oleh Agus Mulyadi Utomo
Karya Keramik Agus Mulyadi Utomo
Lempung atau tanah liat adalah bahan baku keramik yang memiliki sifat plastis dan
menurut atau mudah dibentuk apa saja dengan berangkat dari karakter awal yang
tidak menentu (abstrak). Sehingga apapun yang terkandung dalam suatu benda
keramik – baik sebagai benda teknis, benda praktis (pakai), benda estetis,
maupun sebagai benda spiritual (magis) – berasal dari Imajinasi penciptanya
saja. Kebebasan yang begitu luas memang merangsang daya cipta dan imajinasi
serta pengembangan IPTEK. Sisi lain dari dampak kebebasan itu berakibat buruk
karena benda keramik menjadi tidak bermutu dan kehilangan arah dan tujuannya
dengan kata lain menjadi benda “iseng” tanpa arti.
Pandangan seni keramik sampai
saat ini masih tumpang tindih (overlaping)
atau terpadu. Umumnya belum banyak yang mempersoalkan ciri khas perbedaan,
kecenderungan dalam mengolah seni keramik. Pada dasarnya ketiga bagian seni
keramik tersebut mempunyai ciri khas dan penonjolan masing-masing secara
terpisah. Konsep
penciptaan seni keramik seperti yang diuraikan, memiliki tiga arah pengembangan
— sebagai seni murni, seni kriya (kerajinan) & seni pakai. Apabila ciri khas dikembangkan, maka konsep
penciptaan seni dapat berdiri sendiri tanpa ada kecenderungan dan perpaduan
seni. Disamping itu suasana tumpang tindih kurang mendukung perkembangan seni
keramik itu sendiri. Kedudukan seni kriya (kerajinan) berada ditengah-tengah
yang menunjukkan seni ini umumnya lebih berupa kecenderungan, baik ke seni
murni atau ke seni pakai tergantung dari wawasan para kriyawan itu sendiri dan
bila ingin memiliki ciri khas harus berdiri sendiri.
Pengembangan seni keramik diperlukan spesialisasi, Karena penyempitan
bidang garapan akan memudahkan didalam mempelajari serta mendalaminya. Dengan
arah pengembangan yang jelas tentu mutunya akan meningkat dan dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat yang juga
semakin berkembang. Sikap yang semakin jelas dalam pengembangan seni keramik
diperlukan khususnya dalam dunia pendidikan yang bersifat formal dan pembinaan
seni di masyarakat pada umumnya.Keramik tidaklah lepas dari unsur
teknologi dan seni, yang merupakan dwi-tunggal.
Seni Keramik Murni
Keramik yang dibuat
untuk tujuan yang murni bernilai ungkap termasuk sebagai “seni murni” atau fine art, yang lazim disebut sebagai
“keramik ekspresi” karena identitas dan emosi penciptaannya menonjol serta
tidak mengulang-ulang (tidak digandakan secara massal) yang dibuat oleh
individu atau pribadi yang bebas tidak terikat (merdeka). Keramik jenis ini
melayani kebutuhan atau kehidupan jiwa seperti adanya suasana hati atau batin
atau perasaan, hasrat dan ekspresi atau
ungkapan serta emosi, secara sadar atau tidak merupakan perwujudan nilai-nilai
tertentu dari kehidupan manusia itu sendiri.
Bisa dikatakan keramik ini
sebagai “keramik bebas” yang
pembuatannya tidak terikat oleh kegunaan
atau fungsi pakai tertentu, tetapi muncul sebagai karya itu
sendiri.
Pencetus gaya ini,
seperti L’art pour l’art atau
“seni untuk seni” adalah seorang
Perancis yang bernama Thephile Gautier
(Lionella Venturi, 1964:237-266). Gautier
bereaksi terhadap keadaan zamannya, dimana seni dimanfaatkan untuk tujuan dan tendensi politik, komersial
materialistik maupun moralistik. Ia menginginkan agar seni “dimurrnikan”,
dinikmati dan dihargai bukan karena alasan lain diluar seni itu sendiri.
Demikian pula yang terjadi pada zaman LEKRA,
dimana politik adalah sebagai panglima, maka seni harus mengabdi kepadanya.
Seni yang “murni” harus bebas propaganda dan tendensi di luar seni. Demikian
pula kehadiran “seni murni” dalam keramik, merupakan suatu perwujudan yang
original dan mengandung kejujuran emosional secara individual, berdiri sendiri,
secara khusus bereksistensi mandiri, merupakan proyeksi preferensi, apresiasi
dan kesadaran akan nilai-nilai kehidupan dan kepribadian, baik secara rasional
maupun irasional (intuitif).
Pembuatan keramik
“seni murni” mempunyai maksud untuk mengkomunikasikan pemikiran atau
penyampaian ekspresi melalui bahasa rupa, lewat bahan, tekstur, warna, bentuk,
ruang, bidang, garis, simbol dan lain sebagainya, yang menjadi suatu susunan
dan dapat membangkitkan masyarakat apresiasi. Pembuatan keramik jenis ini atas
dasar kesenangan dan telah menjadi ciri khas yakni dibuat dalam jumlah
terbatas, bahkan sebagai benda satu-satunya di Dunia. Dengan demikian kehadiran
“seni murni” ini patut untuk diperhitungkan dan direnungi sebagai manifestasi
kebudayaan bangsa, sebagai bagian dari kehidupan, yang juga ikut berperan dalam
mencerdaskan masyarakat, dapat sebagai media untuk menyalurkan hasrat, emosi
atau ekspresi atau pikiran sehingga kehidupan menjadi selaras dan seimbang, baik material maupun
spiritual. Lebih lanjut pada
perkembangannya, seni keramik murni tidak lagi terkotak-kotak, bersifat
universal, bebas dan hidup dalam dinamika masyarakatnya. Berikut beberapa
contoh karya seni murni dari beberapa keramikus.
Memperhatikan karya Robert Milnes, seorang guru besar
keramika di Edinbiro State College, Pennsylvania, Amerika ini, yang mengolah bentuk dan warna yang
diulang-ulang sebagai unit-unit dengan perubahan posisi dan posisi yang
memutar, dalam ruang atau lingkungan tertentu, sebagai sebuah konstruksi
sistematis seakan sifat antar hubungan seperti yang terlihat pada karya
berjudul “Clip”. Suatu kemampuan untuk mengubah-ubah posisi
tertentu dari bentuk simetri dasar, bentuk geometris dalam ruang yang dianggap
tidak “naik” dan tidak “turun”. Suatu ungkapan yang sangat pribadi sekali.
Akhirnya semua itu dikembalikan kepada masarakat apresiasi, untuk dinikmati,
ditonton, ditafsirkan atau dikritik. Perjalanan dari tahapan proses pembuatan
seni sangat menarik untuk disimak, karena akan memberikan berbagai pengalaman
batin dan juga inspirasi dalam proses kreasi yang menunjukkan bagaiman seorang
seniman mendalami seni dan materi keramik sebagai media ekspresi atau
komunikasi.
Pada karya Kimiyo Mishima, dari
Jepang, yang merupakan keramik
kontemporer Jepang, yaitu dengan mencetak berbagai bahan seakan realistis
mengingatkan akan kejadian dan kehidupan sehari-hari seperti adanya sobekan kertas koran dan majalah serta
kadus bekas yang berantakan, telah
berhasil melepaskan diri dari bentuk keramik tradisional yang terikat fungsi.
Suatu peniruan yang lihai dari Kimiyo,
terlihat ketelitiannya dari tulisan, iklan serta karakter kertas dan karton
sangat kuat ditampilkan, menunjukkan Ia sangat dekat dengan kehidupan
lingkungan sehari-hari. Penguasaan teknologi dikuasai Kimiyo sehingga mendukung
karya-karyanya sebagai ungkapan atau ekspresi pribadi yang selanjutnya untuk
direnungi bersama.
Keramikus Jepang
lainnya, seperti Takako Araki, yang
mencoba mengekspresikan citra dari sebuah kitab suci injil, sebagai simbol,
yang digambarkan lapuk dimakan waktu atau usia pada era-nuklir dan
komputerisasi. Ia mencoba mengkomunikasikan pandangannya terhadap suatu keadaan
di zamannya, dimana ketidak acuhan masyarakat akan nilai-nilai keagamaan dan
nilai-nilai kebenaran yang dirasakan mulai menipis. Pencarian akan nilai
kebenaran dan kebaikan dirasakan jauh
dan berdebu ditelan zaman. Suatu peringatan yang terasa menggelitik, membawa
penonton tertegun sejenak dan kemudian terhentak setelah merenunginya, ada apa
yang terjadi dalam kehidupan ini. Bentuk yang sangat mirip detail dari kitab
injil yang dimakan bubuk ini, menunjukkan Takako
begitu sensitif perasaannya dalam penampilan karakter bahan dan penuangan
ide-idenya.
Keramikus asal Indonesia yaitu Hildawati Siddharta, alumni ITB yang staf pengajar di IKJ Jakarta ini, memanfaatkan
lempengan-lempengan gerabah dan porselin
serta mengangkat karakter tanah liat. Pada karya-karyanya ada yang menampilkan
bola-bola porselin, pecahan-pecahan keramik (kepingan), rekahan tanah, robekan,
yang smuanya khas karakter tanah liat. Karya keramik bebas “tanpa judul”, Ia
mencoba menangkap moment dramatik sesaat dalam kehidupan, terasa sebagai suatu
keberanian untuk mengungkap sesuatu fenomena kehidupan, seperti kejutan dari
letusan bola keramik, retakan dan robekan lempengan tanah, pecahnya benda
keramik kesayangan menjadi kepingan, semua itu diangkat menjadi sebuah “konsep”
dari susunan karya seni. Menurut Bambang Sapto, dan Hardi (Kompas & Pikiran Rakyat terbitan 1978) Hilda mengajak untuk memurnikan karya melalui wujud serta bahan
dalam konsep karya seni rupa, yang tak lepas dari jasa gerakan Seni Rupa Baru
Indonesia. Ia tak ingin mengarahkan penonton
dengan memberi judul dan berharap karya itu sendiri dapat berkomunikasi dan
orang bebas untuk berkomentar. Semakin banyak pendapat dan pandangan tentang
karyanya, semakin dianggap berhasil. Tampak dalam karya-karya Hilda adalah
penonjolan ekspresi dan jauh dari keindahan umumnya, seperti karyanya berupa
pecahan dan kepingan keramik yang berserakan di lantai.
Karya-karya Hilda kebanyakan sebagai karya “lingkungan” yang memiliki kesadaran ruang yang tinggi,
terlihat puitis, dan rapi dalam konsep. Ia trampil berkisah tentang bentuk,
retak, pcah, hancur dan seterusnya. Puncak kekuatannya pada kepingan-pecahan,
seolah situs arkeologi Dinas Purbakala. Kelemahan dan kekuatan atau kemampuan
tanah liat diekspos kepermukaan, membuat rasa akrap dengan alam dan lingkungan. Karya-karya dapat
bereksistensi secara utuh dan mandiri, tidak lagi mempersoalkan pengertian
cantik, molek, indah, komersil, fungsi pakai dan lainnya. Sebagai karya
konseptual sebagai manifestasi seni modern. Keramikus yang berasal
dari Probolinggo-Jawa Timur, alumni Keramik ITB yang menjadi pengajar di Kriya
Keramik Universitas Udayana dan kini mengajar di ISI Denpasar, cenderung
mengolah bentuk silinder yang kemudian
dengan imajinasinya menyusun bentuk
yang baru dengan menekan pada bagian tertentu, menarik benda saat
plastis (lembab) dan menorehnya serta
mengiris bagian-bagian tertentu menjadi bentuk ekspresi yang memiliki
ritme atau gerakan yang ekspresif.
Seni Keramik Pakai dan Keramik Teknis
Keramik pakai dibuat untuk
tujuan yang bersifat praktis dan
fungsional, terutama untuk kebutuhan sehari-hari. Sebagai “seni
pakai” keramik jenis ini merupakan
produk hasil dari suatu rancangan atau desain, baik untuk keperluan yang
bersifat fisik atau material seperti peralatan rumah tangga ( wadah atau
perabotan), maupun sebagai bahan dan komponen suatu rancang bangun. Keramik
pakai bersifat umum denganj kegunaan khusus dan bervariasi, dimana setiap produknya
mementingkan segi praktis dan fungsi yang optimal serta efisien. Karena
bersifat umum yaitu untuk kepentingan masyarakat luas, maka keramik pakai harus memenuhi standar industri
yang berlaku di setiap negara. Kalau dalam negeri disebut Standar Industri
Indonesia ( SII ) atau Standar
Nasional Indonesia ( SNI ), ada pula
Standar Industri Internasional yang berlaku, misalnya ISO, dll. Semua itu untuk melindungi kepentingan konsumen, apalagi
kini telah ada undang-undang yang mengatur hal itu. Dan para pengusaha harus
melaporkan secara kontinyu hasil produksinya ke Departemen terkait disamping
untuk pengendalian mutu dan pengontrolan
serta sebagai obyek pajak.
Benda-benda keramik pakai diproduksi oleh mesin-mesin (pabrik) yang menghasilkan produk massal dengan bentuk serupa (standar) dan diawasi oleh pemerintah atau lembaga konsumen. Hal-hal yang tercantum dalam SII atau SNI biasanya meliputi ruang lingkup dan prosedur, definisi, klasifikasi, cara pengambilan contoh (sample), cara uji, syarat lulus uji, syarat penandaan, cara pengemasan, dilengkapi dengan tabel-tabel dan gambar-gambar.
Untuk dapat bersaing dipasaran, produk keramik pakai menawarkan keterjangkauan (murah), kepraktisan, pemenuhan kebutuhan dan perlindungan konsumen. Karena itu harus direncanakan sedemikian rupa memperhatikan segi keamanan atau keselamatan, kenyamanan, kebersihan atau kesehatan dalam pemakaian produk. Pertimbangan lainnya dalam mendesain adalah dari sudut pandang ekonomi, sosial, budaya, fisiologis (ergonomi), psikologi, teknologi dan estetikanya.
Seni keramik pakai dalam memenuhi tuntutan fungsinya menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut ini: a) Bentuk sesederhana mungkin dan estetis atau indah; b) Bentuk pakai yang dihasilkan minim dari unsur ekspresi dan imajinasi; c) Dapat menampilkan keindahan yang mengikuti fungsinya; d) Keindahan muncul dengan sendirinya secara wajar disaat benda tersebut dipergunakan; Dan terakhir, e) Adanya hubungan antara barang dengan sipemakai.
Pada contoh closet (lihat foto) dengan alternatif pengehematan air, dengan memberikan suatu perbandingan data pemakaian air sebagai daya tarik pemakai, sebagai suatu penawaran akan efisiensi. Untuk itu para desainer dituntut untuk peka terhadap prinsip kebutuhan dan pertimbangan pasar, selalu mempelajari dan menganalisa dalam rangka menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih bermutu serta lebih efisien.
Kebutuhan masyarakat senantiasa berkembang dan semakin kompleks sifatnya, maka desain-desain alternatif dan baru selalu akan mengikuti. Contoh lainnya yaitu desain perlengkapan mandi dari porselin (lihat foto), wastafel, urinoir dan lain-lainnya, dimana bentuknya juga bervariasi sebagai pilihan (alternatif). Dalam hal ini konsumen bebas memilih sesuai dengan seleranya, baik bentuk, ukuran, warnanya dan harganya.
Seringkali terjadi, benda pakai ini jarang dipergunakan karena bentuknya teramat indah atau hiasannya (dekorasi) berlebihan, sehingga fungsinyapun beralih menjadi benda pajangan di ruang tamu, tidak sesuai dengan fungsi sebenarnya. Tampaknya tanggungjawab desainer cukup besar dan penting, terutama pada masyarakat konsumen, produsen dan kesempatan kerja. Sudah selayaknya hasil karya desainer dihargai dan layak diberi perlindungan seperti yang diatur dalam Undang-undang HaKI ( Hak akan Kekayaan Intelektual) seperti Hak Cipta, Paten, Produk Industri, dllnya.
Demikian pula keramik yang bersifat teknis, termasuk dalam seni keramik pakai dengan penekanan khusus sebagai bagian dari keperluan desain atau rancangan teknis tertentu, bisa berupa material multifungsi, dapur suhu tinggi dan pengecoran, komponen konstruksi, tata laksana pembuatan gigi palsu porselin, bahan-bahan bangunan (lihat foto) dan peralatan elektrik seperti sekring, kompor, penyaring air, fitting dll. Pengembangan IPTEKS material, merupakan tim proyek yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti pembuatan rotor turbo-charger atau onderdil mobil (lihat tabel 3), penyaring air minum (ceramic filter) dan busi motor (lihat gambar 30), pembuatan I C piranti elektronika dan komputer (pewadahan) dll. Pada keramik yang bersifat teknis, desain harus disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsi serta sistem teknologi yang dikehendaki tim proyek (bersama).
Benda-benda keramik pakai diproduksi oleh mesin-mesin (pabrik) yang menghasilkan produk massal dengan bentuk serupa (standar) dan diawasi oleh pemerintah atau lembaga konsumen. Hal-hal yang tercantum dalam SII atau SNI biasanya meliputi ruang lingkup dan prosedur, definisi, klasifikasi, cara pengambilan contoh (sample), cara uji, syarat lulus uji, syarat penandaan, cara pengemasan, dilengkapi dengan tabel-tabel dan gambar-gambar.
Untuk dapat bersaing dipasaran, produk keramik pakai menawarkan keterjangkauan (murah), kepraktisan, pemenuhan kebutuhan dan perlindungan konsumen. Karena itu harus direncanakan sedemikian rupa memperhatikan segi keamanan atau keselamatan, kenyamanan, kebersihan atau kesehatan dalam pemakaian produk. Pertimbangan lainnya dalam mendesain adalah dari sudut pandang ekonomi, sosial, budaya, fisiologis (ergonomi), psikologi, teknologi dan estetikanya.
Seni keramik pakai dalam memenuhi tuntutan fungsinya menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut ini: a) Bentuk sesederhana mungkin dan estetis atau indah; b) Bentuk pakai yang dihasilkan minim dari unsur ekspresi dan imajinasi; c) Dapat menampilkan keindahan yang mengikuti fungsinya; d) Keindahan muncul dengan sendirinya secara wajar disaat benda tersebut dipergunakan; Dan terakhir, e) Adanya hubungan antara barang dengan sipemakai.
Pada contoh closet (lihat foto) dengan alternatif pengehematan air, dengan memberikan suatu perbandingan data pemakaian air sebagai daya tarik pemakai, sebagai suatu penawaran akan efisiensi. Untuk itu para desainer dituntut untuk peka terhadap prinsip kebutuhan dan pertimbangan pasar, selalu mempelajari dan menganalisa dalam rangka menciptakan bentuk-bentuk baru yang lebih bermutu serta lebih efisien.
Kebutuhan masyarakat senantiasa berkembang dan semakin kompleks sifatnya, maka desain-desain alternatif dan baru selalu akan mengikuti. Contoh lainnya yaitu desain perlengkapan mandi dari porselin (lihat foto), wastafel, urinoir dan lain-lainnya, dimana bentuknya juga bervariasi sebagai pilihan (alternatif). Dalam hal ini konsumen bebas memilih sesuai dengan seleranya, baik bentuk, ukuran, warnanya dan harganya.
Seringkali terjadi, benda pakai ini jarang dipergunakan karena bentuknya teramat indah atau hiasannya (dekorasi) berlebihan, sehingga fungsinyapun beralih menjadi benda pajangan di ruang tamu, tidak sesuai dengan fungsi sebenarnya. Tampaknya tanggungjawab desainer cukup besar dan penting, terutama pada masyarakat konsumen, produsen dan kesempatan kerja. Sudah selayaknya hasil karya desainer dihargai dan layak diberi perlindungan seperti yang diatur dalam Undang-undang HaKI ( Hak akan Kekayaan Intelektual) seperti Hak Cipta, Paten, Produk Industri, dllnya.
Demikian pula keramik yang bersifat teknis, termasuk dalam seni keramik pakai dengan penekanan khusus sebagai bagian dari keperluan desain atau rancangan teknis tertentu, bisa berupa material multifungsi, dapur suhu tinggi dan pengecoran, komponen konstruksi, tata laksana pembuatan gigi palsu porselin, bahan-bahan bangunan (lihat foto) dan peralatan elektrik seperti sekring, kompor, penyaring air, fitting dll. Pengembangan IPTEKS material, merupakan tim proyek yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti pembuatan rotor turbo-charger atau onderdil mobil (lihat tabel 3), penyaring air minum (ceramic filter) dan busi motor (lihat gambar 30), pembuatan I C piranti elektronika dan komputer (pewadahan) dll. Pada keramik yang bersifat teknis, desain harus disesuaikan dengan kebutuhan dan fungsi serta sistem teknologi yang dikehendaki tim proyek (bersama).
Seni Keramik Kerajinan
Keramik kerajinan memiliki ciri
khas sebagai pekerjaan tangan (handicraft)
yang termasuk kriya (craft).
Sedangkan “kriya” atau “kria” yang berasal dari kata “creat”
ini bahasa Sansekertanya berarti “kerja” dan bahasa Jawanya “pakaryan”
dan masyarakat pada umumnya menyebut sebagai “kerajinan”. Jika diurai dari akar
keilmuannya, masih terus terjadi perdebatan dikalangan praktisi maupun
akademisi bidang seni rupa. Bidang kriya atau kerajinan ini menjadi ajang
perebutan antara masuk disiplin ilmu seni murni atau desain sehingga muncul
istilah “kriya seni”, “kriya desain” atau “seni kriya” dan “desain kriya”.
Karena kriya memiliki fleksibilitas
yang tinggi, bisa berupa kecendrerungan-kecenderungan, berada ditengah-tengah
dan tergantung dari kedudukan dan wawasan yang dipergunakan, yang bisa berada di wilayah atau kubu dari
seni murni atau seni pakai (seni terapan /desain).
Sudarso SP, mengatakan
bahwa seni kriya adalah cabang seni rupa yang sangat memerlukan kekriyaan (craftmanship) yang tinggi, seperti ukir
kayu, keramik dan anyaman, dsbnya (1988:14). Sedangkan Wardiman Djoyonegoro, Mendikbud R.I. dalam sambutan Pameran Seni
Terapan 1994, menyatakan bahwa seni tersebut tidak hanya mengandalkan kerajinan
dan ketrampilan tangan, melainkan hasilnya mengandung makna sebagai karya cipta
seni yang kreatif dan inovatif. Seni kriya pada hakekatnya tertuju pada
penekanan bobot kekriyaan (craftsmanship)
yang memungkinkan lahirnya nilai seni terapan dalam bentuk ekspresi baru sesuai
tuntutan budaya masa kini. Seni keramik kerajinan ini sering pula disebut
sebagai “seni rakyat” karena pendukungnya banyak dari rakyat biasa dan disebut
“seni tradisional” karena banyak menghidupkan seni-seni tradisional, Juga
disebut pula “industri rumah-tangga” atau home-industry
yang memproduksi secara terbatas dengan peralatan sederhana. Dan disebut
sebagai “seni ladenan” karena sering membuat atau melayani pesanan, yang segala
sesuatunya (sedikit atau banyak) ditentukan oleh pemesan, baik motif, bentuk,
warna, desain maupun teknologinya.
Barang-barang kerajinan bisa saja
dipakai untuk kegunaan tertentu, tetapi bukanlah tujuan yang utama. Seringkali
hadir sebagai benda yang bersifat dekoratif atau cenderamata. Karena ketidak
jelasan batasan dari seni keramik kerajinan ini, terjadi perpaduan antara seni
seni pakai, seni murni dan seni kerajinan. Untuk menciptakan seni kerajinan
keramik yang khas, diperlukan wawasan agar dapat mendudukkan posisinya secara
mandiri dan dapat mengembangkan ciri-ciri yang menonjol dari visualisasi kegiatan kriya tersebut. Ciri khas yang
sangat menonjol dari seni keramik kerajinan ini adalah mengutamakan segi
keindahan (dekorasi) yang menghibur mata , sebagai pajangan, pekerjaan
tangan-tangan trampil luar biasa dengan produksi terbatas (manual-tradisional). Prinsip dasar dari seni keramik kerajinan ini
menampilkan hal-hal berikut: a) Bentuknya indah; b) Dapat difungsikan sebagai
benda pakai, tetapi bukan menjadi tujuan yang utama; c) Fungsi benda mengikuti
bentuk dan keindahannya; d) Sebagai benda dekoratif atau aksesoris atau
cenderamata (souvenir) atau pajangan;
e) Dibuat dengan tangan-tangan trampil sebagai perkerjaan tangan tardisional;
f) Menampilkan unsur-unsur seni tradisional atau ciri kas daerah; g)
Memperlihatkan sifat-sifat rajin, tekun, sabar, rumit, artistik, trampil, halus
dan unik; Dan terakhir, h) Dapat menjadi tradisi (mentradisi) sebagai
kepandaian yang turun-temurun atau diwariskan.
Banyak kalangan merasakan bahwa Seni
kerajinan sebagai pengulangan-pengulangan bentuk yang sudah ada, baik yang
tadisional atau yang klasik, dan pada umumnya memperlihatkan atau
mempertahankan nilai-nilai lama. Kerajinan juga nenunjukkan konotasi negatif
sebagai jenis suatu pekerjaan yang “mengulang-ulang” dari bentuk yang sama dan
positifnya memiliki sifat “rajin” atau “teliti”. Kenyataan ini membuat
perkembangan seni kriya termasuk lambat, terutama mengulang bentuk-bentuk yang
laris dan laku dijual (selera massa) yang menambah kelambatan dalam
pengembangannya, perubahan hanya sekitar bahan baku saja. Wiyoso Yudoseputro, ahli seni rupa, mengatakan dalam pengantar
pameran seni terapan (1994) bahwa dalam pengembangan seni kriya Indonesia sebagai seni terapan
masa kini, diharapkan mampu menampilkan nilai-nilai guna baru berdasarkan
imajinasi dan daya kreasi atau ekspresi para perupa. Kecenderungan untuk
memandang produk kriya sebagai hasil produksi massal dan karya ulang sering
mengecilkan arti dari kandungan nilai sebagai karya seni terapan. Lebih lanjut Wiyoso mengharapkan lahirnya
bentuk-bentuk baru dan orisinil tanpa harus mengulang-ulang kaidah seni lama
yang tidak sesuai dengan kebutuhan budaya masa kini. Jadi makna dasar kriya
tertuju pada penekanan pada “bobot kekriyaan” (craftsmanship) yang
melahirkan nilai seni terapan baru sesuai tuntutan zaman. Ciptaan-ciptaan
tangan ini sering “ jatuh “ sebagai benda “iseng” atau kitsch tanpa arti, tanpa tujuan yang jelas, yang tidak lagi menarik
bagi orang yang memiliki intelektualitas tinggi dan bagi mereka yang haus akan
arti kehidupan dan ilmu pengetahuan.
Namun demikian sentuhan tangan-tangan trampil ini justru merupakan daya
tarik terbesar, karena menghasilkan barang yang tidak kaku dan “dingin” seperti buatan mesin, terasa
“hangat” dan akrab serta sangat manusiawi. Walaun di zaman teknologi komputer
canggih seperti sekarang ini dimana dapat dengan mudah memprogram barang dengan
baik, indah dan sempurna, namun tetap saja berkesan “idak hidup” serta jauh
dari manusia dan “kering” akibat buatan mesin-mesin. Kerinduan manusia modern
terhadap sentuhan tangan, membuat seni lama hidup kembali atau mengalami
perubahan dan pengembangan atau ada semacam himbauan untuk “kembali ke alam” ( back to nature).
Benda-benda kerajinan, apabila
difungsikan sebagai benda pakai belum tentu mengikuti standar mutu yang telah
ditetapkan pemerinta dalam (SII atau
SNI), karena dibuat dengan tangan
yang sulit dikontrol dan sering terjadi penyimpangan-penyimpangan serta bukan
buatan mesin (pabrik) yang mudah diawasi. Umumnya produk jenis ini dibuat
dengan peralatan sederhana (manual)
dan bahan bakunya dibuat berdasarkan pengalaman semata, bahkan hanya
berdasarkan perasaan belaka; Sehingga proses pengerjaannya terkadang tidak
terencana dan tidak tercatat pula serta tidak mudah untuk dikendalikan. Semua itu berdasarkan kepekaan semata, yang
berdampak negatif, dimana kemungkinan produk dapat membahayakan (keracunan,dll)
bagi kesehatan atau keselamatan konsumen
maupun perajin itu sendiri, terutama penggunaan bahan-bahan yang beracun untuk
tempat makanan dan minuman (cairan). Untuk itulah pemerintah diharapkan dapat
membuka unit-unit pelayanan teknis dan bahan baku yang siap pakai, yang
pengelolaannya dapat diserahkan kepada swasta atau instansi terkait.
Hasil karya keramik kerajinan
yang bermutu tinggi adalah dambaan, perajin dituntut untuk memiliki citarasa
yang tinggi, ketrampilan yang tinggi, dapat mengembangkan seni lama dengan
citarasa baru, unik dan eksklusif, dan hasilnya tentu tidak mustahil menjadi
duta-duta seni dan budaya bangsa yang membanggakan. Kebutuhan artistik dan
estetik baru dalam kriya masa kini menjadi tugas pakar-pakar seni dan kriyawan sehingga produknya menjadi
komoditi ekspor non-migas yang handal serta mampu bersaing di pasar global.
email: goesmul@gmail.com & agusmulyadiutomo@yahoo.co.id
blogspot.goesmul.com / Hidup dan Seni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar