Laman

Pengikut

Selasa, 24 April 2012

Menjadi Pribadi Islami

Menjadi Pribadi Islami
Oleh Agus Mulyadi Utomo
Hidup dan Seni:goesmul.blogspot.com
goesmul@gmail.com
Menjadi pribadi Islami memang diperhatikan dalam agama Islam. Islam itu tidak hanya ajaran yang bersifat normatif atau hanya diyakini dan dipahami saja, tapi diwujudkan dalam kehidupan nyata. Islam juga memadukan antara keyakinan dan aplikasi, antara norma dan perbuatan, antara keimanan dan amal saleh, antara yang bersifat fisik-jasmani dan yang bersifat metafisik-ruhani, antara iman, iman dan ikhsan, hukum syariah Islam dan hukum alam, yang kesemuanya berjalan seiring. Berupa kristalisasi nilai-nilai ibadah dan aqidah dalam kehidupan individual dan kemasyarakatan. Oleh sebab itulah ajaran yang diyakini dalam ajaran Islam seharusnya tercermin dalam setiap tingkah laku, perbuatan dan sikap dari pribadi-pribadi muslim, dalam pemahaman Islam secara kaffah (keseluruhan).

            Realita umat Islam dalam beragama saat ini, ada beberapa kondisi antara lain sebagai berikut:
  1. Agama dipahami secara tekstual dan hanya berorientasi pada fikih saja (memahami syariah hanya secara tekstual, literal dan parsial).
  2. Agama hanyadianggap sebagai budaya dan atau akulturasi budaya dan agama secara berlebihan.
  3. Banyak tokoh agama yang tidak atau kurang peduli pada umat dan cenderung berorientasi pada politik, popularitas-ekonomis serta kepentingan lainnya.
  4. Agama dinilai tidak mampu  atau tidak relevan untuk mengatasi segala permasalahan yang timbul di masyarakat maupun maupun untuk mengatasi permasalahan bangsa  seperti berkaitan dengan krisis multi-dimensional yang berawal dari krisis moral .
  5. Penyampaian atau pemahaman yang lebih bersifat dokmatis tanpa melalui pendekatan logika dan ilmiah (IPTEKs) sehingga tidak sesuai dengan perkembangan zaman.
  6. Beragama dan beribadah hanya secara formal atau serimonial (hanya sebagai status, kedok trend, dll).
  7. Beragama tanpa metodologi sebagai sunnatullah yang wajib dilakukan (seperti tanpa Mursyid / Guru / Pembimbing Ruhani dalam QS. al-Maidah:35 & al-Kaffi: 17, dll)

Adapun tujuan beragama dalam Islam yaitu “Menjadi manusia sempurna (Insan Kamil) untuk mencapai kemenangan dunia & akherat atau lahir-batin, jasmani-ruhani) dalam ridho Allah SWT”. Dengan mengikuti visi Rasulullah yakni sebagai rahmatan lil alamin dan misi Rasulullah untuk pembinaan menuju akhlak yang baik (akhlakul karimah) menjadi manusia dan hamba yang baik, yaitu menjadi pribadi yang bermanfaat atau berguna untuk orang lain (sesame/masyarakat).

Allah SWT telah berfirman secara tegas yang  memerintahkan agar masuk Islam secara kaffah (menyeluruh). “Udkhulu fis-silmi kaffah” artinya “Masuklah ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh)”. Al Qur’an dalam Al Baqarah: 208, firman Allah SWT tersebut ada berbunyi: “Ya ayyuhal ladziina aamanud khuluu fissilmi kaaffah” yang artinya: “Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya”. Dalam ayat yang lain Allah berfirman, “Apakah kamu beriman kepada sebagian kitab dan kafir kepada sebagian yang lain”(QS. 2 : 85). Kedua ayat di atas memberi isyarat yang mewajibkan kaum muslimin supaya masuk ke dalam Islam secara utuh dan menyeluruh. Adapun yang dimaksud kaffah disini, artinya memasuki Islam secara totalitas, keseluruhan, tidak parsial dan tidak terpenggal-penggal serta bersungguh-sungguh.



Sesungguhnya ajaran Islam yang terdapat dalam Al Qur’an (6666 ayat), ada mengandung tiga unsur pokok antara lain berisi tentang hal-hal yang bersangkutan dengan masalah-masalah berikut:



1)  Aqidah (aka’id) ±48,5%, keyakinan, kepercayaan, keimanan, kerohanian, hablumminallah, yaitu mengenai pemahaman tentang ketauhidan atau ketuhanan.  

2)  Akhlak (attitude) ±48,5%, prilaku, hablumminnannas, merupakan bagaimana melakukan (cara dan implementasi serta penghayatan) perbuatan yang baik dan nyata dalam hidup dan kehidupan. Tentang amar ma’ruf dan nahi munkar, jujur, adil, disiplin, tanggung-jawab, hormat kepada orang tua dan sesama, HAM, demokrasi, giat bekerja, rajin belajar, berilmu, menggunakan akal dan lainnya.

3)  Fikih ±3% kurang-lebih 200 ayat, tentang hukum-hukum atau dalil atau aturan, dan ibadah formal, merupakan rambu-rambu yang dapat memandu dan membimbing dalam memahami serta menjalankan Islam, aturan sholat, haji, poligami, jihad, termasuk amal-ibadah lainnya.



Tiga unsur itu pokok syariah Islam, baik yang tertulis dalam Al Qur’an & hadits maupun yang tak tertulis sebagai ayat kauniah ( contoh Ipteks & alam semesta). Syariah ini harus dilaksanakan secara sinergis dan komprehensif dan kaffah. Jika diamat-amati komposisi kandungan dari seluruh isi Al Qur’an, ternyata dua unsur pertama yaitu Aqidah dan Akhlak menempati wilayah ajaran Islam yang terbesar dari total ajaran Islam, selebihnya ditempati oleh Fikih.


Masuk Islam secara kaffah ini memiliki pengertian untuk menjalankan semua unsur Islam (akidah, akhlak dan fikih) secara simultan, bukan sebagian tanpa sebagian yang lain, bukan salah satu saja. Secara individual, setiap ummat muslim berkewajiban untuk menjalankannya.

Masuk Islam secara lengkap, dimaksudkan disini adalah pemahaman ajaran Islam dari yang bersifat jasmani dan ruhani sampai dengan pelaksanaannya dalam peramalan (beramal sholeh) serta peribadatan yang sesuai dengan petunjuk Al Qur’an dan Al Hadits, yang semurni-murninya dan sebersih-bersihnya serta sekhalis-khalisnya sesuai kehendak Allah. Pengamalan (amal sholeh) yang menuju kepada perpecahan ummat tidak relevan, dan akan menambah jauhnya saja dari hidayah Allah, Al-Qur’an dan ummat manusia. Islam bisa saja tampak tertera namanya saja, sedang isinya kosong, bahkan sudah ada berupa laknat dan bukannya rahmat yang diperoleh, contoh adanya suatu paham perjuangan dengan menghalalkan segala cara seperti halnya ‘teroris’ yang mengatasnamakan Islam, dimana Al-Qur’an hanya tampak berupa tulisan-tulisan yang dihafal tetapi sepi dari hidayah, ibarat onta di tanah Arab atau kerbau yang membawa kitab berbahasa Arab dan tak pernah mengetahui isi maksud dari kitab tersebut.



          Hendaknya ummat Islam dapat melihat dan menilai sesuatu tidak hanya dengan mengandalkan pancaindra dan otak saja yang berimplikasi pada keterbatasan dan terjebak pada nafsu. Apalagi sebagai manusia yang penuh dengan noda dan dosa, penuh dengan kekurangan, kesilapan, kealpaan – bilamana (jika) menilai atau memutuskan sesuatu tanpa pertimbangan Iman, Islam dan Ikhsan, serta tanpa diriset atau diteliti lebih dahulu, juga tanpa wawasan yang luas dan ilmiah, maka sangatlah mudah terbawa oleh nafsu-nafsu, dan hidupnya akan cenderung keblinger. Firman Allah: “Tahukah engkau Muhammad kepada orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhan, dan Allah SWT menyesatkannya atas dasar pengetahuannya. Dan dengan demikian Allah SWT menutup telinganya dan hatinya sedangkan matanya dijadikan Allah tertutup”. Juga firman Allah yang lainnya QS.Yusuf: 53 artinya “Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan”. Dan sabda Nabi SAW., “Musuhmu yang paling jahat ialah nafsu yang berada di rongga badanmu”.  Maka masuklah kedalam Islam secara Kaffah, itu adalah panggilan Allah kepada orang yang benar-benar beriman (percaya): “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu. Tetapi jika kamu menyimpang (dari jalan Allah) sesudah datang kepadamu bukti-bukti kebenaran, maka ketahuilah, bahwasanya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al- Baqarah : 208-209 ). Ayat tersebut merupakan seruan, perintah dan juga peringatan Allah yang ditujukan khusus kepada orang-orang yang beriman (percaya), yaitu orang-orang yang mengakui Allah sebagai Tuhan satu-satunya dan juga mengakui Muhammad SAW selaku Nabi-Nya (Rasul), agar masuk kedalam agama Islam secara kaffah atau secara keseluruhan, benar-benar dan sungguh-sungguh, secara jasmani dan ruhani. Apa maksudnya ? Pengalaman telah mengajarkan, betapa banyaknya orang-orang yang mengaku telah beriman kepada Allah, mengaku meyakini apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dan dia juga mengaku beragama Islam akan tetapi pada hakekatnya mereka baru ber-Islam secara lahiriyah, belumlah ber-iman secara batiniah, apalagi untuk ber-ikhsan perlu untuk berproses lagi. “Belumkah datang waktunya untuk orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka berdzikir kepada Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Alkitab di dalamnya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik ”(QS. Al-Hadid:16). pentingnya untuk senantiasa menjaga ruhiyah, kerugian yg besar bagi orang yg mengotorinya & peringatan keras agar kita meninggalkan amalan yg bisa mengeraskan hati. Bahkan tarbiyah ruhiyah dasar dari seluruh bentuk tarbiyah, menjadi pendorong untuk beramal saleh & dia juga memperkokoh jiwa manusia.

 

 Pemahaman Islam yang ‘sepotong-sepotong’ dan “terpenggal-penggal” ini, mengisyaratkan kebanyakan dari ummat belum menjalankan Islam secara kaffah. Demikian pula dalam kurikulum pendidikan formal, akhlakpun “luput” dari perhatian kecuali dalam batas-batas yang boleh dikata sangat “gersang”, sehingga jauh dari efektifitas dan kontribusi yang signifikan dalam kehidupan pribadi, rumah tangga, bermasyarakat, bernegara dan berbangsa, apalagi untuk bisa ber-ahlaqul karimah, yaitu ahlaq mulia yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW.



        Dalam beribadah dan beramal, yang berkaitan dengan hubungan yang bersifat hablumminnallah yaitu hubungan dengan Allah SWT dan hablumminnannas yaitu hubungan dengan sesama manusia hendaknya dilengkapi dengan ilmu dan metode, rukun dan syaratnya berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadits. Lalu menegakkan 3 pilar Islam atau menjalankan rukun Islam, rukun Iman dan Ihsan dengan pengamalan yang disertai pemahaman secara benar dan saling melengkapi, sehingga apa-apa yang diperbuat tidak sia-sia dan mendapat ridho Allah SWT. Semua yang dikerjakan dapat membuahkan hasil dengan baik, hal tersebut tercermin dalam kehidupan sehari-hari yang ujung-ujungnya bernilai akhlaqul karimah. Bukankah tujuan dari ajaran agama Islam adalah untuk memperbaiki akhlaq ?! Selama dalam kehidupan ini masih ada huru-hara, kebencian, kedengkian, kemaksiatan, korupsi, teror, penipuan, pencurian, mabuk-mabukan, kasus narkoba, ancaman, terorisme, penekanan, kekerasan, pembunuhan, perbudakan, peperangan dan lain-lainnya, maka agama Islam perlu diterapkan secara kaffah (lengkap).



Islam adalah agama seutuhnya, yang mempunyai akar, dimensi, sumber dan pokok-pokok ajarannya tersendiri. Siapa yang konsisten dengannya maka ia termasuk Al-Jama’ah atau Firqah Najiyah (kelompok yang selamat) dan yang keluar atau menyimpang darinya maka ia termasuk firqaih-firqah yang halikah (kelompok yang binasa). Intinya adalah diamalkannya agama Islam secara utuh dari tiga pilar yaitu syari’at, iman dan ilmu tasawuf dengan tarekatnya. Sebagai Islam Kaffah, yang menyatukan tiga pilar utama yaitu Islam, Iman, dan Ikhsan, dengan pengembangan secara terpadu agar saling memperkuat sehingga dicapai insan kamil (moral / akhlaq sempurna) yang tumbuh kembangnya dari rasa keimanan dan pengetahuan ke-Islam-an serta merasakan ikhsan. Ini dapat dibina oleh suatu kesadaran diri atau buah dari dakwah islamiyah dan pengalaman-pengalaman. Tentunya juga dari metode yang diyakini penganut tarekat adalah melalui dzikrullah di bawah bimbingan atau petunjuk Wali-Mursyid.


Firman-firman Allah untuk meraih kemenangan atau keberuntungan dunia dan akherat dalam Al Qur'an, berikut substansinya :



  1. Substansi khusuk dalam sholat dalam QS. Al-Muminun (23):1-2  yang artinya “Sesungguhnya beruntung / menang / surga orang-orang mukmin, (yaitu) orang-orang yang khusuk dalam sholatnya
  2. Substansi wasilah (Nur Illahi) dan jihad yaitu QS. Al-Maidah (5):35 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan carilah cara / jalan / wasillah untuk mendekatkan diri kepadaNya dan berjihjadlah / berjuang / istiqomah pada jalanNya, supaya kamu mendapat keberuntungan / kemenangan / surga”.
  3. Substansi sabar & taqwa yakni QS. Al-Imron (3): 200 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan tingkatkan kesabaranmu  dan tetaplah siaga / konsentrasi dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat kemenangan
  4. Substansi amar ma’ruf dan nahi mungkar QS. Al Imron (104) artinya “Dan hendaklah ada diantara kamu  segolongan ummat  yang menyeru kepada kebajikan, mengajak kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung / menang / surga
  5. Substansi metode atau tarekat QS.Al-Jin (72):16 yang artinya “Dan bahwasannya jika mereka tetap berdiri di atas tarekat yang benar, niscaya akan kami turunkan yang lebat (rahmat, nikmat yang / beruntung)
  6. Substansi syafaat atau pertolongan QS.Al-Maidah (5):56  artinya “Dan barang siapa yang mengangkat Allah, RasulNya dan orang-orang mukmin sebagai penolong, maka sesungguhnya merekalah pengikut Allah yang pasti menang”.
 

Hai orang beriman ! Inilah panggilan yang amat jelas buat kaum yang beriman, yaitu suatu sifat atau identitas yang umumnya sangat digemari dan untuk membedakan mereka yang diseru dengan orang lain yang tak merasa dipanggil, walaupun Ia-nya sudah masuk Islam tetapi belumlah ia beriman. Hal ini menjadikan mereka yang merasa terpanggil untuk terus mencari dan berusaha agar bisa berhubungan, bisa mendekatkan diri atau merasa beserta dengan Allah SWT yang memanggil mereka itu. Seruan ini ditujukan kepada orang-orang yang benar-benar beriman untuk masuk Islam secara ‘total’. Pemahaman pertama terhadap seruan ini ialah orang-orang mukmin harus menyerahkan diri secara total kepada Allah dan melalui petunjuk Rasulullah SAW (yang diteruskan pewarisnya), dalam segala urusan, baik yang kecil maupun yg besar. Hendaklah mereka bisa menyerahkan diri dengan sebenar-benarnya secara keseluruhan, baik mengenai tashawur, persepsi, pandangan, pemikiran serta perasaan, niat, amal, kesenangan, bahkan ketakutan, ketundukan dan kepatuhan kepada Allah dan Rasulullah, serta ridha kepada hukum dan qadha-Nya, tak tersisa sedikit pun dari semuanya untuk selain Allah. Pasrah dan ikhlas yang disertai dengan ketaatan yang mantap dan lunak serta tenang. Menyerah dan patuh kepada pembimbing ruhani (Waliyyam Mursyidaa di dalam QS. Al Kahfi ayat 17) yang memberi petunjuk serta menuntun langkah-langkah menuju kebaikan, ketulusan dan kelurusan, untuk dapat merasakan akan sesuatu ketenangan dan ketenteraman (damai) apabila menempuh di jalan Allah ini, tentunya dengan banyak berdzikir, baik dalam kehidupan di dunia maupun sebagai bekal kehidupan untuk di akherat nantinya, ini adalah sebuah dambaan.

Untuk bisa memahami ilmu pelajaran keislaman, dalam tarekat atau metodenya dikenal tiga tingkatan pemahaman dalam beragama yang biasa disebut makom, yakni sebagai berikut:     
                                                                                                                                                         1). Tingkat syariah atau Ilmu Yakin (ilmul yakin), yaitu keyakinan yang didapat dari  pengertian, teori, pelajaran dasar atau ilmu.  2). Tingkat  Hakekat atau Ainul Yakin, yaitu keyakinan yang didapat dari fakta kenyataan lahiriah setelah terungkap atau terbuka. 3). Tingkat yang paling tinggi adalah Makrifat atau Haqul Yakin, yaitu keyakinan yang langsung dari Allah atau keyakinan mutlak dan tidak dapat diragukan kebenaan sedikitpun.

Beragama diperlukan kesungguhan dan keikhlasan. Karena Islam bersifat ilmiah dan amaliah, perlu diperjelas dengan teori matematika (aljabar) bagi orang yang berakal dan tak terbantahkan.
 TEORI  MATEMATIKA ALJABAR
ALLAH SWT                                                                                                         ALLAH SWT

(TAK TERHINGGA  : TAK TERHINGGA) ......-3,-2,-1,0, 1, 2, 3, .......(TAK TERHINGGA)
 1 X 1 = 1                                                                                                                        1 : 1 = 1
 1 X TAK TERHINGGA = TAK TERHINGGA                                                                     1 : TAK TERHINGGA=0
 ? X TAK TERHINGGA = TAK TERHINGGA                                                                     ? : TAK TERHINGGA=0
AMAL / IBADAH X TAK TERHINGGA=TAK TERHINGGA                            SEGALA SESUATU : TAK TERHINGGA=  0 

         NOL (0) = IKHLAS


                            IBLIS+DOSA+KIAMAT+NERAKA+MASALAH 
                      -------------------------------------------------------------------------    =  0
                                                       TAK TERHINGGA                                                       


Dapat dijelaskan bahwa untuk mencapai dimensi "tak terhingga" maka mutlak harus berawal atau mulai dari dimensi nol yaitu ikhlas/ridho tanpa tendensi atau tanpa kepentingan apapun baik dalam setiap aktifitas dan peribadatan maupun kegiatan lainnya, yang semata-mata hanya mencari ridho Allah SWT. Dengan demikian, segala urusan, setiap aktifitas ataupun amal-kebaikan yang dilakukan dengan ikhlas berarti yang berarti 'melibatkan' atau mengikutsertakan campur tangan Tuhan (dimensi tak terhingga), sehingga amal-ibadah yang dilakukan juga bernilai tak terhingga. Demikian pula "berapapun, apapun, siapapun, atau apapun segala sesuatu, jika dibagi atau dihadapkan dengan dimensi tak tak terhingga (Tuhan/Allah) maka hasilnya nol atau kosong/habis/tuntas/selesai.

Kesimpulannya, beragama (Islam) harus secara kaffah  (aqidah, akhlaq dan fiqih) adalah merupakan solusi segala masalah (dunia-akherat). Niat atau motif atau motivasi adalah kunci utama dalam meraih keberhasilan atau cita-cita, yaitu niat ikhlas hanya mencari ridho Allah SWT "illahi anta maqsudi waridhoka madlubi", dimana setiap aktifitas dalam kehidupannya selalu mengikutsertakan campur tangan Tuhan (spiritual Quotion). Sebagai pembinaan akhlak yang baik (akhlaqul karimah) dengan prioritas sasaran ummat muslim, terutama generasi penerus (emotional & intelectual Quotion).


goesmul@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar