TENTANG SENI ISLAM
oleh Agus Mulyadi Utomo
goesmul@gmail.com
goesmul@gmail.com
Seni adalah ungkapan perasaan, cermin dari
budaya dan pandangan dunia. Ungkapan
atau ekspresi dan spirit seni dalam Islam adalah rasa akan adanya suatu
keindahan. Sebagai suatu realitas, bahwa Islam sebagai agama yang agung telah
menanamkan kecintaan dan rasa keindahan itu. Rasa indah asli itu, yang disadari
atau pun tidak, ada sedikit atau pun banyak, terbitnya terutama dari dalam
lubuk hati yang paling dalam pada diri manusia. Pada mereka muslim, yang
membaca Al Qur’an memperolehnya perasaan
itu secara meyakinkan. Berdasarkan ajaran agama Allah, dalam Al Qur’an
tersurat dan tersirat menginginkan agar setiap muslim, mukmin dan mukhsin
agar dapat menyaksikan keindahan yang Allah
perlihatkan terbentang luas di alam dunia ini, suatu keindahan yang terhampar
di cakrawala ilahi. Dari benda-benda
mati sampai dengan makhluk hidup ciptaanNya tampak menarik dan indah, ada
keseimbangan dan harmoni, semua itu pasti ada manfaat dan ada tujuannya. Pada
hakekatnya Allah yang membaguskan dan
mengatur serta mendesain secara detail sesuatu yang ada. Firman Allah SWT yang artinya: ”Yang
membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya” (QS. As Sajdah: 7). Lalu : ”Kamu
sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Allah Yang Maha Pemurah sesuatu yang
tidak seimbang” (QS. Al Mulk:
3). Dan : ”(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu”
(QS. An Naml: 88).
Ternyata Islam
dengan Al Qur’an sebagai kitab suci,
dapat membangkitkan atau merangsang pikiran dan inspirasi, pandangan mata atau
pandangan hati, suara dan bunyi, perkataan dan perbuatan untuk jadi ungkapan
rasa syukur, rasa haru, hikmat dan hikmah, kegembiraan, kebahagiaan, keindahan
dan sekaligus rasa keagungan ilahi. Bahkan
seni bisa menjadi suatu kebajikan, baik terhadap diri dan sesama serta lingkungan sosial maupun
terhadap lingkungan alam kehidupan disekitarnya, yang juga memberikan suatu
pengharapan dan penghargaan yang tinggi pada rasa tentram serta kedamaian.
Sentuhan seni sastra misalnya, dalam membaca atau mendengarkan Al Qur’an saja bagi mereka yang berfikir
dan yang merenungkan dapat menjadikan penawar bagi jiwa, terutama jiwa-jiwa yang
bergejolak dan haus akan siraman akan pencerahan ruhani, bukan lantaran isi dan
makna kandungannya saja, tetapi termasuk
gaya saat membaca dan diiringi suara merdu nan indah yang menggetarkan qalbu. Karenanya pula Nabi SAW bersabda kepada Abu Musa, ”Sesungguhnya
kami telah diberi seruling dari seruling-seruling keluarga Dawud” (HR. Bukhari dan Tarmidzi).
Ketika membicarakan tentang seni,
maka yang terlebih dahulu dibicarakan adalah keindahan. Sudah menjadi fitrahnya
manusia menyukai keindahan. Seorang ibu akan lebih berbahagia jikalau ia
dikaruniai anak yang indah fisiknya, baik rupa ataupun jasmaninya. Seseorang
akan lebih cenderung untuk memilih rumah yang indah-indah. Juga mengenakan
pakaian-pakaian yang indah, baik dalam kondisi biasa-biasa saja maupun dalam
situasi yang buruk. Demikian halnya dengan nyanyian, puisi, musik, yang juga
melambangkan keindahan, maka manusia pun cenderung akan menyukainya sesuai
seleranya.
Allah itu indah dan menyukai keindahan. Inilah prinsip yang
didoktrinkan Nabi SAW, kepada para
sahabatnya. Ibnu Mas’ud meriwayatkan
bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “Tidak
masuk surga orang yang di dalam hatinya terbetik sifat sombong seberat atom”
Ada orang berkata, ”Sesungguhnya
seseorang senang berpakaian bagus dan bersandal bagus.” Nabi bersabda,” Sesungguhnya Allah Maha Indah, menyukai keindahan. Sedangkan sombong
adalah sikap menolak kebenaran dan meremehkan orang lain” (HR. Muslim).
Bahkan salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah bahasanya yang sangat
indah, sehingga para sastrawan Arab dan bangsa Arab pada umumnya merasa kalah
berhadapan dengan keindahan sastranya, keunggulan pola redaksinya, spesifikasi
irama, serta alur bahasanya, hingga sebagian mereka menyebutnya sebagai sihir.
Dalam membacanya, dituntut untuk menggabungkan keindahan suara dan akurasi
bacaannya dengan irama tilawahnya
sekaligus. Rasulullah bersabda : “Hiasilah
Al-Qur’an dengan suaramu” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’I, Ibnu Majah,
Ibnu Hibban, Darimi)
Sebenarnya, bagaimanakah pandangan
Islam tentang seni? Seni merupakan ekspresi keindahan. Dan keindahan menjadi
salah satu sifat yang dikaitkan Allah
pada penciptaan jagat raya ini. Allah
melalui kalamnya di Al-Qur’an
mengajak manusia memandang seluruh jagat raya dengan segala keserasian dan
keindahannya. Allah berfirman: “Maka
apakah mereka tidak melihat ke langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami
meninggikannya dan menghiasinya, dan tiada baginya sedikit pun retak-retak?”(QS. Qaaf 50: 6).
Allah juga mengajak manusia untuk melihatnya dari perspektif
keindahan, bagaimana buah-buahan yang menggantung di pohon dan bagaimana pula
buah-buahan itu dimatangkan. Jika manusia memperhatikan dan menikmati dengan
pandangan yang indah, saat arak-arakan binatang ternak masuk ke kandang, juga
saat dilepaskan ke tempat penggembalaan, juga barisan semut dan sarang lebah sesungguhnya
pada peristiwa itu ada unsur keindahannya.
Pada dasarnya manusia dianugerahi Allah potensi untuk dapat menikmati seni
dan mengekspresikan keindahan. Ajakan-ajakan kepada manusia tersebut menunjukkan bahwa seni
merupakan fitrah dan naluri alami manusia. Kemampuan ini yang membedakan
manusia dengan makhluk yang lain. Karena itu, mustahil bila Allah melarang manusia untuk melakukan
kegiatan berkesenian.
Nabi Muhammad SAW sangat menghargai keindahan. Suatu ketika dikisahkan, Nabi
menerima hadiah berupa pakaian yang bersulam benang emas, lalu beliau
mengenakannya dan kemudian naik ke mimbar. Namun tanpa menyampaikan sesuatu
apapun, Beliau turun kembali. Para sahabat sedemikian kagum dengan baju itu,
sampai mereka memegang dan merabanya. Nabi SAW
bersabda: “Apakah kalian mengagumi baju ini?” Mereka berkata, “Kami sama sekali belum pernah melihat
pakaian yang lebih indah dari ini” Nabi bersabda: “Sesungguhnya saputangan Sa’ad bin
Mu’adz di surga jauh lebih indah daripada yang kalian lihat”. [1]
Imam Al Ghazali dalam Ihya
Ulumuddin juga menuliskan bahwa: “Siapa
yang tidak berkesan hatinya di musim bunga dengan kembang-kembangnya, atau oleh
alat musik dan getaran nadanya, maka fitrahnya telah mengidap penyakit parah
yang sulit diobati”.
Pandangan Islam tentang seni, pada
masa awal perkembangan Islam (zaman Nabi SAW
dan para sahabatnya), belum tampak jelas ekspresi kaum muslim terhadap
kesenian. Bahkan, terasa adanya banyak pembatasan - pembatasan yang akan
menghambat perkembangan seni? Menurut Sayyid
Quthb, pada masa itu, kaum muslim masih dalam tahap penghayatan nilai-nilai
Islam dan memfokuskan pada pembersihan gagasan-gagasan jahiliyah yang sudah meresap dalam jiwa masyarakat sejak lama.
Sedangkan sebuah karya seni lahir dari interaksi seseorang atau masyarakat
dengan suatu gagasan, menghayati dengan sempurna sampai menyatu dengan jiwanya.
Karena itu, belum banyak karya seni yang tercipta pada masa awal perkembangan
Islam itu. Dan sesungguhnyalah pembatasan-pembatasan terhadap kesenian karena
adanya sikap kehati-hatian dari kaum muslimin. Kehatihatian itu dimaksudkan
agar mereka tidak terjerumus kepada hal-hal yang bertentangan dengan
nilai-nilai Islam yang menjadi titik perhatian pada waktu itu. M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa
Umar Ibnul Khaththab, khalifah kedua,
pernah berkata, “Umat Islam meninggalkan
dua pertiga dari transaksi ekonomi karena khawatir terjerumus ke dalam haram (riba)”.
Ucapan ini benar adanya, dan agaknya juga terjadi pada kesenian. [2]
Atas dasar kehati-hatian ini pulalah
hendaknya untuk dipahami, adanya
hadits-hadits yang melarang menggambar atau melukis dan memahat makhluk-makhluk
hidup. Apabila seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan
hiasannya yang dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan
menyucikannya, serta mengembangkan serta memperhalus rasa keindahan dalam jiwa
manusia, maka sunnah Nabi mendukung, dan
tidak menentangnya atau melarangnya. Karena ketika itulah, setelah menjadikannya
salah satu nikmat Allah yang
dilimpahkan kepada manusia. Demikian yang disampaikan Muhammad Imarah dalam bukunya Ma’âlim
Al-Manhaj Al-Islâmi yang penerbitannya disponsori Dewan Tertinggi Dakwah
Islam, Al-Azhar bekerjasama dengan Al-Ma’had
Al-’Âlami lil Fikr Al-Islâmi (International
Institute for Islamic Thought).
Dalam peradaban
Islam, yang lebih terasa banyak menaruh perhatian kepada usaha-usaha
memindahkan orisinalitas alam ke berbagai bentuk media karya seni seperti
bangunan, keramik, pakaian, permadani dan tapestry,
ornamen, ukiran, mebel, lukisan, perabotan rumah tangga, tari, musik, sastra,
fotografi dan film serta pertunjukan. Islam melahirkan berbagai macam karya
seni yang mampu mencerahkan moral-spiritual serta peradaban yang unik dan
menarik seperti kaligrafi, ornamen dan ukiran yang menghiasi banyak masjid dan
gedung-gedung, gagang perabotan dan pedang, bejana dari logam (besi, emas,
kuningan, perak, tembaga, dll), perhiasan, keramik atau tembikar, kayu dan
sebagainya. Ungkapan seni dari yang menghibur dan juga berupa permainan, sampai
dengan seni yang membangkitkan rasa haru dan tangis serta yang membuat tertawa
maupun tersenyum. Semua itu terpancar dari apa yang dihasilkan dalam peradaban
Islam itu sendiri dan sesuai zamannya.
Sesungguhnya
Islam mendukung adanya kreasi seni, namun dengan syarat-syarat tertentu, yaitu
yang dapat mendatangkan manfaat atau membangun suatu peradaban yang lebih baik dan
bukan yang mendatangkan mudharat dan
merusak kehidupan seperti menjadikan fitnah, ghibah, maksiat, membangkitkan rasa permusuhan dan sebagainya.
Disebut seni Islam apabila penampilannya tidak melanggar syari’at Islam dan tidak melanggar kesusilaan serta nilai akhlaq.
Seni merupakan
suatu tema yang cukup penting dan berhubungan langsung dengan emosi pribadi dan
perasaan masyarakat, yang kehadirannya tentu tak terelakkan lagi. Seni Islam seharusnya
dapat membangun kecenderungan selera Islami yang semakin baik dan unik serta
positif untuk intelektual, moral-spiritual dan berakhlaq. Juga berorientasi pada segi kejiwaan, ungkapan yang
tertuang kedalam berbagai perangkat yang bisa didengar, dibaca, dilihat,
dirasakan, direnungkan atau dipikirkan sampai dengan seni yang meginspirasi
untuk berbagai hal dan bisa mempraktekkannya. Seni pada akhirnya tidaklah berbeda halnya dengan ilmu pengetahuan, yang
bisa dipergunakan untuk kebaikan atau bisa juga untuk kejahatan, tergantung
dari kadar kekuatan pengaruhnya terhadap penikmat atau pada diri pembuatnya. Karena
seni yang dibuat dan dihasilkan tersebut tentunya mempunyai maksud dan tujuan
dalam hal penciptaannya. Sehingga niat dan konsepsinya pun menjadi penting untuk
disimak sebagai barometer seni Islam yang dianggap bermutu. Jika ada sesuatu
yang yang dianggap halal atau haram misalnya, maka hukumnya jelas mengikutinya.
Pandangan dan
konsepsi seni kontemporer di masa kini terus bergulir mengikuti perkembangan zaman.
Dengan berbagai kemudahan-kemudahan memperoleh material dan perkembangan
teknologi, adanya pengaruh pengetahuan teknologi cyber di dunia maya sebagai sarana informasi-komunikasi global yang
serba cepat dan canggih, membuat seni Islam penilaiannya juga tidak lagi
sederhana, dimana cara berfikir seni Islam pun mengikuti zamannya.
Karya-karya Agus Mulyadi Utomo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar