Akhlaqul Karimah
oleh Agus Mulyadi Utomo
Hidup dan Seni:goesmul.blogspot.com
goesmul@gmail.com
Untuk lebih memahami tentang contoh diri manusia yang
sempurna yakni Muhammad SAW, yang
lahir 20 April 571 Masehi, lalu wafat di saat usia 63 tahun. Beliau bermula
sebagai manusia biasa dan sebagai pengembala serta buta huruf. Kemudian
berdagang (berniaga) dan menikah dengan Siti Khadijah, ketika sempurna akhlaqnya berpredikat sebagai “Al-Amin”
dan Muhammad SAW memasuki alam
kepatuhan sebagai alam malakut (alam
malaikat), diangkat sebagai Nabi (umur 25 tahun). Dan membutuhkan waktu selama
15 tahun dalam suatu proses pendidikan ruhani hingga menjadi Nabi Agung atau Rasul
(umur 40 tahun, 6 bulan dan 8 hari menurut tahun Qamariyah), yaitu pada tanggal 6 Agustus, 17 Ramadhan 610 Masehi [1], ditandai dengan
turunnya 5 ayat perintah untuk membaca dan memahami asal kejadian manusia.
Selama 13 tahun berikutnya beliau memasuki proses lanjutan penyempurnaan hingga
ditandai suatu peristiwa bersifat ruhani atau metafisik dalam peristiwa “Isra Mi’raj” pada hari Kamis, 26 Saffar 1 Hijriah, bulan September 622 Masehi, beliau telah memasuki alam rabbani (alam ke-Tuhanan) berkomunikasi
dengan Allah SWT untuk menerima
perintah sholat. Perjalanan diri
manusia ke dimensi yang lebih tinggi
adalah suatu proses pendidikan ruhani yang langsung dicerdikkan oleh Allah SWT sebagai ilmu laduni
yang perlu untuk dicontoh, bukan
sebagai suatu ilmu yang datangnya tiba-tiba (bhs. Jawa disebut ilmu tiban), dan bukan hanya cerita belaka
serta hal tersebut bisa dibuktikan kebenaran realitasnya, yaitu sebagaimana
dalam ibadah yaitu “Sholat adalah mi’raj orang mukmin” (HR. Bukhari).
Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu
ada suri tauladan yang sempurna (ahlaqul
karimah), yaitu bagi orang yang mengharap rahmat pada hari akhir dan yang
banyak ber-dzikir.
Dalam pengertian kebahasaan akhlaq berasal dari bahasa Arab yaitu isim mashdar (infinitif) dari kata akhlaqa, yukhiqu, ikhlaqan
yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan), tabiat (watak
dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman),
maru’ah (peradaban yang baik) dan ad-din (agama)[2]. diartikan sebagai
budi pekerti atau kelakuan.[3] Kata-kata akhlaq dari bahasa Arab adalah bentuk
jamak (plural) dari kata-kata al-khuluq
(khuluk) atau khulq, secara bahasa memiliki arti gambaran batin (QS Al
Qalam: 4) yakni ‘perangai’ atau ‘tabiat’ atau ‘kebiasaan’, juga ‘budi
pekerti’ atau ‘tingkah laku’. Jika diambil dari kata khalaq itu berarti kejadian atau buatan. Secara etimologi akhlaq adalah perangai atau budi pekerti
atau tingkah laku atau tabiat, bisa juga
sebagai sistem prilaku yang dibuat (QS.
Asy Syuara: 137). Dalam perjalanan keilmuan kemudian dikenal
istilah-istilah antara lain adab (tata krama), sopan-santun, etika, moral,
karakter, disamping kata ahklaq itu
sendiri yang masing-masing istilah mempunyai definisi berbeda. Sedangkan secara
terminologis akhlaq adalah ilmu yang
menentukan batas antara yang baik dan yang buruk, antara yang terbaik dan yang
tercela, baik itu tentang perkataan maupun perbuatan manusia lahir dan batin. Akhlaq itu bisa saja baik dan bisa juga
buruk, benar dan salah, haq dan batil, ma’ruf dan mungkar, semua
tergantung dari tata nilai yang dipakai sebagai pedoman atau sumbernya seperti Al Qur’an (wahyu) dan Hadits yaitu berpijak pada kebenaran yang digariskan nash agama, berlaku umum, menyeluruh
(universal) tidak terikat oleh waktu dan tempat. Bebeda dengan etika yang
berlandaskan pada budaya dan hasil pemikiran, yang sasarannya pada baik-buruk,
salah-benar yang terikat waktu dan tempat serta adat kebiasaan yang berlaku,
sehingga etika yang berlaku di Eropa seperti Inggris dan Belanda tidak sama
dengan Jepang ataupun Arab, demikian pula dengan etika Barat dengan etika Timur
ada perbedaan. Ahklaq yang baik dalam
Islam biasa disebut ahlaqul karimah atau akhlaq
mahmudah (budi pekerti mulia atau terpuji).
Sedangkan akhlaq yang buruk
bisa disebut akhlaq sayyi’ah atau akhlaq madmumah (budi pekerti jahat /
tercela). Akhlaq bisa bersifat bawaan
(fitriyah), yaitu sifat bawaan yang
melekat dalam fitrah seseorang yang dengannya ia diciptakan, baik fisik maupun
mental kejiwaanya. Ada pula bersifat muktasabah,
yaitu sifat yang sebelumnya tidak ada namun kemudian diperoleh atau dipengaruhi
oleh lingkungan alam dan sosial, pendidikan, pelatihan dan pengalaman.
Pengembangan akhlaq dalam kehidupan
meliputi kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, organisasi, bisnis, profesi,
berbangsa dan bernegara, lingkungan alam dan sosial, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, seni
dan budaya.
Dalam keseluruhan
ajaran Islam, akhlaq menempati kedudukan
istimewa dan sangat penting (48,5%). Rasulullah menempatkan penyempurnaan akhlaq yang mulia sebagai misi pokok
risalah Islam, sabdanya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlaq yang mulia” (HR. Baihaqi).
Sebagai ajaran pokok agama sehingga Rasulullah pernah mendefinisikan agama itu
dengan akhlaq yang baik (bush al-khuluq). Ada riwayat seorang
laki-laki bertanya kepada Rasullullah:
“Ya
Rasullullah, apakah agama itu ? Beliau menjawab: (agama adalah) “Akhlaq yang baik”.
Pendefinisian agama (Islam) dengan akhlaq
yang baik itu sebanding dengan ibadah
hajji dengan wuquf di ‘Arafah. Rasulullah menyebutkan ”Hajji adalah wukuf di ‘Arafah” yang artinya tidak sah
hajji seseorang tanpa wukuf
dan Arafah. Akhlaq yang baik
akan memberatkan timbangan kebaikan seseorang pada hari kiamat. Rasulullah bersabda:”Tidak
ada satupun yang akan lebih memberatkan timbangan (kebaikan) seorang hamba
mukmin nanti pada hari kiamat selain dari akhlaq yang baik” (HR. Tirmidzi). Akhlaq juga menjadi ukuran kualitas iman seseorang hamba. Rasulullah bersabda: “Orang
mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya”
(HR. Tirmidzi). Juga “Sesungguhnya
orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya dari pada hari
kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya”. ( HR.Tirmidzi ).
Akhlaqul karimah adalah simbol dan ekspresi jasmaniah
dan ruhaniah keagamaan, merupakan pola prilaku yang dilandasi serta
memanifestasikan nilai-nilai iman, islam dan ikhsan. Sedangkan akhlaq
sayyi’ah adalah sebaliknya. Di Indonesia kata-kata akhlaq secara sosiologis sudah mengandung nilai dan konotasi baik.
Jika seseorang dikatakan ber-akhlaq,
itu berarti orang tersebut telah berbudi-pekerti baik. Berikut dalam hadits yang artinya : “Orang
yang paling baik ke-Islamannya ialah orang yang paling baik akhlaqnya”
(HR. HR. Ahmad). Dalam riwayat
Bukhari dan Muslim disebutkan ”Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang
terbaik akhlaqnya”. Dengan demikian manusia harus bisa menangkap makna
dibalik itu semua, terutama pendidikan jasmani dan ruhani. Sebagai pemeluk
agama Islam yang serius mengedepankan
pendidikan moralitas dan etika, serta ikut aktif atau melibatkan diri di
dalam kehidupan sosial – kemasyarakatan. Juga sebagai muslim sejati harus
membuka hati, mata, telinga dan pikiran terhadap kejadian disekitarnya serta
turut mendorong atau ambil bagian dalam usaha bersama untuk memperbaiki masyarakat.
Amal dan ibadah
dalam ajaran Islam demikian luas dan dalam. Tidak hanya meliputi kehidupan
ummat manusia, tetapi juga menjangkau keseluruh kehidupan dan isi jagat raya.
Dan apabila ada yang bertanya tentang apa yang sebenarnya dikehendaki oleh
ajaran Islam yang demikian luas dan dalam tersebut dari manusia ? Jawabnya
pendek atau sederhana saja, yakni Islam
menghendaki agar manusia menjadi orang yang baik dan ber-akhlaqul karimah! Untuk maksud itulah Rasulullah SAW diutus oleh Allah
SWT ke permukaan bumi, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: yang artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk
menyempurnakan akhlaq / budi pekerti yang luhur / mulia” (HR. Ahmad, Baihaqi dan Malik).
Akhlaq mempunyai nilai yang tinggi dan
utama. Abu Hurairah mengabarkan bahwa suatu
saat Rasulullah pernah ditanya tentang
kriteria orang yang paling banyak masuk surga. Beliau menjawab: “Taqwa kepada Allah dan akhlaq
yang baik” (HR.Tirmizi).
Dalam hadits disebutkan pula yang
artinya: ”Taqwa kepada Allah dan akhlaq yang baik adalah sesuatu yang paling
banyak membawa manusia ke dalam surga” (HR. Tirmizi). Juga disebut dalam hadits yang artinya: ”Tidak ada sesuatu yang lebih berat dari
timbangan orang Mukmin pada hari kiamat daripada akhlaq yang baik” (HR. Tirmizi). Dalam timbangan seorang
hamba (mizan) amal pada hari kiamat
tidak ada yang lebih berat dari pada akhlaq
yang baik. Sabda Rasul “Sesuatu yang berat dalam mizan adalah akhlaq
yang baik” (HR. Abu Daud dan
Ahmad). Juga sabda Beliau “Sesungguhnya sesuatu yang paling utama dalam
timbangan (mizan) pada hari kiamat adalah akhlaq yang baik” (HR. Ahmad). Hadits – hadits di atas dapatlah dipahami bahwa akhlaq yang paling baik memiliki
keutamaan yang tinggi. Karena itu sudah sepantasnya setiap muslim mengambil akhlaq sebagai perhiasan dalam
kehidupannya.
Dalam sabdanya Nabi SAW menegaskan lagi bahwa: ”Orang
mu’min yang paling sempurna imannya, adalah orang yang paling baik akhlaq /
budi pekertinya”. Juga yang artinya: “Mukmin yang paling sempurna
imannya adalah orang yang paling baik akhlaqnya” (HR. Tirmizi). Dari Jabir r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling saya kasihi
dan yang paling dekat padaku majelisnya di hari kiamat ialah yang terbaik budi
pekertinya” (HR. Tirmizi).
Dengan demikian, maka semua ajaran dan amalan serta peribadatan dalam Islam,
jelas itu semuanya bermuara pada akhlaq.
Islam memandang bahwa akhlaq yang mulia
dan utama adalah sebagian dari iman, bahkan merupakan “buahnya” yang manis. Syari’at Islam menggariskan laku
perbuatan bernilai akhlaq, yang
selalu mengajak kepada ‘amar bil ma’ruf dan nahyi m’anil munkar’, dan ketaqwaan
memerintahkan kepada yang baik dan mencegah ke yang buruk.
Akhlaqul Karimah adalah akhlaq yang terpuji bagi Rasulullah
SAW, tidak hanya oleh manusia tetapi juga oleh Allah SWT, tersebut dalam firmannya QS. Al Qalam : 4 yang artinya: “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad)
benar-benar berbudi pekerti yang agung”. Sebagaimana telah diyakini
bahwa Nabi Muhammad SAW diutus Allah SWT untuk menyampaikan risalah Al-Islam, sekaligus sebagai Rahmatan-lil
‘alamin (sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta). Wujud dari rahmatan-lil ‘alamin itu yakni bahwa
semua peraturan-peraturan yang diajarkannya, bukan hanya untuk kebahagiaan
ummat Islam saja, tetapi juga untuk seluruh ummat manusia. Norma dan peraturan
diwujudkan dalam bentuk amal perbuatan, sedangkan akhlaq-nya berfungsi sebagai uswatun hasanah (suri tauladan yang
baik), sebagai contohan dari para pribadi ummat muslim khususnya untuk ditiru,
juga oleh ummat manusia lainnya. Nabi Muhammad SAW sejak mula kehidupannya terkenal berbudi pekerti baik dan tanpa
cela. Sejak usia muda beliau telah memperoleh gelar kehormatan dari kaumnya
sebagai Al-Amin (yang jujur dan sangat dapat dipercaya). ‘Aisyah
sendiri, ketika ditanya tentang apa dan bagaimana akhlaq Rasulullah SAW itu, beliau menjawab bahwa ”Akhlaq
Rasulullah itu adalah Al Qur’an”.
Meneladani Rasul melalui
pemahaman Al-Qur’an dan Al-Hadits adalah cara mencapai derajat akhlaq mulia.
Sayyidah Aisyah
Rah dari Yazid bin Babnas, "Akhlaq atau
khuluq Rasul adalah Al Qur’an, apakah engkau telah membaca Surah Al-Mukminun dan Al-Furqan ? tanya Aisyah”. Dalam surah Al-Mukminun dan Al-Furqan terdapat sifat akhlaq terpuji dari Rasulullah SAW yakni khusyuk
dalam sholat, menghindari dari omong
kosong yang bersifat sia-sia, berzakat,
menjaga kehormatan, memelihara amanah dan janji, berjalan dengan hati yang
rendah, merespon teguran orang jahil dengan baik dan penuh kedamaian,
melaksanakan ibadah tahajud di malam
hari, selalu bermohon agar terhindar
dari siksa neraka, berkesinambungan dalam mempergunakan harta (tidak bersifat
boros atau royal dan juga tidak kikir), tidak membunuh jiwa, tidak berzina,
tidak memberi kesaksian palsu, menjaga kehormatan diri dari berbicara keji dan
sia-sia, memiliki obsesi besar untuk masa depan dan generasi Al Qur’an.
Sahabat Rasulullah
SAW, yaitu Anas r.a, selama
lebih dari 10 tahun sebagai pengabdi setia (pelayan) menuturkan:
- Selama saya berada bersama Rasulullah, belum pernah saya menmdengar satu katapun dari berliau
yang merupakan umpatan atau celaan, walaupun hanya kata-kata bah atau cis!
- Bila dimohon untuk mengutuk seseorang, selalu menjawab
bahwa aku diutus bukan untuk mengutuk, tetapi sebagai pembawa rahmat bagi isi
seluruh alam semesta (QS. Al-Anbiya:107)
- Dikunjunginya orang sakit, diiringkannya setiap usungan
jenazah yang ditemuinya, diterimanya undangan seseorang yang mengajak makan
bersama, meskipun undangan itu datangnya dari seorang budak berkulit hitam.
- Dijahitnya pakaiannya sendiri yang koyak, diperahnya susu
kambingnya, dilayaninya dirinya sendiri.
- Tidak pernah menarik terlebih dahulu tangannya dari
genggaman salam orang lain dan tidak pernah berpaling sebelum orang lain
berpaling.
-
Tangannya senang memberi, hatinya sangat pemberani,
lidahnya amat sangat di percaya.
- Seorang pelindung yang paling jujur terhadap orang yang
dilindungi, serta paling lemah lembut dan ramah dalam pembicaraannya.
- Orang yang melihat wajahnya, akan senantiasa
memperlihatkan rasa hormat sekaligus mencintainya, seraya berkata; tidak pernah
saya melihat seseorang seperti beliau, Ia demikian baik dan mulia.
- Senantiasa berkata tegas dan berhati-hati, sehingga orang
tak akan lupa terhadap perkataannya.
-
Seorang yang sabar, murah hati dan tidak mementingkan
dirinya sendiri, serta senantiasa turut merasakan perasaan seseorang yang
sedang dirundung malang dan duka cita.
-
Dibaginya makanan terhadap orang lain, meskipun dalam
situasi kekurangan, serta selalu menunjukkan perhatian terhadap keadaan orang
disekitarnya.
-
Biasa berhenti di jalan mendengarkan keluhan dan
kesusahan orang kecil (rakyat jelata) serta mencarikan jalan pemecahannya.
- Sering berkunjung kerumah-rumah orang kebanyakan, untuk
menghibur mereka yang ditimpa musibah atau menggembirakan mereka yang sedang
dirundung malang.
- Budak-budak sahaya sering memegang tangannya dan
menarik-nariknya untuk menemui tuan-tuannya agar mendapatkan perbaikan
perlakuan dan nasibnya yang buruk, atau dibebaskan sama sekali dari perbudakan.
-Beliau tidak pernah duduk makan tanpa lebih dahulu
berdo’a memohon rahmat keberkahan Allah
SWT dan tidak berdiri setelah selesai makan tanpa terlebih dahulu
mengucapkan syukur kepada-Nya.
- Tegas terhadap musuh negara, tetapi semua ejekan, hinaan
dan tindak kekerasan serta penganiayaan yang pernah beliau alami, semuanya
dilupakan saat beliau telah memperoleh kemenangan, bahkan penjahat yang paling
besarpun dimaafkan dan diampuni. Sikapnya terhadap musuh yang tertawan, tetap
mulia dan sabar penuh kerahiman.
- Sangat sederhana dalam hidupnya. Yang sering menjadi menu
makanannya sehari-hari hanyalah kurma dan air, bahkan beliau sering berpuasa,
dirumahnya tidak dijumpai makanan.
- Konsepsi kemasyarakatannya bersifat membangun, bukan
meruntuhkan. Dalam suasana jiwanya yang tinggi, beliau tidak pernah mengabaikan
kesucian keluarganya. Baginya mengabdi pada ummat manusia adalah perbuatan
ibadah yang paling tinggi.
- Anak-anak baginya adalah amanat Allah SWT yang harus dibesarkan dengan lemah lembut dan kasih
sayang, sedangkan orang tua harus dihormati dan disayangi serta dimuliakan.
Demikianlah antara lain kata-kata sahabat Rasulullah SAW yaitu Anas r.a pada 15 abad yang lalu untuk bisa direnungi
kembali.
Dalam diri
Rasulullah terkumpul akhlaqul karimah, contoh dan suri
tauladan yang baik bagi ummat Islam yang beriman (percaya) dan yang bertaqwa (taat) disebutkan dalam Al Qur’an dalam QS.
Al-Ahzab : 21 yang artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (keselamatan di) hari kiamat dan banyak menyebut
Allah”. Sifat-sifat utama
seperti lemah lembut, rendah hati, jujur, terpercaya, tidak suka mencari-cari
cacat orang lain, sabar, tidak angkuh, santun dan tidak mabuk sanjungan
(pujian) ada pada diri Rasulullah SAW.
Rasulullah tidak pernah berputus asa
dalam berusaha dan dengan cepat melupakan hal-hal yang tidak berkenan dalam
hatinya serta tidak mendendam. Sifat-sifat inilah yang menjadi panutan bagi
para ummat muslim seluruhnya. Karena akhlaqul karimah inilah kemudian Rasulullah sangat dihormati dan disegani
baik lawan (musuh dalam perang) maupun kawan (para sahabat).
Imam al-Ghazali
memberikan pengertian tentang akhlaq
antara lain: Akhlaq ialah gejala
kejiwaan yang sudah meresap dalam jiwa, yang dari padanya timbul
perbuatan-perbuatan dengan mudah, tampa mempergunakan pertimbangan pemikiran
terlebih dahulu. Apabila yang timbul dari padanya adalah perbuatan yang baik
menurut akal dan syara’ maka disebut akhlaq yang baik. Sebaliknya bila yang
timbul adalah perbuatan yang jelek maka disebut akhlaq yang buruk. Lebih lanjut ruang lingkupnya meliputi seluruh
aspek kehidupan perorangan maupun kemasyarakatan, karena Islam berjalan pada syari’at yang benar, dan kesempurnaan akhlaq membawa keselamatan bagi
menjalankannya, sebagai penuntun dan pembimbing kejalan yang benar, bahkan
membawa kejenjang kemulyaan dunia dan akhirat.
Akhlaq yang tidak bersumber dari unsur
keagamaan (sekuler) bisa juga terlihat baik karena adanya kepatuhan kepada
adat-istiadat, seni-budaya, peraturan atau kebiasaan tertentu yang merujuk pada
unsur perasaan dan tatalaku yang bersifat umum (universal), yang umumnya
termasuk dalam ilmu etika, budi pekerti, kesopan-santunan atau tata krama dan
sebagainya. Namun demikian, bisa saja
kita tertipu akan penampilan luarnya, namun di dalam hati ternyata tidak
demikian. Banyak hal yang dapat mempengaruhi prilaku seseorang, bisa dari
keluarga terdekatnya, adat istiadat, keturunan, bakat, kesukuan, lingkungan dan
kehidupan itu sendiri yang dialami dan sebagainya.
Macam-macam Akhlaq
1). Akhlaq
Terpuji:
a. Qana’ah, yaitu rela menerima apa adanya serta menjauhkan diri
dari sikap tidak puas.
b. Zuhud, yaitu menghindari atau meninggalkan atau menjauhi sifat
mencintai ke-duniawian (yang berlebih-lebihan), karena semua itu tidak kekal
tapi semata-mata karena ibadah kepada Allah
SWT dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bermasyarakat, berkeluarga dan
kehidupan pribadi. Sabda Rasulullah SAW:
“Ad-dun-ya sijnul-mu-‘mini wa
jannatul-kaafiri”, artinya: “Dunia
itu penjara bagi orang mu’min dan surga bagi orang kafir” (HR. Muslim dari Abi Hurairah). Lalu hadits
lain menyebut “Ad-dun-ya mal’uuna-tun,
mal-‘uunun maa fihaa, illaa maa kaana lil-laahi minhaa”, artinya: ”Dunia itu terkutuk, terkutuk apa yang ada di
dalamnya, selain apa yang ada bagi (karena) Allah daripadanya” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abi Hurairah).
Juga “Hubbud-dun-ya ra’-su kulli
khathii-a-tin”, artinya: “Kecintaan
kepada dunia itu pokok tiap-tiap kesalahan” (HR.Ahmad, Al Bazzar, Ath-Thabrani dari Abu Musa Al-Asy’ari).
c.
Iffah, yaitu menjauhkan
(menahan) diri dari yang tidak halal atau
memelihara dari meminta-minta.
d. Syaja’ah, yaitu keberanian diri untuk menegakkan kebenaran dan
menyingkirkan kemungkaran.
2).
Akhlaq Tercela:
- Hasud atau dengki, yaitu sifat iri hati terhadap nikmat Allah SWT yang diberikan kepada orang lain.
b. Ghibah, yaitu menceritakan aib dan kejelekan orang lain
sehingga menurunkan martabat dan kehormatan.
c. Naminah, yaitu mengadu domba dua orang atau lebih dengan tujuan
agar saling bermusuhan.
d. Tahassus, yaitu menyiarkan kesalahan dan kejelekan orang lain.
e. Munafik, yaitu menyembunyikan kekafiran dalam hatinya dan
menampakkan iman dengan lidahnya.
f. Memaki atau
menista, yaitu penghinaan dengan kata-kata yang busuk dengan maksud untuk
menghinakan.
g. Qattah, yaitu menyadap pembicaraan orang lain kemudian hasil
pendengarannya yang tidak lengkap ini setelah ditambah dan dikurangi disiarkan
kepada masyarakat luas.
[2] Departemen
Agama, Modul Pesantren Kilat SMA/SMK,
Depag Kanwil Prov. Bali, Denpasar, 2004,
Hal. 109
gosmul@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar