TINJAUAN PENERANGAN
LOKAL PADA MEJA GAMBAR
Oleh
Agus Mulyadi Utomo
Jurusan Kriya Seni, Fakultas Seni
Rupa dan Desain, Institut Seni Indonesia Denpasar
E-mail: agusmulyadiutomo@yahoo.co.id
Abstrak
Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan seseorang
pegawai / tenaga kerja atau pelajar / mahasiswa dapat melihat pekerjaan dengan
teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu, serta membantu menciptakan
lingkungan kerja yang nikmat dan menyenangkan. Sifat-sifat dari penerangan
yang baik ditentukan oleh pembagian luminansi dalam lapangan penglihatan,
pencegahan kesilauan, arah sinar, warna dan panas penerangan terhadap keadaan
lingkungan. Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan kelelahan mata dengan
berkurangnya daya efisiensi kerja, kelelahan mata, keluhan-keluhan pegal di
daerah mata dan sakit kepala sekitar mata, kerusakan alat penglihatan dan
meningkatnya kecelakaan. Intensitas penerangan harus sesuai dengan jenis
pekerjaan antara lain sebagai berikut: pekerjaan kasar 80 – 170 luks, pekerjaan
ketelitian sedang: 200 – 250 luks, fine
work 500 – 700 luks, pekerjaan sangat teliti 1000 - 2000 luks. Penambahan
penerangan local pada tempat atau meja kerja diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
sesuai dengan jenis-jenis pekerjaan, terutama dalam menggambar desain interior.
Keywords: mata, iluminansi,
intensitas penerangan /cahaya
Abstract
Good lighting is a conducive lighting which able an officer someone / student or labour / student
to work accurately, quickly and without effort which needn't, and also assist
to create pleasant and scrumptious activity environment. Good nature of from
lighting which is to be determined by division of luminansi in eyesight field,
preventive is glare, light direction, lighting heat and colour to environmental
situation.Ugly lighting can result eye fatigue by decreasing activity
efficiency energy him, tired of eye, stiff sigh in eye area and headache about
eye, damage of eyesight appliance and the increasing of accident. Lighting
intensity have to as according to work type for example as follows: harsh work
80 - 170 lux, work of correctness is: - 250 lux, work fine 500 - 700 lux,
meticulous work 1000 - 2000 lux. The additional of Lighting local at workbench
or place needed to to fulfill requirement as according to work type, especially
in drawing interior desain.
Keywords: eye, iluminansi,
lighting intensity / light
TINJAUAN PENERANGAN
LOKAL PADA MEJA GAMBAR
I. Latar Belakang
Meja
kerja adalah tempat aktivitas dalam melakukan pekerjaan baik yang sifatnya
ringan sampai berat, maupun pekerjaan yang memerlukan ketelitian seperti
membaca, menulis, mengetik dan menghitung dan sebagainya. Apabila pekerjaan
yang dilakukan menuntut alokasi waktu cukup lama dengan ketelitian tertentu
menuntut konsentrasi mata pada obyek pekerjaan, maka akan berdampak pada
kelelahan mata jika tidak diimbangi dengan intensitas penerangan yang memadai.
Masalah intensitas penerangan pada
meja kerja bisa memanfaatkan cahaya matahari melalui jendela pada satu sisi,
namun demikian tentu cahaya tidak merata pada seluruh ruangan dan akan terjadi
bayangan pada sisi lainnya, sehingga menimbulkan gangguan dan ketidak nyamanan. Pemanfaatan
cahaya alami dari jam 09.00 hingga jam 13.00 Wita yang menerangi bidang kerja
bervariasi antara 109 – 707 luks
tergantung letak meja kerja. Pada saat cuaca mendung pemanfaatan penerangan
buatan dari lampu listrik (lampu pijar & TL) yang diletakkan di
langit-langit (plafon) ruangan dengan
intensitas cahaya 228 luks, apalagi
bila pekerjaan dilakukan pada malam hari tentu mutlak diperlukan penerangan
tambahan yang sesuai dengan kebutuhan. Untuk pekerjaan yang ketelitiannya
tinggi tentu intensitas cahaya belum memadai atau belum mencukupi. Grandjean
(1988) menyatakan bahwa penerangan untuk aktivitas tergolong gambar teknik
memerlukan intensitas cahaya 1000 – 2200 luks.
Untuk
memberi kenyamanan kerja, maka meja kerja perlu penambahan intensitas
penerangan dan yang bersifat ergonomis.
Penambahan intensitas penerangan ini bisa dari penerangan umum melalui jendela
dan lampu pada langit-langit sebagai tambahan lokal atau dengan pemakaian lampu
meja, dengan harapan intensitas penerangan akan sesuai dengan kebutuhan
aktivitas sehingga dapat menurunkan kelelahan mata dan meningkatkan
produktivitas kerja. Selain itu pemakaian penerangan akan menjadi lebih
efisien, jika tidak digunakan bisa dimatikan tanpa menggangu penerangan pada
bidang kerja yang lain.
II. Tinjauan Pustaka
1. Struktur Mata
Gambar 1
Struktur
Mata Manusia
(Sumber :
Pheasant, 1991: p.198)
Keterangan:
- Retina: terdapat rods cell (sel batang) yang berfungsi untuk melihat cahaya remang-remang dan cones cell (sel kerucut) yang berfungsi untuk melihat pada cahaya terang, dari retina ini akan dilanjutkan ke syaraf optikus.
- Fovea Sentralis: daerah cekung yang berukuran 0,5 mm ditengah-tengahnya terdapat bintik kuning.
- Kornea dan Lensa: kornea merupakan lapisan mata paling depan dan berfungsi memfokuskan benda dengan cara refraksi atau dibiaskan, tebalnya 0,5 mm, sedangkan lensa terdiri dari kristal yang mempunyai dua permukaan dengan jari-jari kelengkungan 7,8 mm dan fungsinya untuk memfokuskan obyek pada berbagai jarak.
- Pupil: ditengah-tengah iris terdapat pupil yang fungsinya mengatur cahaya yang masuk. Apabila cahaya terang, pupil ini mengecil dan sebaliknya membesar bila cahaya kurang.
Secara teoritis mata memiliki kemampuan untuk
bergerak ke kanan dan kekiri (yaw)
atau ke atas dan ke bawah (pitch) dan
memutar (roll). Gerakan mata yang
disertai dengan fiksasi dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:1) gerakan
mengikuti garis tertentu adalah gerakan pada axis mata secara tidak beraturan dan pelan yang menjadi image jatuh pada fovea; 2) gerakan secara bergetar (tremor); dan 3) gerakan cepat (involuntary
saccades) seperti pada aktifitas membaca (Wijaya dan Sakundarini,
2000). Mata menerima gelombang cahaya
melalui pupil dan jatuh di retina, dimana syaraf menerima dan
mentranmisikan pesan yang diterima ke otak. Untuk membantu dalam membidik dan
memfokus suatu obyek, terdapat tiga set otot.
2. Daya Akomodasi
Dalam memfokuskan obyek pada retina, lensa mata memegang peranan penting, kornea mempunyai fungsi memfokuskan obyek secara tetap demikian
pula bola mata. Kemampuan lensa mata
untuk memfokuskan obyek disebut daya akomodasi (Grandjean, 1988; Gabriel,
1996). Menurut Ilyas, dkk. (1981)
akomodasi adalah kemampuan mata untuk menambah daya bias lensa dengan kontraksi otot siliar,
yang menyebabkan penambahan tebal dan kecembungan lensa sehingga bayangan benda pada jarak yang berbeda-beda akan
terfokus ke retina. Makin dekat benda
yang dilihat semakin kuat lensa mata berakomodasi. Akomodasi adalah proses
aktif, memerlukan kerja otot dan oleh karenanya dapat melelahkan. Akomodasi
berarti kemampuan mata membawa objek ke dalam focus yang tajam, pada jarak yang berbeda-beda. Dari jarak yang
terbatas ke titik terdekat dari pandangan yang jelas, disebut titik jelas.
Suatu obyek terlihat jelas hanya bila refleksi melalui kornea dan lensa
menghasilkan sesuatu yang kecil namun citranya tajam di retina, tiga komponen yang membentuk system optic. Pemfokusan pada objek dekat dicapai dengan mengubah
lengkungan lensa lewat kontraksi otot
akomodasi, yang disebut otot silier
lengkung.
Tingkat
iluminasi merupakan sebuah faktor
yang kritis dalam proses akomodasi. Ketika pencahayaan sedikit, titik jauh
bergerak lebih dekat dan titik dekat menurun, sedangkan kecepatan presisi
akomodasi meningkat sejalan dengan usia.
Tingkat
yang paling dekat dengan mata dimana benda dapat difokuskan dengan jelas oleh
akomodasi dinamakan titik dekat penglihatan yang akan mengalami kemunduran
selama hidup (Ganong, 1977) Daya akomodasi tergantung pada usia seseorang, di
mana makin tua usianya maka daya akomodasi makin menurun. Hal ini disebabkan
kekenyalan lensa atau elastisitas lensa semakin berkurang, seperti
terlihat pada Tabel 1 di bawah.
Tabel
1
Rata-rata Jarak Dekat dengan Berbagai Usia
(Grandjean, 1988)
USIA ( TAHUN)
|
TITIK DEKAT (mm)
|
16
|
80
|
32
|
120
|
44
|
250
|
50
|
500
|
60
|
1000
|
Sumber:
Grandjean (1988), Fitting The Tasks to
The Man
Berdasarkan tabel di atas, dikaitkan dengan usia
manusia produktif yang berkisar antara 18 sampai 50 tahun maka titik dekatnya adalah
sekitar 80 – 500 mm.
3. Kapasitas Visual
Fungsi mata yang banyak tidak selalu didorong ke batas tampilannya tiap
hari, namun ini kadangkala dapat terjadi dalam industri atau pada kondisi lalu
lintas modern. Lebih jauh tampilan visual sering digunakan dalam eksperimen
laboratorium untuk mengevaluasi efek variabel yang beragam seperti penerangan
atau kondisi penglihatan lainnya. Kapasitas visual yang paling penting
adalah:
a. Ketajaman
visual yaitu; kemampuan
merasakan dua garis atau titik dengan interval minimal secara nyata atau untuk
melihat bentuk dan rupa tanda dan melihat rincian objek serinci-rincinya. Pada
umumnya ketajaman visual adalah kapasitas mata untuk memilah. Kemampuan untuk
memilah rincian pemisahan yang luas antara dua tanda sering dianggap ketajaman
normal. Dalam hal ini jarak minimum antara dua titik dalam citra dalam retina adalah 5x10ֿ. Namun di
bawah kondisi yang cukup, seseorang dengan pandangan yang bagus harus mampu memilah
suatu interval setengah ukuran itu.
b. Sensitivitas kontras,
adalah kemampuan mata merasakan perbedaan yang terkecil dalam cahaya, dan juga
menilai hal-hal yang janggal dalam pembayangan dan nuansa terang yang paling
ringan, semua itu mungkin bersifat meyakinkan dalam persepsi rupa dan bentuk.
Sensitivitas kontras lebih penting dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan
ketajaman visual, dan ini juga berguna bagi banyak perkerjaan inspeksi dan
control produk.
c. Kecepatan
persepsi, yaitu sebagai
suatu interval waktu terlewat antara tampilan signal visual dan persepsi kesadarannya dalam otak. Kecepatan
persepsi biasanya diukur dengan teknik tachitoscopy.
Dalam prosedur ini seperangkat kata dihadirkan pada objek yang diuji dengan
waktu yang pendek. Waktu tampilan minimum yang diperlukan untuk persepsi yang
benar diukur dan digunakan sebagai parameter. Kecepatan persepsi diukur dengan
prosedur yang demikian tentu pada intinya sebuah fungsi saraf dan mekanisme
mental otak. Kecepatan persepsi meningkat dengan penerangan yang meningkat dan
juga dengan kontras cahaya yang lebih tinggi antara objek dan keadaan
sekitarnya. Itu berarti bahwa pencahayaan, ketajaman visual, sensitivitas
kontras dan kecepatan persepsi terkait satu sama lain.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penglihatan
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penglihatan adalah sebagai berikut
(Dyer dan Morris, 1990) :
- Usia; bertambahnya usia maka lensa mata berangsur-angsur kehilangan elastisitasnya, dan melihat pada jarak dekat akan semakin sulit. Hal ini akan menyebabkan ketidaknyamanan penglihatan ketika mengerjakan sesuatu pada jarak dekat, demikian pula penglihatan jauh.
- Penerangan; luminansi adalah banyaknya cahaya masuk yang dipantulkan oleh permukaan objek. Jumlah sumber cahaya yang tersedia juga mempengaruhi kepekaan mata terhadap warna tertentu. Tingkat luminansi juga akan mempengaruhi kemampuan mata melihat objek gambar dan pada usia tua diperlukan intensitas penerangan lebih besar untuk melihat objek gambar. Semakin besar luminansi dari sebuah objek, rincian objek yang dapat dilihat oleh mata juga akan semakin bertambah. Bertambahnya luminansi sebuah objek akan menyebabkan mata bertambah sensitif terhadap kedipan (flicker) (Downton dan Leedham, 1992).
- Silau (glare); menurut Grandjean (1998) adalah suatu proses adaptasi yang berlebihan pada mata sebagai akibat dari retina terpapar oleh sinar yang berlebihan.
- Ukuran pupil; agar supaya jumlah sinar yang diterima oleh retina sesuai, maka otot iris akan mengatur ukuran pupil. Lubang pupil juga dipengaruhi oleh memfokusnya lensa mata, mengecil ketika lensa mata memfokus pada objek yang dekat.
- Sudut dan ketajaman penglihatan; sudut penglihatan (visual angel) didefinisikan sebagai sudut yang berhadapan dengan objek pada mata. Ketajaman penglihatan adalah sudut penglihatan minimum ketika mata masih dapat melihat suatu objek dengan jelas. Sedangkan Downton dan Leeham (1992) menyatakan bahwa sudut penglihatan yang nyaman bagi mata adalah 15 menit busur, dan dalam kondisi penglihatan yang buruk dapat dinaikkan sampai 21 menit busur. Hal ini dapat diekuivalenkan dengan ketika melihat objek setinggi 4,3 mm dan 6,1 mm pada jarak 1 meter. Ketajaman penglihatan dikenal dengan nama visus dan untuk menentukan visus digunakan optotype Snellen dengan berbagai ukuran huruf dan jarak yang sudah ditentukan. Visus normal adalah 6/6, yaitu orang coba dapat membaca huruf di kartu Snellen yang menunjuk visus 6/6 (Niti, 2000). Pada objek gambar yang berupa garis atau bidang, apabila penglihatan difokuskan pada objek dengan sedikit gerakan dengan penerangan yang tidak memadai akan menyebabkan otot iris mengatur pupil sesuai dengan intensitas yang ada, sehingga semuanya berakibat pada kelelahan otot-otot mata (Suma’mur, 1987, Sutjana dkk, 1989). Menurut Grandjean (1988), Wiesberg (1993) dan Wardana dkk (1997), bahwa ketidaknyamanan cahaya di tempat kerja dapat menimbulkan beban visual yang berupa ketidaknyamanan mata secara umum, mata merah, iritasi mata, pandangan yang mengabur dan kesulitan membaca objek gambar. Oleh karenanya diperlukan pada lingkungan kerja dan meja kerja adanya penerangan yang memadai agar mata bisa melihat dengan baik.
III. Penerangan di Meja Gambar ( Meja Kerja )
Metode penerangan atau pencahayaan menurut Ching
(1996) ada tiga yaitu: Pertama penerangan umum, atau baur yang menerangi
ruangan secara merata dan umumnya terasa baur; Kedua, penerangan lokal atau
penerangan untuk kegunaan khusus yang menerangi sebagian ruang dengan sumber
cahaya dipasang dekat dengan permukaan yang diterangi; Dan ketiga, penerangan atau cahaya aksen adalah bentuk
dari pencahayaan lokal yang berfungsi menyinari suatu tempat atau aktivitas
tertentu atau objek seni atau koleksi berharga lainnya.
Berdasarkan
sumber penerangan, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penerangan alamiah dengan
sinar matahari terutama pada siang hari dengan cahaya yang kuat dan bervariasi
menurut jam, musim, tempat dan kondisi. Cahaya atau penerangan buatan (artificial) dengan lampu, yang
dihasilkan dari elemen-elemen buatan, dimana kualitas dan kuantitas cahaya yang
dihasilkan berbeda-beda tergantung dari jenisnya.
Penerangan yang baik lebih mengutamakan sumber
cahaya alamiah, yaitu dengan merencanakan cukup jendela atau ruang terbuka pada
bangunan. Apabila ada alasan teknis penggunaan penerangan alamiah tidak
memungkinkan, barulah penggunaan penerangan buatan bisa dilakukan dan
dilaksanakan dengan tepat dan benar. Dalam kaitan ini perlu diingatkan adanya
penerangan umum dan penerangan khusus / setempat (Manuaba, 1998). Penerangan
yang baik memungkinkan tenaga kerja melihat objek-objek yang dikerjakan secara
jelas, cepat tanpa upaya-upaya yang tidak perlu. Permasalahan penerangan
meliputi kemampuan manusia untuk melihat sesuatu, sifat-sifat dari indera
penglihatan, usaha-usaha yang dilakukan untuk melihat objek lebih baik dan
pengaruh penerangan terhadap lingkungan. Mata di dalam fungsinya untuk melihat
harus tidak dihadapkan pada beban tambahan seperti penerangan objek yang kurang
intensitasnya sesuai dengan keperluan. Oleh karena itu penerangan merupakan
faktor lingkungan yang sangat perlu diperhatikan karena banyak pengaruhnya
terhadap kelelahan mata dalam bekerja. Penerangan yang baik penting agar
pekerjaan dapat dilakukan dengan benar dan dalam situasi yang nyaman (Manuaba,
1998). Pada pekerjaan yang memerlukan ketelitian tanpa dibarengi penerangan
yang memadai, maka dampaknya akan sangat terasa pada kelelahan mata. Terjadinya
kelelahan otot mata dan kelelahan syaraf mata sebagai akibat tegangan yang
terus-menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan kerusakan mata secara
permanen, tetapi menambah beban kerja, mempercepat lelah, sering istirahat,
kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan mutu produksi,
meningkatnya frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan menurunkan
produktivitas kerja (Pheasant, 1993).
Dalam
ruang lingkup pekerjaan, faktor yang menentukan adalah ukuran objek, derajat
kontras di antara objek dan sekelilingnya, luminansi
dari lapangan penglihatan, yang tergantung dari penerangan dan pemantulan
pada arah si pengamat, serta lamanya melihat (Suma’mur, 1995). Faktor ukuran objek,
derajat kontras antar objek dengan sekelilingnya serta penerangan adalah
factor-faktor yang saling mengimbangi satu dengan yang lain, misalnya suatu
objek dengan kontras kurang, dapat dilihat apabila objek tersebut cukup besar
atau bila penerangannya cukup baik. Pengukuran intensitas cahaya dari penerangan umum untuk pekerjaan tanpa
penerangan lokal menunjukkan rerata 407,85 ± 409,92 luks.
Intensitas penerangan yang dibutuhkan
untuk pekerjaan yang memerlukan sedikit
ketelitian adalah 200 – 250 luks,
untuk pekerjaan yang teliti diperlukan 500 – 700 luks dan pekerjaan menggambar teknik (technical drawing) memerlukan intensitas cahaya 1000 – 2200 luks (Grandjean, 1988 ; Harten, 1994).
Padmanaba (2005) dalam penelitian terhadap
16 mahasiswa pada studio desain interior, Fakultas Seni Rupa dan
Desain, ISI Denpasar, didalam melakukan
aktivitas menggambar para mahasiswa dapat melihat objek gambar dengan baik dan
nyaman, tanpa upaya-upaya yang melelahkan mata yaitu dengan penambahan
penerangan lokal. Hal ini berdasarkan penelitian yang mendapatkan data bahwa
penerangan alami yang masuk melalui jendela intensitasnya hanya berkisar antara
109 – 707 luks. Sedangkan penerangan
buatan berupa lampu-lampu pijar dan TL pada langit-langit hanya mempunyai
intensitas sebesar 228 luks, yang
bisa berdampak pada kelelahan mata. Upaya mata yang melelahkan menjadi sebab
kelelahan mental. Gejalanya meliputi sakit kepala, penurunan kemampuan
intelektual, daya konsentrasi dan kecepatan berfikir. Lebih dari itu, apabila dalam
pekerjaan mencoba mendekatkan matanya terhadap objek mungkin terjadi
penglihatan rangkap, atau kabur yang terkadang disertai pula perasaan sakit
kepala di daerah atas mata. Dengan demikian maka intensitas cahaya di tempat
penelitian belum memadai untuk pekerjaan yang memerlukan ketelitian, apalagi
menggambar desain interior tergolong
gambar teknik yang memerlukan intensitas cahaya minimal 1000 luks. Dalam penelitian tersebut
intensitas cahaya dari penerangan lokal pada meja gambar dikondisikan untuk
mencapai intensitas di atas 1000 luks dengan posisi lampu tidak sampai
mengganggu aktivitas menggambar. Untuk mengetahui intensitas cahaya penerangan
lokal yang jatuh pada bidang kerja, maka sebelum menggambar dilakukan
pengukuran intensitas cahaya dengan luks
meter pada masing-masing meja gambar. Tambahan penerangan lokal pada meja
kerja para mahasiswa didapat data yang menurunkan keluhan sebyektif 15, 6 %,
menurunkan beban kerja 12 %, menurunkan waktu kerja 22 % dan meningkatkan
produktivitas 40 % (Padmanaba, 2005).
Terhadap
penerangan dalam ruangan oleh sumber-sumber cahaya buatan (artificial), dikombinasikan dengan cahaya alami dari matahari atau
pun tidak, dapat diperlakukan beberapa persyaratan. Garis pengarahan untuk ini adalah norma NEN 3006; Aanbevelingen voor binnenverlighting
(anjuran-anjuran untuk penerangan dalam ruangan), diterbitkan oleh de Nederlandse Stiching voor
Verlichtingskunde, Arnhem 1967. Dalam norma ini dapat dikemukakan
perbandingan kecerahan, kekuatan penerangan, efek bayang-bayang, segi warna dan
pencerahan warna. Selisih kecerahan maksimal yang diperkenankan
adalah sebagai berikut:
- antara tugas mata dan permukaan kerja 3 : 1
- antara tugas tugas mata dan lingkungan sekitar 10 : 1
- antara sumber cahaya dan latar belakang 20 : 1
- selisih luminansi terbesar dalam medan pengelihatan 40 : 1
Berikut diperlihatkan suatu keadaan yang dapat
menyenangkan yaitu dengan perbandingan 5
: 2 : 1. Sebagai batas maksimal berlaku perbandingan 10 : 3 : 1.
Pertimbangan intensitas penerangan
bertambah sesuai dengan bertambahnya usia (umur) pengguna atau pekerja. Jika
intensitas cahaya tidak adekuat dapat menyebabkan mata menjadi lelah. Sutajaya
(2007) memerinci sebagai berikut: pada usia 40 tahun meningkat 1,17 kali, usia
50 menjadi 1,58 kali dan pada usia 60 tahun menjadi 2,66 kali lebih tinggi.
IV. Penutup
Untuk
mencegah kelelahan mental oleh sebab adanya beban tambahan dan upaya mata yang
berlebihan, perlu diusahakan hal-hal sebagai berikut (Suma’mur, 1995):
o
Perbaikan kontras: cara termudah dan tersederhana, serta dilakukan
dengan memilih latar penglihatan yang tepat.
o Meninggikan intensitas penerangan: biasanya penerangan harus
sekurang-kurangnya 2 kali dibesarkan. Dalam berbagai hal, masih perlu dipakai
lampu-lampu di daerah kerja untuk lebih memudahkan penglihatan.
o
Pemindahan tenaga kerja: dengan visus yang setinggi-tingginya. Kerja malam harus dikerjakan oleh
tenaga kerja berusia muda, yang apabila usianya bertambah, dapat dipindahkan
kepada pekerjaan yang kurang diperlukan dalam ketelitian.
Penerangan
yang baik adalah penerangan yang memungkinkan seseorang tenaga kerja melihat
pekerjaan dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang tidak perlu, serta membantu
menciptakan lingkungan kerja yang nikmat dan menyenangkan. Sifat-sifat dari penerangan yang baik ditentukan
oleh pembagian luminansi dalam
lapangan penglihatan, pencegahan kesilauan, arah sinar, warna dan panas
penerangan terhadap keadaan lingkungan.
Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan
hal-hal sebagai berikut: (Suma’mur, 1995)
a.
kelelahan
mata dengan berkurangnya daya efisiensi kerja
b.
kelelahan mata
c.
keluhan-keluhan
pegal di daerah mata dan sakit kepala sekitar mata
d.
kerusakan alat penglihatan dan
e.
meningkatnya kecelakaan
Intensitas penerangan harus sesuai dengan
jenis pekerjaan antara lain sebagai berikut: (Sutajaya, 2007)
o
Pekerjaan kasar: 80 – 170 luks
(ruang penyimpanan / gudang)
o
Pekerjaan ketelitian sedang: 200 – 250 luks (kerajinan, pengepakan, kerja laboratorium, sortir,
pemintalan, pengeboran, pengecatan)
o
Fine Work: 500 – 700 luks (baca-tulis, teknik laboratorium,
assembling alat-alat kecil, tukang kayu, permesinan, penggergajian halus)
o
Pekerjaan sangat teliti: 1000 - 2000 luks (gambar teknik, test
assembling alat elektronik, gambar desain interior)
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra,
N. 1998, Metodelogi Ergonomi, monograf, PPs. Ergonomi-FK.Unud, Denpasar
Amstrong, R. 1992, Lighting at Work, Occupational
Health & Safety Authority, Melborurne,
Australia
Ching,
Fancis D.K. 1996, Illustrasi Desain Interior,
Pn. Erlangga, Jakarta
Dana,
N.2002, Pemberian Reflektor Lampu TL 20
Watt Meningkatkan Intensitas Cahaya, Menurunkan Beban Kerja dan Meningklatkan
Produktivitas Perajin Dulang di Abiansemal Badung, Tesis PPs. Ergonomi-FK-Unud, Denpasar
Dawnton, A dan Leedham, 1992, Human
Aspects of Human-Computer Interaction, McGraw-Hill Book Company, London
Dyer, H dan Morris, A., Human
Aspects of Library Automation, Gower Publishing Company Limited, England
Harten,
P.Van, Setiawan, E., 1994, Instalasi
Listrik Arus Kuat 2, CV. Tri Mitra Mandiri
Grandjean, E. 1988, Fitting
the Task To the Man.
A Texbook of Occupational Ergonomics, 4 , Taylor
& Francis, Edition London
Ganong, W.F. 1977, Review of Medical Physiology,
California:
Medical Publication
Ilyas, S.,
Tanzil, M., Salamun, Azhar, Z., 1981, Sari
Ilmu Penyakit Mata, FK-UI, Jakarta
Manuaba,
a. 1998, Penerangan (lighting).
Dalam Bunga Rampai Ergonomi Volume 1, PPs Ergonomi-FK, Unud, Denpasar
Niti,
N.K., 2000, Hubungan Antara Intensitas
Cahaya dan Sikap Kerja dengan Kejadian Myiopia
pada Pekerja Kimono di Peliatan
Ubud Gianyar, FK. Unud, Denpasar
Pheasant, S., 1993, Ergonomics,
Work and Health, Macmillan Academic an Professional Ltd, London
Padmanaba,
C.G.R., 2005, Penambahan Penerangan
Lokal Pada Meja Gambar Menurunkan Keluhan Subyektif dan Meningkatkan
Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior, Tesis PPs. Ergonomi-FK,
Unud, Denpasar
Suma’mur,
PK., 1995, Higene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja, PT. Toko Gunung Agung, Jakarta
Sutajaya,
M., 2007, Materi Kuliah Ergonomi,
PPs. Ergonomi-FK, Unud, Denpasar
Sutjana,
D.P., Tirtayasa, K., Suyasning, Suarya, W., Aryana, N.A., 1989, Pengaruh Peningkatan Intensitas Penerangan
Terhadap Produktivitas Kerja Tenaga Kerja pada Industri Garmen, FK Unud,
Denpasar
Wiesberg, M., 1993, Ergonomi
Guuidelines for Designing Effective and Healty Learning Environment for
Interactive Technologies. Georgetown
University Washington
Wijaya,
AR., N. Sakundarini, 2000, Efek Vibrasi
Terhadap Ketajaman Visual Manusia dalam Human
Display Interface. Dalam Wignyosoebroto. S, dan SE Wiratno (Eds);
Proceeding Seminar Nasional Ergonomi 2000, hal.. 366-373, Surabaya, Guna Widya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar