Komputasi Pola Ornamen
Oleh Agus Mulyadi Utomo
Hidup dan Seni:goesmul.blogspot.com
goesmul@gmail.com
Perkembangan sains dan teknologi
modern telah membawa generasi sekarang bisa melakukan simulasi yang meniru
proses, baik proses alamiah, fisis, biologis, bahkan pergerakan harga dan
interaksi sosial secara komputasional sebagai inspirasi visual. Dari berbagai
pendekatan sains disadari bahwa banyak sekali fenomena alam dan sosial yang secara
aritmatik, pola matematis dan dinamika yang chaos
dan terlihat tak-deterministik dapat ditunjukkan dan lahir dari apa yang
sebenarnya terlihat rumit, acak, chaos
pada dasarnya berasal dari sesuatu yang sebenarnya sangat sederhana, dan kesederhanaan
itu dan justru deterministik. Ini semua dapat dilakukan dengan teknologi
komputer yang mengizinkan dan memungkinkan untuk merekam dinamika secara iteratif atau berulang. Bagaimana dengan
bentuk-bentuk dan pola yang rumit di alam, seperti awan, asap, gelombang laut, pola
garis pantai, golombang suara dan sebagainya yang terlihat acak dan rumit
secara visual itu, bisa diwujudkan menjadi motif yang ornamentik ? Dengan teknologi
komputasi, sebagaimana itu dapat diterapkan dan untuk melihat pola aritmatika
sederhana yang menghasilkan chaos,
dapat pula diterapkan untuk melihat pola geometri sederhana yang menghasilkan fraktal. Usaha melihat fenomena fraktal sudah nyata yang telah diterapkan
pada hiasan batik telah memperluas pula khazanah seni ornamen dan peluang
apresiasi yang lebih baik lagi pada batik serta ornamen tekstil.
Fraktal adalah benda geometris yang kasar pada segala skala, dan terlihat dapat "dibagi-bagi"
dengan cara yang radikal. Beberapa fraktal
bisa dipecah menjadi beberapa bagian yang semuanya mirip dengan fraktal aslinya. Fraktal dikatakan memiliki detail yang tak hingga dan dapat
memiliki struktur serupa diri pada tingkat
perbesaran yang berbeda. Pada banyak kasus, sebuah fraktal bisa dihasilkan dengan cara mengulang suatu pola, biasanya
dalam proses rekursif atau iteratif. Fraktal juga bisa dikelompokkan berdasarkan keserupadiriannya.
Ada tiga tingkat keserupadirian pada fraktal:
·
Serupa diri secara persis — Ini adalah keserupa
dirian yang paling kuat. Fraktalnya
terlihat sama persis pada berbagai skala. Fraktal
yang didefinisikan oleh sistem fungsi teriterasi biasanya bersifat serupa
diri secara persis.
·
Serupa diri secara lemah — Ini adalah
keserupa dirian yang tidak terlalu ketat. Fraktalnya
terlihat mirip (tapi tidak persis sama) pada skala yang berbeda. Fraktal jenis ini memuat salinan dirinya
sendiri dalam bentuk yang terdistorsi maupun rusak.
·
Serupa diri secara statistik — Ini adalah
kererupadirian yang paling lemah. Fraktalnya
memiliki ukuran numeris atau statistik yang terjaga pada skala yang berbeda.
Kebanyakan definisi fraktal yang
wajar secara trivial mengharuskan
suatu bentuk keserupadirian statistik. Dimensi fraktal sendiri adalah ukuran numeris yang nilainya terjaga pada
berbagai skala. Fraktal acak adalah
contoh fraktal yang serupa diri
secara statistik, tapi tidak serupa diri secara persis maupun lemah.
Setelah visualisasi komputer diaplikasikan pada geometri-fraktal, dapat disajikan argumen-argumen visual nan ampuh untuk menunjukkan bahwa geometri- fraktal menghubungkan banyak bidang matematika dan sains, jauh lebih besar dan
luas dari yang sebelumnya diperkirakan. Bidang-bidang yang terhubungkan oleh geometri-fraktal terutama adalah dinamika
non-linier, teori
chaos, dan kompleksitas. Salah satu contoh adalah menggambar metode Newton sebagai fraktal
yang ternyata menunjukkan bahwa batas antara penyelesaian yang berbeda adalah fraktal dan penyelesaiannya sendiri
adalah atraktor
aneh. Geometri-fraktal juga telah digunakan untuk kompresi data dan memodel sistem geologis dan organis yang kompleks, seperti pertumbuhan
pohon dan perkembangan lembah sungai.
Bahasa Inggrisnya dari fraktal adalah fractal.
Istilah fractal dibuat oleh Benoît Mandelbrot pada tahun 1975 dari kata Latin fractus yang artinya
"patah", "rusak", atau "tidak teratur". Karena fraktal memiliki detail
yang tak terhingga, tidak ada benda alami yang merupakan fraktal. Namun pada skala yang terbatas benda-benda alam bisa menampakkan
sifat-sifat fraktalnya. Karakteristik fraktal, walaupun
mudah dimengerti secara intuitif, ternyata
sangat susah untuk dibuat definisi
matematisnya.
Mandelbrot mendefinisikan fraktal sebagai "himpunan yang dimensi
Hausdorff Besicovitchnya lebih besar dari dimensi topologisnya". Untuk fraktal yang serupa
diri secara persis, dimensi Hausdorffnya
sama dengan dimensi
Minkowsi Bouligandnya. Masalah-masalah yang dihadapi saat
mendefinisikan fraktal termasuk karena: Tidak ada definisi matematis dari "terlalu tidak terartur"; Tidak ada definisi tunggal mengenai "dimensi"; Suatu benda dapat bersifat serupa diri dengan berbagai cara; Dan tidak setiap fraktal didefinisikan
secara rekursif.
Sebelum Mandelbrot
memperkenalkan istilah tersebut, nama umum untuk struktur semacamnya (misalnya bunga
salju Koch) adalah kurva monster. Bunga salju Koch adalah gabungan dari daerah-daerah berbentuk
segitiga yang jumlahnya tak
hingga. Setiap kali segitiga baru ditambahkan saat
membangun bunga salju Koch (suatu iterasi), kelilingnya bertambah. Keliling bunga
salju Koch adalah tak hingga. Ada banyak fractal yang terlihat indah sebagai sumber ide dalam senirupa.
Berbagai jenis fraktal pada awalnya dipelajari sebagai benda-benda matematis. Geometri-fraktal adalah cabang matematika yang mempelajari
sifat-sifat dan perilaku fraktal. Fraktal bisa membantu menjelaskan banyak
situasi yang sulit dideskripsikan menggunakan geometri-klasik, dan sudah cukup banyak diaplikasikan dalam sains, teknologi, dan seni karya komputer. Dulu ide-ide konseptual fraktal muncul
saat definisi-definisi tradisional geometri-Euklides dan kalkulus gagal menganalisis objek-objek kurva
monster tersebut.
Dekade abad ke-21, dunia
telah merayakan perkembangan teknologi komputer yang sangat pesat. Karya-karya
seni rupa mulai mengakuisisi teknologi ini untuk memperluas bidang cakupan dan menampung
ketakterbatasan dari daya imajinasi dan kreativitas manusia. Salah satu
aspeknya adalah pemahaman akan seni generatif. Seni generatif visual modern diawali dengan membuat aturan-aturan
visualisasi yang secara berulang (iteratif)
memvisualkan bentuk sederhana sehingga pada akhirnya diperoleh pola-pola yang
rumit dan kompleks. Pola seni ini bertumpu pada proses, yang atas perulangan
pola dan bentuk. Jelas pola berulang (baca: iteratif)
akan menghasilkan bentuk fraktal sebagaimana
pola berulang aritmatik sederhana dapat menghasilkan pola chaos.
Pigmentasi kerang, pola sulir
cangkang kerang, bentuk-bentuk rumit dari bunga salju, pertumbuhan kanker,
bahkan beberapa pola pergerakan harga saham dan indeks dalam ekonomi dan
lainnya, menunjukkan pola-pola fraktal.
Dengan melakukan "peniruan" secara komputasional dengan berbagai
sistem komputasional, dapat diketahui bagaimana pola-pola kompleks dapat
terjadi di alam semesta dan lingkungan sosial. Analisis semacam ini dikenal
pula sebagai bentuk analisis berdasarkan ilmu generatif, dan berbagai obyek
estetik yang melahirkannya dinamai seni
generatif komputasional. Dalam studi-studi komputasi dan ilmu geometri fraktal,
hal-hal seperti otomata selular, himpunan Mandelbrot dan Julia, sistem-L, kurva Peano, dan sebagainya sering dijadikan bentuk
referensi.
Ketika batik telah dapat
ditunjukkan pola fraktalnya, maka ia menjadi memiliki peluang untuk dilihat
sebagai bentuk generatif. Berdasarkan
publikasi “Batik: The
Impact of Time and Environment” tulisan H. Santosa Doellah yang diterbitkan oleh Danar Hadi, terdapat setidaknya tiga tahapan proses dalam
ornamentasi batik, yakni:
1. “Klowongan“, yang merupakan proses
penggambaran dan pembentukan elemen dasar dari desain batik secara umum.
2. “Isen-isen“, yaitu proses pengisian
bagian-bagian dari ornamen dari pola isen
yang ditentukan. Terdapat beberapa pola yang biasa digunakan secara tradisional
seperti motif cecek, sawut, cecek sawut, sisik melik, dan sebagainya.
3. Ornamentasi Harmoni, yaitu penempatan
berbagai latar belakang dari desain secara keseluruhan sehingga menunjukkan
harmonisasi secara umum. Pola yang digunakan biasanya adalah pola ukel, galar,
gringsing, atau beberapa pengaturan yang menunjukkan modifikasi tertentu dari
pola isen,
misalnya sekar sedhah, rembyang, sekar pacar, dan sebagainya.
Telah pula diketahui pseudo-algoritma sebagaimana telah menghasilkan
ornamen batik yang menarik, sebagaimana disinggung sebelumnya dengan adanya klowongan,
isen dan harmonisasi. Bahkan bukan tak mungkin, beberapa jenis pola
fraktal yang telah dikenal sebagai
"keindahan matematika" dapat pula meng-inspirasi pola batik. Dari
sini, penelitian menunjukkan bahwa terdapat setidaknya 3 tipe pola fraktal yang secara komputasional dapat
menjadi bentuk motif batik fraktal
generatif secara komputasional. 1) Fraktal sebagai batik, beberapa jenis fraktal yang dikustomisasi sedemikian sehingga memiliki pola
tertentu dapat didesain sebagai inspirasi atas konstruksi desain batik.
Kustomisasi dapat dilakukan atas aturan-aturan iteratifnya, modifikasi pada bentuk pencorakan warna, dan
sebagainya. Dalam mensimulasikan zooming
dan kustomisasi teknis pewarnaan dari himpunan Mandelbrot yang dapat digunakan sebagai bahan dasar fraktal batik. 2) Hibrida fraktal batik, pola-pola dari fraktal
dapat digunakan sebagai pola model utama dari ornamentasi dan dasar dekorasi
bersama-sama dengan isen
original dari motif dasar batik dan sebaliknya. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan secara komputasional apa yang merupakan motif batik tradisional
dengan hasil adaptasi sedemikian dari fraktal
non-batik. Modus desain ini
menggabungkan secara estetik pola fraktal
yang dilahirkan secara komputasional dan apa yang dilahirkan melalui
tradisi budaya batik yang luas dikenal. Dalam hal ini ditunjukkan sebuah
modifikasi dari sistem-L yang dirancang sehingga menghasilkan bentuk pengisian
ruang (space-filling
curves) yang dapat dijadikan sebagai bentuk bahan bagi batik untuk
dikustomisasi. 3) Batik Inovasi Fraktal,
ini merupakan bentuk implementasi dari gambar dengan pola tertentu dan atau
acak dengan menggunakan bentuk-bentuk teselasi
iteratif atau algoritma pengisian
dari ornamentasi batik yang asli sebagai isen
atau pola batik yang telah dikenal secara tradisional. Hal ini dapat dilakukan
dengan ekstraksi motif dasar dari ornamentasi batik yang kemudian di-iterasi ulang dengan menggunakan pseudo-algoritma batik yang telah dikenal. Sebagaimana
yang ditunjukkan pada dua motif batik yang
diproses ulang secara komputasional dengan memberikan desain besar atas pola
umum yang secara komputasional akan diproses lagi (ditamah isen dan
harmonisasi) yang menghasilkan sifat-sifat fraktal
sehingga menghasilkan motif yang sama sekali baru dengan memperhatikan pola
dan prinsip proses membatik. Pengguna dapat melakukan
kustomisasi dengan pewarnaan tertentu. Ketiga pola ini merupakan bentuk dari
implementasi generatif atas kesadaran, bagaimana batik memiliki sifat fraktal dan mendukung peluasan bentuk
apresiasi terhadap budaya tekstil Indonesia non-tenun.
Budaya
batik berasal dari pemahaman kognitif yang tertuang ke dalam karya estetika
visual yang sedikit banyak memberi gambaran implisit tentang bagaimana orang
Indonesia memandang dirinya, alamnya, dan lingkungan sosialnya. Pola batik yang
diketahui bersifat fraktal merupakan
sebuah kenyataan bahwa terdapat perspektif alternatif yang ada di kalangan
masyarakat dan peradaban Indonesia yang
unik relatif terhadap cara pandang modern yang umum. Keunikan ini merupakan
sesuatu yang penting mengingat fraktal
merupakan bentuk pemahaman geometri yang mutakhir dan memiliki kesadaran akan
kompleksitas sistem dan menanganinya dengan lebih bijaksana. Batik sebagai
sebuah obyek estetika berpola memiliki tata aturan penggambaran pseudo-algoritmik yang dapat
diperlakukan sebagai bentuk seni generatif yang memiliki kegunaan:
§ Memberikan
sumbangan ide dan inspirasi kepada peradaban umat manusia, khususnya dalam
bidang perkembangan seni generatif khususnya dan seni rupa pada umumnya.
§ Mendorong
dan memperluas ekslorasi serta apresiasi
atas batik sebagai bagian dari seni tradisi nusantara Indonesia.
§ Penelitian
tentang aspek fraktalitas pada batik
secara umum mendorong penggalian lebih jauh tentang aspek kognitif terkait cara
pandang dan kebijaksanaan masyarakat terdahulu tentang alam dan masyarakat -
mengingat eratnya kaitan antara seni dan sains sebagaimana ditunjukkan dalam
sejarah perkembangan dan sejarah sains modern.
Batik
merupakan ikhwal kriya tekstil yang tak asing bagi orang Indonesia, bahkan
sering menjadi sebuah simbol dan bahkan dunia mengakui sebagai karya bangsa
Indonesia. Batik dikenal erat kaitannya dengan kebudayaan etnis Jawa di Indonesia
bahkan semenjak zaman Raden Wijaya
(1294-1309) pada masa kerajaan Majapahit. Namun pada dasarnya berbagai bahan
sandang memiliki corak batik juga dari luar pulau Jawa, misalnya di beberapa
tempat di Sumatera, seperti Jambi bahkan beberapa tempat di Kalimantan dan Sulawesi. Motif batik digunakan mulai dari hiasan, kain
sarung, kopiah, kemeja, bahkan kerudung dan banyak lagi. Namun hal yang sangat
menarik dengan batik adalah merupakan konsep yang tidak sederhana bahkan dari
sisi etimologinya. Batik juga dapat merepresentasikan ornamentasi yang unik dan
rumit dalam hal corak dan warna dan bentuk-bentuk geometris yang
ditampilkannya. Namun yang terpenting adalah bahwa batik dapat pula
merepresentasikan proses dari pembuatan corak dan ornamentasi yang dapat ditunjukkan
di dalamnya.
Proses
batik atau dalam verbia disebut pula
sebagai “batik”,
merupakan hal yang tidak sesederhana, yaitu misalnya dapat menggambarkan sebuah
lukisan. Multiperspektif yang terpancar dari ornamentasinya merupakan hasil
dari proses dan tahapan-tahapan pseudo-algoritmik yang sangat menarik. Sehingga
disebut fraktal geometri batik, dan hal
yang menakjubkan dari batik adalah bahwa batik adalah sebuah proses yang lahir
dari sistem kognitif dan penggambaran akan alam dan lingkungan sekitar. Batik
tercipta melalui pemetaan antara obyek di luar manusia pembatik dan artikulasi
kognisi dan aspek psikomotorik yang tertuang dalam kriya batik. Meski batik,
tak mungkin bisa dilihat dengan melepaskan konteks dan proses pembuatan dari
batik tersebut, motif dan ornamentasi yang terkandung dalam batik pun ternyata
memiliki tingkat kompleksitas yang sangat menarik.
Cara pandang akan bentuk-bentuk geometris saat ini cenderung
terkait erat dengan geometri yang diwarisi dari cara pandang pakem Aristotelian barat, yang memandang
dimensi geometris sebagai bilangan asli. Dimensi pertama sebagai garis, dimensi
kedua sebagai bangun datar, dimensi tiga sebagai bangun ruang, dan seterusnya.
Namun dunia ilmu ternyata tak sesederhana itu. Perjalanan panjang sejarah ilmu
pengetahuan telah membawa pada kenyataan ilmu pengetahuan sebagaimana disaksikan
sekarang ini. Dalam perjalanan filsafat ilmu pengetahuan, sains menjadi selalu
bersifat positif terhadap kenyataan; bahwa sains tak terbatas, reduksionisme
merupakan hal yang pada akhirnya akan membawa pada penjelasan yang utama dan
fundamental. Kejadian ini dianggap sebagai bentuk kerandoman. Ilmu pengetahuan
telah membuat kepercayaan diri bertambah, sehingga akhirnya meta-matematika mulai
mempertanyakan aritmatika oleh matematikawan Kurt
Godel, 1931, dan Filsuf Bertrand
Russel,1903, mulai berbicara tentang paradoks dan keabsahan deduksi. Juga
sosiolog Jean Jaques Lyotard, 1979,
mulai berbicara tentang post-modernisme,
gelombang karya seni multi-perspektif
seperti dadaisme pada senirupa dan
banyak lagi di hampir semua lini ilmu pengetahuan dan seni modern, termasuk
pertanyaan tentang panjang garis pantai dan bahwa geometri mulai berkenalan
dengan konsep fraktal (Benoit Mandelbrot, 1982). Filsafat ilmu
pengetahuan akhirnya mengakui bahwa ada permasalahan dalam cara bagaimana kita
memandang dunia. Reduksionisme filsafat sains dipertanyakan ketika akhirnya
secara umum disadari bahwa "keseluruhan jauh lebih besar daripada jumlah
bagian-bagiannya". Dunia itu ternyata tak linier, dan sains yang
ada sekarang perlu memperhatikan hal ini. Bahkan secara filosofis, ilmu
pengetahuan yang ada saat ini tak boleh berdiri sendiri dengan tradisi dan
konvensionalisme yang menyertainya. Pendekatan interdisiplin menjadi penting.
Kenyataan akan betapa tingginya kompleksitas alam semesta dan lingkungan sosial
akhirnya melahirkan bio-fisika,
kimia-komputasi, ekono-fisika, sosiologi-komputasi, sains-kognitif, ekonomi-evolusioner, dan sederet nama yang menggambarkan bagaimana ilmu pengetahuan mesti
mondar-mandir melintas batas pakemnya. Dalam perjalanan sejarah ilmu
pengetahuan modern, semua berlandas secara elementer pada cara dalam memandang
dunia, di mana geometri klasik tak pelak adalah sebuah fundamen-nya. Sejarah ilmu
pengetahuan akhirnya mengakui bahwa fraktal
bisa lebih baik dan lebih tepat dalam memandang dunia. Kajian yang berdasar
sifat fraktal yang menyadari "ke-tidak-purna-an"
model semesta yang salah satunya ditunjukkan dengan pengetahuan akan dimensi
yang bukan bilangan bulat, tapi justru adalah pecahan. Suatu kenyataan, bahwa
batik bersifat fraktal seolah menjadi
hal yang menunjukkan bahwa ada kebijaksanaan terpendam dalam penggambaran dunia
yang tak seperti geometri Aristotelian
yang dikenal. Hal ini implisit dalam karya-karya batik. Jika seni budaya dan
sains modern telah berinteraksi sedemikian rupa, sebagaimana dikenal saat ini,
maka jelas budaya kriya batik telah berinteraksi dengan kebudayaan orang-orang
yang tinggal di kepulauan Indonesia. Jika fraktal
telah menginspirasi perubahan dan menjadi sumber kreativitas dan
progresifitas sains di berbagai bidang dalam bentuk inter-disiplinaritas,
bukankah menjadi tak mungkin jika batik juga dapat memberi inspirasi dan sumber
kreativitas seni dan cara pandang yang dapat lebih baik akan dunia ? Bukan tak
mungkin, orang Indonesia yang inter-displinaritas
adalah gotong-royong, seperti ornamen geometri hasil karya orang Indonesia,
diantaranya adalah batik.
Penemuan akan
aspek fraktalitas pada batik,
sebagaimana juga ditemukan pada banyak aspek seni dan budaya kuno dan klasik
lain di banyak tempat ketika pengaruh Yunani dan Romawi kuno belum kuat,
seperti Cina, India, Arab. Bangsa Indonesia dengan karya ornamentiknya memberi
peringatan bahwa perlunya mengubah cara
pandang atas nilai tradisi dan warisan budaya nenek moyang. Menikmati batik tak
pernah sama dengan cara menikmati lukisan perspektif. Menyelesaikan permasalahan
secara mono-disiplin tak pernah sama
dengan menggunakan pendekatan inter-disiplin. Kenyataan fraktalitas pada batik, sebagai aspek budaya visual yang erat
dengan budaya dan peradaban Indonesia menjadi sebuah
hal yang sangat penting untuk perkembangan senirupa.
Karya-karya Kriya ISI Denpasar