Pengertian Desain
oleh Agus Mulyadi Utomo
Revolusi
Industri ( 1745-1770 M) di Eropa, dimana industri massal ini kemudian
menghasilkan barang-barang pakai yang menjadi murah baik dalam mutu maupun
ekonomi. Memasuki suatu masa spesialisasi
dan otonomi seni, dimana bidang teknik dipisahkan dengan bidang seni, sehingga
seni bukan lagi bagian penting dalam keteknikan. Kejenuhan akan hasil industri,
membuat orang – orang tertentu mulai menolak buatan mesin yang dianggap kaku
dan polos tanpa sentuhan tangan manusia. Hal inilah yang membuat para pengusaha
dan pemilik modal kembali menarik seni disaat barang atau produk pabrik tidak
laku dan menjadi murah. Dalam hal ini agar supaya produk terjual atau dapat
menarik pembeli kemudian para pengusaha atau industriawan membeli seni seperti
barang lepas yang tidak ada hubungannya dengan produksi, kemudian menempelkan
begitu saja pada benda produksinya. Mereka membeli seni dari berbagai masa
seperti zaman klasik Yunani, gaya Neo-clasic, seni Barok,
Rococo
dan
Renaissance dengan menerapkannya pada produk industri dengan seenaknya
saja. Tindakkan yang keliru ini menunjukkan belum adanya pengertian terhadap persoalan yang sebenarnya
dan beranggapan bahwa seni tidak ada hubungannya dengan mesin. Saat itu belum
disadari bahwa masalah tersebut dapat di atasi dengan “perencanaan” bentuk yang
akan dihasilkan oleh mesin yang dikenal sekarang sebagai industrial design atau
desain produk. William Morris (1870) adalah salah seorang yang
mempertanyakan kembali hasil industri, dan menganjurkan untuk kembali kepada
ketrampilan atau kriya atau kerajinan
tangan, yaitu mencari kemungkinan baru dengan memadukan atau
mempertemukan antara fungsi yang praktis dengan seni sebagai unsur keindahan.
Pertemuan antara seni dan industri sebagai “seni tengah”, yang awal
kemunculannya disebut sebagai “seni industri” atau “seni dekoratif” atau “seni
terapan” dan pada akhirnya disebut sebagai “desain”. Melalui gerakan “Art
& Craft” (seni dan
kerajinan) memberikan nafas baru kepada barang pakai dengan menekankan pada
faktor fungsi dan dekorasi sesuai dengan metode industri atau sistem pembuatan produk dalam jumlah banyak. Selain
“desain” juga “kriya” yang termasuk
“seni tengah” ini memiliki persamaan yang berkaitan dengan proses penciptaan
obyek pakai. Sedangkan perbedaannya, desain menghasilkan rancangan yang berupa
gambar-sketsa, foto, diagram, model, spesifikasi verbal dan numerik, maka kriya
hasil akhirnya adalah benda pakai. Dalam proses desain industri realisasi
produk dilakukan dengan proses manufaktur.
Sedangkan kriya, produk dikerjakan secara tradisional dan manual mulai dari bahan mentah hingga menjadi produk benda pakai,
sebagai tradisi techne di masa lalu. Muncullah kemudian suatu istilah “machine art” atau “seni Mesin” yang
menunjukkan perlunya unsur seni diterapkan pada produk yang dihasilkan mesin.
Kemudian “seni industri” atau “industrial
art” terjadi ketika mekanisasi semakin berkembang di berbagai industri manukfakturing. Sistem tersebut ternyata
menuntut ketrampilan ketukangan dan wawasan industri si seniman dalam
merangcang produk. Baru setelah Perang
Dunia ke II tatkala bisnis
modern yang mencanangkan modal, pemasaran dan industrialisasi melanda Eropa
Barat dan Amerika, persaingan tak terelakkan lagi dan konsekuensinya setiap
industriawan atau pengusaha harus menyusun strategi untuk menjawab dan
menjabarkan kebutuhan konsumen yang beraneka ragam, dari daya beli, latar
belakang sosial-budaya, cita-rasa dan tuntutan lainnya. Dan mengangkat
perancang yang disebut sebagai “desainer” yang berprofesi menelaah bentuk fisik
produk dan memikirkan pula kelayakan psikologis, fisiologis-ergonomis, sosial,
ekonomis, estetis, fungsi dan teknis. Victor Papanek, seorang pemikir desain
terkenal merumuskan, bahwa tujuan desain sebagai “pengubah lingkungan manusia
dan peralatannya, bahkan lebih jauh lagi mengubah manusia itu sendiri”.
Selama perjalanan sejarah kriya dan
desain, dimana teknologi telah diterima dan dipahami oleh umat manusia serta menjadikan desain
sebagai suatu kegiatan “khusus” atau “tersendiri” dari bagian kegiatan industri.
Desain merupakan juga bagian dari aktifitas suatu penelitian dan pengembangan
bentuk, yang kemudian menjadi bagian tersendiri dari proses kerja untuk dapat
merealisasikannya.
Pengertian desain menurut
terminologinya dari bahasa Latin yaitu “designare” atau bahasa Inggris “design”
(to mark out). John Echols (1975) dalam kamusnya mengatakan sebagai potongan,
pola, model, mode, konstruksi, tujuan dan rencana. Sedangkan Kamus Webster (1974), pengertiannya adalah gagasan
awal, rancangan, perencanaan, pola, susunan, rencana, proyek, hasil yang tepat,
produksi, membuat, mencipta, menyiapkan, meningkatkan, pikiran, maksud,
kejelasan dan sterusnya. Demikian Webster berfikir jauh lebih luas
akan beban makna. Khusus dalam seni rupa, desain dapat diartikan sebagai
pengorganisasian atau penyusunan elemen-elemen visual sedemikian rupa menjadi
kesatuan organik dan harmonis antara bagian-bagian serta secara keseluruhan.
Dalam proses desain dikenal beberapa “prinsip desain” atau principles of design sebagai berikut:
1) Kesatuan (unity);
2) Keseimbangan (balance);
3) Perbandingan (proportion);
4) Tekanan (center of interest / point of emphasis);
5) Irama (rhytme);
6) Keselarasan (harmony).
Mendesain
merupakan suatu proses berkreasi. Semakin baik perancangan dan
perencanaan sebuah desain, semakin
baik produk yang akan diselesaikan. Jika telah memiliki beberapa pengalaman
yang aktual dengan beberapa macam teknik proses pengerjaan tanah liat atau
lempung (clay-ceramics). Saat itulah
diperlukan untuk bereksperimen atau mencoba untuk meningkatkan aktivitas proses
desain dari produk-produk keramik.
Desain masing-masing bagian dari keseluruhan pekerjaan kini
menjadi begitu penting. Seorang pengembang tanpa disertai dengan rancangan
gambar, seolah-olah seperti sebuah buku tanpa sketsa, atau seorang wisatawan tanpa peta, semuanya terasa kurang
terencana. Merencanakan sesuatu dengan baik adalah merupakan kebutuhan utama
dalam hidup dan juga dalam seni dan desain.
Perencanaan merupakan suatu jalan berpikir, demikian juga sebuah desain merupakan hasil dari melakukan
pengamatan suatu objek terlebih dahulu, akan memungkinkan untuk dapat
mempertimbangkan beberapa perbaikan maupun beberapa pemecahan masalah sebelum
hal yang tidak diinginkan terjadi. Dengan mendesain suatu objek secara berhati-hati, akan mencegah waktu, usaha
dan material yang terbuang secara percuma.
Mendesain sesuai fungsi, hal pertama yang
paling penting dalam mempertimbangkan suatu bentuk desain adalah kegunaan dari benda tersebut. Objek harus dibuat
sesuai dengan kegunaannya. Tempat gula dan toples kue misalnya harus mempunyai
lubang yang cukup besar untuk memungkinkan tangan untuk mengambil gula dan kue.
Vas tinggi untuk tempat bunga bertangkai panjang harus mempunyai alas yang
cukup besar untuk mencegah vas tersebut terbalik bila nantinya dipergunakan.
Sebuah teko teh harus mempunyai ujung corot / ceret yang lebih tinggi dari
batas bentuk teko tersebut. Ada benda keramik yang dibentuk dengan unik, penuh
dihiasi ornamen dan diwarnai dengan warna-warna yang beragam, semuanya itu
harus dapat didesain sesuai dengan
lingkungan di sekitarnya. Namun terkadang ada saja seseorang seniman yang mendesain sebuah karya hanya untuk dirinya
sendiri. Disini Ia dapat mengekspresikan suatu kegiatan atau ide khayalannya.
Kemungkinan Ia hanya bermaksud untuk melihat bagaimana perwujudan dari sebuah
ide, apakah itu berupa keindahan yang terdapat pada benda itu sendiri seperti
halnya karya seni murni ataupun hanya berupa benda fungsi sekedarnya saja untuk
bisa dipakai. Dalam membuat suatu desain
yang baik, tentu keramikus / seniman / kriyawan tersebut harus melatih pikiran
yang sehat dan masuk akal (ilmiah).
email: agusmulyadiutomo@yahoo.co.id & goesmul@gmail.com
blogspot.goesmul.com / Hidup dan Seni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar