Pengertian Keramik dalam Seni Rupa
oleh Agus Mulyadi Utomo
Seni lain yang beralih ke keramik
dan untuk mencoba menyelami arti dari keramik di dalam ke-senirupa-an, maka
harus jelas juga cara memandang peranan material lempung sebagai medium
senirupa. Sebagai medium senirupa yang menghasilkan karya-karya yang disebut
keramik tidak lepas dari yang dikenal selama ini yaitu materi yang disebut
tanah liat atau lempung, sehingga sangat berperanan dalam seni keramik.
Kemudian materi itu diwujudkan dalam bentuk tertentu atau tekanan pada
pengertian bentuk tertentu, karena materi tanah liat itu diwujudkan dalam
bentuk yang dikenal umum sebagai gerabah
atau pottery. Dan yang jelas
bentuk-bentuk gerabah atau pottery itu memang merupakan bentuk yang
khusus, tidak meniru alam, tetapi timbul karena keinginan atau akan kebutuhan
yang bersifat fisik yaitu sebagai “wadah”.
Salah satu ciri
dari bentuk-bentuk khusus yang disebut pottery
adalah adanya rongga-rongga pada
setiap bentuk pottery yang
diciptakan, didalam proses pembentukkan dengan menggunakan teknik pembentukkan
yang khusus pula. Yaitu teknik pembentukkan yang dikenal sebagai pemutaran,
teknik pembentukkan dengan tangan, baik itu dengan teknik pijat pinching atau teknik coil, maupun teknik yang lebih lanjut
dikenal sebagai teknik cetak dan teknik cor. Semua macam-macam teknik itu,
memungkinkan untuk membuat benda dengan bentuk-bentuk khusus yang selalu “berongga” atau memiliki “ketebalan” dinding merata seperti tegel
atau ubin. Dan dalam hal ini bentuk “khusus” yang demikian itu dimungkinkan
karena sifat meteri yang khusus pula, ialah adanya sifat yang plastis dari
tanah liat.
Apabila dipelajari hakekat dari maksud
dan tujuan pembuatan benda-benda yang dibuat dengan materi tanah liat itu di
masa lampau, maka akan berkesimpulan bahwa pada “hakekat”nya benda-benda yang
dibuat dari bahan keramik (tanah liat) itu adalah benda “pakai” atau “wadah”.
Benda keramik dibuat dengan tujuan
praktis, yaitu sebagai benda yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari,
memenuhi kebutuhan dalam hidup; baik sebagai wadah yang dibutuhkan untuk makan
dan minum yang digolongkan sebagai kebutuhan yang bersifat material. Namun
demikian dapat dilihat pula bahwa ada kebutuhan dalam hidup yang bersifat
non-material, karena menyangkut kebutuhan mengenai kejiwaan dan digolongkan
sebagai kebutuhan spiritual. Dalam hal ini keramik telah digunakan pula untuk
memenuhi kebutuhan spiritual tersebut, antara lain dengan pembuatan berbagai
macam benda yang berupa mainan maupun benda sebagai pemujaan dan
upacara-upacara yang bersangkutan dengan kepercayaan atau keperluan agama
(Hindu). Benda-benda ini antara lain banyak yang berupa patung-patung kecil (figurin) yang dibuat dari bahan keramik.
Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa sejak zaman dahulu kala bahan keramik
telah dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan material maupun spiritual dari
manusia. Berbagai macam bentuk jembangan, cawan, periuk, mangkok dan benda
pakai-pakai lainnya telah dibuat dari bahan keramik sejak zaman pra-sejarah sampai sekarang. Berbagai
macam bentuk mainan berupa boneka-boneka, celengan, hiasan telah dibuat dengan
bahan keramik untuk mengisi kebutuhan akan benda-benda yang tidak semata-mata
untuk dipakai sebagai wadah, melainkan sebagai benda yang mengisi kebutuhan akan
keindahan dan kebutuhan lainnya yang bersifat spiritual.
Pada bangsa-bangsa primitif dapat
dilihat pula bahwa benda-benda yang dibuat dari bahan keramik itu banyak yang
dipergunakan sebagai benda-benda ritual dalam keagamaan, yaitu dalam pemujaan
nenek moyang / dewa-dewa baik berupa patung maupun bentuk lainnya. Bahkan dalam
beberapa agama / kepercayaan hingga sekarang benda-benda keramik sebagai benda
ritual masih banyak dipergunakaan contohnya dalam agama Hindu di Bali. Memang,
pada akhirnya keramik dipergunakan dalam pembuatan benda-benda yang bersifat
profan atau sekuler maupun sakral.
Perkembangan pembuatan benda-benda
keramik selanjutnya menunjukkan bahwa benda-benda yang berupa pottery yang semula bertujuan praktis
sebagai benda keperluan sehari-hari, suatu ketika berubah karena kehadiran
nilai-nilai tertentu pada benda-benda pakai tersebut, yang digolongkan sebagai nilai seni. Mangkuk-mangkuk atau
periuk-periuk yang semula digunakan untuk wadah dalam kehidupan sehari-hari,
pada suatu ketika fungsinya berubah menjadi benda yang tidak lagi dipakai
sebagai wadah, melainkan dikagumi oleh karena dianggap memiliki keindahan,
bentuk yang has, karena warnanya atau karena hiasannya yang indah. Benda
tersebut fungsinya beralih, dari benda pakai menjadi benda seni yang dikagumi
karena keindahannya. Kini benda itu dihargai sebagai benda seni yang harus
disimpan baik-baik, beralih tempatnya dari dapur ke tempat penyimpanan yang
dibanggakan di ruang tamu. Disamping benda-benda yang sudah dibuat khusus
sebagai benda hias yaitu berupa patung-patung keramik kecil, dapat dilihat pula
bahwa benda-benda khusus keramik yang berupa pottery pun fungsinya berubah menjadi benda seni.
Sesungguhnya orang-orang yang membuat
benda keramik pakai pada masa lalu sebenarnya adalah perajin atau tukang-tukang
ahli, yang sama sekali tidak bertujuan membuat karya seni. Yang dilakukan oleh
mereka adalah sebenarnya suatu pemecahan mengenai soal yang praktis-praktis
saja, yaitu membuat sebuah benda dengan
sebaik mungkin, jelas manfaat serta kegunaannya dengan cara yang teratur
dan harmonis. Mereka sama sekali tidak memikirkan soal estetika, mereka
hanya mencari ketepatgunaan. Para tukang ahli seperti itu dizaman dahulu tidak
pernah dijuluki seniman. Dan hasil karyanya tak pernah dipersoalkan mengenai
keindahannya seperti sekarang. Oleh
karena tumbuhnya keindahan pada waktu itu dianggap sebagai suatu pertumbuhan yang natural, dianggap
sebagai sesuatu yang sudah dengan sendirinya harus hadir.
Kini setelah
memasuki suatu fase yang berlainan dalam sejarah seni. Kondisi sosial dan
ekonomi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa
pembaharuan-pembaharuan, penggunaan bahan-bahan baru dan teknik pengerjaan yang
juga baru. Semua perkembangan tersebut dengan sendirinya membawa pengaruh terhadap
pandangan mengenai penggunaan bahan keramik terutama pada produk benda pakai.
Keramik tidak lagi satu-satunya bahan untuk benda pakai kebutuhan sehari-hari.
Kini banyak bahan baru yang menggantikannya, yang harganya lebih murah seperti
dari bahan plastik dan melamin serta sintetis lainnya, yang lebih tahan dan
mudah pengerjaannya secara massal. Karena keramik memiliki mutu yang tinggi
dengan keindahannya, disamping menggunakan bahan tanah yang khas, maka keramik
masih tetap menjadi pilihan alternatif dan tetap diolah sebagai bahan industri
massal untuk keperluan produk pakai fungsional seperti barang pecah belah
terutama porselin.
Pembuatan keramik
sebagai pekerjaan tangan, kini sifatnya berubah menjadi terbatas pada pembuatan
barang dengan jumlah yang juga terbatas, bertujuan lebih khusus dengan
penekanan sifat yang lebih khas pula. Benda keramik dari jenis ini tergolong
sebagai benda pakai yang eksklusif.
Penggunaan bahan keramik yang demikian itu menempatkannya pada penempatan taraf
yang lebih tinggi dari produksi massal yang biasa. Penggunaan bahan keramik hasil pekerjaan
tangan secara sadar lebih diarahkan kepada pembuatan benda yang bersifat estetik (keindahan) dan artistik
(ungkapan seni dari seniman) dan tidak pada pengisian kebutuhan yang bersifat
praktis. Dengan demikian keramik meningkat menjadi seni keramik untuk menunjukkan perbedaan-perbedaan kepentingan,
baik itu sebagai seni murni, seni kriya
dan seni pakai serta keramik jalur industri dimana segi fungsional
atau segi teknis tetap menjadi tujuan utama.
Dalam
perkembangan sejarah keramik, telah ditunjukkan bahwa benda-benda fungsional
yaitu benda pakai bisa saja memiliki kualitas estetis disamping kualitas
fungsional, sehingga dapat saja dikatakan bahwa pada benda pakai semacam itu
disamping memiliki kualitas fungsi rasional terdapat pula kualitas yang
manusiawi. Memang pada umumnya dapat dikatakan pula bahwa benda-benda pakai
yang telah memenuhi fungsinya dengan sempurna, seringkali memiliki bentuk yang
memang sesuai dengan fungsinya itu. Kesempurnaan fungsi harus diiringi dengan
kesempurnaan bentuk. Dengan demikian dalam pembuatan benda pakai secara
massalpun segi estetis mendapat perhatian pula dalam desain bentuk tersebut.
Mengingat perkembangan yang demikian
dalam dunia perkeramikan, ada beberapa arah perhatian dalam penggunaan bahan
keramik sebagai berikut:
Pertama: Penggunaan
bahan keramik sebagai pekerjaan tangan yang telah ditingkatkan ketaraf seni. Dengan
memperhatikan dan menggali tradisi-tradisi yang ada dan ekspresi seni, keramik tidak akan kehilangan ciri khas dan
kualitasnya.
Kedua: Penggunaan bahan keramik sebagai industri
massal, dengan mengutamakan fungsi sebagai tujuan dan persyaratan yang utama,
disamping itu kualitas estetis yang diperpadukan dalam proses desain menjadi
bagian penting untuk diperhatikan.
Selanjutnya
ditelaah hal-hal apa yang tampak dari arah tersebut, maka dapat dilihat:
1.
Peningkatan
pengerjaan bahan keramik dengan tangan ketaraf seni yang hasilnya menjadi
keramik seni, maka tidak terlalu terikat mengenai persyaratan tentang fungsi
dan kegunaan. Benda keramik yang dibuat harus memiliki nilai-nilai tertentu,
apakah sebagai benda kriya atau seni murni. Tetapi bila harus menjadi benda
seni, tidak cukup hanya memiliki kualitas estetis saja, melainkan harus hadir
pula nilai-nilai yang disebut nilai artis-tik. Sebagai karya seni,
produk tersebut harus merupakan kehadiran tersendiri atau eksistensi pribadi,
karena sifat-sifatnya yang juga bersifat khusus individual. Sifat-sifat
tersebut hadir dalam hasil ciptaan dan akan terdapat atau muncul pada bentuknya
atau teksturnya atau glasirnya dan
warnanya. Secara terpadu merupakan kesatuan yang tak dapat dikurangi atau
ditambah lagi, dengan perkataan lain merupakan ekspresi atau ungkapan si
pembuat.
2.
Benda-benda
keramik pakai hasil industri sering disebut juga sebagai hasil seni industri, apabila memiliki
kualitas menurut persyaratan seni. Dalam pembuatan seni industri tidak
semata-mata menghadapi persoalan pembuatan benda seni, melainkan benda yang
mempunyai kualitas keindahan dan sekaligus mempunyai fungsi pakai. Sehubungan
dengan hal tersebut, ada pendapat yang mengatakan bahwa sesuatu benda yang
telah memenuhi fungsi pakainya secara efisien adalah benda yang memiliki
kualitas estetis dianggap sebagai pendapat yang keliru oleh karena nilai-nilai
estetis tidak ditentukan oleh fungsi saja. Pengertian mengenai produksi
industri adalah suatu system industri yang menggunakan alat-alat berupa mesin,
yang menghasilkan benda-benda yang sama dan serupa, secara tepat dan seragam,
sehingga tidak menunjukkan perbedaan-perbedaan individual dan tidak memiliki
daya tarik pribadi. Pada saat mesin
diintrodusir ke dalam industri timbul sebagai persoalan yaitu bagaimana dapat
menguasai mesin itu. Benda-benda hasil mesin harus menarik bentuknya bagi si
pembeli, karena memiliki suatu keindahan, dekorasinya yang menawan dan warnanya
yang sesuai.
Di zaman permulaan munculnya
industrialisasi, telah disadari bahwa seni adalah factor komersial yang sangat
potensial. Karena pada saat itu dianggap barang-barang yang paling ber-seni dan
paling artistik-lah rupanya yang akan
memenangkan pasaran. Oleh karena itu para industriawan mulai membeli seni
seperti orang membeli sesuatu barang yang lepasan. Dan seni yang dibeli itu diterapkan begitu saja (applied) pada barang-barang hasil
industrinya. Mereka membeli dan menerapkan seni dari berbagai periode seperti
seni dari zaman klasik Yunani, seni Barok,
Rococo dan lainnya lalu
menerapkannya pada barang hasil produksi mereka dengan seenaknya saja. Tentu hal
semacam itu merupakan tindakan yang keliru dan jelas tidak menunjukkan adanya
pengertian terhadap persoalan yang sebenarnya. Pendapat keliru ini menduga
bahwa seni adalah sesuatu yang lepas dan tidak ada hubungannya dengan produksi
mesin, sehingga seni harus dibubuhkan atau ditempelkan (applied) pada benda hasil produksi mesin. Pada saat itu para
industriawan belum menyadari bahwa masalah itu harus diatasi dengan perencanaan bentuk produk yang akan
dihasilkan oleh mesin yang dikenal sekarang sebagai “Produk Desain” atau “Desain
Produk” atau “Industrial Desain”.
Keramik IA. Artayani, Anton Darmawan dan Kt. Muka
Pada masyarakat agraris tradisional di masa yang lampau tidaklah membedakan antara seni, ilmu pengetahuan, teknologi dan keagamaan, melainkan lebih banyak menyatu dalam kehidupan sosial kemasyarakatan dan keagamaan itu sendiri. Indonesia pada peralihan zaman Batu ke zaman Perunggu, dikenal sebagai masa “Perundagian” yaitu suatu masa “kemahiran teknik” mengolah bahan dan mengukir logam, dan para ahli ketukangan disebut sebagai “Undagi”. Orang-orang “cerdik pandai” atau “orang bijaksana” atau “ahli-ahli” pada masa lampau di Indonesia sering pula disebut sebagai “Empu”, yaitu sebagai orang yang menguasai akan ilmunya atau “mumpuni”. Pada masa di kerajaan Hindu ada disebut Empu Gandring sebagai ahli pembuat keris, Empu Tantular sebagai cerdik pandai dengan kitab sastra “Sutasoma”, Empu Prapanca dengan kitab “Negara Kertagama” dan lain-lain. Bali yang merupakan bagian dari wilayah Majapahit, pernah memperoleh sekotak wayang dari Raja Hayam Wuruk, yang diterima oleh Raja Gelgel, Dalem Semara Kepakisan, seusai upacara pensucian roh (Srada) dari Rajapatni, nenek Hayam Wuruk, pada tahun 1362. Tersebutlan nama Raden Sangging Prabangkara (Putra Brawijaya terakhir), yang telah melakukan perubahan dan penyempurnaan warna-warna pada pakaian wayang sesuai dengan martabat ketokohannya, sehingga ahli senirupa atau desainer zaman Majapahit ini, namanya sering dipakai sebagai gelar atau sebutan untuk para ahli seni rupa atau perancang desain dengan sebutan “Sangging” atau “Sungging” atau “Prabangkara”. Pengertian “seni” bagi orang Jawa adalah “kencing” atau buang “air kecil” dan air kencing itu sering pula disebut sebagai “air seni”. Juga perkatan “seni” juga untuk menyatakan suatu benda berukuran “kecil” atau “mungil” atau “Jlimet” atau “rumit”. Orang Jawa sering pula menyebut suatu produk hasil dari kehalusan jiwa manusia yang indah-indah dengan istilah “kagunan” sebagai sesuatu yang bermanfaat. Sering pula disebut “ngrawit”, dimana pada umumnya produk yang dihasilkan memang mempunyai tekanan pada “halus” atau “remitan” atau “rumit” dalam pengerjaannya, yang umumnya disebut “kerajinan” atau “kriya’ yang memerlukan ketrampilan atau “keprigelan”. Kata ‘technic” atau “teknik” yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “techne” dipadankan dengan kata “ars” bahasa Latin, memiliki arti atau makna “kecakapan” atau “ketrampilan” yang berguna, merupakan cikal-bakal dari sebutan “seni”, “ilmu pengetahuan” dan “teknologi” yang ada kemiripannya dengan arti “kagunan” dalam bahasa Jawa atau sesuatu yang berguna atau bermanfaat dalam arti luas. Orang Belanda sering menyebut “kepintaran” sebagai “Genie” atau “Jenius” yang mirip dengan “ketangkasan” atau “kemahiran” seperti istilah “techne” atau “ars” yang sepadan pula dengan pengertian “seni- kagunan” di Jawa. Sehingga sampai masa kini pun pengertian “seni-kagunan“sebagai “kepandaian” atau “kepintaran” atau “ketangkasan” atau “kemahiran” dan “ketrampilan” masih sering dipergunakan seperti halnya istilah “seni mengajar”, “seni memasak”, “seni bela diri”, “seni berhitung”, “seni bercocok tanam”, “seni membaca”, “seni bangunan” dan lain sebagainya.
Sebelum Revolusi Industri di Eropa kata “ars” mencakup disiplin
ilmu tata bahasa, logika, dan astrologi. Pada abad pertengahan di Eropa terjadi
pembedaan kelompok ars yaitu “artes
liberales” atau kelompok “seni tinggi”
yang terdiri dari bidang tata bahasa, dialektika, retorika, aritmatika,
geometri, musik dan astronomi; Dan “artes serviles” atau kelompok “seni
rendah” yang mengandalkan tenaga kasar dan berkonotasi “pertukangan”. Dari tujuh
bidang-bidang keahlian hanya musik yang masuk “seni tinggi” , sedangkan lukis,
patung, arsitektur, pembuatan senjata dan alat-alat transpor termasuk katagori
“seni rendah”. Kemudian Leonardo da Vinci (1452-1519), pelukis
Italia dari masa Renaissance, mempelopori perjuangan dan berhasil memasukkan
atau menaikkan seni lukis ke dalam status “seni tinggi”. Sebagai orang yang
serba bisa dan memiliki kemampuan sebagai arsitek dan ilmuwan itu, Leonardo, beragumentasi bahwa melukis
juga memerlukan pengetahuan “teoritis” seperti matematika, perspektif dan
anatomi serta mempunyai tujuan moral seperti puisi lewat penggambaran sikap dan
ekspresi wajah dalam lukisan.
Suatu fenomena kemudian terjadi bersamaan dengan Revolusi Industri di Eropa akhir abad ke 18 sampai awal abad ke 19,
dimana masyarakat industri yang baru tumbuh menuntut adanya pembagian kerja dan
spesialisasi
kerja dalam mengembangkan proses produksi. Dalam masyarakat industri status “seni”
menjadi tiga kelompok yaitu “seni tinggi” (high
art), “seni menengah” (middle art),
dan “seni rendah” (low art). Katagori
ini masih memperlihatkan kelanjutan tradisi klasik, yaitu semakin tinggi
kedudukan seni apabila semakin dekat atau tinggi tingkat integrasinya dengan
industri, demikian pula sebaliknya semakin jauh tingkat hubungannya dengan
industri maka semakin rendah pula kedudukan seninya. Pertemuan seni dan
industri ini mengakibatkan banyak benturan, dimana penemuan-penemuan
mesin-mesin produksi massal mendorong kalangan industri untuk mengembangkan
teknik produksi dan hanya “menempelkan” reproduksi karya-karya seni klasik yang
berstandar pada bentuk produk yang dihasilkan. Sehingga menimbulkan reaksi
keras dan serius dari kalangan seniman, sebab standariasi dan mekanisasi serta
penempelan begitu saja karya-karya klasik pada produk merupakan ancaman bagi
kelangsungan hidup seni, disamping tidak ada kesesuaian bentuk dengan motif
dekorasi yang ditempelkan tersebut. Sehingga akhirnya seni harus memutuskan
hubungan dengan ikatan-ikatan seni masa lalu yang dianggap membelenggu dan
membatasi perkembangan seni, karena tidak ada hubungannya dengan nilai-nilai
estetika. Otonomi seni diharapkan dapat mempertegas dan dapat meningkatkan
standar nilai estetik secara terus-menerus atau berkelanjutan. Pada akhirnya
seni selalu melahirkan norma yang menjunjung nilai kebaruan, nilai keaslian dan
nilai kreativitas yang lebih lanjut mendasari pandangan seni modern pada abad
ke 19 – 20. Ketika seni telah menjadi komoditi dan tunduk pada hukum permintaan
dan penawaran ekonomi, maka seni dianggap jatuh pada selera massa yang rendah
dan seni itu menjadi seni “picisan” atau kitsch. Status rendah ini
dikarenakan seni telah kehilangan “roh seni” atau “jiwa seni”. Jelaslah kiranya
pengertian “seni” yang sekarang dan sepadan dengan “art” adalah datangnya
dari Dunia Barat yang terbentuk pada abad ke 18 sampai abad 20.
Istilah “seni rupa” di Indonesia
muncul dalam surat-surat kabar untuk pertama kali pada masa pendudukan Jepang,
dalam laporan dan resensi tentang pameran lukisan. Oleh pemerintah pendudukan
secara resmi istilah itu dipakai dalam sebutan “bagian seni rupa” yaitu nama
bagian Keimin Bunka Shidosho (Pusat
Kebudayaan) yang berurusan terutama dalam lukis-melukis (Sanento Yuliman,
1983). Para seniman sebelumnya tidak begitu populer menggunakan istilah “seni”
atau “seniman” yang sepadan dengan “ art ”
atau “artis” yakni masih
mempergunakan istilah “ahli gambar” pada nama PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia), Balai Pendidikan
Universiter Guru Gambar dan sebagainya. Kamus Modern Bahasa Indonesia dari
Mohammad Zain, terbit sekitar tahun 1950, menerangkan bahwa yang masuk seni
rupa ialah seni lukis, seni pahat dan seni patung. Memang hingga kini dalam
pemakaian populer, istilah “senirupa” sering digunakan dengan lingkup
pengertian yang terbatas pada seni lukis, dan seni pahat atau seni patung. Akan
tetapi pendidikan formal senirupa di Indonesia dalam perkembangannya telah
memperluas lingkup pengertian istilah itu. Pendidikan tinggi seni rupa dapat
menyelenggarakan sejumlah keahlian seperti seni grafis atau desain grafis atau
komunikasi visual, desain industri atau desain produk, desain interior atau
arsitektur interior, desain tekstil, seni keramik, seni lukis, seni patung dan
kriya kayu-logam-kulit-keramik dan sebagainya.
.I Gusti Bagus Sugriwa dalam tulisannya Dasar-dasar Kesenian Bali,
mengatakan bahwa “seni” berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “sani”, yang berarti pemujaan,
pelayanan, donasi, permintaan atau pencarian yang jujur (IGB Sugriwa,
1957:219-233). Seni menurut WJS
Poerwadarminta dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia (1976) yaitu suatu karya yang dibuat atau diciptakan
dengan kecakapan yang luar biasa seperti sanjak, lukisan, dan sebagainya. Atau kecakapan
menciptakan sesuatu yang elok dan indah. Definisi seni menurut Ki Hadjar Dewantara adalah : “Segala
perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah, hingga
dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia lainnya” (1962:330). Sedangkan Thomas Munro mengatakan: “Seni adalah
alat buatan manusia untuk menimbulkan
efek-efek psikologis atas manusia lainnya yang melihat. Efek tersebut mencakup
tanggapan-tanggapan yang berujud pengamatan, pengenalan imajinasi, rasional
maupun emosional” (1963:419). Lebih
lanjut Herbert Read (1962), mengatakan bahwa lahirnya sebuah
karya seni melalui beberapa tahapan sebagai suatu proses. Tahapan yang pertama
adalah pengamatan kualitas-kualitas bahan seperti tekstur, warna dan banyak
lagi kualitas fisik lainnya yang sulit untuk didefinisikan. Tahapan kedua yaitu
adanya penyusunan hasil daripada pengamatan kualitas tadi dan menatanya menjadi
suatu susunan. Dan ketiga yaitu proses suatu obyektifikasi dari tahapan-tahapan
di atas yang berhubungan dengan keadaan sebelumnya. Keindahan yang berakhir
pada tahapan pertama belum dapat disebut seni, karena seni jauh telah melangkah ke arah emosi atau perasaan.
Seni telah mengarah pada ungkapan sebagai “peng-ekspresian” dengan tujuan untuk
komunikasi perasaan.
Berdasarkan uraian di atas dan
pengertian secara umum, seni dapat diterjemahkan (diinterpretasikan) sebagai
ungkapan atau ekspresi, bentuk, arti, simbol, abstrak, indah, guna atau pakai,
kepandaian atau kepintaran atau kemahiran atau ketangkasan, wakilan
(representatif), cantik, molek, mungil atau kecil, rumit, halus, fungsi,
kreasi, imajinasi, intuisi dan lain sebagainya
Email : agusmulyadiutomo@yahoo.co.id & goesmul@gmail.com
Blog: bolgspot.goesmul.com / Hidup dan Seni
Dari buku " Wawasan & Tinjauan Seni Keramik", 2007
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusZzzz -_-
BalasHapus