Laman

Pengikut

Sabtu, 15 Oktober 2016

Dalil-Dalil AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH: Tawassul
oleh Agus Mulyadi Utomo


Tawassul berasal dari kata “wasîlah” (pelantara). Tawassul dalam berdoa bermakna: memohon kepada Allah melalui / dengan” sesuatu atau seseorang. Allah swt menyuruh kita bertawassul dalam berdoa, bahkan dalam setiap melakukan amal kebajikan. Salah satu dalilnya adalah Allah swt menyuruh membaca “Basmalah” dalam berdoa dan setiap melakukan amal kebajikan. Basmalah yakni mengucapkan Bismillâhir Rahmânir Rahim, artinya: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.

Dalam membaca Basmalah mengandung makna tawassul dengan tiga nama Allah swt dalam berdoa dan beramal baik, yaitu: Allah, Ar-Rahman dan Rahman. Jadi setiap membaca Basmalah dalam berdoa dan beramal kebajikan, berarti  telah bertawassul dengan tiga Asma-Nya.

PERINTAH TAWASSUL DENGAN ASMAUL HUSNA

Lebih detail lagi Allah swt menyuruh bertawassul dalam berdoa. Allah swt berfirman: “Allah memiliki Asmaul husna, hendaknya kamu berdoa dengannya.” (Al- A’raf/7: 180) “Katakanlah, berdoalah kepada Allah atau berdoalah kepada Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu berdoa, Dia mempunyai Asmaul husna.” (Al-Isra’/17: 110). Rasulullah saw bersabda: “Allah azza wa jalla memiliki sembilan puluh sembilan nama, barangsiapa yang berdoa dengannya doanya diijabah.” (At-Tawhid, 195)

TAWASSUL DENGAN PARA WALI DAN KEKASIH ALLAH SWT

Bertawassul dengan para wali dan kekasih Allah swt, diucapkan dengan kalimat misalnya:

أَللَّهُمَّ إِنِّي اَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ اَنْ تَقْضِيَ حَاجَتِي
Allâhumma innî atawassalu ilayka binabiyyika Muhammadin shallallâhu ‘alayhi wa âlihi an taqdhiya hâjatî.
Ya Allah, aku bertawassul kepada-Mu dengan nabi-Mu Muhammad saw agar Engkau memenuhi hajatku.
Atau dengan kalimat berikut ini:

أَللَّهُمَّ إِنِّي اَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِجَاهِ مُحَمَّدٍ وَحُرْمَةِ وَحَقِّهِ اَنْ تَقْضِيَ حَاجَتِي
Allâhumma innî atawassalu ilayka bijâhi Muhammadin wa hurmatihi wa haqqihi an an taqdhiya hâjatî.
Ya Allah, aku bertawassul kepada-Mu dengan kedudukan Muhammad, kemuliaan dan haknya agar Engkau memenuhi hajatku.

TAWASSUL DALAM HADIS NABI SAW

Usman bin Hanif berkata: Pada suatu hari ada seseorang datang kepada Nabi saw, lalu ia berkata: Doakan aku agar Dia menyembuhkan penyakitku. Maka Rasulullah saw bersabda: “Jika kamu mau, berdoalah; dan jika kamu bersabarlah, ini lebih baik bagimu?” Lalu ia minta agar didoakan. Kemudian Rasulullah saw menyuruhnya agar berwudhu’ dan melakukan shalat dua rakaat, dan membaca doa ini:

أَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ وَأَتَوَجَّهُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّكَ نَبِيِّ الرَّحْمَةِ يَا مُحَمَّدُ إِنِّي اَتَوَجَّهُ بِكَ اِلَى رَبِّي فِي حَاجَتِي لِتُقْضَى. أَللَّهُمَّ شَفِّعْهُ فِيَّ.
Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu, dan menghadap kepada-Mu dengan Nabi-Mu Nabi pembawa rahmat. Wahai Muhammad, aku menghadap denganmu kepada Tuhanku untuk urusan hajatku agar hajatku dipenuhi. Ya Allah, jadikan dia pemberi syafaat padaku. Lalu Usman bin Hanif berkata: Demi Allah, kami berpisah denganya dan lama tak jumpa dengannya. Sehingga pada suatu hari ia datang kepada kami dan ia sembuh dari penyakitnya. Hadis tersebut terdapat di dalam: 1) Sunan Ibnu Majah, jilid 1: 441, hadis ke 1385; cetakan Dar Ihya’ Al-
Kutub Al-‘Arabiyyah. 2). Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 4: 134; cetakan Muassasah dar Shadir/
Bairut. 3). Mustadrak Al-Hakim, jilid 1: 313; cetakan Haidar Abad/India. Dalam kitab ini disebutkan: Hadis ini shahih berdasarkan persyaratan Bukhari dan Muslim, tapi keduanya tidak meriwayatkannya. 4). Jami’ Ash-Shaghir As-Suyuthi: 59. Ia meriwayatkan dari At-Tirmidzi dan Al-Hakim. 5). Tarikh Al-Jami’, jilid 1: 286. Ini merupakan kitab kumpulan dari hadis-hadis shahih yang terhimpun kitab2 shahih selain Shahih Ibnu Majah. Zaini Dahlan (Mufti Mekkah) mengatakan: Sanad hadis tersebut shahih berdasarkan kreteria yang ditentukan oleh Bukhari, Ibnu Majah, Al- Hakim dalam Mustadraknya, dan Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitab Jami’nya. Masih banyak lagi dalil-dalil hadis Nabi saw tentang dianjurkannya bertawassul dalam berdoa. Memang ada sebagian kecil dari ulama dan muslimin yang mengatakan bahwa tawassul itu Bid’ah. Tapi hal itu tidak berarti bahwa Tawassul tidak mempunyai dasar dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah . Itu hanya karena mereka berbeda dalam memahami teks-teks Al-Qur’an dan hadis Nabi saw.
Orang Muslim beriman bahwa Allah Ta'ala menyukai amal perbuatan yang paling shalih, dan paling baik. Dia mencintai hamba-hamba-Nya yang shalilh dan menyuruh mereka mendekat kepada-Nya, mencari kecintaan kepada-Nya, dan mencari perantaraan kepada-Nya. Oleh karena itu, orang Muslim bertaqarrub (mendekat) kepada Allah Ta'ala dengan amal perbuatan yang shalih, dan perkataan-perkatan yang baik. Ia meminta kepada Allah Ta'ala dan mendekat kepada-Nya dengan Asmaul Husna-Nya, sifat-sifat-Nya yang maha tinggi, beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya, mencintai-Nya dan mencintai Rasul-Nya, mencintai orang-orang shalih, dan mencintai seluruh kaum mukminin. Ia mendekat kepada Allah Ta'ala dengan ibadah-ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji dan ibadah-ibadah sunnah. Ia juga mendekat kepada Allah Ta'ala dengan meninggalkan hal-hal haram, dan menjauhi larangan-larangan.  Ia tidak meminta kepada Allah Ta'ala dengan kedudukan salah seorang dari manusia, atau dengan amal perbuatan salah seorang dari hamba-hamba-Nya. Karena kedudukan seseorang itu bukan karena usahanya, dan amal perbuatan seseorang itu bukan berasal dari amal perbuatannya, sehingga ia harus meminta kepada Allah Ta'ala dengannya, atau mempersembahkan perantaraan di depan-Nya dengannya.  Allah Ta'ala tidak menyuruh hamba-hamba-Nya bertaqarrub (mendekat) kepada-Nya dengan selain amal perbuatan mereka, dan selain kebersihan ruhani mereka, namun dengan iman, dan amal shalih, karena dalil-dalil wahyu dan dalil-dalil akal. 

Dalil-Dalil Wahyu

1.     Penjelasan Allah Ta'ala tentang hal tersebut dalam firman-firman-Nya seperti dalam firman-firman-Nya berikut ini.   "Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang shalih dinaikkan-Nya."(Fathir: 10)
o    "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shalih." (Al-Mukminun: 51)
o    "Dan Kami masukkan dia ke dalam rahmat Kami, karena sesungguhnya dia termasuk orang-orang shalih." (Al-Anbiya': 75)     "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya." (Al-Maidah: 35)     "Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah)." (Al-Isra': 57)     "Katakanlah, ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kalian, dan mengampuni dosa-dosa kalian Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Ali Imran: 31)     "Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi saksi (tentang keesaan Allah) ." (Ali Imran: 53)     "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman (yaitu), ‘Berimanlah kalian kepada Tuhan kalian', maka kami pun beriman. Ya Tuhan kami ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti." (Ali Imran: 193)     "Hanya milik Allah asmaul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (Al-A'raaf: 180)     "Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)." (Al-Alaq: 5) 

           Penjelasan Rasulullah saw. tentang hal tersebut dalam sabda-sabdanya, seperti sabda-sabdanya berikut ini.
o    "Sesungguhnya Allah itu baik yang tidak menerima kecuali yang baik-baik." (Diriwayatkan Muslim, At-Tirmidzi dan Ahmad).     "Kenalilah Allah pada saat sejahtera, Allah pasti mengenalmu pada saat kesulitan."(Diriwayatkan At-Tirmidzi dan ia men-shahih-kannya).     "Hamba-Ku tidak mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai dari apa yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga aku mencintainya." (Mutafaq Alaih).     Sabda Rasulullah saw. dalam hadits qudsi, "Jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat padanya satu hasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat padanya sedepa. Jika datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku datang kepadanya dengan lari-lari kecil." (Diriwayatkan Al-Bukhari).     Dalam hadits lain, Rasulullah saw. bercerita tentang orang-orang yang tertahan di dalam gua karena batu menutup pintunya. Lalu, salah seorang dari mereka mendekatkan diri kepada Allah Ta'ala dengan baktinya kepada kedua orang tuanya, orang kedua dengan meninggalkan apa yang diharamkan Allah Ta'ala padanya, dan orang ketiga dengan mengembalikan hak kepada pemiliknya padahal ia amat menginginkannya. Ini terjadi setelah salah seorang dari mereka berkata kepada mereka, "Ingat-ingatlah amal perbuatan shalih yang kalian kerjakan karena Allah, kemudian berdoalah kalian kepada Allah dengan amal-amal tersebut. Mudah-mudahan menghilangkan musibah ini dari kalian." Kemudian mereka berdoa, dan mendekat (tawassul) kepada Allah dengan amal perbuatannya masing-masing, hingga kemudian Allah membuka gua untuk mereka, dan mereka bisa keluar daripadanya dengan selamat. (Muttafaq Alaih).     "Saat terdekat seorang hamba dengan Tuhannya ialah ketika ia sujud." (Diriwayatkan Muslim dan lain-lainnya).     "Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dengan semua nama-Mu yang Engkau namakan Diri-Mu dengannya, atau Engkau turunkan di dalam Kitab-Mu, atau Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau Engkau rahasiakan di dalam ilmu ghaib di sisi-Mu, hendaklah Engkau menjadikan Al-Qur'an yang agung sebagai taman hatiku, sebagai cahaya dadaku, sebagai penghilang kesedihanku, dan sebagai pelipur kecemasanku, dan kekalutanku." (Diriwayatkan Ahmad dengan sanad yang baik).     "Sungguh orang ini telah berdoa kepada Allah dengan nama Allah yang terbesar di mana Allah tidak diminta dengannya melainkan Dia mengabulkan." (Diriwayatkan Ahmad). 

3.       Kisah-kisah tawassul para nabi disebutkan dalam Al-Qur'an Al-Karim, dan bahwa mereka bertawassul dengan nama-nama Allah Ta'ala, sifat-sifat-Nya, iman kepada-Nya, amal shalih, dan tidak dengan selain itu semua.     Nabi Yusuf Alaihis-Salam berkata dengan tawassulnya, "Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan, dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi. Wahai Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shalih." (Yusuf: 101).     Dzun Nun (Nabi Yunus) Alaihis-Salam berkata dengan tawassulnya, "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku, maka Allah mengampuninya." (Al-Qashash: 16).     Nabi Musa Alaihis-Salam berkata dengan tawassulnya, "Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhanku dan Tuhan kalian dari setiap orang yang menyombongkan diri yang tidak beriman kepada hari berhisab." (Ghafir: 27).     Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail berkata dalam tawassul keduanya, "Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 127).     Adam dan Hawa berkata, "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (Al-A'raaf: 23) 

Dalil-Dalil Akal

1.       Kemahakayaan Allah Ta'ala, dan kemiskinan hamba menghendaki hamba yang miskin mendekat kepada Allah Yang Mahakaya, agar hamba yang miskin dan lemah tersebut bisa selamat dari apa yang ia takutkan, dan beruntung dengan apa yang dicintai Allah, dan disenangi-Nya.    Ketidaktahuan seorang hamba terhadap apa saja yang dicintai AllahTa'ala, dan perkataan dan perbuatan yang dibenci-Nya menghendaki bahwa pendekatan itu hanya terbatas pada apa saja yang telah disyariatkan Allah Ta'ala, dan dijelaskan Rasul-Nya baik berupa perkataan, dan perbuatan yang baik yang harus dikerjakan, atau perkataan, dan amal perbuatan kotor yang harus ditinggalkan.   Kedudukan yang dimiliki seseorang yang bukan karena usahanya, dan amal perbuatannya yang bukan hasil kerja kedua tangannya itu menghendakinya mendekat kepada Allah Ta'ala dengan amal perbuatannya. Karena, kedudukan seseorang itu - kendati setinggi apa pun - itu tidak bisa menjadi sarana pendekat bagi orang lain kepada Allah Ta'ala. Kecuali jika orang tersebut beramal dengan anggota badannya, atau hartanya untuk mendapatkan kedudukan pemilik kedudukan tersebut. Maka, ketika itulah ia meminta kedudukan tersebut kepada Allah dengan amal perbuatannya, karena amal perbuatan tersebut menjadi usahanya, dan hasil kerja kedua tangannya. Ini dengan syarat, dari awal ia memaksudkan amal perbuatan itu ikhlas karena Allah Ta'ala, dan mencari keridhaan-Nya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar