Laman

Pengikut

Jumat, 16 Maret 2012

Perubahan dan Perkembangan Keramik

Perubahan dan Perkembangan Keramik
oleh Agus Mulyadi Utomo
Hidup dan Seni:goesmul.blogspot.com/Pengetahuan Keramik
goesmul@gmail.com

Perubahan dan perkembangan keramik juga bersumber dari faktor dalam dan faktor luar suatu komunitas. Dalam hal ini, kontribusi kaum intelektual tidak dapat dielakkan dalam membentuk sistem pengetahuan masyarakat (Kuntowijoyo: 1987, 12) yang secara luas mencakup kriyawan, ahli, sarjana, dan seniman sebagai sumber daya kreativitas produk.

Institusi pendidikan seperti Institut Seni Indonesia Denpasar, melalui dosen. mahasiswa dan alumninya, sudah melakukan praktek atau kegiatan produksi. Walaupun tidak menyentuh langsung secara ekonomis, akan tetapi hal tersebut memiliki arti cukup penting pada masa-masa berikutnya. 

 Pengembangan yang dilakukan lebih kepada peningkatan nilai tambah produk melalui aplikasi desain dan dekorasi produk keramik dengan ragam hias atau ornamen, memperkaya produk-produk yang telah ada, dengan merujuk pada berbagai jenis produk dari bahan lain maupun bahan yang sama dari sumber berbeda. Replikasi yang dilakukan perajin keramik, semacam itu merupakan fenomena umum agar supaya terhindar dari kesulitan ekonomis. Bentuk-bentuk keramik yang dikembangkan bisa meliputi: peralatan makan –minum, pot, vas bunga, peralatan rumah tangga, bahan keperluan bangunan ekstrerior dan interior, benda kerajinan dan benda seni yakni dengan memberi tekanan pada aspek dekorasi atau ornament atau hiasannya. Sementara itu hingga kini sentra-sentra keramik tradisional masih didominasi oleh produk peralatan dapur seperti: tungku (keren), anglo dengan berbaggai jenis, kwali, kekep, kendil, pengaron, genok, klenting, gentong, cowek, layah, kendi atau caratan, padasan, di samping bentuk-bentuk lain seperti : pipa, pot bunga polos, pot bunga gantung, pot bunga berukir. Selanjutnya dengan mengembangkan bentuk-bentuk lain, tumbuh-tumbuhan, manusia, binatang dan abstrak-geometri yang diterapkan pada produk keramik, dari jenis gerabah, stoneware sampai porselin, dengan teknik dekorasi yang beragam.

Apabila pada masa sebelumnya perajin dan para seniman keramik  menggunakan bahan baku dari lingkungan sekitarnya dengan sistem sewa atau beli untuk bahan tanah liat dan pasir sebagai campuran, maka pada masa kini perajin / seniman / kriyawan / pengusaha telah mendatangkan tanah hat dari daerah lain yang sesuai. Di samping itu, ada Unit-unit Pelayanan Teknis dari instansi pemerintah dan swasta yang melayani bahan baku keramik, sehingga memudahkan produksi keramik dan merupakan peluang bisnis produk seni yang cukup menjanjikan pegiat seni yang kreatif dan inovatif.

Fenomena yang terakhir ini, terkait dengan masalah teknologi bahan, garapan  dan pembakaran, sehingga produk-produk yang dihasilkan memiliki kualitas lebih baik. Kualitas yang baik ini berpengaruh terhadap segmentasi dan jaringan pasar lebih luas, sehingga produk keramik mampu menjadi komoditas ekspor. Perkembangan desain dan teknologi pembakaran tinggi yang dikenal melalui teknik glasir, di Bali telah berlangsung, diantaranya merupakan hasil kerjasama dari Jurusan Kriya Institut Seni Indonesia Denpasar dengan BPPT. Unit Pelayanan Teknis Keramik dan Porselin Bali, sebagai tempat magang dan praktek serta pembinaan masyarakat perajin, juga mahasiswa.

Produksi keramik sekarang telah mencapai tingkat diversifikasi produksi tinggi, tidak hanya pada produk fungsional praktis, akan tetapi telah menjadi objek estetik, yaitu elemen estetik interior dan eksterior. Produk yang berorientasi ke arah objek estetik dengan tingkat keberhasilan ekonomis mendorong konsentrasi perajin ke jenis produk baru dan pembuatan produk-produk tradisional semakin beragam. Kebaruan dalam seni yang mengarah pada keragaman stilistik didorong oleh tujuan ekonomi melalui campur tangan pecinta keramik, pedagang-pengusaha diantara tangan terampil dan seniman. Perkembangan bentuk produk non-tradisional menjadi objek garapan utama masyarakat perajin yang didasarkan pada ide-ide dari luar yang tumbuh pada tuntutan konsumen yang selalu berubah. Jangkauan pasar internasional dengan berbagai kualifikasi, baik bentuk, corak, gaya, maupun citarasa dan lain-lain mendominasi produk-produk baru, sebagai bentuk-bentuk non-tradisional. Fenomena ini, dimungkinkan oleh karena investor dan pasar menjadi pembuat cita rasa dan pembentuk nilai-nilai budaya bangsa. (Abraham M. Francis: 1991,29).

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa dalam perjalanannya yang panjang produk keramik, tidak hanya bersifat statis, melainkan mengalami berbagai perubahan baik dalam bentuk, teknologi bahan, garapan atau produksi, distribusi maupun konsumsi. Keramik yang pada awalnya merupakan suatu kegiatan ekonomi yang bersifat sub-sistem, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat, dewasa ini telah berkembang ke arah bisnis-komersial. Jenis produksi yang semula terbatas pada bentuk-bentuk perkakas rumah tangga, kini telah berkembang ke arah objek estetik dengan tingkat variasi tinggi.

Awalnya, keramik dijajakan secara keliling dengan sarana transportasi tradisional, kini telah memanfaatkan jasa internet, informasi dan komunikasi yang canggih, sistem transportasi modern, dengan jaringan pemasaran ke berbagai daerah dan bahkan menjadi komoditas eksport ke berbagai negara.

Demikian dengan teknologi pembuatan yang semula sangat sederhana, walaupun saat ini jasa teknologi tersebut masih juga dimanfaatkan, akan tetapi beberapa di antara para pelaku sektor seni-budaya ini telah mengadopsi teknologi menengah maupun maju. Pada keramik tradisional pembuatannya didominasi wanita, laki-laki yang pada awalnya kurang terlibat kini peran dalam proses pembentukan produk justru menjadi dominan, khususnya pada produk-produk jenis baru atau bentuk-bentuk non-tradisional dengan desain-desain yang beragam.

Kontak sosial dan cultural, perajin dengan masyarakat luas berpengaruh terhadap variasi produk yang dihasilkan perajin keramik. Hubungan yang terjalin antara seniman, pedagang, konsumen mendapatkan respon terhadap penciptaan produk-produk baru. Pesanan produk keramik, baik yang bersifat langsung dengan cara memesan bentuk tertentu yang diinginkan, maupun melalui gambar kerja atau desain sering terjadi, dan juga pesanan melalui gambar kerja, dimana pemesan dapat menyodorkan desain dan motif tertentu. Adanya hubungan baik seniman dengan pengusaha dengan kemampuan pemasaran, yang tentu memiliki andil terhadap munculnya produk-produk baru.

Tuntutan pasar yang merujuk pada selera publik sering menyebabkan dekadensi, vulgarisasi dan bahkan pencemaran. Selera publik harus dikawal dan dikelola dengan baik, karena seringkali dianggap sebagai penyebab lunturnya formalisme budaya. Akan tetapi deformalisasi merupakan gejala yang lumrah. Sehingga sebuah kebijaksanaan kebudayaan pada hakekatnya merupakan penjaga agar deformalisasi itu justru menjadi dasar bagi tumbuhnya kreativitas baru dan bukan menuju kepada anarkisme budaya nyata. Akselerasi tuntutan pasar yang semakin beragam memacu perkembangan produk keramik ini. Produk yang dihasilkan tidak lagi hanya berorientasi kepada peralatan yang fungsional saja, akan tetapi menjadi objek estetik dan ekspresi menampung segala tujuan. Modifikasi bentuk-bentuk tradisional dengan pengalihan fungsi dan penambahan elemen estetik memperoleh bentuk yang menjadi komoditas baru di pasaran. Demikian juga pesanan dari luar negeri, akan makin memperkaya variasi produk keramik (Bud Mochtar: 1991, 19).

Uraian yang menggambarkan berbagai perubahan dalam produk keramik, baik pada aspek teknologi bahan, garapan, desain, pembakaran, maupun pemasaran. Dalam perspektif luas, perubahan teknologi bahan mencakup suatu sistem aktivitas pemilihan dan persiapan bahan, desain dan pembuatan, distribusi dan pengunaan serta pemanfaatan ulang artefak dan sekelompok artefak yang telah ada. Perubahan terhadap produk seni berkait erat dengan perubahan sosial dan kultural masyarakat setempat, sebab kesenian adalah produk sosial dan produk budaya. Dimana proses perubahan sosial dan kultural tercemin pada produk yang dihasilkan (Miriam T. Stark and William A. Longacre: 1993, 18).

Dalam upaya memahami konteks sosial dan kultural perubahan keramik akan juga mengungkap persoalan timbulnya produk keramik baru. Pemahaman terhadap timbulnya produk baru akan bersinggungan dengan persoalan desain. Sifat keramik yang tahan cuaca dan awet, merupakan salah satu produk budaya yang penting dan merupakan salah satu sarana untuk dapat diperoleh suatu hubungan dengan masa lalu. Sebagai produk budaya materi, Celia Lury menyebut bahwa keramik dapat dipandang sebagai objektivitasi ide, nilai, norma dan peraturan maupun perilaku masyarakat (Celia Lury: 1998, 58).

Dalam konteks seperti itu, ide, nilai, norma dan lain-lain yang diobjektivikasi ke dalam bentuk tertentu merupakan refleksi pelaku seni. Oleh karena itu produk keramik di satu daerah akan berbeda dengan jenis keramik yang dihasilkan di daerah lain. Perbedaan terhadap bentuk produk, hiasan atau ornamen, teknologi, fungsi dan makna tersebut tidak bersifat kebetulan semata, akan tetapi memiliki dasar budaya yang berkarakteristik. Sehingga untuk produk yang tampak sejenis akan berbeda dalam bentuk, demikian juga ornamen atau hiasan yang diterapkan pada produk keramik.

 Perlengkapan yang dipilih dan digunakan seniman atau perajin atau kriyawan tidak bersifat universal, akan tetapi bergantung pada konteks khusus dan pada sejarah penggunaan serta pembuatan masa lampau, sehingga bentuk, gaya dan makna artefak yang telah didesain sebagai hasil dari suatu proses desain-dekoratif ditentukan oleh cara pembuatan produk, tuntutan sosial-ekonomi, proses manufaktur dan konsumsi produk akhir serta konteks kultural yang memungkinkan tumbuhnya kebutuhan penggunaan terhadap objek-produk masyarakat secara luas

Urgensi keramik dalam kehidupan, yang dapat dimanfaatkan dalam praktek kehidupan sehari-hari, dan  keramik produksi Bali di satu sisi dipergunakan sebagai peralatan praktis seperti makan, minum, menyimpan bahan makanan dan sebagainya, sementara di sisi lain keramik juga ada berfungsi sebagai sarana upacara ritual tertentu, misal pada upacara kelahiran untuk menyimpan plasenta, atau untuk membakar kemenyan pada upacara ritual yang berbeda atau dalam upacara Ngaben di Bali.

Dalam dimensi yang lain, keramik juga berperan sebagai cinderamata (gift-giving) dan bahkan menjadi benda ekspresi seni. Di samping memenuhi fungsi sosial seperti tersebut, seiring dengan perkembangan peradaban manusia, keramik menjadi komoditas ekonomi menyusul dikenalnya sistem komersial.

Tradisi penggunaan gerabah masih berlangsung hingga kini, terutama di desa-desa. Gerabah yang sehari-hari sudah banyak tergantikan oleh bahan lain, namun demikian masih ada yang menggunakannya terutama untuk memasak obat-obat traisional, kuali untuk memasak sayuran alami, cubek atau layah dan cuwo untuk piring dan pengaron atau gebeh untuk wadah air. Sedangkan fungsi magis relegius dapat dijumpai melalui bentuk-bentuk seperti kendil / payuk atau periuk atau layah, dan bentuk-bentuk perlambangan dan yang berukuran kecil untuk sesaji dalam upacara adat. Kemampuan pembuatan gerabah ini sudah tampak dalam periode budaya agraris (agriculture), yang menunjukkan perkembangan peradaban. Perkembangan yang secara umum diikuti oleh suatu peningkatan kebutuhan hidup yaitu keperluan terhadap tempat makan-minum dan peralatan dapur, sehingga orang kemudian memproduksi beberapa gerabah seperti cawan, periuk dan tempayan. Merupakan salah satu cara yang paling penting dalam hubungan antar manusia secara sosial adalah melalui perantaraan benda-benda, termasuk keramik jenis gerabah ini.

Budaya materi merupakan istilah bagi kajian hubungan manusia-benda, suatu kajian mengenai manfaat benda-benda atau objek-objek. Budaya materi tersebut, dengan demikian menjadi berguna, karena menunjukkan bahwa materi dan budaya selalu berkombinasi dalam hubungan-hubungan yang spesifik dan bahwa hubungan-hubungan ini dapat pula menjadi objek studi wilayah artefak yang dikenal luas sebagai budaya materi yang mencakup: alat, peralatan, senjata, ornamen, perkakas domestik, objek-objek relegi, barang-barang antik, artefak primitif, bahan-bahan tradisi dan lain-lain. Keramik sebagai artefak merupakan salah satu produk budaya materi yang sangat penting dan merupakan salah satu sarana yang bila melaluinya dapat diperoleh sutu hubungan dengan masa lalu. Semenjak keramik memainkan peran penting dalam kehidupan sosial masa lalu, keramik menjadi suatu sumber data yang sangat bernilai untuk, merekonstruksi kondisi social saat itu. Sehingga jejak-jejak perubahan kebudayaan yang tercemin melalui pengalihan teknologi dan gaya keramik dalam suatu masyarakat akan memberikan indikasi informasi yang bernilai tentang peristiwa masa lalu.

Telaah melalui perubahan stifistik, morfologi, dan teknologi akan mencerminkan bagaimana pengaruh dari pembuat keramik inovatif dalam masyarakat maupun akibat-akibat dari konteks sosial dan kultural. Oleh karena itu studi perubahan keramik melalui kajian terhadap akibat-akibat atau pun reaksi perubahan tertentu dalam masyarakat pembuat keramik akan memberikan informasi tersebut. Seperti juga karya seni murni dan arsitektur, objek-objek yang dihasilkan secara industrial dapat dilihat sebagai manifestasi perubahan dalam iklim mental sebagaimana kehendak sejarah, karena desain merupakan suatu upaya secara sadar untuk mengadakan tatanan yang bermakna, sehingga bentuk dari artefak manusia, melalui desainnya, dapat dipahami dalam konteks waktu khususnya.

Desain adalah suatu proses yang umum untuk menciptakan berbagai karya seni dan secara luas mencakup berbagai hasil kebudayaan material, baik dari masa lampau, masa kini, maupun masa yang akan datang. Sehingga tidak ada perbedaan esensial antara desain sebuah lukisan dengan desain dari objek-objek barang atau produk keperluan sehari-hari. Oleh sebab itu, karya seni dalam berbagai jenisnya menunjukkan pola-pola umum tertentu dari apa yang disebut sebagai prinsip-prinsip desain. Suatu prinsip yang pada akhirnya didasarkan pada cara melihat seseorang yang paling efektif dan menyenangkan dan pada cara bahan-bahan dapat dibentuk dengan sangat memuaskan dari sudut pandang efektif dan dapat menyenangkan. Prinsip-prinsip desain merupakan hasil dari eksperimentasi jangka panjang baik secara empiris maupun intuitif.

Desain merupakan suatu proses dan hasil dari proses tersebut yang berupa bentuk, gaya dan makna yang telah dirancang. Secara semantik kebermaknaan itu dikemas dalam bentuk ekspresi seni seperti hadirnya rasa “artistik, "indah", “lucu", sejuk", mungil", tersernbunyi", realistik", abstrak", atau "baik atau buruk”, disamping makna sosial lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi proses desain yakni adaya gagasan atau ide dari desainer; faktor teknologi yang menentukan pembuatan produk; tuntutan sosio-ekonomis, proses manufaktur dan konsumsi produk akhir; konteks kultural yang memberikan tumbuhnya kebutuhan terhadap objek serta kondisi manufakturnya. Demikian juga hasil berupa produk, sebagai realisasi proses, merupakan objektivikasi dari kesadaran manusia. Sehingga desain, melalui produk keramik yang tercipta sedemikian rupa dipengaruhi oleh dan pada gilirannya akan mempengaruhi ideologi dan perubahan sosial.

Semua kebudayaan secara konstan dapat berubah, tidak ada kebudayaan yang statis sepenuhnya. Bahkan dalam semua sistem sosio-kultural juga selalu mengalami perubahan, walaupun tingkat dan bentuk perubahan berbeda-beda dari situasi satu ke situasi lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat perubahan seperti perubahan dalam lingkungan fisik, jumlah, penyebaran, komposisi penduduk, kontak dan isolasi, nilai dan sikap, struktur sosial, kebutuhan yang dirasakan langsung dan tak langsung serta adanya  adat-budaya. Sementara itu perubahan pada umumnya, akan mengikut sertakan modifikasi dalam lingkungan sosio-kultural atau lingkungan fisik. Lingkungan sosio-kultural lebih menunjuk pada orang, kebudayaan, dan masyarakat, sedangkan lingkungan fisik menujuk pada tata ekologi tertentu, baik alami maupun buatan manusia (Koentjaraningrat: 1984, 90).

Dalam studi perubahan keramik, tiga masalah teoretis yang perlu ditelaah dalam kaitannya dengan konteks sosial dan cultural, adalah rangsangan terhadap perubahan, faktor internal dan eksternal dalam proses perubahan serta arah dalam proses inovasi. Proses perubahan sosial dan kultural menunjukkan berbagai variasi seperti penemuan, invensi dan difusi. Penemuan adalah kegiatan untuk dapat menyadari hasil kerja atau sadar atas sesuatu yang telah ada sebelumnya. Invensi adalah suatu kombinasi baru dari objek-objek atau pengetahuan yang telah ada untuk membuat suatu produk baru atau merupakan suatu sintesis dari bahan kondisi atau praktek yang ada sebelumnya.

Invensi menurut Ryan diartikan sebagai "pembuatan". Perubahan yang berkaitan dengan konteks sosio-kultural tersebut, yaitu kaum intelektual berperan sebagai pendahulu dalam pembentukan sistem pengetahuan masyarakat. Di samping itu terdapat kelompok-kelompok pembawa budaya tertentu yang memiliki pengaruh besar dalam menentukan kontur budaya konsumen sebagai konsekuensi kemampuannya dalam mempengaruhi perkembangan fashion, gaya hidup, seni dan budaya. Dalam pembentukan selera kesenian, massa mempunyai peranan besar, sementara itu para investor dan pasar juga berperan besar sebagai pembuat cita rasa dan pembentuk nilai-nilai budaya bangsa. Secara luas kaum intelektual mencakup kriyawan, ahli, sarjana, dan seniman-budayawan sebagai sumber daya kreativitas. Daya kreativitas yang dimiliki kaum intelektual tersebut pada gilirannya akan melahirkan berbagai inovasi.

Istilah inovasi seringkali digunakan untuk mencakup penemuan dan invensi tersebut, yang menurut Barnett merupakan pikiran, perilaku, atau sesuatu yang baru, karena secara kualitatif berbeda dari bentuk semula. Sehingga inovasi secara longgar dipandang sebagai adopsi terhadap proses dan bentuk baru. Inovasi merupakan suatu ide atau konstelasi ide, tetapi beberapa inovasi melalui sifatnya kadangkala hanya tinggal dalam organisasi mental saja, sementara yang lain mungkin merupakan ekspresi yang tampak dan nyata. Inovasi pada produk keramik, tampak pada munculnya proses dan bentuk produk baru, suatu produk yang bersifat non-tradisional. Produksi bentuk-bentuk non-tradisional didasarkan pada ide-ide dari luar yang tumbuh dari tuntutan konsumen yang berubah. Untuk memahami perubahan keramik sebagai konsekuensi adopsi inovasi, maka telaah yang memusatkan analisis pada masyarakat, dengan memperhatikan pertama-tama pada dasar teknik produksi ekonomis menjadi penting. Oleh karena dalam lingkup demikian terjadinya perubahan akan dapat diamati dan dirumuskan perubahan-perubahan teknik produksi, mesin-mesin yang memproduksi makanan, pakaian, perumahan dan sebagainya merupakan teknik-teknik melalui mana perubahan-perubahan mempengaruhi masyarakat (Karl Mennhei: 1985, 119).

Dalam studi perubahan keramik, tiga masalah teoritis yang perlu ditelaah dalam kaitannya dengan konteks sosial dan cultural adalah rangsangan terhadap perubahan, faktor internal dan eksternal dalam proses perubahan sera arah dalam proses inovasi. Berkait dengan rangsangan perubahan tersebut perlu juga memahami karakteristik kerajinan tangan. Menurut Feldman Burk Feldman, kerajinan tangan akan mencirikan bahwa:

(1).  Suatu objek buatan tangan, biasanya direncanakan dan dikerjakan oleh orang yang sama. Hal ini biasa dilakukan oleh perajin-seniman, akan tetapi banyak desa kerajinan dengan ekonomi pra-industri, pembagian kerja terjadi, sehingga seniman atau kriyawan mungkin akan menggerakan desain yang diciptakan. Orang lain atau tenaga kerja atau anggota keluarga dapat melaksanakannya dengan sedikit pengulangan.
(2).   Perajin tidak hanya melaksanakan sendiri seluruh karya, tetapi juga bisa menambah dan mengatur (menyempurnakan) desainnya menurut kebutuhan nasabah atau pelanggannya. Oleh karena itu karaktetistik kerajinan tangan mencakup tanggung jawab yang utuh terhadap penciptaan objek dan penyesuaian desain dan pelaksanaan bagi kebutuhan individu adalah patron.
(3). Keunikan suatu objek kerajinan tangan mungkin didasarkan pada keistimewaan teknik perajin atau keinginan tertentu dari patron.
(4).  Di sisi yang lain, kerajinan dalam budaya pra-industri adalah, secara paradoksal, kesamaan relatiffnya, dalam artian bahwa variasi dalam detail terjadi karena duplikasi secara absolut tidak mungkin pada barang buatan tangan, walaupun demikian secara umum terdapat sedikit perubahan dari apa yang dilakukan oleh perajin terhadap produk yang dihasilkan.

Faktor internal secara pasti mempengaruhi perubahan keramik, seperti misalnva pertumbuhan penduduk bertindak sebagai pendorong ekonomi yang kuat, sama pentingnya dengan individu-individu inovatif yang membuka hubungan sosial yang tegas oleh hubungan patron-klien. Juga perubahan secara etnografis faktor-faktor eksternal, yang mencakup berbagai aspek integrasi, ekonomi internasional, pengenaan ekonomi uang, komunikasi yang baik dan fasilitas transportasi, suatu peningkatan dalam wisata nasional dan internasional, minimnya bahan bakar dan penebangan hutan serta emigrasi dari daerah pedesaan ke kota-kota.

Tuntutan pasar dan pengembangan pasar wisata merupakan dua kepentingan yang berkait yang berpengaruh pada sistem keramik. Sementara itu proses inovasi dan alasan mengapa kelompok tertentu dalam suatu masyarakat memilih untuk memperbaharui pandangan inovasi dalam masyarakat yang mencakup dua hal yakni dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Inovasi dari atas ke bawah terjadi manakala pekerja seni ahli yang kaya, atau paling tidak mapan dalam perdagangannya terikat dalam inovasi. Inovasi dari bawah ke atas melibatkan hal baru, bentuk-bentuk luar yang menduduki sesuatu yang baru, yang tidak memanfaatkan celah ekonorni sebelumnya. Proses inovasi dari atas ke bawah melibatkan pengawasan negara sebagai suatu mekanisme dari atas ke bawah yang membimbing inovasi. Sementara itu proses inovasi dari bawah ke atas berasal dari sumber-sumber di luar kontrol negara. Evidensi inovasi dari bawah ke atas makin tampak dalam gabungan orang-orang dan melibatkan perubahan yang mempertinggi jaminan ekonomi mereka. Sedangkan arah inovasi berkaitan dengan suatu kombinasi antara ekonomi dan martabat (prestise) di satu sisi, pembaharuan itu memperoleh keuntungan secara ekonornis dan disisi lain mempersyaratkan kepedulian terhadap aspek-aspek kultural yang ada.



DAFTAR  PUSTAKA


Anonim, Dictionary of Art, Pergamon Press Ltd, London
Anonim, Ensiklopedi Indonesia, Ichtiar Baru van Hoeve, 1992
Anonim, Everyman Encyclopedia
Anonim, Encyclopedia of World Art, 1965
Akhdiyat Karta Miharja, Seni dalam Pembinaan Kepribadian Nasional, Budaya X /1-2, 1961
Akhmad Parlan Mulyano, Dekorasi, 1984
Dewantara, Ki Hadjar, Pendidikan (1), Majelis Luhur Taman Siswa  Dewantara, Yogyakarta, 1962
Dogmy dan Carter,  Four Thousand Years of China’s Art, The Honel  Press Company, New York, 1951
Dufrene, Mikel, Dkk, Aesthetics and The Sciences of Art, 1978
Goris R., Atlas Kebudayaan, Pemerintah RI, Jakarta, 1953
Gronemen, Chris and Feirier, General Shop, Mc Grow-Hill, New York, 1969
Heskett, John,  Industrial Design, Thames and Hudson, London, 1980
Hildawati, Keramik Pada Zaman Majapahit, Skripsi SR-ITB, Bandung, 1971
Ismail Raji Al-Faruqi, Seni Tauhid, Esensi & Ekspresi Estetika Islam, Bentang Budaya,1986
Jacques  Havet, Dkk, Main Trends of Research in the   
           Social and Human  Sciences, Unesco
Jurnal Seni Rupa dan Desain, 1999-2003,  Prabangkara, ISSN 1412- 0380, Vol 1-6, No.1-8, PSSRD Univ. Udayana,  Denpasar
Komite Seni Rupa DKJ,  Seni Rupa, Berkala No. 4, Jakarta, 1984
Kempers, AJB., Bali Purbakala, PT. Ichtiar, Jakarta, 1960
Ki Hajar Dewantara, Pendidikan Majelis Luhur, Persatuan   Taman Siswa, Bagian I, Yogyakarta, 1962
Leo Tolstoy, What is Art ? Bobs-Merrill, Indiana polis, New York, 1960
Monro, Thomas, Evolution in The Arts, The Cleveland Museum of Art Clevend, 1963
Myers, Bernard.S., Dictionary of Art, 1951
Murdowo, Seni Budaya Bali-Balinese Art and Culture, Jakarta, 1963
Murtihadi, Ornamen, 1981
Mayer, Ralph, A Dictionary of Art Term & Techniques, Adan & Charler Black Ltd, London, 1969
Mills, John Fitz Maurice, The Pergamon , 1965
Mikke Susanto, Diksi Rupa, Kumpulan Istilah dan Gerakan Seni Rupa, Dicti Art Lab. Yogyakarta & Jagat Art Space Bali, 2011
Papanek, Victor, Design for the Real World, New York, Pantheon Books, 1971
Poewodarminto, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pn. Balai Pustaka, Jakarta, 1976
Radiawan, Konsep dan Aplikasi Ornamen Tradisi Bali, dalam Jurnal Imaji, Vol. 9, No.2 Agustus, 2011
Read, Herbert, The Meaning of Art, Faber and Faber Limited, London, 1962
Runes, Dagobert D. and Harry S., Encyclopedia of The Arts, USA, 1946
Santoso Doellah, Batik: The Impact of Time and Environment, Danar Hadi
Soedarso, Sp., Tinjauan Seni: Sebuah Pengantar Untuk Apresiasi  Seni, Suku Dayar San, Yogyakarta, 1988
Sugriwa, I Gst Bagus, Dasar-dasar Kesenian Bali, Pemda Tk.I Bali, Denpasar, 1957
Tomas Munro, Evolution in the Arts, The Cleveland Museum of Arts, Cleveland, 1963
Utomo, Agus Mulyadi, Wawasan & Tinjauan Seni Keramik, Paramita, Surabaya, 2007
Utomo, Agus Mulyadi, Pengetahuan Teknologi Bahan Keramik, Udayana University Press & ISI Denpasar, 2010
Utomo, Agus Mulyadi, Produk Kekriyaan Dalam Ranah Seni Rupa danDesain, ISI Denpasar & Hijrah M, 2011
Yuliman, sanento, dkk, Lingkup Seni Rupa : Kumpulan Karangan Tentang Cabang-cabang Seni Rupa, ITB, Bandung, 1983

 goesmul@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar