O R N A M E N
oleh Agus Mulyadi Utomo
Hidup dan Seni:goesmul.blogspot.com/ornamen
goesmul@gmail.com
Bangsa
Indonesia terdiri banyak suku bangsa yang tersebar dari Sabang sampai Merauke,
terdiri dari berbagai daerah dan suku-suku yang hampIr pada setiap daerah
tersebut telah mewariskan hasil-hasil karyanya berupa kesenian yang besar dan
bernilai tinggi serta meyakinkan. Hasil kesenian tersebut ternyata hingga saat
sekarang masih hidup dan terpelihara. Kenyataan itu memberi harapan tentang
kelangsungan hidup dari seni-seni tradisi yang memiliki nilai-nilai tinggi dan adhiluhung dengan berbagai variasinya,
serta semakin besarnya perhatian masyarakat dan pemerintah dalam mengelola
masalah tersebut.
Atas
dasar kenyataan tersebut amatlah disayangkan apabila kesenian yang sudah
sedemikian itu sampai mengalami kepunahan karena adanya arus globalisasi dengan
masuknya budaya barat ke Indonesia. Untuk itulah sudah sewajarnya bangsa
Indonesia dan para generasi mudanya ikut andil dalam melestarikan keterampilan
warisan nenek moyang, sekaligus
mengembangkan seni budaya yang dimiliki. Sebagaimana diketahui bahwa cabang
kesenian tradisi yang ada di Indonesia diantaranya meliputi bidang senirupa,
seperti keramik, patung, lukisan, bentuk arsitektur dan percandian, mebelair,
kain dan busana, peralatan atau perabotan sehari-hari dan sebagainya. Dalam
bidang senirupa inipun masih terbagi-bagi lagi menjadi bermacam-macam jenisnya,
dan salah satunya adalah seni ornamen.
Ornamen
merupakan salah satu unsur dari cabang senirupa yang tidak kalah pentingnya
dalam usaha memenuhi tuntutan jiwani. Sudah menjadi pemahaman umum bahwa
ornamen memiliki peran yang sangat besar, hal ini dapat di lihat melalui
penerapannya di berbagai hal, meliputi segala aspek kehidupan manusia baik
bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Seperti misalnya penerapannya pada
alat-alat upacara, alat berburu, angkutan, rumah-rumah adat, alat-alat
pertanian, souvenir dan sebagainya. Ornamen merupakan salah satu unsur senirupa
yang sudah selayaknya mendapat perhatian besar dari masyarakat luas, demi suatu
kemanfaatan dan untuk menjaga kelestariannya.
Pengertian Ornamen
Herbert Read menyebutkan bahwa kebutuhan akan ornamen
sebenarnya bersifat psikologis, karena pada diri manusia terdapat suatu
perasaan yang disebut: “H o r r o r
V a c u i i “, yang dapat
diartikan sebagai berikut, yaitu sebagai: “ Katakutan akan ruang kosong ”, atau bahwa perkataan
ornamen berasal dari kata horror of a
vacuum (Bhs.Inggris)
yang berarti perabot, pakaian, arsitektur dan lainnnya, kesan menakutkan atau aroma kebencian dan kengerian terhadap
ruang atau komposisi kosong. Istilah ini
sering dipergunakan dalam sejarah tradisional atau ornamentasi dan pada seni
primitif. Kritikus Italia Mario Praz, menggunakan istilah ini
untuk menggambarkan atmosfir yang mencekik dan kesemrawutan desain interior
pada masa Victorian. Pergerakan dari daerah Timur, mengisi ruang kosong dengan
menyerap seni Islam (Arabesque) dari
masa lampau hingga kini. Sebagai contoh penerapan lainnya, adalah yang berasal
dari seni Yunani Kuno yaitu masa Geometrik (1100-900 SM), ketika horror
vacuii dianggap sebagai unsur gaya dari semua seni. Ada yang
berpendapat bahwa horror vacuii dalam
seni, datangnya dari ketidakstabilan atau dipengaruhi secara mental atau
psikologis para seniman, arsitek dan pemerhati karya seni.
Banyak
para ahli berpendapat Ornare
(bahasa Latin) yang berarti menghiasi, dalam Ensiklopedia Indonesia, ornamen dijelaskan sebagai setiap
hiasan bergaya geometrik atau yang lainnya; ornamen dibuat pada suatu bentuk
dasar dari hasil kerajinan tangan. Ornamen berasal dari kata “Ornare”
(bahasa Latin) yang berarti menghias. Ornare yang berarti menghiasi ini, ornamen dibuat
pada suatu bentuk dasar dari hasil kerajinan tangan berupa perabot, pakaian dan
arsitektur. Pengertiannya berasal dari kata “Ornare” ini (bahasa Latin) yang berarti menghias, juga berarti
“dekorasi” atau hiasan, sering disebut pula sebagai desain dekoratif atau
desain ragam hias, dimana setiap hiasan bergaya geometrik atau bergaya lain,
ornamen dibuat pada suatu bentuk dasar dari suatu hasil kerajinan tangan
(perabotan, pakaian dan sebagainya) termasuk juga arsitektur. Juga dapat diartikan
‘memberikan’ atau ‘menambah’ atau ‘sengaja untuk tujuan sebagai hiasan’,
misalnya sebuah produk diberi hiasan dengan tujuan agar lebih tampak estetik
atau pun lebih indah. Terjadinya ornamen dikarenakan adanya suatu
kebutuhan dari produk itu sendiri, begitu juga adanya dorongan sosial-kultur
dan lingkungan kehidupan umat manusia serta lingkungan alam. Ornamen sebagai
komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai
hiasan, baik sebagai ornamen aktif (hias & fungsi) dimana hiasan langsung
aktif menanggung beban dan makna tertentu atau pun berfungsi, misalnya sebagai
penyangga (kuda-kuda pada tiang bangunan canggah
wang di Bali), maupun sebagai ornamen pasif (penghias saja) misalnya hiasan
dinding berupa relief.
Motif
pada ornamen juga merupakan bentuk dasar dalam penciptaan atau perwujudan suatu
karya ornamen. Motif dalam ornamen meliputi: motif, geometris, motif
tumbuh-tumbuhan, motif binatang, motif manusia, motif gunung, motif air, motif awan,
motif batu-batuan, motif kreasi atau khayalan dan lainnya.
Motif
geometris, adalah motif yang tertua sejak zaman pra-sejarah. Ragam hias ini
pada mulanya dibuat dengan guratan-guratan sederhana mengikuti bentuk benda
yang dihias. Kemudian memanfaatkan
unsur-unsur dalam ilmu ukur seperti garis-garis lengkung dan lurus, lingkaran,
segitiga, segiempat, bentuk meander, swastika, dan bentuk pilin, patra mesir “L/T” dan
lain-lain. Selanjutnya dalam perkembangannya motif ini bisa diterapkan pada
berbagai tempat dan berbagai teknik apakah digambar langsung, dipahat, dicetak,
bahkan memanfaatkan teknologi computer
dan digital.
Ornamen
merupakan komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja di buat
untuk tujuan sebagai hiasan. Di samping tugasnya sebagai penghias secara
implisit menyangkut segi-segi keindahaan, misalnya untuk menambah keindahan
suatu barang sehingga lebih bagus dan menarik, di samping itu dalam ornamen
sering ditemukan pula nilai-nilai simbolik atau maksud-maksud tertentu yang ada
hubungannya dengan pandangan hidup (falsafah hidup, simbolisasi dan keagamaan)
dari manusia atau masyarakat pembuatnya, sehingga benda-benda yang diterapinya
memiliki arti dan makna yang mendalam, dengan disertai harapan-harapan yang
tertentu pula. Pada perkembangan-perkembangan lebih lanjut, pemanfaatan ornamen,
di samping memiliki maksud-maksud tertentu dan pada waktu yang lebih kekinian
banyak penekannya hanya sekedar sebagai penghias saja, dengan demikian ornamen
betul-betul merupakan komponen produk seni yang di tambahkan atau sengaja di
buat untuk tujuan sebagai hiasan semata. Dengan demikian jelas bahwa
tugas dan fungsi ornamen adalah sebagai penghias suatu objek. Apabila ornamen
tersebut di letakkan atau diterapkan pada benda lain akan memiliki nilai tambah
pada benda tersebut. Apakah benda yang dihias akan bertambah indah, antik,
angker, cantik, dan atau predikat sebagai ungkapan seni lain. Tentunya dalam
cakupan yang sesuai dengan bagaimana dan di mana suatu ornamen harus di
gunakan. Ternyata pengertiannya tidak semudah itu, sebab dalam ornamen
menyangkut masalah-masalah lain yang lebih kompleks dan luas. Karena dalam
hubungannya perlu diuraikan tentang motif, atau tema maupun pola-pola yang di
kenakan pada benda-benda seni, bangunan, dan pada permukaan benda apa saja
tanpa memandang kepentingannya bagi struktur dan fungsinya. Selanjutnya apabila
diteliti lebih mendalam dari pembahasan di atas, cakupan ornamen menjadi sangat
luas. Karena sesuatu yang mempunyai tugas menghiasi serta menambah nilai dari
benda yang ditempatinya berarti disebut sebagai ornamen. Pengertian ini akan
lebih menyulitkan dalam memahami apabila ingin mengembangkannya. Tidak sepenuhnya
pengertian ornamen demikian, sebab ornamen juga memiliki ciri, sifat dan
karakter yang sangat khusus. Sehubungan dengan itu, coba dibandingkan
persoalan-persoalan berikut ini, dalam sebuah kelompok ornamen, sebuah patung yang
berdiri sendiri bisa berubah menjadi suatu unit bila di letakkan di taman kota atau
ditempatkan pada pintu-pintu masuk gedung, di dalam ruang bangunan tertentu.
Begitu
juga seandainya sebuah lukisan yang di pasang pada dinding suatu ruangan atau ruang
tamu beserta mebel-mebelnya yang begitu serasi, membuat suasana ruangan
tersebut menjadi lebih menarik dan indah. Dari uraian di atas jelas fungsi
patung, lukisan serta mebel-mebel adalah sebagai hiasan pada taman kota, ruang
tamu, maupun pintu gerbang. Dengan demikian patung, lukisan, patung dan mebel
tersebut dapat diartikan sebagai ornamen dari taman Kota, ruang tamu maupun
pintu gerbang tersebut. Perlu di ketahui pula, bahwa hal yang demikian itu bukanlah
yang di maksud dengan ornamen sesungguhnya, sebagai mana yang penulis
maksudkan. Contoh lain, ada sebuah mebel yang di dalamnya terdapat
ukiran-ukiran yang melilit-lilit ke seluruh bagian mebel, atau ukirannya hanya
pada beberapa bagian saja. Dalam kasus seperti ini mudah dijelaskan kedudukan
ukiran tadi, yaitu sebagai hiasan atau ornamen dari mebel tersebut. Sejalan
dengan hal itu, adalah sama juga persoalannya bila gelang, kalung, liontin dapat
di anggap sebagai ornamen dari orang yang memakainya. Diketahui pula, pada di
sisi lain benda-benda perhiasan tersebut juga terdapat ornamen yang
menghiasinya. Dari pengertian di atas, tentu agak cukup menyulitkan dalam
menarik kesimpulan yang memadai, terlebih lagi apabila dikaitkan dengan pengertian
dekorasi. Sebab arti dari dekorasi juga menghiasi, sekalipun demikian dapat di
pahami bahwa pada umumnya pengertian ornamen dengan dekorasi dalam banyak hal
terdapat kesamaan, namun tetap saja ada perbedaan-perbedaan yang signifikan,
karena dekorasi dalam banyak hal lebih menekankan pada penerapan-penerapan yang
bersifat khusus, misalnya dekorasi interior, dekorasi panggung dan lainnya.
Dalam menanggapi masalah tersebut, barangkali akan menjadi lebih terbuka dalam
pemikiran, apabila menyadari bahwa ornamen dapat menjadi elemen atau
unsur dekorasi, tetapi tidak untuk sebaliknya (dekorasi sebagai unsur ornamen).
Oleh sebab itu pengertian ornamen akan bergantung dari sudut mana melihatnya, dan setiap orang bebas menarik
kesimpulan menurut sudut pandangnya.
Ornamen
juga berarti “dekorasi” atau hiasan, sehingga ornamen sering disebut sebagai
desain dekoratif atau desain ragam hias. Dan ornate, mempunyai arti
arsitektur yang sangat dipenuhi hiasan dan ornamen. Dalam Ensiklopedia
Indonesia (1979: 1017), ornamen adalah setiap hiasan bergaya geometrik
atau bergaya lain, ornamen dibuat pada suatu bentuk dasar dari suatu hasil
kerajinan tangan (perabotan, pakaian dan sebagainya) termasuk arsitektur. Dari
pengertian tersebut jelas menempatkan ornamen sebagai karya seni yang dibuat
untuk diabdikan atau mendukung maksud tertentu dari suatu produk, tepatnya
untuk menambah nilai estetis dari suatu benda produk yang akhirnya pula akan
menambah nilai finansial dari benda atau produk tersebut. Dalam hal ini ada
ornamen yang bersifat pasif dan aktif. Pasif maksudnya ornamen tersebut hanya
berfungsi menghias, tidak ada kaitanya dengan hal lain seperti ikut mendukung
konstruksi atau kekuatan suatu benda. Sedangkan ornamen berfungsi aktif
maksudnya selain untuk menghias suatu benda juga mendukung hal lain pada benda
tersebut misalnya ikut menentukan kekuatanya, contohnya: kaki kursi motif
belalai atau kaki gajah, juga motif kaki elang dan sebagainya.
Pendapat lain menyebutkan bahwa ornamen adalah
pola hias yang dibuat dengan digambar, dipahat, dan dicetak, untuk mendukung
meningkatnya kualitas dan nilai pada suatu produk atau karya seni dan sering dihubungkan
dengan berbagai corak dan ragam hias yang ada. Menurut Vinigi L. Grottanelli yang menyebut ornamen sebagai motif-motif dan
tema-tema yang dipakai pada benda-benda seni, bangunan-bangunan atau permukaan
apa saja tetapi tidak memiliki manfaat struktural dan guna pakai dalam arti
semua pengerjaan itu hanya dipakai untuk hiasan semata. Ornamen juga merupakan perihal yang akan
menyertai bidang gambar, lukisan atau jenis karya lainnya, sebagai bagian dari
struktur yang ada didalamnya (Susanto, 2003). Pendapat ini agak luas, ornamen
tidak hanya dimanfaatkan untuk menghias suatu benda atau produk fungsional saja
tapi juga sebagai elemen penting dalam karya seni (lukisan, keramik, patung,
grafis), sedangkan teknik visualisasinya tidak hanya digambar seperti yang dikenal
selama ini, tapi juga dipahat dan dicetak. Namun Ismail Raji Al-Faruqi (1986), menjelaskan bahwa pendapat Grottanelli sebagai pendapat universal
saja. Sedang dalam seni Islam, ornamentasi memiliki nilai dan arti yang lebih
luas serta nilai tambah yang lain, tidak hanya sekedar hiasan permukaan, tetapi
berfungsi sebagai pengingat akan tauhid
(transedensi Ilahi), tranfigurasi
bahan (perpaduan bahan dengan penggunaan pola ornamen) dan transfigurasi
struktur.
Pengertian yang lebih luas, bahwa ornamentasi
memiliki fungsi sebagai motivasi dasar berkarya dan juga mempunyai kelebihan
sebagai lintasan ideologi dan bersikap (trans-ideologi).
Dalam perkembangan selanjutnya, penciptaan karya seni ornamen tidak hanya dimaksudkan
untuk mendukung keindahan suatu benda, tapi dengan semangat kreativitas seniman
mulai membuat karya ornamen sebagai karya seni yang berdiri sendiri, tanpa
harus menumpang atau mengabdi pada kepentingan lain. Karya semacam ini dikenal
dengan seni dekoratif, termasuk lukisan atau karya lain yang mengandalkan
hiasan sebagai unsur utama.
Dari beberapa pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa ornamen merupakan salah satu karya seni dekoratif yang umumnya
dimanfaatkan untuk menambah keindahan suatu benda atau produk, atau merupakan
suatu karya seni dekoratif (seni murni atau ekspresi) yang berdiri sendiri,
tanpa terkait dengan benda atau produk fungsional. Dari sesuatu yang tidak jelas dan kurang
menarik, lalu diberi ornamen untuk lebih memperjelas bentuk secara keseluruhan
dan lebih menarik serta indah penampilannya.
Esensi dari penggunaan ornamen juga
diibaratkan bagai “wanita yang dasarnya sudah cantik”, agar lebih menarik dan
tampak lebih hidup lagi, maka dibubuhi lipstick
untuk memperjelas bentuk bibir yang indah, dan dibubuhi dengan makara atau gincu di wajah dengan teliti dan tidak berlebihan agar
penampilannya lebih baik lagi dan memancarkan nilai keindahan serta lebih
menonjolkan kecantikannya itu. Pemberian gincu
atau makara bisa juga menutupi
kelemahan atau kekurangan fisik, bisa juga bila penerapan yang terlampau
berlebihan dan ceroboh akan mengubah citra atau karakter seseorang dan bahkan
terlihat seperti murahan.
Struktur Ornamen
Struktural ornamen ini, dapat lebih mudah
untuk dimengerti terutama dalam mendekorasi yaitu mengolah ornamen keramik. Terjadinya
ornamen tersebut, umumnya disebabkan ada
dua hal antara lain:
1. Karena bahan atau materialnya, yaitu ornamen terjadi karena kebetulan secara
visual sudah ada atau terdapat pada material atau bahannya (lihat Gambar). Bahan
yang dipergunakan sudah memiliki efek-efek yang bersifat ornamental dan alami.
Sebagai contoh yaitu adanya bintik-bintik oksida
logam dalam tanah liat atau yang terdapat pada serat-serat kayu, tekstur bahan
sintetis atau corak tertentu pada bebatuan dan lain sebagainya.
2.
Karena adanya proses atau karena
penggunaan peralatan. Terjadinya ornamen dikarenakan adanya suatu proses dari
pembuatan dan yang sengaja dikeluarkan atau ditampilkan. Efek-efek ornamental
muncul secara sengaja atau dari akibat proses pengerjaan. Contohnya seperti
adanya alur atau jalur-jalur pada benda keramik bekas tangan atau alat terim
yang diputar (lihat gambar). Juga adanya efek-efek ornamental pada pada bekas
telapak (kaki / tangan / sepatu), kerang, tali, anyaman, tenunan dan
sebagainya.
Type-type Ornamen
Permulaan sejarah semua ornamen atau hiasan
itu, bermula dari ornament structural,
baik yang timbul sesudah tersimpulkan dalam bahan maupun yang timbul karena
cara-cara pengerjaan. Kemudian kualitas-kualitas atau efek-efek yang muncul
secara sadar ditiru dan dikembangkan serta menjadi ornamen yang diterapkan atau dibubuhkan. Sesuai dengan
asal-usulnya terdapat dua type ornamen,
yaitu structural ornament dan applied ornament.
Ornamen dan Cakupannya
Ornamen merupakan komponen produk seni yang ditambahkan
atau sengaja di buat untuk tujuan sebagai hiasan. Di samping tugasnya sebagai
penghias secara implisit menyangkut segi-segi keindahaan, misalnya untuk
menambah keindahan suatu barang sehingga lebih bagus dan menarik, di samping
itu dalam ornamen sering ditemukan pula nilai-nilai simbolik atau maksud-maksud
tertentu yang ada hubungannya dengan pandangan hidup (falsafah hidup) dari manusia atau masyarakat
pembuatnya, sehingga benda-benda yang dihasilkannya memiliki arti dan makna
yang mendalam, dengan disertai harapan-harapan yang tertentu
pula.
Pada
perkembangan lebih lanjut dalam pemanfaatan ornamen, di samping memiliki
maksud-maksud tertentu dan trend serta
pada waktu yang lebih kekinian banyak penekannya hanya sekedar sebagai penghias
saja. Ternyata ornamen betul-betul merupakan komponen seni yang di tambahkan
atau sengaja di buat untuk tujuan sebagai hiasan semata. Dengan demikian,
telah jelas bahwa tugas dan fungsi ornamen adalah sebagai penghias suatu objek
atau produk, dan apabila ornamen tersebut di letakkan atau diterapkan pada
benda lain akan memiliki nilai tambah pada benda tersebut, bahkan ada sebagai
nilai peribadatan dan magis, juga dalam seni ornamen Islam selain untuk
memperindah, bisa saja memiliki nilai pengingat, nasehat, dakwah dan nilai
spiritual.
Penerapan
ornamen, apakah akan menambah indah, antik, angker, cantik, dan atau predikat
yang lain lagi. Tentunya dalam cakupan sesuai dengan siapa yang melakukan,
untuk apa dan bagaimana serta di mana suatu ornamen harus di gunakan. Ternyata
pengertiannya, tidaklah semudah dan sesempit itu, sebab dalam ornamen
menyangkut masalah-masalah lain yang lebih kompleks dan luas. Karena dalam
hubungan tersebut perlu pula diuraikan tentang pemilihan motif, atau tema
maupun pola-pola yang di kenakan pada benda-benda seni, bangunan dan pada
permukaan apa saja, untuk memperkuat karakter suatu objek dengan pertimbangan
berbagai hal dan memandang kepentingan lain, baik struktur maupun fungsinya, dan lain sebagainya.
Selanjutnya
apabila diteliti lebih mendalam dari pembahasan di atas, cakupan ornamen
menjadi sangat luas. Karena sesuatu yang mempunyai tugas menghiasi serta
menambah nilai dari benda yang ditempatinya berarti disebut sebagai ornamen.
Pengertian ini akan lebih menyulitkan atau merasa terbebani apabila perupa ingin
mengembangkannya sesuai banyak kepentingan. Namun tidaklah sepenuhnya pengertian ornamen
demikian, sebab ornamen memiliki ciri, sifat dan karakter yang sangat khusus.
Sehubungan dengan itu, coba dibandingkan persoalan-persoalan berikut ini dalam
sebuah kelompok ornamen, sebuah patung yang berdiri sendiri bisa berubah
menjadi suatu unit bila di letakkan di taman kota atau ditempatkan pada
pintu-pintu masuk gedung atau bangunan. Begitu juga seandainya sebuah lukisan
yang di pasang pada dinding suatu ruangan (ruang tamu) beserta mebel-mebelnya
yang begitu serasi, membuat suasana ruangan tersebut menjadi lebih menarik dan
indah. Dari uraian di atas jelas fungsi patung, lukisan serta mebel-mebel
adalah sebagai hiasan pada taman kota, ruang tamu, maupun pintu gerbang. Jadi
dengan demikian, adanya patung, lukisan,
patung dan mebel tadi dapat diartikan sebagai ornamen dari taman Kota, ruang
tamu maupun pintu gerbang tersebut. Perlu kiranya di ketahui bahwa hal yang
demikian itu bukanlah yang di maksud dengan ornamen sesungguhnya, sebagai mana
yang dimaksudkan. Contoh lain, ada sebuah mebel yang di dalamnya terdapat
ukiran-ukiran yang melilit-lilit ke seluruh bagian mebel, atau ukirannya hanya
pada beberapa bagian saja. Dalam kasus ini mudah dijelaskan kedudukan ukiran
tadi, yaitu sebagai hiasan atau ornamen dari mebel tersebut.
Sejalan
dengan itu, adalah sama persoalannya bila gelang, kalung, liontin di anggap
sebagai ornamen dari orang yang memakainya, padahal di sisi lain benda-benda
perhiasan tersebut juga terdapat ornamen yang menghiasinya. Pengertian di atas
agak cukup menyulitkan dalam menarik kesimpulan yang memadai, terlebih lagi
apabila dikaitkan dengan penertian dekorasi. Sebab arti dari dekorasi juga
menghiasi, sekalipun demikian dapat di pahami bahwa pada umumnya pengertian
ornamen dengan dekorasi dalam banyak hal terdapat kesamaan, namun tetap saja
ada perbedaan-perbedaan yang signifikan, karena dekorasi dalam banyak hal lebih
menekankan pada penerapan-penerapan yang bersifat khusus, misalnya dekorasi
interior, dekorasi panggung. Dalam menanggapi masalah itu, barangkali akan
menjadi lebih terbuka dalam pikiran apabila menyadari bahwa ornamen dapat
menjadi elemen atau unsur dekorasi, tetapi tidak untuk sebaliknya dekorasi sebagai unsur ornamen. Oleh sebab itu
pengertian ornamen akan bergantung dari sudut mana cara melihatnya, dan setiap
orang bebas menarik kesimpulan menurut sudut pandangnya.
Motif dan Pola
Ornamen
Kalau
membahas tentang ornamen kita tidak terlepas dari pola dan motif karena pola
dan motif merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ornamen. Pola dalam
bahasa Inggris di sebut “pattern”.
Menurut H.W. Fowler dan F.G Fowler,
pola disebut “decorative”
design as executed on carpet, wall paper, clots etc”, sedangkan Herbert Read menjelaskan pola sebagai penyebaran garis dan warna dalam
suatu bentuk ulangan tertentu. Gambaran tentang pola mungkin masih sulit
dipahami apabila belum mengerti tentang apa itu motif. Dalam Ensiklopedia Indonesia, di jelaskan
bahwa motiflah yang menjadi pangkal tema dari suatu buah hasil kesenian.
Sejalan
dengan pendapat di atas kalau di gambarkan, apabila ada garis lengkung (hanya
sebagai contoh) maka garis tersebut disebut sebagai motif, yaitu motif garis
lengkung, kalau garis lengkung tadi diulang secara simetris, maka akan
diperoleh gambar lain yaitu gambar ke dua, merupakan sebuah pola yang diperoleh
dengan menggunakan motif garis lengkung tadi, selanjutnya apabila gambar ke dua
tadi motif dan di ulang-ulang menjadi gambar ke tiga, maka gambar tersebut
dapat di sebut sebagai pola atas motif yang ke dua tadi, demikian seterusnya.
Jadi
dari satu jenis motif betapapun sederhananya, sebagaimana garis lengkung yang
dijadikan contoh tadi, setelah mengalami pengulangan dapatlah diperoleh sebuah
pola, bahkan tidak hanya sebuah saja, tetapi akan bergantung pada kemungkinan
kreativitas seseorang dalam merangkainya. Selanjutnya apabila pola yang telah
diperolehnya tadi diterapkan atau dijadikan hiasan pada suatu benda, misalnya
dengan jalan di ukir (contoh: pada sebuah kursi), maka kedudukan pola tadi
ialah sebagai ornamen dari kursi tersebut. Sampai di sini jelaslah bahwa
motiflah yang menjadi pangkal atau pokok dari suatu pola, dimana setelah motif
itu mengalami proses penyusunan dan dibuat secara berulang-ulang akan diperoleh
sebuah pola. Kemudian setelah pola tadi diterapkan pada suatu benda maka
jadilah suatu ornamen.
Ornamen merupakan salah satu seni hias
yang paling dekat dengan kriya apalagi jika dikaitkan dengan berbagai hasil
produknya. Untuk membuat suatu karya dan mengembangkan atau merintis suatu
keahlian pada bidang kriya, tentu peranan ornamen menjadi sangat penting.
Disamping itu dalam hal hias-menghias,
merupakan salah satu tradisi di Indonesia yang tidak kalah pentingnya dan tidak
dapat dipisahkan dengan cabang-cabang seni rupa lainnya. Peranan ornamen
sangatlah besar, hal ini dapat dilihat dalam penerapannya pada berbagai hal
meliputi: bidang arsitektur, alat-alat upacara dan adat-istiadat, alat
angkutan, benda souvenir, perabot rumah tangga, pakaian, perhiaan dan
sebagainya. Juga untuk memenuhi berbagai aspek kehidupan, baik bersifat
jasmaniah maupun ruhaniah.
Untuk mempelajari dan menghayati bentuk serta
arti seni ornamen, terlebih sampai pada sejarah, makna simbolis, gaya, jenis,
cara pengungkapan, fungsi atau penerapannya pada suatu benda atau bangunan dan
lain-lain, diperlukan suatu pengetahuan serta kemahiran (skill) tertentu dan waktu yang panjang, mengingat seni ornamen
mempunyai berbagai aspek seperti: jenis motif, corak, perwatakan, nilai, teknik
penggambaran, dan penerapan yang berbeda-beda. Namun demikian tidak tertutup
kemungkinan untuk mempelajari, mengerti, menghayati, dan menciptakannya secara
baik. Secara bertahap semua itu dapat dipahami, apabila didukung oleh kemauan
dan rasa ingin tahu yang kuat.
Motif dalam konteks ini dapat diartikan
sebagai elemen pokok dalam seni ornamen. Ia merupakan bentuk dasar dalam
penciptaan/perwujudan suatu karya ornamen. Motif alam ornamenmeliputi: a. Geometris,
motif yang tertua dari ornamen adalah bentuk geometris. Motif ini lebih banyak
memanfaatkan unsur-unsur dalam ilmu ukur seperti garis-garis lengkung dan
lurus, lingkaran, segitiga, segiempat, bentuk meander, swastika, dan
bentuk pilin, bermacam pepatran, patra mesir “L” atau “T” dan lain-lain. Ragam hias ini pada mulanya
dibuat dengan guratan-guratan mengikuti bentuk benda yang dihias, dalam
perkembangannya motif ini bisa diterapkan pada berbagai tempat dan berbagai
teknik yang bisa digambar atau dipahat atau pun dicetak. b.
Motif
tumbuh-tumbuhan. Penggambaran motif tumbuh-tumbuhan dalam
seni ornamen dilakukan dengan berbagai cara baik natural maupun stilirisasi
sesuai dengan keinginan senimannya, demikian juga dengan jenis tumbuhan yang
dijadikan obyek/inspirasi juga berbeda tergantung dari lingkungan (alam,
sosial, dan kepercayaan pada waktu tertentu) tempat motif tersebut
diciptakan. Motif tumbuhan yang merupakan hasil gubahan sedemikian rupa jarang
dapat dikenali dari jenis dan bentuk tumbuhan apa sebenarnya yang digubah atau distilisasi,
karena telah diubah dan jauh dari bentuk aslinya. c. Motif
binatang. Penggambaran binatang dalam ornamen
sebagian besar merupakan hasil gubahan/stilirisasi, jarang berupa binatang
secara natural, tapi hasil gubahan tersebut masih mudah dikenali bentuk dan
jenis binatang yang digubah, dalam visualisasinya bentuk binatang terkadang
hanya diambil pada bagian tertentu ( tidak sepenuhnya) dan dikombinasikan
dengan motif lain. Jenis binatang yang dijadikan obyek gubahan antara lain,
burung, singa, ular, kera, gajah dll. Untuk mempelajari dan menghayati bentuk
serta arti seni ornamen, terlebih sampai pada sejarah, makna simbolis, gaya,
jenis, cara pengungkapan, fungsi atau penerapannya pada suatu benda atau
bangunan dan lain-lain, diperlukan suatu pengetahuan serta kemahiran (skill) tertentu dan waktu yang panjang,
mengingat seni ornamen mempunyai berbagai aspek seperti: jenis motif, corak,
perwatakan, nilai, teknik penggambaran, dan penerapan yang berbeda-beda. Namun
demikian tidak tertutup kemungkinan untuk mempelajari, mengerti, menghayati,
dan menciptakannya secara baik. Secara bertahap semua itu dapat dipahami,
apabila didukung oleh kemauan dan rasa ingin tahu yang kuat. d. Motif manusia.
Manusia sebagai salah satu obyek dalam penciptaan motif ornamen mempunyai
beberapa unsur, baik secara terpisah seperti kedok atau topeng, dan secara utuh
seperti bentuk-bentuk dalam wayangan. e. Motif gunung, air, awan, batu-batuan dll. Motif benda-benda alami seperti batu, air, awan dll,
dalm penciptaannya biasanya digubah sedemikian rupa sehingga menjadi suatu
motif dengan karakter tertentu sesuai dengan sifat benda yang diekspresikan
dengan pertimbangan unsur dan asas estetika. misalnya motif bebatuan biasanya
ditempatkan pada bagian bawah suatu benda atau bidang yang akan dihias dengan
motif tersebut. f. Motif Kreasi / khayalan,
yaitu bentuk-bentuk ciptaan yang tidak terdapat pada alam nyata seperti motif
batik, motif makhluk ajaib, raksasa, dewa dan lain-lain. Bentuk
ragam hias khayali adalah merupakan hasil daya dan imajinasi manusia atas
persepsinya, motif mengambil sumber ide diluar dunia nyata. Contoh motif ini
adalah : motif kala, motif ikan duyung, raksasa, dan motif makhluk-makhluk gaib
lainnya. Sedangkan yang dimaksud pola adalah suatu hasil susunan atau
pengorganisasian dari motif tertentu dalam bentuk dan komposisi tertentu pula.
Contohnya pola hias batik, pola hias majapahit, jepara, bali, mataram dan
lain-lain. Singkatnya pola adalah penyebaran atau penyusunan dari motif-motif. Di
Bali ada yang disebut kekarangan adalah rekaan yang
diciptakan oleh para undagi pada jaman dulu, dengan
menyadur wajah binatang, wajah manusia, dibuat dengan ekpresi seniman itu
sendiri. Kekarangan dapat digolongkan
sebagai berikut: 1) Karang Guak /Manuk,
2) Karang Tapel, 3) Karang Gajah/Asti Karang, 4) Karang Sae, 5) Karang Boma, 6) Karang
Bentulu dan ada kekarangan yang
lainnya.
Pada
umumnya pola hiasan biasanya terdiri dari :
a.
Motif pokok.
b. Motif pendukung /figuran.
b. Motif pendukung /figuran.
c. Isian /pelengkap.
Pola
hias mempunyai arti konsep atau tata letak motif hias pada bidang tertentu
sehingga menghasilkan ragan hias yang jelas dan terarah. Dalam membuat pola
hias harus dilihat fungsi benda atau sesuai keperluan dan penempatannya
haruslah tepat. Penyusunan pola dilakukan dengan jalan menebarkan motif secara
berulang-ulang, jalin-menjalin, selang-seling, berderet, atau variasi satu
motif dengan motif lainnya.
Macam-macam pola :
a) Pola Pinggiran: yaitu ragam hias disusun berjajar mengikuti
garis lurus atau garis lengkung yang saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Pola pinggiran ini ada lima macam yaitu pola pinggiran berdiri, pola
pinggiran bergantung, pola pinggiran simetris, pola pinggiran berjalan, dan
pola pinggiran memanjat.
§ Pola pinggiran berdiri yaitu ragam hias
disusun berjajar berat ke bawah atau disusun makin ke atas makin kecil. Pola
pinggiran ini, contohnya sering digunakan untuk menghias pinggiran bawah rok,
pinggiran bawah blus, ujung lengan dan lain-lain.
§ Pola pinggiran bergantung yaitu kebalikan
dari pola pinggiran berdiri yang mana ragam hias disusun berjajar dengan
susunan berat ke atas atau makin ke bawah makin kecil sehingga terlihat seperti
menggantung. Pola pinggiran ini digunakan untuk menghias garis leher pakaian
atau leher bejana keramik, garis hias horizontal yang mana ujung motif
menghadap ke bawah.
§ Pola pinggiran simetris yaitu ragam hias di
susun berjajar dimana bagian atas dan bagian bawah sama besar. Pinggiran ini
digunakan untuk menghias busana pinggiran rok, pinggiran ujung lengan, tengah
muka blus, gaun ataupun rok.
§ Pola pinggiran berjalan yaitu susunan ragam
hias yang disusun berjajar pada garis horizontal dan dihubungkan dengan garis
lengkung sehingga motif seolah-olah bergerak ke satu arah. Pola pinggiran
berjalan ini digunakan untuk menghias busana bagian bawah rok, bawah blus,
ujung lengan, dan garis hias yang horizontal.
§ Pola pinggiran memanjat yaitu susunan ragam
hias yang disusun berjajar pada garis tegak lurus sehingga seolah-olah motif
bergerak ke atas/memanjat. Pola
hias seperti ini biasa digunakan untuk
menghias busana bagian yang tegak lurus seperti tengah muka blus, tengah muka
rok, garis princes dan lain-lain.
b) Pola Serak: penempatan
motif pada seluruh permukaan benda dengan prinsip pengulangan dan irama, yang
memiliki jarak, bentuk dan ukuran yang sama, serta dapat diatur ke satu arah,
dua arah maupun ke semua arah. Pola
serak atau pola tabur yaitu ragam hias
kecil-kecil yang diatur jarak dan susunannya mengisi seluruh permukaan atau
sebahagian bidang yang dihias. Ragam hias dapat diatur jarak dan susunannya
apakah ke satu arah, dua arah, dua arah (bolak balik) atau ke semua arah.
c) Pola berdiri:
penempatan motif pada tepi benda dengan
prinsip simetris dan bagian bawah lebih berat dari bagian atas.
d) Pola bergantung: penempatan
motif pada tepi benda dengan prinsip simetris dan bagian atas lebih berat dari pada
bagian bawah, semakin ke bawah semakin ringan.
e) Pola beranting:
penempatan motif pada tepi atau seluruh permukaan benda dengan prinsip
perulangan, saling berhubungan dan ada garis yang berhubungan serta ada garis
yang menghubungkan motif yang satu dengan yang lain.
f) Pola berjalan:
penempatan motif pada tepi benda dengan prinsip asimetris dan prisip
perulangan, motif diatur dan dihubungkan, dengan atau seolah garis melengkung
sehingga tampak seperti tidak diputus.
g) Pola memanjat: motif
disusun pada garis tegak lurus kemudian motif memanjat atau naik dengan cara
membelit atau merambat pada garis tegak lurus.
h) Pola menurun: moptif
disusun pada garis tegak lurus kemudian motif menurun dengan cara
membelit-belit atau merambat pada garis tegak lurus.
i) Pola sudut: dengan tujuan
menghidupkan sudut benda tersebut dan tidak dapat diletakkan pada bidang
lingkaran, penempatan motif pada sudut mengarah keluar.
j) Pola bidang berurutan:
penempatan motif pada bidang geometris (segi tiga, segi empat, dan segi
lainnya) secara berurutan atau beraturan.
k) Pola memusat: penempatan
motif pada permukaan benda yang mengarah ke bagian benda atau ruangan.
l) Pola memancar:
penempatan motif pada permukaan benda yang bertolak dari focus Pola hiasan
memancar keluar, seperti benda bersinar memancarkan cahaya.
Agar ragam hias di atas dapat digunakan untuk
menghias suatu benda maka perlu dirancang bentuk susunan ragam hiasnya yang
disebut dengan pola hias. Pola hias merupakan susunan ragam hias yang disusun
jarak dan ukurannya berdasarkan aturan-aturan tertentu. Pola hiasan juga harus
menerapkan prinsip-prinsip desain seperti keseimbangan, irama, aksentuasi, dan
kesatuan sehingga terdapat motif hias atau desain ragam hias yang
diinginkan. Desain
ragam hias yang sudah
berbentuk pola hias sudah dapat di gunakan untuk menghias sesuatu benda.
Pola hias selain pola serak dan pola
pinggiran, ada pola yang sebagai pengisi bidang dan juga ada pola bebas.
· Pola pengisi bidang, yaitu ragam hias disusun mengikuti bentuk
bidang yang akan dihias. Contohnya bidang segi empat, bidang segi tiga, bidang
lingkaran dan lain-lain.
a. Mengisi bidang segi empat, ragam hias bisa
disusun di pinggir atau di tengah atau pada sudutnya saja sehingga memberi
kesan bentuk segi empat. Pola mengisi bidang segi empat ini bisa digunakan
untuk menghias benda yang berbentuk bidang segi empat seperti alas meja, blus
dengan belahan di tengah muka seperti kebaya.
b. Mengisi bidang segi tiga, ragam hias
disusun memenuhi bidang segi tiga atau di hias pada setiap sudut segitiga. Pola
seperti ini digunakan untuk menghias taplak meja, saku, puncak lengan, dan
lain-lain.
c. Pola yang mengisi bidang lingkaran atau setengah
lingkaran, ragam hias dapat disusun mengikuti pinggir lingkaran, di tengah atau
memenuhi semua bidang lingkaran. Pola mengisi bidang lingkaran ini dapat
digunakan untuk menghias garis leher yang berbentuk bulat atau leher Sabrina,
taplak meja yang berbentuk lingkaran, dan lain-lain.
· Pola bebas, yaitu susunan ragam hias yang tidak terikat
susunannya apakah arah horizontal atau vertikal, makin ke atas susunannya makin
kecil atau sebaliknya, dll. Yang perlu diperhatikan adalah susunannya tetap
sesuai dengan prinsip-prinsip desain dan penempatan hiasan pada benda
tidak mengganggu desain struktur benda.
Hal-hal yang terkait dengan pembuatan pola
adalah: a. Simetris yaitu pola yang
dibuat, antara bagian kanan dan kiri atau atas dan bawah adalah sama. b. Asimetris yaitu pola yang
dibuat antara bagian-bagiannya (kanan-kiri, atas-bawah) tidak sama. c. Pengulangan yaitu pola yang
dibuat dengan pengulangan motif-motif. d. Bebas atau kreasi yaitu pola yang dibuat secara
bebas dan bervariasi.
Pola
memiliki fungsi sebagai arahan dalam membuat suatu perwujudan bentuk artinya
sebagai pegangan dalam pembuatan agar tidak menyimpang dari bentuk atau motif
yang dikehendaki, sehingga hasil karya sesuai dengan ide yang diungkapkan.
Perwujudan
Penggambaran Ornamen
Beberapa cara atau gaya yang dijadikan konsep
dalam pembuatan karya ornamen adalah sebagai berikut:
a.
Realis
atau naturalis pembuatan motif
ornamen yang berusaha mendekati atau mengikuti bentuk-bentuk secara
alami tanpa melalui suatu gubahan, bentuk-bentuk alami yang dimaksud berupa
bentuk binatang, tumbuhan, manusia dan benda-benda alam lainnya.
b. Stilirisasi atau gubahan, yaitu
pembuatan motif ornamen dengan cara melakukan gubahan atau merubah bentuk
tertentu, dengan tidak meninggalkan identitas atau ciri khas dari bentuk yang
digubah/distilirisasi, atau dengan menggayakan bentuk tertentu menjadi karya
seni ornamen. Bentuk-bentuk yang dijadikan inspirasi adalah binatang, tumbuhan,
manusia, dan benda alam lainnya.
c. Kombinasi
atau kreasi, yaitu motif yang dibuat dengan
mengkombinasikan beberapa bentuk atau motif, yang merupakan hasil kreasi dari
senimannya. Motif yang tercipta dengan cara ini biasanya mewakili karakter atau
identitas individu penciptanya (idealisme)
Corak
Seni Ornamen
Berdasarkan periode dan ciri-ciri yang
ditampilkan, karya seni ornamen memiliki beberapa corak yaitu:
a.
Ornamen
Primitif, yaitu karya seni ornamen yang diciptakan pada zaman purba atau
zaman primitif. Ciri-ciri umum dari seni ornamen primitif adalah sederhana,
tegas, kaku, cendrung bermotif geometris, goresan spontan, biasanya mengandung
makna simbolik tertentu. Sedangkan komposisi yang diterapkan biasanya berderet,
sepotong-sepotong, berulang, berselang-seling, dan sering juga dijumpai
penyusunan secara terpadu. Karya seni primitif memberi gambaran kesederhanaan
dan gambaran perilaku masyarakat pada zaman itu. Seni primitif bersifat
universal karena ciri-ciri umumnya adalah sama diseluruh dunia.
b. Ornamen
klasik adalah hasil karya seni ornamen yang telah mencapai pada puncak-puncak
perkembangannya atau telah mencapai tataran estetis tertinggi, sehingga sulit
dikembangkan lebih lanjut. Ia telah mempunyai bentuk dan pakem yang standard,
struktur motif dan pola yang tetap, memiliki susunan, irama yang telah baku dan
sulit untuk dirobah dalam bentuk yang lain, dan yang terpenting telah diterima
eksistensinya tanpa mengalami perubahan lagi. Contohnya ornamen Majapahit,
Pajajaran, Jepara, Bali, Surakarta, Madura, mataram dan lain-lain. Seni klasik
bersifat kedaerahan karenanya masing-masing daerah memiliki ragam hias klasik
dengan corak dan ciri-ciri tersendiri.
c. Ornamen
Tradisional, adalah hasil ragam hias yang berkembang ditengah-tengah
masyarakat secara turun-temurun, dan tetap digemari dan dilestarikan sebagai
sesuatu yang dapat memberi manfaat (keindahan) bagi kehidupan, dari masa ke
masa. Ornamen tradisonal mungkin berasal dari seni klasik atau seni primitif,
namun setelah mendapat pengolahan-pengolahan tertentu, dilestarikan
kemanfaatannya demi memenuhi kebutuhan, khususnya dalam hal kebutuhan estetis.
Oleh sebab itu corak seni ornamen tradisional merupakan pembauran dari seni klasik
dan primitif. Hasil atau wujud dari pembauran tersebut tergantung dari sumber
mana yang lebih kuat yang akan memberi kesan/corak yang lebih dominan. Misalnya
motif tradisonal Majapahit, Bali, Jogyakarta, Pekalongan beberapa daerah
lainnya lebih dominan bersumber pada corak motif klasik, sedangkan motif
tradisional Irian jaya, toraja, motif suku dayak dan motif Kalimantan corak
primitifnya lebih menonjol. Ornamen tradisonal bersifat kolektif.
d. Ornamen Modern atau Kontemporer yaitu karya seni ornamen yang
merupakan hasil kreasi atau ciptaan seniman yang baru dan lepas dari
kaidah-kaidah tradisi, klasik atau primitif. Ornamen ini bersifat individu.
Poses dan terciptanya seni ornamen modern terkadang bertolak atau mengambil
inspirasi dari seni primitif atau tradisional atau merupakan hasil inovasi atau
kreativitas seniman secara pribadi, sehingga karya yang tercipta merupakan
cerminan pribadi senimannya. Adanya berbagai corak dalam seni ornamen bukan
berarti antara corak yang satu dengan yang lainnya mempunyai nilai estetis atau
nilai kegunaan lebih tinggi atau lebih rendah, karena masing-masing corak
memiliki keunggulan karakter, ciri, dan nilai estetika tersendiri, perbedaan
corak tersebut hanya berdasarkan pada periode perkembangan, tampilan fisik, dan
sifat penciptaannya. Sedangkan menyangkut kegunaan dan nilai estetis pada
dasarnya adalah sama. Adanya anggapan bahwa suatu corak lebih baik dari corak
lainnya semata-mata karena selera individu.
1.8 Fungsi Ornamen
Penciptaan suatu karya biasanya selalu terkait
dengan fungsi tertentu,demikian pula halnya dengan karya seni ornamen yang
penciptaannya selalu terkait dengan fungsi atau kegunaan tertentu pula.
Beberapa fungsi ornamen diuraikan sebagai berikut:
a.
Sebagai ragam hias murni, maksudnya
bentuk-bentuk ragam hias yang dibuat hanya untuk menghias saja demi keindahan
suatu bentuk (benda) atau bangunan, dimana ornamen tersebut ditempatkan.
Penerapannya biasanya pada alat-alat rumah tangga, arsitektur, pada pakaian
(batik, bordir, kerawang) pada alat transportasi dan sebagainya.
b. Sebagai
ragam hias simbolis, maksudnya karya ornamen yang dibuat selain mempunyai
fungsi sebagai penghias suatu benda juga memiliki nilai simbolis tertentu di
dalamnya, menurut norma-norma tertentu (adat, agama, sistem sosial lainnya).
Bentuk, motif dan penempatannya sangat ditentukan oleh norma-norma tersebut
terutama norma agama yang harus ditaati, untuk menghindari timbulnya salah
pengertian akan makna atau nilai simbolis yang terkandung didalamnya, oleh
sebab itu pengerjaan suatu ornamen simbolis hendaknya menepati aturan-aturan
yang ditentukan. Contoh ragam hias ini misalnya motif kaligrafi, motif pohon
hayat sebagai lambang kehidupan, motif burung phonik sebagai lambang keabadian,
motif padma, swastika,lamak dan sebagainya.
Teknik
Penyelesaian (Finishing)
Penyelesaian
gambar ornamen bertujuan untuk membuat karya tersebut menjadi lebih indah dan
gambar yang difinishing akan tampak
lebih jelas serta menarik. Beberapa teknik yang bisa digunakan untuk melakukan finishing adalah sebagai berikut:
a. Teknik hitam-putih
yaitu penyelesaian suatu karya ornamen yang hanya memanfaatkan tinta atau
pensil hitam, penyelesaian dengan cara ini dimaksudkan untuk menimbulkan kesan
gelap-terang, penyinaran, kesan jarak, dan kesan volume pada keramik. Teknik
penyelesaian (finishing) dilakukan
dengan sistem: Arsiran (searah, bebas, dusel), Pointilis yaitu penyelesaian dengan menggunakan titik-titik. Sungging atau gradasi yaitu dengan seperti
menggunakan tinta china atau tinta bak, finishing
ini dilakukan melalui tahapan-tahapan dari tipis ke tebal atau dari warna gelap
ke warna terang sesuai dengan keinginan.
b. Teknik warna
yaitu jenis finishing yang mengunakan
warna (oksida warna glasir) sebagai unsur pokok. Finishing ini dilakukan dengan sistem plakat yaitu menerapkan warna secara plakat (seperti poster) sesuai dengan warna motif yang diinginkan. Gradasi
(warna tersusun) yaitu dengan menerapkan warna secara tersusun baik dari warna
gelap kewarna terang atau sebaliknya. Gelap-terang yaitu menerapkan warna dari
warna gelap ke warna terang dengan menebarkan warna (bukan tersusun). Untuk
mendapat hasil yang maksimal dalam melakukan finishing dengan warna adalah pengetahuan seseorang tentang teori
warna glasir yang menyangkut: jenis warna, teknik pencampuran warna dan efek
yang ditimbulkan, nilai warna, sifat warna, makna warna, suhu bakar dan
lain-lain.
Imaji Ornamen
Imaji
ornamen telah lama menjadi bagian yang melekat dalam
sejarah senirupa di Indonesia. Publik dapat memberi petunjuk, misalnya pada
seluruh bagian bangunan pada di banyak candi Hindu dan Buddha yang bertebar di
berbagai kawasan di Indonesia. Sebagai contoh candi Borobudur yang dibangun
mulai sekitar 824 M dan candi Prambanan sekitar 850 M. Di dalamnya, terdapat
pada arca, relief, dan tubuh candi itu sendiri banyak sekali tergurat imaji
ornamen yang mengisahkan fragmen-fragmen kisah Ramayana dan Mahabharata.
Disana, ada terlihat detail njelimet yang bisa dimungkinkan menjadi salah
satu representasi atas ketelitian cara kerja dan bahkan cara berpikir manusia
Indonesia ketika itu. Demikian juga tatkala publik mencermati karya seni batik
dari berbagai daerah. Mulai dari batik ala keraton Yogyakarta, Surakarta, atau
batik pesisiran ala Pekalongan, Cirebon, Indramayu, Gresik, hingga Madura, Riau
dan berbagai kawasan lain.
Semua produk seni rupa memberi porsi yang
besar dan menonjol atas ornamen sebagai tanda visual yang dominan. Berbagai
motif, baik yang dikreasikan berdasarkan atas kelas sosial tertentu, seperti
batik motif parangrusak, udan liris, kawung atau sidomukti dari keraton Yogyakarta, hingga batik
yang diciptakan dengan cara pandang egaliter
di luar keraton, telah menempatkan aspek ornamen sebagai hal yang cukup
penting, melekat dan dominan bersatu di dalamnya. Belum lagi dengan motif-motif
pada bagian tertentu dalam bangunan atau arsitektur gaya Melayu, Minangkabau,
Banjar, Dayak, Batak, Bugis, Lombok, Bali dan sekian banyak lagi kelompok suku
dan etnis lainnya. Ornamen tidak sekadar menjadi tempelan sekadarnya, namun
telah bersalin maknanya sebagai identitas kultural yang dihasratkan sebagai
simbol kebanggaan masing-masing suku atau etnis. Demikian pula publik melihat
seni tattoo yang pernah dan ada pada
sebagian masyarakat di Indonesia, terutama di Mentawai dan Dayak. “Seni lukis
tubuh” itu mengenal dengan sadar pola-pola tertentu yang mendepankan aspek
ornamentik untuk memberi tekanan artistik dan semiotic dalam mengguratkan seni tattoo tersebut. Sikerei di Mentawai memiliki pemahaman yang
cukup untuk memberi ornamen atas tubuh-tubuh orang tertentu saat hendak menattoo, berdasarkan profesi atau
kelas-kelas tertentu yang ada dalam masyarakat.
Ornamen
sebagai bagian dalam alam “bawah sadar” dan “tradisi” yang dikenal luas,
diketahui atau bahkan melekat dalam diri masyarakat dan proses kreatif seniman
di Indonesia, banyak dihasratkan untuk dijumput, diakrabi dan digali kembali,
kemudian diaktualisasikan dan dikembangkan dalam konteks kebaruan cara pandang
perupa atau seniman terhadap perkembangan jaman. Ini memang sebuah hasrat yang
sebenarnya “klasik”, namun memang perlu kreativitas lebih lanjut dari para
perupa itu sendiri untuk lebih mendinamisasikan lagi.
Publik
bisa berkaca dari beragam contoh karya seni rupa kontemporer yang telah beredar
di sekitar, misalnya mengolah aspek dasar wayang dengan pembaruan segi ornamentasinya
atau memori personal atas dunia pewayangan yang menjadi akar atau dasar tradisi.
Wayang digali dan digubah kembali dengan spirit baru bersifat “kontemporer”
sesuai kapasitas estetik dan artistik yang dimiliki. Dan publik tentu juga tahu
persis bahwa dunia rupa wayang sangat identik dengan dunia ornamen yang rumit
penuh ketekunan. Bisa juga dengan menggali aspek visual dari batik pesisiran Cirebonan dengan motif mega mendung. Lalu yang paling mutakhir sedikit banyak beranjak
dari kemampuan untuk dapat mengeksplorasi dan menggubah kembali narasi-narasi
visual lokal untuk diangkat dalam “narasi baru” yang dekat dengan konteks
perbincangan masa sekarang, sesekali tokoh-tokoh Punakawan yang bernilai lokal itu dijadikan sebagai salah satu
subyek utama karya dan dihadirkan dalam kerangka pandang sebagai “new pop art” yang kontekstual untuk masa
sekarang. Dengan demikian, sesungguhnya, perhelatan kenusantaraan, memberi
peluang seluas-luasnya bagi para perupa bergerak dalam banyak ragam medan dan
medium seni rupa untuk terlibat memikirkan kembali (re-thinkhing), membaca kembali (re-reading),
dan menemukan kembali (re-inventing)
nilai-nilai dalam ornamen yang telah banyak bergerak di sekitar sebagai nilai
lokal untuk dikembangkan lebih lanjut dengan bentuk ungkap dan sistem pemahaman
yang sebisa mungkin lebih baru dan mendalam.
Kekayaan ornamen seni Indonesia tersaji dalam
imaji ornamen yang menghadirkan kekayaan
ornamen seni Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Pertumbuhan seni kontemporer
di Indonesia semakin besar. Tak hanya memuat persoalan yang mengglobal, para
seniman kontemporer juga biasa memuat detail dari ornamen-ornamen yang khas
Indonesia dalam karya.
Ragam ornamen wayang yang dibuat bisa kontemporer.
Meski demikian, telah memberikan sentuhan kontemporer dalam karya melalui sosok
wayang yang seolah berperang di dunia modern, ada pesawat luar angkasa, sosok
manusia dengan wujud kuda besi, dan robot-robot masa kini. Begitu pula halnya melalui karya Transformer, dalam karya-karya seperti ini,
banyak sosok wayang yang digali dan digubah dengan spirit kontemporer sesuai
dengan kapasitas estetik dan artistik, menggali gunungan pada pewayangan dalam
karya. Dalam cerita wayang kulit, gunungan bisa menjadi pertanda kehidupan. Sebuah kritik sosial yang dihadirkan dalam
ornamen yang menawan. "Memang, tak jarang ornamen itu berkait dengan masalah-masalah
lain yang lebih kompleks dan luas. Selain ornamen wayang yang banyak dikupas
para seniman, juga memberi peluang seluas-luasnya bagi para perupa yang
bergerak dalam banyak ragam medan dan medium seni rupa. Mereka terlibat untuk
memikirkan kembali, membaca kembali, dan menemukan kembali nilai-nilai ornamen
yang bergerak di sekitar sebagai nilai lokal yang dikembangkan lebih lanjut
lewat beragam bentuk yang lebih baru dan mendalam.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, Dictionary of Art, Pergamon Press Ltd, London
Anonim, Ensiklopedi Indonesia, Ichtiar Baru van Hoeve, 1992
Anonim, Everyman Encyclopedia
Anonim, Encyclopedia of World Art, 1965
Akhdiyat Karta
Miharja, Seni dalam Pembinaan
Kepribadian Nasional, Budaya X /1-2, 1961
Akhmad Parlan
Mulyano, Dekorasi, 1984
Dewantara, Ki Hadjar, Pendidikan (1), Majelis Luhur Taman Siswa
Dewantara, Yogyakarta, 1962
Dogmy dan Carter, Four Thousand Years of China’s Art,
The Honel Press Company, New York, 1951
Dufrene, Mikel, Dkk, Aesthetics and The Sciences of Art, 1978
Goris R., Atlas Kebudayaan, Pemerintah RI, Jakarta, 1953
Gronemen, Chris and Feirier, General Shop, Mc Grow-Hill, New York, 1969
Heskett, John, Industrial Design, Thames
and Hudson, London, 1980
Hildawati, Keramik Pada Zaman
Majapahit, Skripsi SR-ITB, Bandung, 1971
Ismail Raji Al-Faruqi, Seni Tauhid, Esensi & Ekspresi Estetika
Islam, Bentang Budaya,1986
Jacques Havet, Dkk, Main
Trends of Research in the
Social and Human Sciences, Unesco
Jurnal Seni Rupa dan Desain, 1999-2003,
Prabangkara, ISSN 1412- 0380,
Vol 1-6, No.1-8, PSSRD Univ. Udayana,
Denpasar
Komite Seni Rupa DKJ, Seni Rupa, Berkala No. 4, Jakarta, 1984
Kempers, AJB., Bali Purbakala,
PT. Ichtiar, Jakarta, 1960
Ki Hajar Dewantara, Pendidikan Majelis Luhur,
Persatuan Taman Siswa, Bagian I,
Yogyakarta, 1962
Leo Tolstoy, What is Art ? Bobs-Merrill, Indiana
polis, New York, 1960
Monro, Thomas, Evolution in The Arts, The Cleveland Museum of Art Clevend, 1963
Myers, Bernard.S.,
Dictionary
of Art, 1951
Murdowo, Seni Budaya Bali-Balinese
Art and Culture, Jakarta, 1963
Murtihadi, Ornamen, 1981
Mayer, Ralph, A Dictionary of
Art Term & Techniques, Adan & Charler Black Ltd, London, 1969
Mills, John Fitz
Maurice, The Pergamon , 1965
Mikke Susanto, Diksi Rupa, Kumpulan Istilah dan Gerakan
Seni Rupa, Dicti Art Lab. Yogyakarta & Jagat Art Space Bali, 2011
Papanek, Victor, Design for the Real World, New
York, Pantheon Books, 1971
Poewodarminto, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pn. Balai Pustaka, Jakarta, 1976
Radiawan, Konsep dan Aplikasi Ornamen Tradisi Bali,
dalam Jurnal Imaji, Vol. 9, No.2
Agustus, 2011
Read, Herbert, The Meaning of Art, Faber and Faber Limited, London, 1962
Runes, Dagobert D. and Harry S., Encyclopedia of The Arts, USA, 1946
Santoso Doellah, Batik: The Impact of Time and Environment,
Danar Hadi
Soedarso, Sp., Tinjauan Seni: Sebuah Pengantar Untuk Apresiasi Seni, Suku Dayar San,
Yogyakarta, 1988
Sugriwa, I Gst Bagus, Dasar-dasar
Kesenian Bali, Pemda Tk.I Bali, Denpasar, 1957
Tomas Munro, Evolution in the Arts, The
Cleveland Museum of Arts, Cleveland, 1963
Utomo, Agus Mulyadi, Wawasan & Tinjauan Seni Keramik,
Paramita, Surabaya, 2007
Utomo, Agus Mulyadi, Pengetahuan Teknologi Bahan Keramik,
Udayana University Press & ISI Denpasar, 2010
Utomo, Agus Mulyadi, Produk Kekriyaan Dalam Ranah Seni Rupa
danDesain, ISI Denpasar & Hijrah M, 2011
Yuliman, sanento, dkk, Lingkup Seni Rupa : Kumpulan Karangan Tentang Cabang-cabang Seni Rupa, ITB, Bandung, 1983
Hidup dan Seni:goesmul.blogspot.com/ornamen
permisi pak saya mau bertanya apakah ada hubungan/kaitannya antara tekstur dan ornamen?
BalasHapus