalui mimpi, ketika
sembahyang di suatu pura, ada pula orang asing yang datang membawakan benda itu
kemudian menghilang. Cara pengobatannya biasanya dilakukan dengan cara
menempelkan benda tersebut, merendamnya dalam air kemudian air tersebut diminumkan,
atau dibasuhkan, dicampurkan boreh dan sebagainya.
2.c) Balian Usada: Yang disebut dengan Balian Usada adalah seseorang yang dengan sadar belajar tentang
ilmu pengobatan, baik melalui guru waktera,
belajar pada seorang Balian yang
telah mahir dalam ilmu pengobatan maupun belajar sendiri melalui lontar usada. Karena untuk menjadi Balian tipe ini melalui proses belajar,
maka orang Barat menyebut balian
jenis ini dengan julukan dokter Bali. Sebagaimana telah
disebutkan bahwa hanya Balian Usada
yang dapat disebut sebagai dokter Bali, karena telah melalui proses
pembelajaran dan praktek dibawah pengawasan gurunya. Pertanyaannya adalah
apakah semua orang bisa menjadi Balian
Usada? Bagaimanakah proses atau dengan cara bagaimana hal tersebut dapat
dicapai, dan berapa lama? Inti dari semua pertanyaan tersebut adalah apakah
atau dapatkah Balian Usada dikatakan
sebagai ilmu? Dalam khasanah Hindu untuk berpengetahuan yang benar (Jnani) dapat diperoleh dengan tiga cara
yang disebut tri-pramana. Yakni anumana-pramana, pratyaksa-pramana, dan agama-pramana.
Inilah dasar berpikir ilmiah menurut Hindu. Orang yang mengetahui hakekat
sesuatu (terutama mengenai Ketuhanan) setelah melalui tri-pramana disebut sebagai Jnani
(orang bijak, cendekiawan). Anumana-pramana
adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menganalisa hukum sebab-akibat.
Misalnya, api akan selalu berasap karena asap merupakan hasil dari proses
pembakaran. Sehingga logis bila dikatakan dimana ada asap disana pasti ada api.
Pratyaksa-pramana adalah pengetahuan
yang diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung (uji-coba). Misalnya,
mengapa orang mengatakan bahwa cabai itu pedas. Kemudian dengan memakan cabai
barulah dapat diketahui bagaimanakah rasa pedas itu, bahkan mungkin akan
bertambah pengetahuannya dengan mengetahui tingkat kepedasan masing-masing
jenis cabai. Agama-pramana adalah
pengetahuan yang diperoleh dari tuntunan para ahli (langsung maupun tak
langsung). Melalui karya-karya para pakar dibidangya memperoleh pengetahuan yang dikehendaki.
Dengan cara agama-pramana mengetahui
sesuatu tanpa melalui proses anumana
dan pratyaksa pramana, kecuali
dikehendaki untuk membuktikan sendiri, untuk mendapatkan pengalaman langsung.
2.d) Balian Campuran: Di Bali tidak ada sebutan atau istilah Balian Campuran. Namun sebagian besar Balian di Bali mengalami proses
tersebut. Yang dimaksud dengan campuran disini adalah ketika seseorang
mendapatkan taksu atau pica, mereka akan berusaha dan belajar
dari pengalamannya. Kemudian dari pengalaman tersebut ditambah pengetahuan dari
lontar usada, maka semakin lengkap
dan terjagalah kemampuannya.
3.
PERDUKUNAN DITINJAU DARI EPISTEMOLOGI
Untuk menjadikan Balian Usada, pengobatan alternatif atau praktek perdukunan ini
sebagai suatu profesi yang diakui sebagai ilmu dan sejajar dengan profesi
lainnya, maka harus bisa di ajarkan dan harus ada guru yang mengajarkannya atau
ada kurikulumnya, diperlukan sebagai suatu tatanan dan metoda yang terstruktur
dalam suatu institusi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan keilmuannya.
Yakni dialokasikan dalam suatu institusi pendidikan (Universitas / Institut)
dengan kurikulum tertentu. Sebagai
suatu gagasan, penulis ingin mengusulkan susunan kurikulum Balian Usada , Pengobatan Alternatif, ilmu ketabiban ilmu
perdukunan yang dipadukan dengan ilmu pengetahuan, agama dan teknologi
pengobatan modern yang terbagi dalam tiga bagian besar (pokok) yang harus
dilalui sebelum dinyatakan sebagai seorang ilmuwan khusus Balian Usada atau Pengobat Alternatif atau Ahli Perdukunan atau sebagai Tabib
yang setara dengan S1 dengan menempuh sebanyak minimal 140 sampai 60 satuan
kredit semester (SKS), SKS masing-masing mata kuliah disesuaikan dengan lamanya
waktu belajar dan kepentingannya dan disetarakan dengan jenjang ke-sarjanaan
S1, yakni ditempuh dalam 8 semester kuliah dengan Mata Kuliah Keahlian /
Profesi (MKK), ditambah MKDK sebagai penunjang dasar keahlian dan MKDU sebagai
mata kuliah dasar umum yang dipersyaratkan oleh Perguruan Tinggi serta mata
kuliah yang bersifat riset dan ilmiah.
Berikut ini penjabarannya: 1) MKK:
Pengetahuan Pengobatan Tradisional, Pengetahuan Pengobatan modern, Ilmu
Urai Tubuh Manusia (faal), Teknologi Teraphie dan Perawatan Sederhana,
Praktek Perdukunan / Ketabiban / Balian
Usada, Seminar, Kerja Lapangan, Skripsi dan Tugas Akhir. 2)
MKDK: Pijat Refleksi, Akupuntur,
Pemahaman Dunia Paranormal / Supranatural / Metafisika Islam,
Kekuatan Do’a, Jiwa dan Taksu, Komunikasi
Ruhani (agama-agama), Yoga / Dzikir /
Konsentrasi, Tumbuh-tumbuhan Obat, Binatang Untuk Pengobatan, Peramalan, Komputer,
Riset, Bahasa Kuno (pilihan: Jawa Kuno, Kawi, Bali, Arab, Mandarin dan
Sansekerta), Rajah dan Garis Tangan
dll. 3) MKDU: Agama (pilihan: Islam,
Hindu, Kristen/Katolik, Konghucu) Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia,
Kewiraan/Kewarganegaraan, Pancasila, Olah Raga, Filsafat, Ilmu Kebudayaan,
Etika dan lainnya.
.
4.
PERDUKUNAN DITINJAU DARI AKSIOLOGI
Teknologi komunikasi,
seperti pengenalan komputer juga diperlukan sebagai salah satu alat komunikasi
dan dokumentasi yang canggih. Banyak manfaat yang akan diperoleh seorang Balian Usada / Tabib /
Dukun dengan menguasai teknologi komunikasi ini. Selain berfungsi sebagai
pengolah data, komputer juga mempunyai fasilitas internet. Dengan fasilitas ini
seorang Balian Usada / Tabib / Dukun dapat melakukan pertukaran informasi,
pemutakhiran data. Juga dengan melalui internet Balian Usada / Tabib /
Dukun dapat berkenalan dengan para pengobat tradisional / alternatif dari
seluruh penjuru dunia. Praktek perdukunan dan pengobatan alternatif ini sudah
bukan sesuatu yang baru dan asing lagi, sudah menjadi bagian dari intertiner
pertunjukan di TV, Radio dan media massa koran, majalah dan lainnya. Baik untuk
penyembuhan segala penyakit maupun untuk memperoleh kejayaan hidup, peramalan
nasib dan perjodohan. Sehingga layak untuk dipelajari atau dipraktekkan dan di
reset kebenarannya dilihat dari berbagai aspek kehidupan dan agama serta
kepercayaan yang ada.
5. PENUTUP
Dengan
demikian Balian Usada / Perdukunan /
Ketabiban merupakan suatu ilmu, karena ada dalam kenyataan sehari-hari, ada
pelakunya dan bisa diajarkan atau ada gurunya, serta ada peminatnya dan ada
perkembangannya yang dapat dilihat pada media massa elektronik atau pun
cetak. Balian Usada dapat dikatakan merupakan suatu ilmu pengetahuan. Karena
untuk mempelajarinya seseorang hendaknya berguru waktra sebagaimana dituturkan dalam lontar Bodha Kecapi, Usada Kalimosada, dan Usada Sari (Nala, N., 1993: 119).
Masalahnya adalah bagaimana menjadikan Balian Usada ini sebagai suatu profesi yang diakui dan dapat
disejajarkan dengan bidang-bidang ilmu pengetahuan lainnya. Karena dalam
kenyataanya, seringkali seorang Balian
tidak mau dirinya disebut sebagai Balian.
Entah maksudnya itu merendah, biasanya mereka menyatakan dirinya bukan Balian, hanya sekedar berupaya membantu
orang yang memerlukan pertolongannya. Ataukah karena sebutan balian bukan oleh pelaku sendiri, namun
orang lain yang menyebutnya demikian. Hal ini sesuai dengan petuah atau
kebajikan tradisi sebagaimana sering dinyanyikan dalam lagu “Ede ngaden awak bisa“ yang artinya
menyatakan bahwa: “Janganlah merasa diri bisa, biarkan orang lain yang
mengatakannya“. Juga dalam Islam yang Nabi Muhamad berkata: yang artinya: “Islam adalah Ilmiah dan Amaliah” (Hadist Riwayat Imam Bukhari), demikian
juga dengan metode pengobatannya yang bersifat fisik dan metafisik. Metafisika di Indonesia berkembang dari kehidupan
sosial-budaya dan agama serta aliran kepercayaan/kebatinan dengan fenomena
cukup beragam. Semuanya dapat diperoleh
dengan latihan-latihan tertentu, dimana alam metafisik atau alam gaib itu dapat
merasuk ke dalam tubuh yang terdiri dari unsur jasmaniah, unsur akal dan unsur
rohaniah. Ada yang diperoleh kemampuan supranatural dengan latihan kejiwaan
seperti meditasi, puasa, dan lainnya. Gejala-gejala / fenomena metafisik yang
dijumpai dalam ilmu tasauf Islam secara lahiriah terlihat sama saja dengan
gejala metafisika dari Barat/Timur atau Perdukunan, tetapi sumbernya dan
prinsipnya berbeda. Kalau Tasauf Islam
jelas sumbernya dari Al Qur’an dan Al Hadist, sedangkan perdukunan
sumbernya bisa bermacam-macam, dari puasa, meditasi, bertapa di Gunung Kawi,
Laut Kidul, atau datang sendiri (Tiban)
serta adanya barang-barang gaib seperti keris, permata dan sebagainya. Sukar
untuk membedakan antara yang benar dan yang batal karena sama-sama mujarab atau
dapat menunjukkan dan menyembuhkan segala penyakit. Seperti sulitnya membedakan
antara anak hasil Nikah (benar menurut agama) dan anak hasil Zinah (salah
menurut agama/suruhan setan/iblis), sehingga kelihatannya hampir sama.
PUSTAKA
Agus MU, 2010, Islam Kaffah, Kajian Tasawuf dan Tarekat, Unud Press dan FSRD ISI Dps, Denpasar
Kadirun Yahya, 1989, Penerapan Energi Dalam Teknologi Al Qur’an Untuk Penanggulangan,
Penyembuhan Pengidap Penyakit Narkotika, Kanker, Leukemia, Alkoholik, Aids,
Dll, Didukung oleh Therapie Naturopathie dan Dietary, Makalah Seminar
International “Penerapan Energi Al Qur’an”, Unpab, Medan
Kadirun Yahya, 1985, Pandangan Metafisika Barat dan Timur serta Tasauf Islam, LIMTI,
Medan
Miriam Budiardjo, 1985, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cetakan IX,
PT. Gramedia, Jakarta
Ngurah Nala, 1993, Usada Bali, Cetakan II, PT. Upada Sastra, Denpasar
Rai Bahadur, SCV.; I W Maswinara, 2000, Siva Samhita, Cetakan I,
Paramita, Surabaya
Sunan Ibni Majah hal.1443 Jilid II.
Matnul Bukhari hal.179 Jilid I
Sunan Al Kubra, lil
Imam Al Baihaqi hal. 352 Jilid III.
KISAH CERITA AYAH SAYA SEMBUH BERKAT BANTUAN ABAH HJ MALIK IBRAHIM
BalasHapusAssalamualaikum saya atas nama Rany anak dari bapak Bambang saya ingin berbagi cerita masalah penyakit yang di derita ayah saya, ayah saya sudah 5 tahun menderita penyakit aneh yang tidak masuk akal, bahkan ayah saya tidak aktif kerja selama 5 tahun gara gara penyakit yang di deritanya, singkat cerita suatu hari waktu itu saya bermain di rmh temen saya dan kebetulan saya ada waktu itu di saat proses pengobatan ibu temen saya lewat HP , percaya nda percaya subahana lah di hari itu juga mama temen saya langsung berjalan yang dulu'nya cuma duduk di kursi rodah selama 3 tahun,singkat cerita semua orang yang waktu itu menyaksikan pengobatan bapak kyai hj Malik lewat ponsel, betul betul kaget karena mama temen saya langsung berjalan setelah di sampaikan kepada hj Malik untuk berjalan,subahanallah, dan saya juga memberanikan diri meminta no hp bapak kyai hj malik, dan sesampainya saya di rmh saya juga memberanikan diri untuk menghubungi kyai hj Malik dan menyampaikan penyakit yang di derita ayah saya, dan setelah saya melakukan apa yang di perintahkan sama BPK kyai hj Malik, 1 jam kemudian Alhamdulillah bapak saya juga langsung sembuh dari penyakitnya lewat doa bapak kyai hj Malik kepada Allah subahanallah wataala ,Alhamdulillah berkat bantuan bpk ustad kyai hj Malik sekarang ayah saya sudah sembuh dari penyakit yang di deritanya selama 5 tahun, bagi saudara/i yang mau di bantu penyembuhan masalah penyakit gaib non gaib anda bisa konsultasi langsung kepada bapak kyai hj Malik no hp WA beliau 0823-5240-6469 semoga lewat bantuan beliau anda bisa terbebas dari penyakit anda. Terima kasih