Pengertian Desain Dengan Kekriyaan
oleh Agus Mulyadi Utomo
Kata ‘desain’ merupakan kata serapan dari istilah asing ‘disegno ’, yaitu gambar atau rancangan
yang dihasilkan oleh seniman patung dan seniman lukis sebelum mereka memulai
bekerja. Gambar tersebut dapat berupa sketsa (coretan
bebas) atau gambar yang telah terukur atau berskala. Dalam sejarah, arti kata
‘desain’ berkembang luas maknanya menjadi tidak sekedar merancang atau membuat
karya seni patung dan lukis serta kekriyaan saja, melainkan menjadi segala
kegiatan perancangan produk pakai untuk keperluan rumah tangga sehari- hari
seperti alat-alat dapur, mebelair atau furniture,
alat-alat elektronik, tekstil, pakaian, hingga berbagai keperluan manusia
lainnya misalnya otomotif, pesawat terbang, produk pertanian dan sebagainya.
Desain adalah suatu proses yang
umum untuk menciptakan berbagai karya senirupa dan secara luas mencakup
berbagai hasil kebudayaan material, baik dari masa lampau, masa kini, maupun
masa yang akan datang. Sehingga tidak ada perbedaan esensial antara desain
lukisan dengan desain objek-objek produk atau barang keperluan sehari-hari
lainnya. Oleh karena karya seni dalam berbaggai jenisnya menunjukkan pola-pola
umum tertentu dari apa yang disebut sebagai prinsip-prinsip desain. Suatu
prinsip yang pada akhirnya didasarkan pada cara pandang seseorang yang paling
efektif dan menyenangkan serta pada proses pengolahan bahan-mentah, bahan siap
pakai dan dapat dibentuk menjadi produk dengan sangat memuaskan produsen dan
konsumen dari sudut pandang efektif yang dapat menyenangkan semua pihak.
Barulah setelah Perang Dunia ke II tatkala bisnis modern yang mencanangkan modal, pemasaran dan
industrialisasi melanda Eropa Barat dan Amerika, persaingan tak terelakkan lagi
dan konsekuensinya setiap industriawan atau pengusaha harus menyusun strategi
untuk menjawab dan menjabarkan kebutuhan konsumen yang beraneka ragam, dari
daya beli, latar belakang sosial-budaya, cita-rasa dan tuntutan lainnya. Dan
mengangkat perancang yang disebut sebagai “desainer” yang berprofesi menelaah
bentuk fisik produk dan memikirkan pula kelayakan psikologis, fisiologis-ergonomis, sosial,
ekonomis, estetis, fungsi dan teknis. Victor Papanek, seorang pemikir desain terkenal merumuskan, bahwa
tujuan desain sebagai “pengubah lingkungan manusia dan peralatannya, bahkan lebih
jauh lagi mengubah manusia itu sendiri”.
Prinsip-prinsip desain merupakan hasil
dari eksperimentasi jangka panjang baik secara empiris maupun intuitif. Desain
merupakan suatu proses dan hasil dari proses tersebut yang berupa: bentuk,
gaya, dan makna yang telah di rencanakan. Secara semantik kebermaknaan itu
dikemas dalam bentuk ekspresi seperti: "indah", lucu",
Sejuk", mungil", "tersernbunyi", "realistik",
"abstrak", "baik”, “nyaman dipergunakan” dan lainnya, disamping
itu juga terdapat makna-makna sosial lainnya.
Banyak faktor yang mempengaruhi
proses desain yakni: gagasan dari desainer; faktor teknologi yang menentukan
pembuatan produk; tuntutan sosio-ekonomis proses
manufaktur dan konsumsi produk akhir; konteks kultural yang memberikan
tumbuhnya kebutuhan terhadap suatu objek; dan kondisi manufakturnya. Demikian
juga hasil atau produk, sebagai realisasi proses, merupakan objektivikasi dari
kesadaran manusia. Sehingga desain, melalui produk yang diciptakan, dengan
demikian dipengaruhi oleh kebutuhan dan pada gilirannya akan mempengaruhi
ideologi dan perubahan sosial.
Selama perjalanan sejarah kriya
dan desain, dimana teknologi telah
diterima dan dipahami oleh umat manusia
serta menjadikan desain sebagai suatu
kegiatan “khusus” atau “tersendiri” dari bagian kegiatan industri. Desain merupakan juga bagian dari
aktifitas suatu penelitian dan pengembangan bentuk yang direncanakan, yang
kemudian menjadi bagian tersendiri dari proses kerja untuk dapat
merealisasikannya.
Pengertian desain menurut terminologinya dari bahasa Latin yaitu “designare”
atau bahasa Inggris “design” (to mark out). John Echols (1975)
dalam kamusnya mengatakan sebagai potongan, pola, model, mode, konstruksi,
tujuan dan rencana. Sedangkan Kamus Webster (1974), pengertiannya adalah gagasan awal, rancangan, perencanaan,
pola, susunan, rencana, proyek, hasil yang tepat, produksi, membuat, mencipta,
menyiapkan, meningkatkan, pikiran, maksud, kejelasan dan sterusnya. Demikian Webster
berfikir jauh lebih luas akan beban makna. Khusus dalam seni rupa, desain dapat
diartikan sebagai pengorganisasian atau penyusunan elemen-elemen visual
sedemikian rupa menjadi kesatuan organik dan harmonis antara bagian-bagian
serta secara keseluruhan. Dalam proses desain
dikenal beberapa “prinsip desain” atau
principles of design sebagai berikut:
1) Kesatuan (unity); 2) Keseimbangan
(balance); 3) Perbandingan (proportion); 4) Tekanan (center of interest / point of emphasis);
5) Irama (rhytme); Dan 6)
Keselarasan (harmony).
Imam Buchori, berpedapat dan mengatakan bahwa desain
mengalami perkembangan makna, tidak lagi suatu kegiatan menggambar, melainkan
kegiatan ilmiah. Memang masih terdapat polemik antara desain sebagai kegiatan enjinering
ataukah sebagai kegiatan intuitif,
namun menekankan pada desain sesungguhnya
adalah berurusan dengan nilai-nilai. Dan bersifat relatif terhadap acuan nilai
yang dianut oleh pengambil keputusan. Oleh karena itu, desain akan terus berkembang dengan dua pendekatan, yakni: engineering dan humanities. Melatari lahirnya sains
desain, membuktikan bahwa desain, baik konsep, teori maupun
konfigurasi artefaknya, selalu
bersifat kontekstual .
Sedang Widagdo berpendapat bahwa desain
selalu mengacu pada estetika, dan tidak semata berkenaan dengan persepsi visual-fisikal saja, namun mencakup
konsep yang abstrak, yakni: yang benar, teratur, dan berguna. Ia memaparkan
bahwa estetika memiliki watak transendental,
keberaturan, dan pragmatik. Estetika memperoleh tantangan ketika modernisme
memilah antara “kegunaan” dan “estetik”, sebagaimana antara desain dan seni.
Selanjutnya post-modern juga melepas
estetika, dari persepsi tentang keindahan menuju pada pluralisme makna. Metoda
dasar yang digagaskan para pemikir dunia ribuan tahun lalu, khususnya desainer, hendaknya memperjuangkan
kebenaran estetik, sebab “desain adalah suatu kearifan yang ditampakkan”.
Kegiatan desain kemudian dipahami sebagai kegiatan mencari solusi suatu
kebutuhan, maka dapat dikatakan bahwa bidang keahlian desain dalam rangka menyamakan persepsi dan mengkaji gagasan keserumpunan
desain, dikenal akan hal-hal yang khusus
tentang “mechanical engineering design”. Sebagai contoh desain yang berciri ”murni” mesin dan desain yang memerlukan keahlian
multi-disiplin yang dapat digunakan sebagai sarana untuk mengkaji kontribusi
dari masing-masing bidang keahlian. Untuk menyamakan dan membangun persepsi keserumpunan, diperlukan komunikasi
dan sinergi kompetensi yang menyatakan kontribusi berbagai disiplin dalam suatu
desain dengan permasalahan yang
semakin rumit.
Desain sebagai kegiatan interdisiplin bisa didekati dari
berbagai sudut. Secara umum, Yuswadi
Saliya menelusuri literasi sejarah untuk mengamati kecenderungan baru,
seperti fenomena gerakan Renaisan dan
pencerahan di Eropa (Barat) beserta dampak paradigmatik sosial-budayanya
terhadap pemahaman ranah desain, atau
seperti kebangkitan kembali akan kesadaran tubuh dan pengalaman pragmatik
sehari-hari. Secara khusus, Ia juga menyoroti gagasan simbiosis Kurokawa dari Jepang yang mencerminkan
pendekatan ketimuran bersandingan dengan gagasan adaptasi (Piaget / Norberg-Schulz)
sebagai landasan desain yang baru. Cara-untuk
tahu secara desain, sebagai budaya
ketiga (Cross), diketengahkan sebagai
pembanding terhadap kecenderungan dikotomik-hegemonik
modernis yang dipandang bermasalah. Gagasan Richard Buchanan diajukan sebagai excursus, untuk membaca kategorisasi dalam wacana desain secara interdisipliner.
Penjelajahan awal ini diakhiri secara terbuka dengan mengemukakan berbagai
kemungkinan dalam bentuk amsal sesudah terbebasnya kembali berbagai variabel
dalam desain.
Desain (wikipedia)
menterjemahkannya sebagai seni terapan, arsitektur, dan berbagai pencapaian
kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata “desain” bisa digunakan baik
sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja, “desain” memiliki
arti “proses untuk membuat dan menciptakan obyek baru”. Sebagai kata benda, “desain” digunakan untuk
menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah
rencana, proposal, atau berbentuk obyek nyata.
Pengertian
desain sejauh ini membahas apa
sebenamya yang dimaksud dengan “desain”.
Istilah “disain” atau “desain” dalam
ejaan bahasa Indonesia, berasal dari kata “design”
dalam bahasa Inggris. Istilah desain,
secara umum dapat berarti : potongan, model, moda, bentuk atau pola;
konstruksi, rencana, mempunyai maksud, merencanakan; baik, bagus, atau indah
bentuknya. Istilah “disain”, dalam ejaan bahasa Indonesia, merupakan suatu
istilah yang dituliskan berdasar bunyi pengucapan (pelafalan) dari kata design dalam bahasa Inggris. Suku-kata “de” pada kata design dalam bahasa Inggris, umumnya diucapkan seperti mengucapkan
sukukata Vi dalam bahasa Indonesia.
Sedangkan suku-kata "sign"
pada kata design dalam bahasa
Inggris, umumnya diucapkan (dilafalkan) seperti mengucapkan suku-kata
"sain" dalam bahasa Indonesia. Karenanya, istilah design dalam bahasa Inggris, kemudian
dituliskan menjadi ”disain” dalam ejaan bahasa Indonesia, sesuai dengan bunyi
pelafalannya. Istilah desain dalam
ejaan bahasa Indonesia, juga merupakan suatu istilah yang dituliskan berdasar
bunyi pengucapan (pelafalan) dari kata design
dalam bahasa Inggris, tetapi dengan sedikit perbedaan pada bunyi pengucapan
(pelafalan) suku-kata "de"
pada kata "design" dalam
bahasa Inggris, yang dilafalkan dengan penekanan lebih banyak ke arah bunyi "e",
dari pada bunyi "i". Karena
itulah kemudian penulisannya dalam ejaan
bahasa Indonesia, menjadi "desain".
Bagaimanapun juga, kedua istilah ini, yaitu istilah disain atau istilah desain, adalah bermakna sama dan arti kedua istilah ini tidak dibedakan dengan
pengertian yang setara. Kata mendesain,
mempunyai pengertian yang secara umum adalah merancang, merencana,
merancang-bangun,atau mereka-yasa; yang artinya setara dengan istilah to design atau "designing" dalam bahasa Inggris.
Istilah ini mempunyai makna melakukan kegiatan (aktivitas, proses) untuk
menghasilkan suatu desain atau rancangan
atau rancangbangun. Istilah-istilah ini, seringkali digunakan secara khas dalam
bidang-bidang tertentu. Dalam hal ini, kegiatannya kemudian disebut dengan
istilah merencana, merancang dan mereka-yasa. Dalam bahasa Inggris juga dikenal
adanya istilah "plan", "to plan" dan "planning"; yang maknanya secara
umum setara dengan istilah "design", "to design", dan "designing"
dalam pengertian yang lebih luas dan mencakup lebih banyak aspek. Untuk
menghindari kerancuan makna, selanjutnya istilah "plan" dalam ejaan bahasa Inggris, dituliskan "plan"
dalam ejaan bahasa Indonesia. Istilah-istilah ini, semuanya mengarah kepada hasil
dari suatu proses, atau menunjuk kepada sesuatu yang dihasilkan oleh suatu
proses tertentu. Meskipun demikian, pada kenyataan penggunaannya ada terdapat perbedaan. Istilah desain, lebih banyak digunakan untuk
menunjukkan suatu rencana atau hasil suatu proses perencanaan yang bersifat
mikro (kecil, khusus, sempit, khas, detail, rinci), seperti: rencana jembatan (bridge design), rencana jalan (road design), rencana rumah (house design), rencana interior (interior design), rencana produk (product design), rencana barang industri
(industrial design), rencana
kendaraan (automotive design), dan
sebagainya. Sedangkan untuk istilah plan, lebih banyak digunakan untuk
menunjukkan suatu rencana atau hasil proses perencanaan yang bersifat makro
(luas, umum, global, menyeluruh). Contohnya : rencana strategis (strategic plan), rencana utama (master plan), rencana manajemen (management plan), rencana perusahaan (corporate plan), rencana proyek (project plan), rencana kota (city plan), dan sebagainya. Kedua
istilah ini, yaitu desain dan plan,
juga banyak digunakan untuk menyebut berbagai jenis rencana yang bersifat
abstrak, tidak nyata, atau tidak terlihat mata, sepert gagasan (ide), konsep,
strategi, atau pemikiran.. Istilah mendesain
lebih banyak digunakan untuk menunjukkan kegiatan atau proses pelaksanaan
pembuatan suatu rencana yang bersifat mikro (kecil, sempit, khas, detail,
rinci), misalnya mendesain jembatan (bridge
designing), mendesain jalan (road
designing), mendesain rumah (house
designing), mendesain interior (interior designing), mendesain produk (product designing), mendesain barang
industri (industrial designing),
mendesain kendaraan (automotive designing),
dan sebagainya. Sedangkan istilah memplan
lebih banyak digunakan untuk menunjukkan kegiatan atau proses pelaksanaan
pembuatan suatu rencana yang bersifat makro (luas, umum, global, menyeluruh), misalnya
: memplan strategi (strategic planning), memplan manajemen (management planning), memplan
perusahaan (corporate planning), memplan proyek (project planning), dan sebagainya. Kedua istilah ini, yakni mendesain dan memplan, secara umum juga dapat digantikan dengan istilah merencana
atau merencanakan. Untuk istilah rancang-bangun, meskipun maknanya setara
dengan desain, tetapi dalam
penggunaan pada umumnya lebih banyak dipakai dalam bidang konstruksi, bangunan,
pekerjaan teknik sipil. Lalu istilah reka-yasa, meskipun maknanya setara dengan
desain, tetapi dalam penggunaannya,
lebih banyak dipakai di bidang enjinering
(teknik. Istilah rancangan, meskipun juga setara dengan desain, tetapi dalam
penggunaannya lebih banyak dipakai di bidang pakaian atau busana dan tekstil.
Dengan contoh penggunaan di atas, jelas bahwa di antara beberapa istilah
tersebut tidak terdapat perbedaan makna, kecuali dalam penggunaannya saja.
Pengertian desain itu sendiri, sampai
sekarang masih saja diperdebatkan, disebabkan banyaknya penjelasan para pakar
tentang arti istilah desain, yang
masing-masing disesuaikan dengan cara pandang yang berbeda. Beberapa pakar yang
memberikan defisi istilah desain diantaranya Gregory yang mendefinisikan desain
sebagai : "Relating product with
situation to give satisfaction", yang lebih mengutamakan hubungan
antara benda (barang) dengan suatu keadaan atau kondisi tertentu dengan tujuan
memberikan suatu kepuasan bagi pengguna barang (benda, produk) tersebut. Sedangkan
menurut Fielden : “Engineering design is the use of scientific
principles, technical information and imagination in the definition of
mechanical structure, machine or system to perform prespecified function with
maximum economy and efficiency". Pernyataan Fielden ini lebih bersifat sempit, spesifik, dan
kaku; karena hanya menghubungkan pengertian desain
dengan dunia teknik (enjinering)
dalam kaitannya dengan bidang ekonomi dan efisiensi. Sedangkan kenyataannya, desain sangat berkait erat dan dapat
merambah berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang bisa sangat berbeda dan
relatif luas. Dalam hal ini, enjinering
hanya merupakan salah satu bagian dari mata-rantai berbagai disiplin ilmu pengetahuan
yang mendukung proses desain.
Meskipun demikian, memang dapat dikatakan bahwa peran enjinering terasa semakin penting dalam suatu proses desain. Hal ini, terutama semakin terasa
pada masa sekarang (setelah masa terjadinya revolusi industri di Eropa), yakni
setelah memasuki abad keduapuluh, menjelang abad keduapuluhsatu. Perubahan
pengertian desain juga dapat ditemukan pada pernyataan Anthony Bertram, dalam bukunya yang berjudul "Design", yaitu
sebagai berikut : `By the word `design'
has meaning `Purpose, aim, intention' : by the meaning ` The thing aimed at.'
In 1938 it has gained the composite meaning of aim plus thing aimed at. It has
come to stand for a though the plan and manufacture to the finished object.
Yaitu “Dengan kata 'desain'
yang memiliki makna sebagai ‘tujuan, niat’, oleh ‘suatu hal’ yang artinya ‘ditujukan'. Pada tahun 1938 itu telah memperoleh arti
komposit bertujuan ditambah hal ditujukan. Ia telah datang untuk berdiri
merencanakan manufaktur menjadi objek
selesai. Plato,
seorang filusuf terkenal dari Yunani kuno, dalam bukunya yang berjudul “Republic",
menyatakan : "... Are
not exellent, beauty and correctness of every manufactured articles, or living
creature, or action, to be tried only by reference to the purpose intended in
their construction, or in their natural constitution “,
yaitu ’...Apakah tidak exellent, keindahan dan kebenaran setiap artikel diproduksi atau mahluk
hidup atau tindakan untuk diadili hanya dengan mengacu pada tujuan pembangunan
mereka atau dalam konstitusi alam
mereka’. Plato banyak dikaitkan dengan prinsip pembuatan produk atau
barang (benda) yang banyak dihubungkan dengan masalah keindahan dan keserasian,
karena pada zaman itu, faktor keindahan, seni (art), dan keserasian, merupakan bagian penting dari proses desain
(proses pembuatan benda-benda pakai).
Pada jaman zaman Yunani kuno, pembuatan benda-benda pakai, juga tidak dapat
dilepaskan dari seni (terutama seni lukis, seni patting, dan seni ukir). Sehingga
di antara keduanya, yaitu antara desain dan seni, terjadi hubungan yang sangat
erat. Dari waktu ke waktu, telah terjadi pergeseran penafsiran dari pengertian
istilah desain yang pada dasarnya disebabkan oleh perkembangan
zaman dan kemajuan dalam kebudayaan, teknologi, dan ilmu pengetahuan yang
dialami manusia. Pada awal perkembangannya, pengertian desain juga sering
dicampur-adukkan dengan berbagai bentuk seni (art). Ini dapat dilihat
pada masa-masa sebelum jaman revolusi industri di Eropa. Pada masa itu, seorang
seniman (artist), juga sering berperan
sebagai seorang perencana (desainer).
Sedangkan pada masa- masa selanjutnya, terutama setelah revolusi industri di
Eropa, mulai terjadi pemisahan antara desain
(design) dengan seni (art). Semakin lama, pemisahan ini
menjadi semakin jelas dan tegas; bahkan merupakan dua hal yang sama sekali
berbeda. Perlu juga disimak, adanya pepatah yang menyatakan bahwa "A life without design, in this sense is an animal life, the life of
instinct and accident". Pepatah ini, dapat dianggap sebagai sebuah pepatah yang
sangat bermakna bagi para perencana (desainer,
enjiner); karena dengan sebuah kalimat yang singkat, sebenarnya dapat
memahami, azas utama (hakekat) dari sebuah proses desain dalam arti yang sesungguhnya. Segala proses berpikir,
menganalisis, menghitung, menentukan, mencoba, memperkirakan, menentukan,
memutuskan, menggambarkan, dan menyatakannya secara obyektif dan sistematis;
suatu gagas (idea), cara, rencana, atau sistem yang akan digunakan untuk
"membuat suatu benda" (benda nyata atau benda tidak nyata) yang bertujuan akhir membuat suatu benda atau
produk, baik yang, berupa benda nyata yang bersifat "satmata" (dapat
dilihat, diraba), maupun benda tak nyata yang bersifat "kasatmata"
(tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba), dengan tidak membedakan apakah
sederhana atau rumit yang semuanya dapat disebut sebagai suatu proses desain. Dengan demikian, produk (benda,
barang) yang direncanakan tersebut pada akhimya dapat diwujudkan dan dapat
digunakan oleh manusia secara aman, nyaman, mempunyai sifat, bentuk yang indah,
dan efisien serta berdampak yang positif (setidak- tidaknya terhadap
penggunanya), berfungsi sesuai dengan yang dikehendaki. Karena merupakan benda
yang akan digunakan (dipakai) oleh manusia, maka faktor hubungan (relasi)
antara manusia dan benda yang direncanakan itu (benda yang akan dibuat), dalam
proses desain merupakan faktor yang
penting. Proses perencanaan untuk membuat suatu benda yang mempunyai fungsi
tertentu, dapat dilakukan dengan berbagai cara (metoda, sistem) dan pendekatan
yang berbeda-beda, serta dilaksanakan oleh pelaku proses desain yang berbeda pula. Dalam hal ini, para pelaku proses disain
dan pembuat produk (barang), pada masa lalu, lebih banyak diperankan oleh para
seniman (artist) sehingga inilah yang
membuat beberapa definisi desain pada
masa itu selalu dikaitkan dengan berbagai bentuk seni (art) tertentu. Pada masa modern, setelah memasuki abad keduapuluh,
sesuai dengan perkembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi, para
pelaku proses desain dan pembuat
produk tidak lagi diperankan oleh satu kalangan yang sama, melainkan diperankan
oleh berbagai kalangan yang berbeda. Masing-masing
kalangan itu, mempunyai sifat, keakhlian, dan spesialisasi tertentu; dengan
latar ilmu pengetahuan dan teknologi yang juga berbeda pula. Sehingga dengan
demikian untuk membuat sebuah produk (terutama produk yang rumit), diperlukan
perencana-perencana yang berasal dari berbagai kalangan atau disiplin ilmu yang
berbeda. Sedangkan proses pelaksanaannya, lebih bersifat antar disiplin ilmu
pengetahuan dan teknologi. Para pelaku proses desain, para pembuat rencana, serta para pembuat produk masa kini,
jikalau diperluas dapat meliputi berbagai kalangan yang sangat beragam, dengan
lingkungan yang beragam pula. Para ilmuwan, enjiner,
desainer, seniman, teknisi, perajin,
dan bahkan tukang. Ilmuwan, yang pada awal perkembangan kebudayaan manusia juga
berperan dalam proses desain,
akhirnya mempunyai peran yang sangat khas. Yaitu, berperan melakukan berbagai
penelitian dan penyelidikan dalam rangka pengembangan berbagai ilmu pengetahuan
dan teknologi, serta lebih memusatkan perhatiannya pada berbagai hal yang
sifatnya sebagai pendukung kegiatan para desainer
dan enjiner. Dengan demikian, ilmuwan
juga berperan sebagai mitra-kerja yang utama. Penemuan, pengembangan berbagai
ilmu pengetahuan dan teknologi baru oleh para ilmuwan ini, sangat berpengaruh
kepada proses desain dan proses
produksi. Seniman, tidak masukkan ke
dalam kategori pelaku proses desain, disebabkan
jenis kegiatan yang dilaksanakan oleh seniman, lebih mengarah kepada suatu
proses yang lebih bersifat individual (pribadi), lebih menekankan karyanya pada
segi seni (art), dan seringkali
bersifat subyektif serta tidak mengarah kepada pembuatan suatu produk (benda)
yang dibuat berulang kali dan dalam jumlah yang besar (repeated and mass production). Karya seorang seniman, kebanyakan
merupakan suatu hasil kerja yang bersifat individual dan tidak berorientasi
kepada pembuatan secara berulang. Tetapi seorang seniman dapat juga berperan
sebagai desainer, jika ia bekerja
menggunakan kaidah-kaidah desain.
Perajin, tukang dan teknisi, juga tidak dimasukkan ke dalam kategori pelaku
proses desain. Hal ini, disebabkan
kegiatan perajin dan tukang, lebih banyak berperan pada segi teknis,
pelaksanaan, dan pembuatan atau produksi semata; meskipun perajin dan tukang
dapat juga berorientasi untuk membuat benda (produk) dengan pola berulang dan
dalam jumlah besar. Selain itu, perajin, tukang, atau teknisi lazimnya juga
tidak begitu berperan dalam proses desain
secara intensif. Dalam dunia perencanaan, akhirnya dikenal adanya pemisahan
secara tegas dalam tugas, peran, tanggung jawab, dan wewenang desainer, enjiner, dan ilmuwan. Secara
umum, perbedaan tugas, peran, dan wewenang masing-masing adalah sebagai berikut
Disainer Berperan menganalisis, meneliti, menghitung, memperkirakan,
menentukan, merencanakan, dan membuat benda (produk) berdasar azas pemenuhan
berbagai fungsi hubungan (relasi) yang selaras antara benda (produk) yang
direncanakannya dengan manusia sebagai penggunanya. Dalam masa sekarang, hal
ini seringkali disebut dengan istilah "hubungan antara manusia dengan
mesin" (man to machine relation).
Selain itu, juga harus mempertimbangkan dan memperkirakan berbagai hal yang
berkait dengan dampak keberadaan benda (produk) tersebut secara fisik dan
psikologis terhadap pengguna dan lingkung sekitarnya, dan juga harus
mempertimbangkan dan memperkirakan berbagai hal yang berkait dengan dampak
keberadaan benda (produk) tersebut secara teknis terhadap pengguna dan lingkung
sekitarnya serta memberikan berbagai masukan (input) merupa pertimbangan,
solusi, sesuai bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dikuasainya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang sedemikian cepat, pada akhirnya juga menghendaki adanya pemilahan dalam
bidang pendidikan. Dengan demikian, melalui suatu jenjang pendidikan tertentu,
seorang ilmuwan, enjiner, atau disainer secara bertahap, dapat menjadi seorang
ahli, pakar, atau spesialis (specialist)
dalam suatu bidang tertentu.
Desain produk atau dalam bahasa keilmuan
disebut juga Desain Produk Industri
adalah sebuah bidang keilmuan atau profesi yang menentukan bentuk atau form dari sebuah produk manufaktur,
mengolah bentuk tersebut agar sesuai dengan pemakaianya dan sesuai dengan
kemampuan proses produksinya pada industri yang memproduksinya. Sebagai contoh:
desainer produk yang mendesain kursi, Ia tidak hanya membuat agar kursi tersebut tampak bagus atau
indah, tetapi juga dibuat agar nyaman diduduki dan mudah untuk diproduksi.
Tujuan
dasar dari segala upaya yang dilakukan oleh
sebuah team desainer produk
dalam kerjanya, adalah untuk membuat hidup lebih nyaman, menyenangkan, dan
efisien. Misalnya kursi kantor yang nyaman, pisau dapur yang nyaman dipakai
oleh orang berusia lanjut dan mainan yang aman dimainkan dan dapat merangsang kreativitas
anak-anak. Desainer selalu belajar
dan mengikuti trend yang berkembang
dimasyarakat. Contoh-contoh hasil kreasi para desainer produk, dihasilkan dengan mempelajari manusia pada saat
melakukan aktivitasnya, dalam kerja, baik dalam rumah (ruangan dalam / interior), maupun di luar rumah (eksterior) ataupun dilain tempat. Dengan
mempelajari bagian-bagian produk, yang langsung beriteraksi dengan manusia
pemakainya tersebut, diharapkan selain dapat menghasilkan produk-produk yang
nyaman terhadap penggunaannya juga aman terhadap lingkungan. Pada akhirnya dari
sentuhan seorang desainer / team desainer produk lahirlah sebuah
produk yang elegant yang membuat
masyarakat ingin untuk membelinya.
Para desainer produk juga dapat bekerja
diluar lingkup sebuah produk, meliputi packaging,
pameran, interior, dan pada beberapa
kasus corporate identity. Lebih jauh,
dengan teknologi Informasi yang semakin berkembang menjadi kompleks, desainer produk juga dapat bekerja untuk
menyederhanakan software yang
menjalankan berbagai macam produk. Seorang desainer
produk dibekali dengan pola pikir untuk mencari jalan yang lebih baik dan
inovatif untuk mengerjakan sesuatu. Mereka melakukan berbagai pendekatan pada
kerjanya dan sebuah system pemecahan masalah dengan mengajukan pertanyaan yang
harus dijawab secara ilmiah dan masuk akal. Untuk menjawab pertanyaan semacam
itu, desainer produk mengembangkan
dan menjelajahi ruang lingkup aleternatif yang lebar melalui gambar dan model,
kemudian menyempitkan desainnya
secara terarah dengan melalukan seleksi alternatif melalui tes tolok ukur
kebutuhan kebutuhan pengguna akan manufaktur. Istilah desain produk muncul pada awal abad 20 sebagai pendeskripsian dari
proses pendahuluan secara kreatif yang dilakukan oleh artis individu terhadap barang-barang
yang diproduksi secara missal. Untuk mengatasi rumitnya sebuag produksi missal,
desain produk bekerja sama dengan profesi lain yang terlibat untuk menghasilkan,
mengembangkan, dan memanufaktur produk. Profesi
tersebut diantaranya adalah ahli marketing, mekanik, teknisi desain manufaktur dan programmer software. Bersama dengan
spesialis ilmu factor manusia, desainer produk menyelenggarakan tes daya guna
produk untuk membuat produk-produk lebih efisien untuk memproduksi dan mudah
untuk di rakit, diperbaiki dan didaur ulang.
Desain
produk menghubungkan pengetahuan tentang tehnologi dan seni visual dengan
pengetahuan tentang manusia. Sebagai pelengkap dari pemahaman secara umum
tentang sains fisika, prinsip-prinsip teknik, ergonomic, estetika, dan material
dan pro-desain. Desainer produk harus memiliki dasar yang kuat dalam ilmu
pengetahuan sosial, seperti psikologi, sosiologi dan anthropologi dan seni
komunikasi, seperti fotografi, video, cetak, dan media elektronik. Keahlian
yang harus dimiliki dan harus dipunyai oleh seorang desainer meliputi: Keahlian
memecahkan masalah secara kreatif; Dan kemampuan untuk menuangkan konsep dengan
sketsa cepat. Seseorang mengerti ilmu desain produk, memiliki kemampuan dalam
hal sebagai berikut:
1)
Intelektual (kemampuan barfikir ilmiah,
kreatif-alternatif-inovatif); 2) Talenta (konsep produk, gambar, model,
computer); 3) Participatif (konsep pemecahan masalah, rencana dan review, mengambil keputusan); 4) Speak Up (mampu mengutarakan pendapat);
Dan 5) Open Mind (mampu menerima
perubahan dan masukan).
Desainer
produk mempunyai kesempatan bekerja dalam
area kerja yang luas dalam berbagai macam dan tingkatan industri seperti
desain transportasi, produk medis, produk elektronik, special effect untuk industri hiburan, animasi computer, desain furniture, dan desain lingkungan
meliputi interior bangunan dan sign.
Pada
dasarnya lingkungan kerja yang memberikan kesempatan bagi desainer produk
terbagi menjadi 3 tingkat :
a. Tingkat produksi
Industri manufaktur (pabrik, bengkel – karoseri)
mengambil peranan besar dalam tingkat ini. Fungsi kerja seorang desainer
produk pada tingkat ini adalah : drafter,
product engineering,- product planning, material adviser, detail design,
packaging development baik untuk display
atau untuk shipment (pengiriman).
b. Tingkat perantara
Disini yang banyak terlibat adalah industri trading, industri yang menghubungkan antara produsen dan
konsumen dan suppliernya (pabrik)
dimana produk itu dibuat dan dimanufaktur, dan industri konsultan desain. Untuk
konsultan desain, pada beberapa kasus, lingkup kerja mereka terkadang juga
berada pada tingkat principal. Fungsi kerja seseorang desainer product pada tahap ini adalah :
Drafter, Packaging development untuk display, dan Ergonomic consept.
c. Tingkat Principal
Dalam
tingkat ini, industri yang terlibat beraneka ragam, mulai dari took ( yang memiliki desainer sendiri ),
konsultan desain, bahkan kadang-kadang juga menjadi satu dengan industri
manufaktur apabila Industri manufaktur itu juga memiliki jalur langsung yang
berhubungan dengan konsumen akhir (end
user). Ditingkat ini proses yang memiliki peranan utama adalah perencanaan
sebuah produk mulai awal, dimana konsep guna, konsep produksi, sampai konsep marketing terlibat secara intens. Fungsi kerja seorang desainer
produk juga pada tingkat ini adalah : Product
consept ( studi kelayakan, trend
), Market consept and development (segment-target-positioning),
dan Product planning.
Sebenarnya ada satu tingkat lagi yang
tidak terkait dan sedikit hubungannya dengan 3 tingkat diatas yaitu: Tingkat
Edukasi dan Riset Ilmiah, dimana pada tingkat ini fungsi kerja utama adalah
sebagai pendidik atau peneliti Ilmiah yang banyak bernaung dibawah Universitas
dan Institusi Pendidikan.
Situasi ini sangat berlawanan dengan
pola dan sistem pendidikan jaman dahulu, khususnya sebelum abad keduapuluh,
yang lebih cenderung kepada dihasilkannya sarjana atau ilmuwan yang mempunyai
keakhlian yang bersifat luas, umum, tidak begitu dalam, dan cenderung mencakup
beberapa cabang disiplin ilmu pengetahuan sekaligus; yang lebih lazim disebut
"generalis" (generalist).
Tetapi keadaan ini tidak dapat dipertahankan secara terus-menerus. Dimana perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi sedemikian cepatnya, sehingga tidak
memungkinkan lagi bagi seseorang untuk mempelajari, menguasai, dan mendalami
berbagai hal sekaligus. Para perencana yang
bekerja sendiri atau berkelompok, seperti telah diuraikan, peran dan kemampuan
perencana untuk bisa menghasil produk yang baik, sangat dipengaruhi oleh tinggi
- rendahnya tingkatan pendidikan, penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
wawasan. Selain itu, tentu saja dipengaruhi juga oleh tinggi-rendahnya tingkat
kerumitan suatu produk yang direncanakan hendak dibuat.
Secara umum, cara kerja perencana
dapat dikategorikan sebagai berikut
a). Perencana yang
bekerja secara mandiri dan tidak mempunyai
kelompok kerja tertentu (freelance
designer).
b). Perencana yang
bekerja secara berkelompok bersama - sama orang lain, yang mempunyai bidang keakhlian
yang sama.
c). Perencana yang
berkerja berkelompok bersama-sama orang lain, yang mempunyai bidang keakhlian
berlainan (tidak sama).
Pada
perencanaan untuk membuat suatu produk yang relatif sederhana, seluruh kegiatan
perencanaan mungkin dapat dilakukan oleh seorang perencana. Dalam hal ini,
bahkan tugas dan peran enjiner sering
pula "dirangkap". Tetapi hal ini hanya dapat dilaksanakan pada
berbagai jenis produk yang relatif amat sangat sederhana. Dalam kasus sebuah
produk direncanakan (atau mungkin juga dibuat) oleh seorang perencana, maka
karya desain tersebut memang dapat dikatakan sebagai hasil karya seseorang (hasil
karya satu orang). Disebabkan tingkat penguasaan manusia atas suatu keakhlian,
teknologi, ilmu pengetahuan, wawasan, dan pengalaman bersifat amat sangat
terbatas, maka pada jenis jenis produk tertentu yang sangat rumit, proses
perencanaannya tidak dapat dilaksanakan oleh satu orang perencana saja. Dalam
hal ini, diperlukan kerja-sama antar pakar (akhli, spesialis) dari berbagai disiplin
ilmu yang berbeda-beda untuk melakukan seluruh proses perencanaan.
Kenyataannya, banyak produk yang hanya dapat dibuat berdasar proses perencanaan
yang dilakukan dengan cara bekerja-sama antar pakar (akhli, spesialis) yang
berasal dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang berda-beda. Para perencana
yang berasal dari berbagai disiplin ilmu ini, bergabung dalam suatu kelompok
kerja atau regu kerja (team work).
Jika pola seperti ini yang diterapkan, maka produk yang dihasilkan tidaklah
dapat dipandang sebagai hasil kerja seorang perencana saja; melainkan harus
dipandang sebagai hasil kerja (hasil karya) sekelompok perencana yang tergabung
dalam suatu regu kerja (team work).
Setiap orang dalam regu kerja itu, mempunyai peran dan sumbangan masing-masing.
Peran dan sumbangan setiap orang dalam regu kerja tersebut, tidaklah dapat
dikatakan sama (tidak setara). Setiap anggota regu kerja tersebut, berperan dan
menyumbangkan berbagai bahan pemikiran dan alternatif pemecahan masalah sesuai
dengan keakhlian masing-masing dalam proses perencanaan. Tetapi yang pasti,
semuanya bekerja untuk mencapai sasaran akhir (target) yang sama, yaitu
dihasilkannya suatu produk tertentu, seperti yang dikehendaki; berdasar suatu
konsep, ide (gagas), dan fungsi tertentu; yang telah disepakati sebelumnya.
Perencanaan
produk sejauh ini, sudah diuraikan berbagai hal yang berkait dengan perencanaan
secara umum. Tetapi, karena buku ini bertujuan memberikan gambaran yang berkait
dengan perencanaan produk (product design)
yang dimasukkan ke dalam kategori perencanaan yang bersifat mikro, maka untuk
selanjutnya pembahasan akan dibatasi pada segala sesuatu yang berkait dengan
proses desain (proses perencanaan) dalam pembuatan suatu produk. Pengertian desain
produk (product design), adalah suatu
proses perencanaan (proses desain) yang dilakukan oleh "perencana produk"
(product designer), untuk membuat
suatu produk (barang); yang digunakan untuk memenuhi fungsi kebutuhan hidup
manusia. Dalam hal ini, pembahasan dilepaskan dari berbagai spesialisasi
tertentu yang menyangkut proses perencanaan untuk membuat suatu produk
tertentu, misalnya: perencana mebel (furniture
designer), perencana kendaraan (automotive
designer) dan sebagainya. Sehingga dengan demikian, yang dimaksud dengan "perencana"
(designer) dalam buku ini, untuk
selanjutnya adalah perencana yang melakukan proses perencanaan (proses desain)
dalam rangka pembuatan suatu produk secara umum yakni yang lebih dikenal dengan
istilah "perencana produk" atau "desainer produk" (product designer).
Dalam
dunia perencanaan suatu produk, dikenal adanya dua istilah perencana (desainer),
yaitu "perencana produk" (product
designer) dan "perencana barang industri" (industrial designer). Pada dasamya, kedua jenis perencana ini
berperan melaksanakan proses perencanaan (proses desain) dalam rangka pembuatan
suatu produk tertentu. Perbedaan mendasar yang terjadi di antara keduanya, pada
dasamya hanya terletak kepada cara, sistem, atau pendekatan yang digunakan
untuk merealisasikan pembuatan produk. Perencana produk Perencana/desainer
produk (product designer) bekerja
melaksanakan suatu proses perencanaan (proses desain) dalam rangka pembuatan
suatu produk tertentu, dengan lingkup kerja yang lebih luas dan menggunakan
metoda serta pendekatan yang belum tentu bersifat industri; melainkan bisa
menggunakan berbagai jenis pendekatan yang berbeda. Perencana barang industri (perencana
/ desainer barang industri (industrial
designer) bekerja melaksanakan suatu proses perencanaan (proses desain)
dalam rangka pembuatan suatu produk tertentu, dengan lingkup kerja yang lebih
sempit, spesifik (khas), dan menggunakan metoda serta pendekatan yang bersifat
industri (industrial approach). Dalam
hal ini, yang dimaksud pendekatan industri, adalah sistem pembuatan produk
secara massal. Disebabkan pembahasan dalam buku ini tidak dibatasi oleh metoda
dan pendekatan industri (industrial
approach) tertentu, maka untuk keduanya, digunakan satu istilah saja, yaitu
"perencana" atau designer
yang berlaku secara umum. Dengan demikian, tidak perlu dipersoalkan perbedaan
yang ada di antara kedua istilah tersebut yaitu istilah "perencana
produk" dan "perencana barang industri". Istilah perencana (desainer) yang digunakan dalam buku ini tidak membedakan perencana yang berasal dari
berbagai kalangan yang berbeda. Perencana yang berasal dari kalangan enjiner, ilmuwan, desainer, seniman,
teknisi, tukang, perajin, kriyawan atau bahkan orang biasa. Ini didasarkan
kenyataan bahwa mereka ini, dapat juga bertindak dan berperan sebagai perencana
(desainer), jika dalam pelaksanaan kegiatannya menggunakan kaidah-kaidah desain.
Meskipun demikian, umumnya untuk menjadi seorang perencana (designer) dan untuk bisa melaksanakan
fungsinya dengan baik, seseorang harus mengikuti tahap dan jenjang pendidikan
yang bersifat khusus selama bertahun-lahun untuk menjadi seorang perencana
produk. Secara singkat, khususnya perencana produk haruslah menguasai sejumlah
hal, sebagai berikut:
a. Mempunyai bakat (talent),
ini merupakan salah satu syarat yang bisa dikatakan terpenting. Tanpa adanya
bakat, sangatlah diragukan bahwa seseorang bisa menjadi seorang perencana
produk yang baik.
b. Menguasai sistem/cara untuk menyatakan gagasan, konsep,
atau rencana, dengan baik dan jelas serta sistematis dalam bentuk bahasa gambar
(drawing). Untuk itulah harus
menguasai berbagai teknik menggambar, terutama menggunakan media dua dimensi, misalnya
menyatakan rencananya dalam bentuk gambar di atas selembar kertas. Atau pun
menggunakan media lainnya, seperti menggunakan komputer grafis dan audio-visual.
Persyaratan ini, agaknya bersifat penting bahkan bisa mutlak dan wajib.
c. Menguasai sistem/cara untuk menyatakan gagasan, konsep,
atau rencana, dengan baik dan jelas dalam bentuk bahasa tulis (text). Untuk ini, haruslah menguasai
dengan baik cara mendeskripsikan, cara mengkomunikasikan dengan menggunakan bahasa tulis, menguasai bahasa
tertentu, menguasai tata bahasa, cara menulis dengan bahasa menarik, dan
sistematika menulis secara ilmiah.
d. Menguasai sistem/cara untuk menyatakan gagasan, konsep,
atau rencana, dalam bentuk bahasa lisan (verbal). Untuk hal ini harus menguasai
berbagai cara untuk mengkomunikasikan hasil kerjanya kepada orang lain dengan
cara berbicara lisan (talking).
e. Menguasai sejumlah pengetahuan (knowledge) dan cara (knowhow),
yang diperlukan untuk melaksanakan proses perencanaan. Tanpa penguasaan atas
pengetahuan minimal yang diperlukan, maka sangatlah disangsikan bahwa seorang
perencana produk bisa bekerja dengan baik untuk menghasilkan suatu rencana (desain)
yang baik pula.
f.
Bekerja
secara sistematis, ilmiah dan bermetoda. Tanpa ketiga hal ini, sangatlah
disangsikan bahwa seorang perencana produk bisa menghasilkan suatu rencana
(disain) yang baik. Termasuk ke dalam hal ini, adalah bekerja menggunakan
berbagai kaidah disain dan melakukan berbagai percobaan (experiment) untuk
menguji berbagai gagas yang hendak diungkapkannya.
g. Bisa menyatakan gagasan, konsep, atau rencananya dalam
bentuk bahasa tiga dimensi, untuk mempermudah pemahaman orang lain atas hasil
kerjanya. Hal ini, misalnya bisa dilakukan dengan cara membuat model, mok-ap, atau prototipe. Berbagai persyaratan tersebut di atas, pada dasarnya
bersifat mengikat dan mutlak harus dipenuhi oleh seorang perencana produk.
Sedangkan persyaratan lainnya, digolongkan sebagai persyaratan tambahan yang
bersifat tidak mengikat dan tidak mutlak harus dipenuhi. Jika seseorang tidak
memenuhi salah satu persyaratan di atas, maka besar kemungkinan akan mengalami
banyak kesulitan dalam merealisasikan berbagai gagasnya menjadi sebuah benda atau
produk tertentu.
h. Bidang kerja perencana produk pada masa sekarang, dikenal
adanya berbagai jenis bidang kerja (spesialisasi) bagi para perencana produk
dan perencana barang industri.
Di bawah
ini, dicontohkan berbagai bidang kerja yang memungkinkan untuk digeluti oleh
seorang desainer produk, misalnya:
a. Desain mebel (furniture design). Ini menyangkut bidang
perencanaan yang meliputi berbagai barang, produk atau peralatan kelengkapan
mebel (furniture). Misalnya : kursi,
meja, lemari, tempat tidur, dan sebagainya. Secara umum, bidang ini biasanya
menangani berbagai -kelengkapan rumah tangga, kantor, gedung, atau bangunan,
yang diletakkan di dalam ruang (in door).
b. Desain barang industri (industrial goods design). Ini merupakan bidang perencanaan yang meliputi berbagai
barang, produk, atau peralatan kelengkapan industri dan pabrik. Misalnya:
traktor, buldozer, katrol, peralatan
tambang, peralatan pertanian, peralatan perkebunan, perlalatan kehutanan,
peralatan geologi, dan sebagainya.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa bidang
kerja seorang perencana atau desainer produk, pada dasarnya sangat terbuka
luas. Bahkan pada masa sekarang, pembagian bidang kerja ini ada kecenderungan
menjadi semakin sempit dan semakin spesifik (khas), sehingga menjadi semakin
banyak dan semakin luas pilihannya.
Proses
perencanaan dan pembuatan produk (barang) suatu produk tertentu, apapun
jenisnya, dengan tidak memandang apakah produk tersebut sederhana atau rumit,
besar atau kecil, canggih atau tidak canggih, berdiri sendiri atau merupakan
kelompok pasangan, merupakan suatu serf produk
atau tidak; pada dasarnya selalu melalui dua rangkaian proses yaitu pertama rangkaian
proses perencanaan (proses desain) dan kedua adalah rangkaian proses pembuatan
(proses produksi). Kedua proses ini, berlangsung sejak produk tersebut belum
ada (belum direalisasikan), sampai produk tersebut menjadi kenyataan perwujudan
(direalisasikan). Untuk dapat merealisasikan keberwujudan suatu produk, diperlukan
dukungan berbagai unsur desain, yang berfungsi mendukung berlangsungnya proses
perencanaan dan proses pembuatan meliputi yaitu :
a. Adanya masalah
(problem), yang digunakan sebagai pemicu awal dimulainya proses perencanaan
(proses desain); ini merupakan bagian terpenting dari awal proses desain. Secara
umum, tanpa adanya masalah lebih dahulu, perencana tidaklah dapat bekerja. Masalah,
bisa mempunyai "sumber" (source)
atau "asal" (originate)
yang berbeda - beda.
b. Adanya gagasan
(idea) dan jalan ke luar ( solution, way
out), yang digunakan sebagai dasar awal bagi pemecahan / penyelesaian suatu
masalah (problem solving) yang
dihadapi. Ini merupakan bagian terpenting dari sistem untuk menghasilkan
jalan ke luar (way out, solution)
bagi sejumlah masalah yang dihadapi perencana. Gagasan (idea), bisa dikemukakan dalam bentuk lisan,
tulis, gambar, sketsa, model, dan sebagainya.
c. Adanya dukungan berbentuk data dan fakta (fact), yang berkait erat dengan berbagai
aspek desain; yang nantinya akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan proses
analisis atas berbagai aspek / faktor desain, guna membuat berbagai keputusan
yang diperlukan dalam pelaksanaan proses perencanaan (proses desain).
d. Adanya dukungan berbentuk proses analisis, yang
dilaksanakan dengan cara mengurai, meneliti, melacak, memperhitungkan,
memperkirakan, dan / atau mengamati secara sistematis, ilmiah, dan bermetoda,
atas berbagai masalah, gagas, serta aspek desain; yang hasilnya akan digunakan
untuk membuat berbagai keputusan, membuat konsep, dan menentukan berbagai
pilihan yang diperlukan dalam proses desain.
e. Adanya konsep desain (design concept), yang akan digunakan sebagai pegangan, patokan,
atau acuan (term of reference, TOR)
oleh perencana selama proses perencanaan (proses desain) dilaksanakan, dan oleh
pelaksana selama proses pembuatan (proses produksi) dilaksanakan; yang disusun
atas sejumlah kesimpulan yang dihasilkan dari proses analisis atas berbagai
aspek desain.
f. Adanya proses perencanaan atau proses desain (design process), yang merupakan suatu
proses untuk merealisasikan gagasan (idea) menjadi suatu "rencana produk"
(rencana pembuatan suatu produk) yang bersifat realistis dan masuk akal
(ilmiah), yang didasarkan atas suatu konsep desain tertentu dalam rangka
pencarian penyelesaian (problem solving)
bagi satu atau sejumlah masalah tertentu.
g. Adanya proses produksi (production process) atau proses pabrikasi (fabrication process, manufacturing process), yang digunakan untuk
merealisasikan suatu "rencana produk", sehingga menjadi produk yang
berwujud nyata, seperti yang telah direncanakan lebih dahulu. Unsur-unsur
inilah yang menjadi pendukung pelaksanaan proses perencanaan dan pelaksanaan
proses produksi, yang pada dasarnya merupakan gabungan dua proses yang akan
membuat suatu produk menjadi dapat diwujudkan (direalisasikan) keberadaannya.
Unsur-unsur
tersebut di atas, merupakan unsur-unsur yang sifatnya mutlak dan harus ada
dalam setiap proses pembuatan suatu produk. Para perencana, baik secara sadar
atau secara tidak sadar, selalu menggunakan unsur-unsur tersebut di atas.
Mungkin ada suatu proses yang tidak terlihat secara nyata oleh orang lain;
karena proses tersebut tidak dinyatakan dalam bentuk tulis, gambar, sketsa,
diskusi, atau tidak dinyatakan secara visual atau verbal kepada orang lain oleh
perencananya. Tetapi bagaimanapun juga, setiap perencana selalu menggunakan
unsur-unsur tersebut. Masalah (problem), merupakan awal dari seluruh proses
perencanaan (proses desain) dan bersifat sebagai pemicu bagi berlangsungnya
sebuah proses perencanaan (proses desain). Tanpa adanya suatu masalah tertentu,
perencana tidak dapat (dan tidak perlu) berbuat apa-apa, karena tidak ada yang
harus dikerjakan (tidak ada yang harus diselesaikan). Dengan demikian, adanya
suatu masalah, merupakan suatu hal yang mutlak harus ada lebih dahulu.
Dalam sejumlah kasus, masalah sering terlihat seakan-akan
seperti tidak ada masalah (no problem).
Karenanya, masalah harus digali, diangkat, dipahami, dan kemudian dinyatakan;
sehingga menjadi jelas keberadaan dan kebenarannya. Hal ini, seringkali
merupakan kesulitan tersendiri. Untuk dapat melaksanakan hal tersebut, bahkan diperlukan kemampuan, keterampilan, dan
pengetahuan yang bersifat khas atau khusus.
Gagasan (idea), merupakan suatu pemikiran awal yang pada
dasarnya berisi cara atau metoda pemecahan suatu masalah. Untuk mencari atau
'menemukan’ suatu gagas (idea), diperlukan masalah terlebih dahulu yang tentunya
akan dicarikan pemecahannya. Tanpa adanya suatu masalah tertentu, tidak akan
ada gagasan (idea) yang diperlukan. Gagasan juga merupakan awal dari seluruh
proses desain dalam arti yang nyata. Kemampuan untuk dapat menghasilkan
berbagai gagas (idea) yang akan digunakan dan dikembangkan untuk menyelesaikan
suatu masalah atau pun beberapa masalah sekaligus, merupakan salah satu kemampuan
yang mutlak harus dimiliki oleh seorang desainer (perencana).
Dukungan
berbagai jenis data dan fakta, sangat berperan sebagai bahan yang akan digunakan
untuk melakukan analisis dan pembuatan keputusan dalam seluruh rangkaian proses
desain. Data-data yang digunakan secara langsung maupun tidak langsung, akan sangat
menentukan apakah proses desain yang akan dilaksanakan tersebut, bisa dikatakan
lengkap atau tidak. Artinya, baik atau buruknya dukungan, berupa jenis, mutu,
validitas dan jumlah data, secara langsung akan sangat berpengaruh kepada baik
atau buruknya mutu proses desain yang
dilaksanakan. Jika mutu proses perencanaan (proses desain) rendah (buruk), maka
umumnya akan dihasilkan suatu produk yang bermutu rendah pula. Demikian pula
sebaliknya. Berbagai data yang diperlukan oleh para perencana atau desainer,
seringkali harus dicari dan tidak tersedia begitu saja. Karenanya, kemampuan
untuk menggali, mengumpulkan, menganalisis, mengolah, merangkum dan
menyimpulkan berbagai jenis data dan fakta, merupakan salah satu kemampuan yang
mutlak harus dimiliki oleh seorang perencana (desainer). .
Proses
analisis (analisys process),
merupakan salah satu proses yang sangat penting dalam pelaksanaan proses desain.
Berbagai keputusan, pertimbangan dan konsep; sebagian besar didasarkan atas
hasil kesimpulan atas berbagai analisis. Disebabkan oleh tingkat kepentingannya
itu, maka adalah mutlak bahwa seorang perencana atau desainer harus mempunyai
kemampuan untuk melakukan proses analisis secara sistematis, obyektif, dan
rasional. Proses analisis, umumnya merupakan bagian yang sulit bagi para
perencana, karena berdasar berbagai hal yang dihasilkan oleh proses ini,
sejumlah keputusan desain (design decission)
yang penting harus dibuat. Artinya, kemampuan dari seorang perencana dalam
berpikir, mengolah, dan memutuskan suatu hal akan diuji dalam pelaksanaan
proses ini.
Konsep desain
(design concept), merupakan pegangan
atau acuan yang digunakan oleh perencana sebagai "patokan" atau
"acuan" (term of reference, TOR)
dalam pembuatan berbagai keputusan yang dilakukan selama pelaksanaan seluruh
proses desain. Didukung oleh berbagai masalah (problem), gagas (idea),
pemikiran, serta analisis atas berbagai aspek/faktor; konsep desain berperan
sebagai "nyawa dari sebuah disain" (the spirit of design). Dalam konsep desain, berbagai pemikiran,
gagas, kemampuan, wawasan, seorang perencana dicurahkan, untuk menyatakan suatu
konsep. Karenanya, kemampuan seorang perencana untuk dapat menyusun,
menyatakan, dan menyampaikan suatu konsep desain secara baik dan sistematis,
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dan mutlak harus dimiliki.
Disiplin
ilmu yang mempelajari kegiatan perancangan barang pakai diatas adalah Desain
Produk Industri. Dan orang yang ahli dan berkecimpung dalam dunia desain
disebut sebagai praktisi desain atau desainer. Bagi yang secara khusus
menguasai keahlian merancang pembuatan barang-barang kebutuhan manusia disebut
sebagai Desainer Produk. Mereka bekerja di berbagai sektor usaha misalnya pada industri manufaktur, industri kecil, sektor
pendidikan, pusat riset atau pusat penelitian dan pengembangan teknologi, dan
sebagainya.
Dalam
memecahkan masalah produk yang kompleks seperti misalnya furniture, dimana Desainer Produk menyadari keterbatasan
kemampuannya dalam hal-hal lain diluar keilmuan desain. Untuk itu dalam rantai
produksi manufaktur Desainer Produk
bekerja sama dengan para insinyur dan ahli-ahli yang menjalankan mesin agar
barang yang dihasilkan memenuhi kualitas yang sesuai dengan rancangan Desainer
Produk. Dalam proses penciptaan furnitur tidak semata - mata mengejar fungsi
saja. akan tetapi harus mempertimbangkan juga segi ergonomi yakni keamanan
dalam pemakaian, nyaman ketika digunakan, efisien dalam penggunaan bahan, dan
bentuk yang menarik atau keindahan dipandang (estetis). Para Desainer Produk mempunyai
kemampuan menggali kreatifitas untuk menemukan gagasan-gagasan baru yang
disesuaikan dengan perkembangan sosial masyarakat.
Perusahaan-perusahaan
besar yang bekerja sama dengan pihak asing pada umumnya menyadari tentang
pentingnya desain sebagai aspek penting dalam memenangkan kompetisi pasar. Lain
halnya dengan industri di tanah air, mereka lebih merasa untung jika meniru
atau memproduksi barang yang laku dalam jangka pendek, dan pola ini harus
segera diperbaiki. Bagi mereka yang berpikiran ilmiah, desain adalah sebagai
pusat riset dan pengembangan produk untuk jangka waktu panjang, juga merupakan
investasi yang mahal dan membuang biaya, semua untuk kepentingan yang lebih
besar dan berkesinambungan sesuai kebutuhan yang senantiasa juga berkembang.
Pada proses desain umumnya memperhitungkan aspek
fungsi, estetik dan berbagai macam aspek lainnya, yang datanya didapatkan dari riset (penelitian),
pemikiran, brainstorming, maupun dari
desain yang sudah ada sebelumnya.
Akhir-akhir ini, proses (secara umum) juga dianggap sebagai produk dari desain,
sehingga muncul istilah “perancangan proses”. Salah satu contoh dari
perancangan proses adalah perancangan proses dalam industri kimia, dll.
Desain grafis adalah suatu bentuk
komunikasi visual yang menggunakan gambar untuk menyampaikan informasi atau
pesan-pesan seefektif mungkin. Dalam desain grafis,
teks juga dianggap gambar karena merupakan hasil abstraksi simbol-simbol yang
bisa dibunyikan. Desain grafis
diterapkan dalam desain komunikasi
dan fine art. Seperti jenis desain produk lainnya, desain grafis dapat merujuk kepada
proses pembuatan, metoda merancang, produk yang dihasilkan (rancangan), atau pun
disiplin ilmu yang digunakan yaitu desain. Karena ilmu semankin berkembang,
maka penajaman masing-masing diperlukan untuk membedakan spesialisasi keahlian.
Dalam interior desain, yang merupakan disiplin desain
yang didalamnya bersangkut-paut dengan persoalan seni merancang atau menyusun
kelompok mebel / perabot rumah, permadani, gorden, hiasan dalam ruang dan
dinding serta yang lainnya dalam suatu ruangan bangunan. Apabila persoalan
interior berkait dengan system penyusunan, sudah tentu melalui perencanaan,
terhadap elemen-elemen berupa barang atau benda yang ditujukan sebagai
pendukung tampilannya, maka berbagai jenis produk kriya dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi kepentingan tersebut.
Oleh karena hubungan antara interior dengan produk kekriyaan seperti
sebuah wadah dengan isinya, maka sering kali wadah yang bernama interior itu,
walaupun tidak selalu, akan menentukan isinya, dalam hal ini jenis produk
tertentu yang sesuai untuk kepentingannya. Dengan kata lain dapatlah dikatakan
bahwa kesesuaian produk kriya yang dibutuhkan untuk mendukung tampilan interior
mengacu kepada jenis, sifat, dan karakter bangunannya. Elemen pendukung
interior itu dapat bermacam-macam jenisnya seperti gorden, gambar / lukisan,
perabotan rumah tangga, mebel, almari, jam dinding, pas bunga, cermin, asbak, tableware, patung, dan lain-lain, yang
masing-masing elemen tersebut dibutuhkan keberadaannya dalam mengisi ruang
dalam. Ada kalanya kehadiran benda-benda tersebut dipertimbangkan aspek-aspek
keserasian antar berbagai elemen dan interiornya, tetapi ada juga yang sekedar
menempatkannya tanpa pertimbangan estetik, kecuali aspek fungsinya. Oleh karena
itu dalam membuat produk kriya untuk interior perlu mencermati persoalan yang
bertalian dengan jenis dan karakter interior sesuai dengan aspek-aspek yang
melingkupinya. Aspek-aspek itu mencangkup: sosial, kultural, ekonomi dan
psikologis.
Dalam membuat produk kekriyaan untuk keperluan mengisi
ruang bagian dalam bangunan, penerapan perlu kecermatan dalam berbagai aspek
akan berpergaruh terhadap jenis, bentuk, fungsi, bahan, teknik, finishing dan lain-lain. Identifikasi
produk yang didasarkan pada pertimbangan semacam itu akan bermanfaat dalam
upaya mencapai kesenangan, kenyamanan, dan kesesuaiannya.
Arsitektur eksterior, merupakan tampilan luar atau sisi
luar dari bangunan, yang keberadaan mulai tampak bagunanan dari luar, halaman,
teras, dan tamannya menjadi bagian dari keseluruhan bangunan. Apabila elemen
eksterior terdiri dari teras, halaman, jalan, dan juga taman, maka masing-masing elemen tersebut
membutuhkan sejumlah bahan atau produk penghias (atap dan lantai) dan perabot
pendukungnya misalnya teras yang biasa dipakai tempat relaksasi dan rekreasi
seperti untuk membaca koran di sore hari membutuhkan prabotan mebel. Pada teras juga sering kali dapat dijumpai sejumlah pot atau tempat vas
bunga dengan beragam jenis, tempat koran dan lain-lain. Pada halaman dan taman
dapat dijumpai patung, lampu taman, kotak surat, mebel taman atau jenis produk
lainnya. Dengan demikian cakupan produk kriya untuk kelengkapan eksterior
memiliki banyak jenis sesuai dengan karakter eksterior masing-masing.
Dari buku: Produk Kekriyaan, 2011
email: gosmul@gmail.com / blogspot,goesmul.com / Hidup dan Seni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar