oleh
Agus Mulyadi Utomo
Keramik diperkirakan sudah tua umurnya, sebagaimana halnya sejarah keramik
diberbagai belahan Dunia, seperti China, Jepang, Mesir, Yunani, Korea,
Thailand, Peru, Philipina, Vietnam dan lain sebagainya. Di mana ketrampilan
membuat keramik tersebut muncul dan tumbuh secara alami, ada yang tumbuh dalam
waktu yang bersamaan tanpa adanya pengaruh hubungan kebudayaan satu dengan
lainnya. Kepandaian membuat keramik dapat dikatakan setua manusia semenjak
mengenal api dan dapat memanfaatkannya.
Hidup dan Seni
goesmul@gmail.com
|
Penemuan teknik membuat keramik atau pengetahuan mengenai sifat tanah liat
yang mengeras setelah dibakar, diperoleh secara tidak sengaja oleh orang
primitif pada zaman Pra-sejarah. Mayer
menyatakan bahwa kebanyakan seni primitif dibuat dari kayu, batu dan tanah
liat, yang diciptakan untuk beberapa tujuan relegi atau tujuan yang praktis
(Mayer, 1969). Awal mulanya keramik dibuat cenderung sebagai “wadah”. Inspirasi
pembuatan wadah tersebut berasal dari
pemanfaatan buah-buahan berkulit tebal seperti
labu, kelapa dan sebagainya, yang isinya dikeluarkan. Juga dari
ruas-ruas pohon bambu, daun-daunan berukuran besar seperti daun pisang daun
talas dan lainnya. Adanya cekungan bekas telapak kaki dan batu pada tanah basah
yang digenangi air hujan juga memberi inspirasi, dimana air yang tergenang
tersebut dapat bertahan lama bahkan bisa berhari-hari lamanya. Berdasarkan
kenyataan tersebut, suatu ketika orang memakai keranjang bambu yang dilapisi
tanah liat sebagai tempat atau wadah cairan (liquid) dan wadah semacam ini tentu tidak bertahan lama. Secara
tidak sengaja keranjang tersebut dibuang keperapian dengan maksud untuk
dimusnahkan. Namun yang terjadi keranjangnya musnah, sedang tanah pelapis masih
tersisa dan ditemukan mengeras dengan meninggalkan bekas anyaman keranjang.
Dari pengalaman-pengalaman itulah, orang mulai dengan sengaja membentuk tanah
liat secara utuh sebagai wadah keperluan sehari-hari dan untuk keperluan religi
lainnya.
Keramik Ayu Prabandari
Dengan diketemukan tanah yang mengeras ini, secara tidak sengaja mereka telah menemukan keramik dengan unsur dekorasinya sekaligus. Lebih lanjut hiasan diterapkan secara sengaja, yaitu menggunakan kulit kerang, kulit kayu, permukaan batu, tali, anyaman, serat tumbuh-tumbuhan, kain atau benda-benda keras lain yang bertekstur / bermotif, dengan cara mengecapkannya pada permukaan benda dalam keadaan masih basah (lembab) sebelum dibakar. Nelson, menulis bahwa suatu kenyataan yang ada pada benda-benda tembikar atau keramik masa Neolitik, tekstur yang banyak ditemukan adalah bekas anyaman (Nelson, 1960). Dengan demikian , jelas bahwa keramik lahir pada mulanya sebagai benda praktis dan sekaligus sebagai benda estetis.
Sejarah perkembangan keramik secara diakronis, merupakan
rangkaian peristiwa pembuatan dan
penggunaan produk keramik yang berlangsung secara berkesinambungan sejak
dahulu kala hingga kini. Namun dalam
uraian ini tidak akan membeberkan panjang lebar secara kronologis dan detail tentang keramik. Hal ini mengingat kemampuan dana dan keterbatasan referensi
mengenai kepastian sejarah keramik.
|
Manusia di planet bumi, sebenarnya telah lama mampu membuat dan menggunakan produk-produk yang terbuat dari tanah liat, sejenis gerabah kasar. Dapat dikatakan bahwa penggunaan produk-produk keramik sejalan dengan perkembangan peradaban manusia. Namun mengenai keberadaan atau kepastian penggunaan keramik pertama kali, hingga kini belum terungkap secara pasti. Hanya saja berdasarkan perkiraan yang dilandasi data emperik dan komparasi dari hasil-hasil temuan penelitian yang dilaksanakan para ahli purbakala, diperkirakan keramik mulai dibuat dan digunakan sejak tahun 15.000 SM. Sebagai kebudayaan yang sangat tua yaitu sejak manusia mengenal api. Ada pula yang memperkirakan dimulai 12.000 SM. Vincent memperkirakan 10.000 SM dan 5.000 SM (Vincent A. Roy, 1969). Norton menyebutkan sekitar 4.500 SM sudah ada yang membuat pottery dengan baik (Norton, 1960). Ada juga yang memperkirakan 6.000 SM, lihat bentuk keramik masa Neolitik berikut ini (Art A World History,1989).
Pada tahun 15.000 SM diperkirakan Mesir merupakan
negeri produsen keramik yang telah berkembang dengan baik. Pada waktu itu orang Mesir telah membangun rumah dengan menggunakan batu bata, bahkan telah dikenal cara pembakaran kapur untuk bahan bangunan. Sedangkan penggunaan barang-barang pecah belah berglasir dengan warna yang indah sebagai peralatan rumah tangga dan bahan bangunan, diperkirakan mulai digunakan sejak tahun 12.000 SM. Kemudian dari
Mesir penggunaan barang-barang keramik tersebut semakin merebak meluas ke
daerah-daerah lain, seperti ke utara dan barat melalui kepulauan Siprus dan Kreta menyebar ke Yunani.
Ke timur melalui Mesopotamia dan Persia ke China, ke Eropa melalui Afrika Utara dan kira-kira pada abad VIII telah sampai di Spanyol, abad
XV sampai di Itali, abad XVI sampai di Perancis dan Belanda. Pada abad XV di Jerman telah dikembangkan pabrik batu keramik (stoneware). Penggunaan keramik secara massal dilakukan pertama kali
oleh bangsa Rumania. Kapur bakar perekat (semen) oleh orang Rumania dicampur dengan benda halus dari letusan gunung berapi ternyata dapat
menghasilkan bahan jauh lebih keras untuk bangunan. Dari Inggris pembuatan
keramik berkembang ke Amerika dan
sejak itulah diusahakan pengembangannya sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, sehingga
menghasilkan produk-produk / bahan
yang sangat berkualitas dan bermanfaat pada masa kini yang dikenal
dengan istilah “keramik baru” (Hanover, 1925).
Khusus keramik putih yang
bermutu tinggi (porcelain) mengalami perkembangan
secara sempurna di dataran China. Kemudian lebih kurang pada abad XV pengetahuan tersebut dibawa ke Eropa oleh
Marcopolo. Di Eropa yang pertama kali dapat memproduksi
keramik jenis porcelain dengan baik adalah seorang berkebangsaan
Jerman yaitu Johnn Friedrich Bottger
(1682-1719). Bottger yang bekerja pada istana Augustus, Kepala negara Saxon dan
Raja Polandia, berhasil menyusun porselin keras yang asli. Hasil penemuannya
disebut Porcelain Moistener. Dicatatnya penemuan ini pada jam lima sore,
15 Januari 1708 ( Herman, 1984).
Sejarah Tradisi Keramik Indonesia
Mengetahui hasil-hasil
keramik masa lalu dirasakan perlu dan penting, terutama bagi generasi muda
untuk dapat mempelajari dan mengembangkannya serta dapat menghargai hasil budaya sendiri. Sejarah keramik masa lalu sangat sedikit
dibahas dan diteliti, karena apresiasi dan minat akan hal itu sangat minim atau
langka. Disamping itu literatur keramik kuno Indonesia yang ditulis juga sangat
terbatas. Untuk itulah, penulis beranggapan bahwa diperlukan suatu tinjauan
keramik kuno yang ada di Indonesia dengan metode eksploratif, yaitu menggali
secara mendalam tentang keramik masa lalu dengan mendaras data-data yang ada
dan dianalisis secara kualitatif.
Sesungguhnya kepandaian membuat benda tanah liat atau keramik di
Indonesia sudah cukup tua umurnya, yaitu sejak zaman Pra-sejarah. Kemampuan
membuat kerajinan ini berlangsung terus hingga memasuki zaman kerajaan Hindu
dan Budha. Selanjutnya sampai zaman kerajaan Islam dan zaman Penjajahan. Dalam
tulisan ini diungkap kembali hasil-hasil penemuan keramik Pra-sejarah, keramik
masa kerajaan Hindu, Budha, Islam dan masa penjajahan Belanda dan Jepang serta
hasil penemuan keramik asing yang ditemukan di Indonesia. Dan sejarah keramik
di masa kemerdekaan.
keramik |
sejarah
|
seni
| desain |
hidup
|
islam
|
Pra-Sejarah Indonesia
Kepandaian membuat keramik di Indonesia sebenarnya sudah tua umurnya,
sebagaimana halnya sejarah keramik diberbagai belahan Dunia, seperti China,
Jepang, Mesir, Yunani, Korea, Thailand, Peru, Philipina, Vietnam dan lain
sebagainya. Di mana ketrampilan membuat keramik tersebut muncul dan tumbuh
secara alami, ada yang tumbuh dalam waktu yang bersamaan tanpa adanya pengaruh
hubungan kebudayaan satu dengan lainnya. Kepandaian membuat keramik dapat
dikatakan setua manusia mengenal api dan dapat memanfaatkannya.
Penemuan teknik membuat keramik atau pengetahuan mengenai sifat tanah
liat yang mengeras setelah dibakar, diperoleh secara tidak sengaja oleh orang
primitif pada zaman Pra-sejarah. Ralph
Mayer dalam bukunya A Dictionary of Art Term and Techniques, menyatakan
bahwa kebanyakan seni primitif dibuat dari kayu, batu dan tanah liat, yang
diciptakan untuk beberapa tujuan relegi atau tujuan yang praktis (Mayer, 1969).
Awal mulanya keramik dibuat cenderung sebagai “wadah”. Inspirasi
pembuatan wadah tersebut berasal dari
pemanfaatan buah-buahan berkulit tebal seperti
labu, kelapa dan sebagainya, yang isinya dikeluarkan. Juga dari
ruas-ruas pohon bambu, daun-daunan berukuran besar seperti daun pisang daun
talas dan lainnya. Cekungan bekas telapak kaki dan batu pada tanah basah yang
digenangi air hujan juga memberi inspirasi, dimana air yang tergenang tersebut
dapat bertahan lama bahkan bisa berhari-hari lamanya. Berdasarkan kenyataan
tersebut, suatu ketika orang memakai keranjang bambu yang dilapisi tanah liat
sebagai tempat atau wadah cairan (liquid)
dan wadah semacam ini tentu tidak bertahan lama. Secara tidak sengaja keranjang
tersebut dibuang keperapian dengan maksud untuk dimusnahkan. Namun yang terjadi
keranjangnya musnah, sedang tanah pelapis masih tersisa dan ditemukan mengeras
dengan meninggalkan bekas anyaman keranjang. Dari pengalaman-pengalaman itulah,
orang mulai dengan sengaja membentuk tanah liat secara utuh sebagai wadah dan
untuk keperluan religi lainnya.
Dengan diketemukan tanah yang mengeras ini, secara tidak sengaja mereka
telah menemukan keramik dengan unsur
dekorasinya sekaligus. Lebih lanjut hiasan diterapkan secara sengaja, yaitu
menggunakan kulit kerang, kulit kayu, permukaan batu, tali, anyaman, serat
tumbuh-tumbuhan, kain atau benda-benda keras lain yang bertekstur / bermotif,
dengan cara mengecapkannya pada permukaan benda dalam keadaan masih basah (lembab)
sebelum dibakar. G. Nelson, dalam
bukunya yang berjudul Ceramics menulis bahwa suatu
kenyataan yang ada pada benda-benda tembikar atau keramik masa Neolitik,
tekstur yang banyak ditemukan adalah bekas anyaman (Nelson, 1960). Dengan
demikian , jelas bahwa keramik lahir pada mulanya sebagai benda praktis dan
sekaligus sebagai benda estetis.
Di Indonesia, keramik jenis gerabah dikenal sejak zaman Pra-sejarah atau
zaman Neolitikum, yaitu pada tahun
3.000 sebelum Masehi, dimana manusia saat itu sudah mulai hidup menetap dan
bercocok tanam serta membentuk kelompok-kelompok masyarakat. Sebagai masyarakat
yang menetap, hidupnya memerlukan peralatan atau perlengkapan untuk kebutuhan
sehari-hari, diantaranya adalah tempat menyimpan cairan (minuman) dan makanan
yang dibuat dari gerabah (tanah liat).
Para pemuka masyarakat / pemimpin, kemudian sangat mempengaruhi
kehidupan selanjutnya, dimana orang yang dihormati dan dipercaya tersebut
dianggap dapat melindungi warganya, bahkan sampai meninggalpun tatap dapat
mempengaruhi manusia yang masih hidup. Muncullah suatu bentuk kepercayaan penghormatan kepada nenek-moyang, sebagai
penghormatan maka dibuatlah
perlambangan-perlambangan dan pemujaan-pemujaan untuk menenangkan arwah
nenek moyang mereka. Penyertaan benda kubur
seperti patung kecil (figurin),
manik-manik serta tempat makanan dan minuman merupakan bentuk penghormatan
leluhur sebagai bekal dalam perjalanan ke alam baka. Peruk kecil berisi
perhiasan dan periuk besar berisi tulang-belulang adalah hasil tradisi
kepercayaan masyarakat di zaman Pra-sejarah.
Penemuan Keramik
Diantara Langsa di Aceh dan Medan, di pantai timur laut Sumatera, yaitu di
Bukit Kulit Kerang, telah diketemukan berupa pecahan-pecahan periuk belanga.
Pecahan gerabah tersebut sangat kecil, sehingga sulit diketahui bentuk atau
wujud semula. Yang diketahui ada yang berhias dan ada yang polos. Hiasan yang
tampak pada penemuan itu adalah berupa goresan atau bekas teraan benda keras,
disamping itu ada motif bujur sangkar atau relief dan lain-lainnya. Kebudayaan
kulit kerang di zaman Mesolitikum dikenal sebagai kebudayaan “ Kjokkenmoddinger”.
Rupanya bentuk kebudayaan kulit kerang ini bertahan lama, sedangkan ditempat
lain pada waktu yang sama telah dimulai masa Neolitikum.
Lain halnya dengan Van Es, Ia menemukan pecahan-pecahan
gerabah di deretan bukit pasir tua di antara pesisir selatan Yogyakarta dan Pacitan, menurutnya
berasal dari masa Neolitik. Adapun pecahan-pecahan gerabah itu, banyak berupa
hiasan anyaman dan hiasan tali atau meander.
Juga di pantai selatan pulau Jawa juga ditemukan pecahan-pecahan gerabah dengan
hiasan kain (tekstil). Dari hasil penemuan tersebut, kiranya pada masa
Neolitikum di Indonesia sudah ada suatu kemampuan untuk mengungkapkan perasaan
estetis yang diterapkan pada benda pakai keperluan sehari-hari. Benda gerabah
dihias semata-mata agar benda tersebut lebih menarik saja dan akrab dengan si
pemakai, tidak ada pretensi lain.
Gerabah yang diselidiki oleh L. Onvlee, ditemukan di kuburan di
Melolo (Sumba), mempunyai sifat yang lain lagi. Di dalam buyung (periuk-belanga) yang ditemukan terdapat banyak
tulang-belulang dan tengkorak manusia. Selain itu terdapat benda kubur semacam
guci atau kendi berukuran kecil, dimana leher dan kepala kendi berbentuk kepala manusia, terkadang dihiasi
gambar wajah-wajah. Pada badan kendi dihiasi dengan garis-garis yang
silang-menyilang atau segi tiga, yang digores ketika tanah liat masih basah
sebelum dibakar. Guci semacam kendi tersebut ada kalanya berisi kulit kerang
atau semcam perlambangan untuk makanan dan minuman sebagai bekal arwah nenek
moyang.
Tradisi penguburan jenazah dengan tempayan, ditemukan tersebar di berbagai
tempat di Indonesia, seperti di Anyer (Jawa Barat), Sa’bang (Sulawesi Selatan),
Roti (Nusa Tenggara Timur) dan Gilimanuk, Bali
( Kempers, 1960 & Utomo, 1995).
Keramik untuk kebutuhan rumah tangga terutama tempat makanan dan minuman
masa Pra-sejarah, dibuat sangat sederhana dan kebanyakan dengan teknik tatap
batu atau kayu, tanpa hiasan atau polos. Kendi, periuk, piring yang semuanya
dari gerabah ada yang polos dan ada yang dihias. Berbagai fragmen gerabah
ditemukan di Gilimanuk, Bali, dengan berbagai hiasan seperti tali, kulit kerang
, hiasan jaring-jaring dan lainnya.
Bersamaan dengan masa Megalitikum dan Perunggu, gerabah dibutuhkan sebagai
sarana pemujaan arwah nenek moyang, selain sebagai peralatan rumah tangga.
Benda kubur berupa tempayan gerabah, manik-manik perunggu, sarkofagus batu,
telah menjadi kebutuhan relegi dan perlambangan pemujaan arwah yang berkembang.
Benda-benda gerabah sudah banyak yang
diberi hiasan, seperti ditemukan di Gilimanuk, di pantai Cekik oleh R.P. Soejono, yang berhias tali dan
jaring dengan teknik cap. Pada masa tersebut, kemahiran teknik membuat
barang-barang perunggu berkembang. Juga saat itu seni hias menghias mencapai
puncaknya yaitu dengan pola geometrik atau tumpal. Masa kemahiran teknik ini
kemudian dikenal sebagai masa “Perundagian”
Benda purbakala yang ditemukan di daerah Nanga Belang di Kabupaten Kapuas
Hulu dan di Kabupaten Sintang (Kalimantan), semuanya diperkirakan dari masa
Neolitikum. Selain terdapat kapak batu, juga terdapat pecahan periuk – belanga.
Peninggalan gerabah Pra-sejarah juga ditemukan di daerah Serpong di Tanggerang,
Banyuwangi, Kalapadua di Bogor, Gelumpang di Sulawesi dan di Minahasa yang juga
di Sulawesi, tidak berbeda dengan penemuan di daerah lain, menggunakan teknik
sederhana dengan hiasan yang juga mirip. Pecahan gerabah dengan hiasan anyaman
juga terdapat di daerah Gelumpang, Sulawesi. Aspek – aspek teknis zaman Pra – sejarah tidaklah
menunjukkan suatu perkembangan yang berarti. Yang perlu diketahui yaitu
penggunaan alat pelarik sudah mulai dikenal ketika akan memasuki masa
Sejarah. Sebelumnya dikenal teknik tatap
batu / kayu serta pembuatan langsung dengan tangan yang disebut teknik “pinching” atau tekan jari serta teknik “coilling” atau pilin atau teknik “tali”.
Aspek lainnya adalah kemampuan untuk menghias dengan teknik cap dan torehan
yang tumbuh secara alamiah.
Email : goesmul@gmail.com Blog: blogspot.goesmul.com - Hidup dan Seni
Assalaamu'alaikum wr.wb.
BalasHapusKang damang? Rajin euy ngeposnya. Mudah-mudahan berkelanjutan. Jangan berhenti ah.
Salam dari singaraja
Jajang Suryana
postnya keren, lengkap banget
BalasHapuskeren banget coy informasinya
BalasHapusseni kriya
BalasHapusTERIMA KASIH TELAH MAMPIR ..... SALAM
BalasHapusObat Tradisional Jelly Gamat mengucapkan terimakasih informasinya sangat bermanfaat
BalasHapusassalamualaikum bapak agus, terima kasih artikelnya sangat bermanfaat. mohon maaf pak jika berkenan saya ingin bertanya mengenai standarisasi keramik di Indonesia melalui email. saya sudah mengirimkan pertanyaan saya ke alamat email bapak, mohon bantuannya pak, terima kasih banyak.
BalasHapusMas Agus yg baik, bagaimana kabarnya ?
BalasHapusTerimakasih
BalasHapusSangat bermanfaat